BAB 1 PENDAHULUAN. Stres merupakan respon fisiologis, psikologis dan perilaku yang tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari sisa makanan, menghilangkan plak dan bau mulut serta memperindah

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. pada individu seperti dampak fisik, sosial, intelektual, psikologis dan spiritual

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

9/27/2014 STRES DAN ADAPTASI DEWI BARIRIET BAROROH

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan insulin, baik total ataupun sebagian. DM menunjuk pada. kumpulan gejala yang muncul pada seseorang yang dikarenakan oleh

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ

Pengaruh stres, depresi, dan kecemasan terhadap volume saliva pada mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat di Indonesia (KKI, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. siapapun dan dimanapun tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, dan ras.

BAB 1 PENDAHULUAN. Stres adalah realita kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres

NURDIYANTO F

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan peserta pendidikan di tingkat perguruan tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa program studi lain di sektor non-medis (Navas, 2012), dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 90% yaitu kelenjar parotis memproduksi sekresi cairan serosa, kelenjar

BAB I PENDAHULUAN. pencabutan gigi. Berdasarkan penelitian Nair MA, ditemukan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pengambilan sampel

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada hakekatnya manusia dari sejak awal terbentuknya, yakni sejak terjadinya

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut penduduk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Psikologi Dunia Kerja Stres Dalam Pekerjaan

PATOFISIOLOGI ANSIETAS

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. penyebab stres pada mahasiswa dapat bersumber dari kehidupan akademisnya,

BAB 1 PENDAHULUAN. merasakan hal yang demikian terutama pada saat menginjak masa remaja yaitu. usia tahun (Pathmanathan V dan Surya H, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh keseluruhan (Tambuwun et al., 2014). Kesehatan gigi dan mulut tidak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB I PENDAHULUAN. sebelum dan selama menstruasi bahkan disertai sensasi mual. 1 Dalam istilah

I. PENDAHULUAN. adaptasi yang juga berbeda pada setiap individu baik secara biologis, psikologis dan sosial (Ntoumanis, Edmunds & Duda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. 25,9%, tetapi hanya 8,1% yang mendapatkan perawatan. 2

SKRIPSI. Diajukan Oleh : PARYANTO J

BAB I PENDAHULUAN. 202 juta di tahun 1950 menjadi 831 juta di tahun Jumlah ini diperkirakan akan terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Komisi Etik

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah,

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang perbedaan derajat keasaman ph saliva antara sebelum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

PENGARUH PEMBERIAN TABLET HISAP Xylitol DAN TABLET HISAP SUKROSA TERHADAP ph SALIVA PADA ANAK USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

BAB 1 PENDAHULUAN. jika gigi mengalami sakit akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Kesehatan gigi

BAB I PENDAHULUAN. realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. 2 Studi di Amerika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diekskresikan ke dalam rongga mulut. Saliva dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama yang tidak terbiasa dengan sistem pembelajaran di Fakultas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

BAB VI PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 30 perempuan penderita xerostomia

BAB I PENDAHULUAN. alat ortodontik cekat menyebabkan pemeliharaan oral hygiene menjadi lebih sulit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum

BAB 1. PENDAHULUAN. pada fungsi fisiologis dan psikologis seseorang. Sekitar tahun 1920, Walter

PERBEDAAN KECEMASAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UMS YANG TINGGAL DI PONDOKAN DENGAN MAHASISWA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA SKRIPSI

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD

BAB I PENDAHULUAN. terhadap adanya tuntutan atau beban. Menurut Griffin dalam Sood (2013)

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan rongga mulut merupakan bagian penting dalam kehidupan

INTISARI. Kata Kunci : Kondisi Kerja, Beban Kerja, Tingkat Stres perawat.

BAB I PENDAHULUAN. industri tetapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia. Kanker kepala leher

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua dokter gigi yang merawat pasien anak menyadari bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun ini oleh ahli-ahli di bidang psikosomatik menunjukkan bahwa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat.

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan tembakau merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres merupakan respon fisiologis, psikologis dan perilaku yang tidak spesifik terhadap suatu tekanan (stressor) atau ancaman (threatener) dan merupakan sebuah upaya untuk melakukan adaptasi. Respon stres terhadap tekanan psikis, baik dari internal atau eksternal, secara sederhana dikenal dengan istilah fight or flight response. Fight or flight response dapat diartikan sebagai respon seorang individu terhadap sesuatu keadaan yang dianggapnya membahayakan, sehingga timbul respon untuk melawan atau menghindar (Rice, 1998; Hardisman dan Pertiwi, 2014). Pada keadaan sesorang sedang dihadapkan pada tekanan psikis, maka akan timbul respon berupa General Adaptation Syndrome (GAS) yang meliputi tahapan kewaspadaan (alarm stage), perlawanan (resistance stage) hingga kelelahan (exhaustion stage). Apabila proses adaptasi baik psikis maupun fisiologis gagal dalam menyesuaikan, maka stres akan terus berlanjut hingga mencapai tahap ketiga. Pada tahap inilah fase stres dapat dikenal dengan gangguan penyesuaian (distress) dan dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan psikis maupun fisik (psikosomatis). (Wade dan Tavris, 2008; Hardisman dan Pertiwi, 2014). Fakultas Kedokteran telah lama dinilai sebagai lingkungan pembelajaran dengan tuntutan yang tinggi dan penuh dengan tekanan jiwa (stressful). Kurikulum saat ini menghendaki mahasiswa kedokteran untuk mencapai berbagai kecakapan, termasuk penguasaan teori, kompetensi klinik, keterampilan 1

berhubungan dengan orang lain (interpersonal skill) dan kemampuan tambahan (soft skill) dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini menjadikan prevalensi terjadinya stres pada mahasiswa kedokteran relatif lebih tinggi bila dibandingkan mahasiswa fakultas lain maupun masyarakat umum pada usia yang sama (Dyrbye et al, 2006; Polimpung, 2012; Shete dan Garkal, 2015). Vaidya dan Mulgaonkar (2007) melaporkan prevalensi terjadinya stres pada mahasiswa kedokteran sebesar 51.37% berdasarkan hasil penelitiannya menggunakan instrumen Depression, Anxiety, and Stress Score (DASS). Kulsoom dan Afsal (2015) melaporkan prevalensi terjadinya stres pada mahasiswa kedokteran sebesar 41,00% dengan menggunakan instrumen yang sama. Hasil berbeda didapatkan Bayram dan Bilgel (2008) yang melaporkan prevalensi terjadinya stres yang lebih kecil terdapat pada mahasiswa umum, yaitu sebesar 27,00% dengan menggunakan instrumen yang sama. Penelitian yang dilakukan di Indonesia juga menunjukan prevalensi terjadinya stres yang lebih besar pada mahasiswa kedokteran bila dibandingkan dengan mahasiswa pada umumnya. Dimana berdasarkan penelitian yang dilakukan Sari (2015) di menggunakan instrumen DASS 42 mendapatkan 64,20% mahasiswi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas masuk ke dalam tingkat stres. Relatif lebih tingginya tingkat stres mahasiswa kedokteran dibandingkan dengan nonkedokteran dapat disebabkan oleh berbagai faktor lain yang dominan ada pada mahasiswa kedokteran. Beberapa faktor tersebut seperti ekspektasi yang tinggi akan hasil, tuntutan orangtua akan prestasi akademik, suasana perkuliahan 2

yang tidak nyaman, tingginya frekuensi ujian, kurangnya waktu relaksasi, hingga adanya ketidakharmonisan antar mahasiswa (Carolin, 2010; Sari et al, 2015). Tidak hanya diantara mahasiswa kedokteran dengan nonkedokteran, perbedaan prevalensi terjadinya stres juga terlihat dari perbedaan tingkat akademik yang menyebabkan perbedaan tekanan psikis yang diterima mahasiswa kedokteran. Mahasiswa tingkat akhir memiliki kecenderungan lebih tinggi terjadinya stres bila dibandingkan mahasiswa tingkat dibawahnya. Hai ini dapat disebabkan bertambahnya beban akademik mahasiswa tingkat akhir (Vaidya dan Mulgaonkar, 2007; Savitri dan Diniari, 2015). Tingginya tingkat stres pada mahasiswa kedokteran tingkat akhir tidak hanya akan menimbulkan gejala-gejala gangguan psikis, tetapi juga dapat bermanifestasi klinis kepada berbagai sistem tubuh. Salah satunya adalah sistem pencernaan, dimana faktor psikologis dapat mempengaruhi sekresi dan komponen saliva di rongga mulut (Rachmawati, 2008; Polimpung, 2012). Padahal saliva merupakan salah satu komponen penting di dalam rongga mulut. Saliva berperan dalam melindungi jaringan di dalam rongga mulut dengan cara pembersihan secara mekanis untuk mengurangi akumulasi plak, lubrikasi elemen gigi, sebagai buffer, mencegah agreasi bakteri dengan menghambat kolonisasi mikroorganisme, aktivitas antibakterial, membantu perncernaan, retensi kelembaban dan pembersihan makanan (Anwar et al, 2007; Almeida et al, 2008). Pada peningkatan tekanan psikis akan terjadi disregulasi sistem saraf otonom yang disebabkan hiperaktivitas aksis HPA. Hiperaktivitas aksis HPA menyebabkan perubahan impuls yang dikirim salivary neuclei di medula oblongata ke salivary gland di rongga mulut, dimana terjadi peningkatan impuls 3

yang melalui sistem saraf simpatis. Akibatnya terjadi penurunan sekresi saliva dan diikuti penurunan ion bikarbonat yang mempengaruhi tingkat ph di rongga mulut. Stres juga dapat menimbulkan rongga mulut kering dan metabolisme berlangsung lebih cepat, sisa hasil metabolisme yang menumpuk dan bersifat asam akhirnya akan menurunkan tingkat ph saliva (Rachmawati, 2008; Proctor, 2016). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Haroen (2002), didapatkan mahasiswa memiliki ph (Power of Hydrogen) saliva yang cenderung lebih rendah dari rata-rata ph saliva normal. Dimana rata-rata ph saliva normal berkisar diantara 6,70 hingga 7,30. Oleh karena itu diperkirakan terdapat hubungan diantara keduanya, sehingga perubahan ph yang terdapat pada saliva dapat dijadikan sebagai indikator tingkat stres pada mahasiswa (Anwar, 2007). Berdasarkan beragam hal di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat stres menggunakan instrumen DASS (depression, anxiety, and stress score) dengan ph saliva pada mahasiswa tingkat akhir angkatan 2013. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah distribusi frekuensi tingkat stres pada mahasiswa tingkat akhir angkatan 2013? 2. Berapakah besar rata-rata ph saliva pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Kedokteran Universitas Andalas angkatan 2013? 3. Bagaimanakah hubungan tingkat stres terhadap ph saliva pada mahasiswa tingkat akhir angkatan 2013? 4

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan ph saliva pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Kedokteran Universitas Andalas angkatan 2013. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat stres pada mahasiswa tingkat akhir angkatan 2013. 2. Untuk mengetahui rata-rata ph saliva berdasarkan tingkat stres pada mahasiswa tingkat akhir angkatan 2013. 3. Untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan ph saliva pada mahasiswa tingkat akhir angkatan 2013. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat teoritis dan praktis yang bisa diambil dari penelitian ini adalah: 1.4.1 Bagi Peneliti 1. Mengembangkan kemampuan berpikir analisis dan sistematis dalam mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada di masyarakat. 2. Menambah pengetahuan mengenai pengaruh tingkat stres terhadap ph saliva. 5

1.4.2 Bagi Klinisi 1. Sebagai informasi tambahan untuk dipertimbangkan dalam melakukan pemeriksaan ph saliva pada pasien stres. 2. Sebagai informasi tambahan untuk tetap memperhatikan ph saliva pada pasien stres. 1.4.3 Bagi Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai dampak stres terhadap terjadinya perubahan pada ph saliva. 6