BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri Perbankan merupakan suatu industri yang memiliki risiko usaha yang sangat tinggi, terutama karena melibatkan pengelolaan keuangan masyarakat. Jatuhnya industri perbankan seperti yang terjadi pada tahun 1997, tidak hanya berakibat buruk terhadap sistem perbankan itu sendiri, akan tetapi berpengaruh terhadap tingkat kestabilan sektor keuangan secara keseluruhan, yang pada akhirnya akan berdampak langsung terhadap kelangsungan usaha pada sektor riil. Karakteristik industri perbankan berbeda jika dibandingkan dengan industri lainnya. Industri perbankan merupakan industri yang sarat akan regulasi. Dalam hal penentuan status suatu bank, baik dikatakan kategori bank sehat atau tidak oleh Bank Indonesia sekarang Otoritas Jasa Keuangan, salah satu kriterianya adalah modal yang cukup. Pengertian kecukupan modal tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya saja tetapi dengan rasio kecukupan modal minimum atau Capital Adequacy Ratio (CAR). Selain kriteria tersebut, industri perbankan juga dituntut untuk menjalankan praktek-praktek tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Sesuai peraturan Bank Indonesia No 8/14/PBI/2006 tentang perubahan atas peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 mewajibkan setiap bank untuk menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang meliputi keterbukaan (tranparancy), akuntabilitas 1
(accountability), tanggung jawab (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). Dalam peraturan tersebut, juga diwajibkan kepada setiap bank untuk membentuk Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) yang Independen. SKAI dibentuk untuk menjalankan fungsi pengendalian internal bank melalui proses pemeriksaan atau audit yang dilakukan oleh auditor internal. audit merupakan suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi. Tujuannya untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataanpernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Arens & Loebbecke dalam Adhikara, 2012). Pada awalnya auditor internal mempunyai tugas yaitu menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen telah dipenuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektifitas prosedur kegiatan organisasi serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian dalam organisasi, dengan kata lain auditor internal bertugas melakukan deteksi atas pengendalian internal. Dalam perkembangannya saat ini tugas auditor internal telah bergeser menjadi problem solver dalam menyempurnakan pengendalian internal, disamping itu tuntutan perusahaan pada fungsi auditor internal juga telah beralih dari pelaksanaan audit yang hanya dilakukan sesuai kebijakan manajemen, menjadi peranan yang 2
diarahkan untuk membantu memastikan bahwa proses pengelolaan risiko, lingkup pengendalian secara keseluruhan dan efektifitas kinerja serta proses usaha telah konsisten dengan ekspektasi manajemen (Ridwan, 2005). Perubahan paradigma dari profesi auditor internal menurut definisi internal auditing yang dikeluarkan International Internal Audit (IIA) menyebutkan bahwa istilah kontrol sudah beralih menjadi risiko. Fokus audit saat ini adalah risiko bisnis bukan system internal control, fokus pengujian adalah semua aktivitas risk management, tidak lagi aktivitas kontrol, fokus dari pelaporan kecukupan dan efektivitas dari internal control dan tujuan dari hasil audit adalah mencapai pelaksanaan manajemen risiko yang sesuai bukan memperbaiki internal control. Paradigma baru ini membawa konsep pelaksanaan audit internal menjadi berbasis risiko atau risk based audit (RBA). Risk based audit adalah proses untuk mengidentifikasi dan melakukan pengujian atas risiko terutama yang berdampak material bagi perusahaan dan dilakukan bersama manajemen. Tugiman (2007) mengatakan bahwa auditor internal melakukan pengujian yang independen atas kontrol yang sudah tersedia dalam pelaksanaan audit dan menghitung eksposur dari risiko melalui kesimpulan auditnya. Implementasi dari Risk Based Audit dalam siklus audit dimulai dari proses penyusunan perencanaan audit yang bertujuan untuk mengukur efektifitas alokasi sumber daya, selanjutnya membuat audit program yang bertujuan untuk menguji terhadap efektivitas key control untuk mengurangi key risk yang mengancam pencapaian tujuan, kemudian tahap pelaksanaan audit (field work) yang bertujuan untuk mengembangkan temuan 3
dalam prespektif manajemen risiko, sampai pada akhirnya menyimpulkan hasil pelaporan dalam konteks risiko yang menjadi tujuan proses pelaporan. Perkembangan lingkungan yang turbulence dan semakin kompleks serta persaingan pada industri perbankan yang semakin ketat, maka risiko yang dihadapi industri perbankan dalam rangka mencapai tujuannya juga semakin beragam, untuk itu dibutuhkan fungsi manajemen risiko yang baik sehinga berbagai macam risiko yang dihadapi dapat dikendalikan. Sebagai pengawas industri perbankan, Bank Indonesia telah menerbitkan SEBI No 5/22/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang Pedoman Standar Pengendalian Intern bagi Bank Umum. Menunjuk SEBI No 5/22/DPNP tentang Pedoman Standar Pengendalian Intern bagi Bank Umum, risiko didefinisikan sebagai peluang terjadinya peristiwa atau hasil yang tidak diinginkan. Sedangkan terjadinya peristiwa yang menciptakan potensi adanya hasil yang tidak diinginkan merupakan kejadian risiko, yang mempunyai konsekuensi baik langsung atau tidak langsung terjadinya kerugian. Sedangkan manajemen risiko (risk management) adalah suatu proses untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul serta mengambil langkahlangkah perbaikan yang dapat menyesuaikan pada tingkat yang dapat diterima, sehingga bank dapat memiliki komposisi portofolio dengan risk dan return yang seimbang. Risk management merupakan tanggung jawab manajemen organisasi, fungsi auditor internal dalam hal risk management adalah membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, dengan mengevaluasi 4
dan meningkatkan efektifitas dari risk management itu sendiri. Menunjuk pada ketentuan Bank Indonesia, risiko yang dihadapi suatu bank dikategorikan dalam 8 (delapan) jenis yaitu risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategik, dan risiko kepatuhan. PT. Bank BPD DIY yang merupakan bank umum milik Pemerintah Daerah telah membentuk SKAI sesuai amanat peraturan Bank Indonesia yang dikenal dengan nama Satuan Pengawasan Intern (SPI). Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya SPI telah memiliki pedoman pelaksanaan yang tertuang dalam piagam audit intern (Internal Audit Charter) melalui Keputusan Direksi PT. Bank BPD DIY Nomor 6773/PW 1006 tanggal 10 Oktober 2011 dan SK Direksi PT Bank BPD DIY No 0156/ PW 0900 tanggal 12 Juni 2006 tentang Pedoman Audit Berbasis Risiko. Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan tersebut, SPI bertanggungjawab langsung kepada Direktur Utama. Pedoman pelaksanaan audit internal yang dilakukan oleh SPI telah mengacu kepada peraturan yang berlaku, dengan menerapkan pelaksanaan fungsi audit internal sesuai Standart Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank (SPFAIB). Secara spesifik SPFAIB juga mensyaratkan kewajiban Dewan Komisaris untuk mereview proses perencanaan audit intern, mereview pelaksanaan audit, melakukan pemantauan atas tindak lanjut hasil audit dan mereview kecukupan pengendaian intern termasuk kecukupan proses 5
pelaporan keuangan. Implementasinya Dewas Komisaris PT. Bank BPD DIY membentuk komite audit untuk melaksanakan kewajiban tersebut. Peranan SPI PT Bank BPD DIY telah menyesuaikan dengan perkembangan bisnis saat ini yaitu berperan sebagai konsultan intern (internal consultant) yang dapat memberikan masukan berupa pikiran-pikiran untuk perbaikan (improvement) atas sistem yang telah ada serta berperan sebagai katalis (catalyst) yaitu memberikan jasa kepada manajemen melalui saransaran yang bersifat konstruktif dan dapat diaplikasikan bagi kemajuan organisasi, namun tidak terlibat langsung dalam operasional perusahaan. Evaluasi atas peranan SPI sebagai internal consultant dan catalyst belum sepenuhnya dilakukan, sehingga seringkali kegiatan pelaksanaan audit oleh auditor internal masih berperan dalam porsi besar sebagai wacthdog, artinya auditor internal masih menonjolkan kesuksesannya dengan menyampaikan temuan yang menyajikan hal-hal yang tidak mengenakkan bagi auditee. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri apabila temuan yang disampaikan masih bersifat subyektif dan menjadi alasan untuk menjatuhkan seseorang. Auditee sebagai pihak yang diperiksa kadangkala juga merasa seperti diawasi secara terus-menerus dalam kegiatan operasionalnya. Kontraproduktif bagi unit bisnis dengan adanya pemeriksaan SPI kadangkala masih terjadi, sebagai contoh upaya penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) di PT Bank BPD DIY mengalami pertumbuhan yang kurang optimal, padahal program kredit ini merupakan program unggulan pada era pemerintahan SBY, hal ini terjadi karena Kantor Cabang menjadi sangat hati-hati dalam 6
melakukan analisa pembahasan dan penyaluran KUR bahkan cenderung menghindari, salah satunya faktor penyebabnya adalah karena adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh SPI atas penyaluran program KUR ini secara periodik 2 (dua) kali dalam setahun. Dengan melihat fenomena dan berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Persepsi Auditee dan Auditor Internal Atas Kinerja Audit Internal Terkait Perencanaan Audit, Pelaksanaan Audit, Hasil Audit dan Tindak Lanjut Audit (Studi Kasus pada PT. Bank BPD DIY). 1.2. Rumusan Permasalahan Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Apakah terdapat perbedaan antara persepsi auditee dan auditor internal atas kinerja audit internal terkait perencanaan audit? 2. Apakah terdapat perbedaan antara persepsi auditee dan auditor internal atas kinerja audit internal terkait pelaksanaan audit? 3. Apakah terdapat perbedaan antara persepsi auditee dan auditor internal atas kinerja audit internal terkait dengan hasil audit? 4. Apakah terdapat perbedaan antara persepsi auditee dan auditor internal atas kinerja audit internal terkait dengan tindak lanjut audit? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah 7
1. Untuk mengevaluasi apakah ada perbedaan persepsi auditee dan auditor internal atas kinerja audit internal terkait dengan perencanaan audit. 2. Untuk mengevaluasi apakah ada perbedaan persepsi auditee dan auditor internal atas kinerja audit internal terkait dengan pelaksanaan audit. 3. Untuk mengevaluasi apakah ada perbedaan persepsi auditee dan auditor internal atas kinerja audit internal terkait dengan hasil audit. 4. Untuk mengevaluasi apakah ada perbedaan antara persepsi auditee dan auditor internal atas kinerja audit internal terkait dengan tindak lanjut audit. 1.4. Motivasi Penelitian Penelitian ini dilakukan sebagai studi empiris untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi antara auditee dan auditor internal atas kinerja audit internal terkait perencanaan audit, pelaksanaan audit, hasil audit dan tindak lanjut audit yang dilakukan pada PT. Bank BPD DIY. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran fungsi dan tugas auditor internal apakah telah sesuai harapan pihak auditee dalam hal ini pihak yang diperiksa, sehingga dapat meningkatkan fungsi pengendalian internal dan manajemen risiko yang pada akhirnya akan meningkatkan upaya pencapaian tujuan manajemen PT. Bank BPD DIY. 1.5. Kontribusi Penelitian Hasil penelitian diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut : 8
1. Bagi Akademisi Diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan referensi apakah teori yang ada dapat diterapkan secara penuh dalam operasional perusahaanan, serta dapat digunakan sebagai tambahan referensi pada penelitian-penelitian yang sejenis. 2. Bagi manajemen PT. Bank BPD DIY Memberikan bukti empiris hasil pengukuran kinerja audit internal terkait perencanaan audit, pelaksanaan audit, hasil audit dan tindak lanjut audit dari persepsi auditee maupun persepsi auditor internal. Disamping itu dapat digunakan sebagai bahan evaluasi atas implementasi risk base audit, apakah masih hanya sebatas wacana atau telah diterapkan secara baik yang pada akhirnya akan bermanfaat bagi manajemen PT Bank BPD DIY yang saat ini telah mencanangkan menjadi Regional Champhion Bank atau Bank Terbaik didaerahnya sendiri yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan hasil penelitian ini juga diharapkan sebagai pemantik untuk selalu dilakukan kajian penelitian secara empiris atas operasional PT Bank BPD DIY dan juga sebagai bahan pengambilan keputusan bisnis. 3. Bagi Regulator Dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan penyempurnaan atas kebijakan dan ketentuan yang diterbitkan dalam rangka mengatur dan mengawasi operasional industri perbankan secara umum, sehingga perkembangan industri perbankan menjadi lebih baik dan dapat memberikan kontribusi nyata pada peningkatan pembangunan ekonomi secara keseluruhan. 9
1.6. Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab dan disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut Bab 1, pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2, tinjauan pustaka yang menguraikan teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian, beberapa penelitian terdahulu, pengembangan hipotesis dan kerangka pemikiran teoritis. Bab 3, metoda penelitian yang menguraikan tentang jenis penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, jenis dan sumber data, definisi operasional dan pengukuran variabel, teknik pengujian data dan teknik analisis data. Bab 4, analisis data dan pembahasan yang menjelaskan gambaran umum lokasi penelitian, hasil penelitian dan pembahasan dalam rangka menjawab masalahmasalah penelitian. Bab 5, kesimpulan dan saran yang berisikan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, keterbatasan penelitian dan saran untuk perbaikan. 10