IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

dokumen-dokumen yang mirip
IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VII IMPLIKASI KONVERSI LAHAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

Produk Domestik Regional Bruto

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH JAWA BARAT SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Karimunjawa). Jarak dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

Pemerintah Kabupaten Bantul. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir TA 2007 Kabupaten Bantul

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi

Analisis Isu-Isu Strategis

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB II KETENTUAN UMUM

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

Transkripsi:

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan presiden. Hasil inventarisasi peraturan perundangan ini disajikan pada Lampiran 13. Ketiga undang-undang tersebut adalah Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria; Undang-undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang; Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang pokok-pokok agraria memberikan kewenangan yang besar kepada negara (pemerintah). Juga dengan adanya paradigma baru pada pemerintahan Indonesia, yaitu pengalihan kewenangan kepada daerah sesuai dengan UU No. 32/2004 tentang pemerintahan daerah maka dibutuhkan perubahan peraturan, kebijakan dan administrasi pertanahan, termasuk penyelarasan UUPA. Hal yang sama terjadi pada Undang-undang Nomor 24 tentang Penataan Ruang yang kurang relevan dengan kondisi pemerintahan Indonesia saat ini dengan adanya Undang-undang Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan terhadap daerah. Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan penataan ruang ada lima buah yaitu Peraturan pemerintah Nomor 69 tahun 1996 tentang pelaksanaan hak dan kewajiban serta bentuk peran serta masyarakat dalam penataan ruang; Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2004 tentang Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional; Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah dan Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2002 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. Inventarisasi keputusan presiden diperoleh empat keputusan yang mengatur pengelolaan kawasan lindung, pembentukan BKTRN, kebijakan pertanahan dan pembangunan kawasan industri serta pembentukan KAPET. Keputusan-

keputusan ini ditetapkan untuk menunjang undang-undang dan peraturan pemerintah yang sudah ada berkaitan dengan masalah tata ruang. Keempat keputusan presiden ini lebih menekankan dalam pengembangan kawasan dan pembentukan institusi tata ruang. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut di atas, tampak bahwa kegiatan penataan ruang melibatkan berbagai pihak terutama masalah lahan atau tanah yang merupakan kewenangan departemen dalam negeri (agraria), masalah tata ruang yang berada dalam kewenangan departemen permukiman dan sarana wilayah. Hal tersebut karena awal pembentukan undang-undang penataan ruang yang diharapkan dapat mengakomodasi masalah tanah (agraria) dan masalah perencanaan tata ruang (Djoekardi & Ardiputra 2003). Rencana tata ruang merupakan dokumen pelaksanaan pembangunan yang harus dipatuhi oleh semua pihak termasuk masyarakat setempat. Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah maka materi kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten/kota meliputi antara lain: kerangka sistem perencanaan; prinsip, tujuan, kebijakan strategis; panduan penataan ruang kabupaten/kota; institusi, program dan prosedur untuk menyiapkan dan melaksanakan rencana tata ruang dan kebijakan penataan ruang; peraturan, ketentuan dan standar pengelolaan SDA; strategi sektoral penataan ruang (seperti kawasan lindung, hutan, pertambangan); dan indikator untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan penataan ruang (Haeruman 2004). 4.2. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Pemerintah Kabupaten Bandung menyusun rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2001 dan Rancangan Penyempurnaan Peraturan Daerah Nomor 1 tentang RTRW Kabupaten Bandung (2001-2010) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Nurzaman (2002) yang mengevaluasi kedua dokumen tersebut, menyatakan bahwa terdapat konsekuensi dalam penetapan lahan untuk industri di Cipeundeuy dan Padalarang. Kedua wilayah tersebut merupakan wilayah pemukiman yang padat. Selain itu penetapan kawasan industri yang demikian

luas akan membutuhkan air tanah yang besar. Pada strategi penetapan kawasan non budidaya, direncanakan perluasan kawasan lindung dan areal hutan. Wilayah yang ditetapkan untuk perluasan kawasan ini ditetapkan pula untuk perluasan pemukiman dan industri. Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat menetapkan peraturan daerah nomor 2 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Daerah Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan pada perda tersebut pada pasal 21 tentang rencana pengembangan sistem kota-kota, pada ayat 2, wilayah Bandung dijadikan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan istilah Metropolitan Bandung. Sedangkan pada pasal 27 ayat 3, wilayah Bandung ditetapkan sebagai salah satu kawasan andalan, yaitu kawasan andalan Cekungan Bandung dengan kegiatan utama pengembangan sumberdaya manusia, jasa, agribisnis, pariwisata dan industri. Rencana Struktur Ruang Metropolitan Bandung (2005-2025) merupakan penjabaran dari Perda Propinsi Jawa barat Nomor 2 tahun 2003. Menurut dokumen ini, wilayah Metropolitan Bandung adalah Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung dan tiga kecamatan dari Kabupaten Sumedang. Substansi dari rencana ini meliputi strategi pembangunan perkotaan, rencana pengembangan zona wilayah, rencana pengembangan sistem kota-kota dan rencana pengembangan infrastruktur wilayah yang terdiri dari rencana pengembangan prasarana permukiman, rencana pengembangan transportasi, rencana pengembangan sumberdaya air dan rencana penanganan lingkungan (Distarkim Propinsi Jawa Barat 2005). Berdasarkan Gambar 17, Metropolitan Bandung dibagi menjadi tujuh zona pembangunan yaitu zona Bandung, Lembang, Padalarang, Gunung Halu-Ciwidey, Soreang, Jatinangor dan Rancaekek. Zona Bandung disebut dengan zona inti merupakan pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pendidikan dan jasa. Zona Lembang dan Gunung Halu Ciwidey, direncanakan sebagai zona konservasi. Zona lainnya direncanakan sebagai zona industri, perdagangan dan jasa.

Gambar 17 Pembagian Zona Metropolitan Bandung (Dinas Tata Ruang dan Permukiman Propinsi Jawa Barat 2005) Pada wilayah yang diproyeksikan sebagai zona konservasi yaitu Lembang dan Gunung Halu-Ciwidey, selain itu direncanakan untuk mempunyai fungsi pertanian dan pariwisata. Untuk Zona Lembang, kriteria pemanfaatan ruang adalah untuk pemukiman dan koefisien dasar bangunan (KDB) rendah, perdagangan yang berorientasi agribisnis, pariwisata berbetuk ekowisata dan kegiatan pertanian pada perkebunan dan hortikultura. Pada Zona Gunung Halu dan Ciwidey, kriteria pemanfaatan ruang adalah permukiman skala kecil di setiap kecamatan, ekowisata, agroindustri dan terminal untuk agribisnis Pangalengan. 4.3. Penggunaan Lahan Eksisting Kabupaten Bandung Peta penggunaan lahan eksisting di Kabupaten Bandung tahun 2003 didominasi oleh pertanian lahan kering. Sebesar 56% dari wilayah Kabupaten Bandung didominasi oleh jenis penggunaan lahan kering. Jenis penggunaan lahan kering ini terdiri dari kebun, tegalan, dan sawah tadah hujan. Luas kawasan hutan sebesar 21% dan kawasan terbangun sejumlah 13%. Kawasan terbangun ini

sebagian besar ada di pusat wilayah yaitu di Kota Bandung dan Kota Cimahi. Luas wilayah sawah sejumlah 5% yang sebagian besar berada berada dibagian timur dari Kota Bandung (Tabel 15, Gambar 16) Tabel 15 Luas Penggunaan Lahan Eksisting Kabupaten Bandung (Hasil analisis) Penggunaan Lahan Luas (ha) Persen Air 6675,00 2 Hutan 67331,25 21 Lainnya 4968,75 2 Kawasan Terbangun 41100,00 13 Perkebunan 7875,00 2 Pertanian Lahan Kering 182118,75 56 Sawah 15775,00 5 Total 325843,75 100 Gambar 18 Peta penggunaan lahan eksisting wilayah Bandung tahun 2003 (interpretasi citra)

4.4. Keadaan Sosial Ekonomi dan Geofisik Wilayah di Kabupaten Bandung Jumlah penduduk selama 20 tahun di wilayah Bandung yang meliputi Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung secara keseluruhan dan jumlah penduduk Kabupaten Bandung disajikan pada Gambar 19. Tampak bahwa pada tahun 1983 jumlah penduduk wilayah Bandung pada tahun 1983 adalah sekitar empat juta jiwa, yang meningkat hampir mencapai tujuh juta pada tahun 2003. Sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 1983 kurang dari tiga juta jiwa dan pada tahun 2023 berjumlah sekitar tiga juta. Bila dilihat dari kurun waktu 20 tahun, pertambahan jumlah penduduk Kabupaten Bandung sendiri relatif rendah. Pada tahun 1989, terjadi penurunan jumlah penduduk Kabupaten Bandung, dari lebih dari tiga juta jiwa pada tahun 1988 menjadi kurang dari tiga juta jiwa, hal ini disebabkan oleh pengurangan wilayah Kabupaten Bandung. Pengurangan wilayah kabupaten dengan adanya pemekaran Kotamadya Bandung yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1987 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung. Penurunan jumlah penduduk Kabupaten Bandung terjadi lagi pada tahun 2000. Penurunan jumlah penduduk ini disebabkan karena adanya penurunan luas wilayah kabupaten dengan pemisahan Kecamatan Cimahi Utara, Tengah dan Selatan menjadi Kota Cimahi. Hal tersebut ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 9 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi.

7000 6000 jiwa (dalam ribuan) 5000 4000 3000 2000 1000 0 tahun 1983 tahun 1984 tahun 1985 tahun 1986 tahun 1987 tahun 1988 Kabupaten Bandung tahun 1989 tahun 1990 tahun 1991 tahun 1992 tahun 1993 tahun 1994 tahun 1995 tahun 1996 tahun 1997 tahun 1998 tahun 1999 tahun 2000 tahun 2001 tahun 2002 tahun 2003 Kota Bandung, Cimahi & Kab. Bandung Gambar 19 Grafik jumlah penduduk Kabupaten Bandung dan seluruh wilayah Bandung (Kota Bandung, Cimahi dan Kabupaten Bandung) tahun 1983-2003 (BPS 1983-2003) Tabel 16 Jumlah dan kepadatan penduduk di wilayah Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung pada tahun 2003 (BPS 2003) Kota/Kabupaten Luas Wilayah (Ha) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan penduduk (jiwa/ha) Kota Bandung 16.729 2.228.268 133 Kota Cimahi 4.023 483.242 120 Kabupaten Bandung 307.370 4.017.582 13 Tabel 16 menggambarkan jumlah dan kepadatan penduduk di tiga wilayah pada tahun 2003. Kepadatan penduduk Kota Bandung adalah 133 jiwa per hektar yang tidak berbeda jauh dengan Kota Cimahi dengan kepadatan penduduk 120 jiwa per hektar.berbeda dengan wilayah Kabupaten Bandung dengan kepadatan sebesar 13 jiwa per hektar. Pada Lampiran 1 Tabel lengkap kepadatan penduduk berdasarkan kecamatan terlihat bahwa terdapat kecamatan dengan kepadatan penduduk yang sangat rendah yaitu tiga jiwa per hektar (Kecamatan Rancabali),

dan cukup tinggi yaitu 97 jiwa per hektar (Kecamatan Margahayu). Meskipun kepadatan penduduk Kabupaten Bandung secara total rendah yaitu 13 jiwa per hektar, secara parsial kepadatan penduduk wilayah kabupaten terdapat kecamatankecamatan dengan kepadatan cukup tinggi diatas 50 jiwa per hektar. Tabel 17 berikut menunjukkan distribusi PDRB Kabupaten Bandung tahun 2001, 2002 dan 2003. Lapangan usaha dominan adalah pada sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi sekitar 54%. Sektor terbesar kedua adalah perdagangan, hotel dan jasa sekitar 17%. Lapangan usaha pertanian hanya menyumbang 10% dari keseluruhan PDRB. Berdasarkan Tabel 17 tampak terjadi penurunan pada sektor pertanian dan industri pengolahan. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian persentasenya tetap selama tiga tahun tersebut. Keenam sektor lainnya mengalami peningkatan dalam persentase. Tabel 17 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam persen Kabupaten Bandung Tahun 2001, 2002, 2003 (BPS 2003) No Lapangan Usaha Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 1 Pertanian 10,1 9,9 9,4 2 Pertambangan & Penggalian 0,7 0,7 0,7 3 Industri Pengolahan 54,2 54,2 53,7 4 Listrik, Gas & Air Bersih 3,4 3,5 3,5 5 Bangunan/Konstruksi 2,2 2,3 2,4 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 17,4 17,3 17,5 7 Pengangkutan & Komunikasi 4,9 4,9 5,1 8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 2,1 2,1 2,2 9 Jasa-jasa 5,0 5,1 5,5 PDRB Bruto (persen) 100,0 100,0 100,0