oleh: Taruni Sri Prawasti

dokumen-dokumen yang mirip
TELAAH KORELASI BAGIAN INTEGUMEN CICAK TERHADAP DISTRIBUSI TUNGAU EKTOPARASIT AGUS HERYANTO

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak

TUNGAU PADA BEBERAPA JENIS REPTILIA PENDAHULUAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1 Daftar kolektor cicak. Ruth Normasari. Makassar, Gorontalo, P. Seram, P. Kisar, Masohi, Ambon, Biak

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

BAB III METODE PENELITIAN

PEMBUATAN PREPARAT IRISAN MELALUI METODE PARAFIN

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI PASAR DAN SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE, JAKARTA NURIFAH MUCHTI HANDAYANI

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB

II. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI KABUPATEN SUMEDANG HERAWATI SRI NURHIDAYAT

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN

DISTRIBUSI DAN KEANEKARAGAMAN TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI INDONESIA TARUNI SRI PRAWASTI

BAB 3 METODE PENELITIAN

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012

PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFIN

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU PADA CICAK DI SEKITAR DAN DI LUAR KAWASAN INDUSTRI TAMBUN KOTA BEKASI SURYA FITRIANA

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan

III. METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK

PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kira-kira spesies hewan adalah arthropoda. (Djakaria, Sungkar.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Pengambilan Sampel

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas

PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT EPIDERMIS BAWAH/ATAS DAUN

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam

LAMPIRAN 1. ETHICAL CLEARANCE

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram.

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

Lampiran 1 Analisis probit uji LC50-96 jam minyak sereh. Pengamatan Jumlah Respon

Lampiran 1. Penghitungan Dosis Pemberian Kepel.

PRAKTIKUM HISTOTEKNIK

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan

III. METODE PENELITIAN. jantung dilaksanakan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV)

METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1. Pembuatan Media Bakteri (SWC dan TCBS).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN

TUNGAU EKTOPARASIT PADA KADAL Eutropis multifasciata DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DAN KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN IPB CUT TINA MEUTHIA

Lampiran 1. Data pemberian obat kepada kelinci. Tanggal Pemberian obat ,750 1, ,650 1,500

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan

BAB III METODE PENELITIAN. pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang

METODE DASAR MIKROTEKNIK DAN PEWARNAAN HISTOLOGI

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat

BAB 4 MATERI DAN METODE PENELITIAN

Lampiran 1 Skema Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Skema langkah-langkah pengujian histologi secara garis besar adalah sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2009 sampai bulan Juli 2010

Lampiran 1. Flowsheet Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat. Alat pencetak kapsul (batang besi) Alat pencetak kapsul yang dilapisi natrium alginat

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pengoleksian Kutu Tanaman

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi,

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi.

TUJUAN : Latihan membuat preparat histologi jaringan masing-masing yang dapat dianalisa lanjut dengan mikroskop

PENYEDIAAN SPESIMEN AWETAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI Oleh : Satino, M.Si

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

III. METODE PENELITIAN

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI BOGOR. Oleh: ISMAYANTI SOLEHA G

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

BAB III BAHAN DAN METODE

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Analisis Morfometrik Usus Halus Ayam Broiler. Menggunakan Metode Paraffin

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

Lampiran 1. Tata letak wadah percobaan dan media pemeliharaan ikan nila merah (Oreochromis sp.) PIPA INLET P1U2 P7U3 P8U2 P5U3 P9U3 P5U2 P1U3

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

III. BAHAN DAN METODE. dengan Yokohama National University Jepang yang dilaksanakan di Kebun

Transkripsi:

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT UTUH TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DAN PREPARAT HISTOLOGIINTEGUMEN CICAK oleh: Taruni Sri Prawasti PENDAHULUAN Banyak spesies cicak yang diparasit oleh tungau genus Geckobia (Montgomery 1966). Tungau ini berukuran sangat kecil, kurang dari 0,5 mm (Rivera et a/ 2003). Ciri Geckobia dewasa terdapat "spur" pada ruas kaki dan palpinya. Gnatosoma adalah bagian seperti kepala yang terdiri dari kelisera, palpi, stigmata, peritrema dan alat sensori (Lawrence 1936). Penelitian tungau ektoparasit pada cicak memerlukan proses tertentu supaya tungau dapat diidentifikasi dan dihitung prevalensinya. Tungau ektoparasit memiliki ketebalan kitin yang berbeda pada setiap kelompok takson (Woolley 1988) sehingga pembuatan preparat untuk identifikasi juga berbeda. Pada dasarnya preparat utuh tungau harus transparan, sehingga bagianbagian tubuh terlihat jelas. Menurut Krantz (1978), bagian tubuh tungau yang diperlukan untuk identifikasi antara lain adalah bentuk tubuh, gnatosoma, jenis seta pada kelisera, palpus, tungkai, skutum dorsal serta bagianbagian tubuh lainnya. Pola perlekatan tungau pada tubuh cicak perlu diamati untuk melihat kedalaman hipostom menancap pada integumen cicak. Menurut Roell (2009, komunikasi pribadi), pada bagian tubuh cicak yang bergranula, tungau menancap hampir vertikal, yaitu tertancap pada epidermis lewat hipostomnya. Pola menancapnya hipostom pada integumen cicak mungkin dapat dilihat dari sayatan melintang integumen. Peradangan pada integumen kadal liar Uta stansbuliana akibat adanya tungau Trombiculidae dapat dilihat dari struktur histologi penampang melintang integumen (Goldberg dan Bursey 1991). lntegumen cicak terdiri atas lapisan periderm, shading complex, oberhautchen (lapisan mikrospinula). Menurut Alibardi (2009), integumen cicak berturutturut terdiri dari epidermis, lapisan bergranula, oberhautchen, lapisan r3keratin, lapisan suprabasal dan lapisan basal.

2 Goldberg dan Bursey (1991) membuat sayatan integumen kadal liar Uta stansbuliana dengan fiksatif neutral buffer formol 10%, blok dengan parafin, tebal sayatan 5 1Jm dan diwarnai dengan pewarna ganda hematoxyleneosin. Ukuran tungau yang sangat kecil (<500 Jm) menyulitkan proses pembuatan preparat utuh. Terjadi kehilangan spesimen ±5% pada tiap langkah pembuatan preparat. Perlu sayatan seri penampang melintang integumen cicak untuk melihat pola penusukan hipostom pada integumen. Tujuan penelitian 1. Mencari metode baru pembuatan preparat utuh tungau pada cicak, yang cepat, murah dengan tingkat kehilangan spesimen yang rendah. 2. Membuat preparat seri penampang lintang integumen cicak untuk menganalisis pola perlekatan tungau pada cicak. Hasil yang diharapkan Mendapat metode baru penanganan spesimen tungau pada cicak dan mendapat metode pembuatan seri sayatan integumen cicak yang bisa menunjukkan perlekatan tungau. BAHAN DAN METODE a. Pengumpulan dan penyimpanan spesimen cicak dan tungau ektoparasit Pengumpulan dan penyimpanan spesimen cicak dilaksanakan berdasar metode yang diterangkan oleh Sidik dan Mumpuni (1999). Cicak ditangkap secara langsung dengan tangan atau menggunakan alat, seperti ketapel atau pistol plastik. Cicak kemudian dibius dengan eter dan posisi tubuh diatur sebelum menjadi kaku. Cicak diberi label dengan kertas kalkir yang digantungkan langsung pada spesimen. Label berisi catatan nomor spesimen, lokasi asal spesimen, habitat, tanggal, bulan dan tahun koleksi, dan keterangan lainnya. Selanjutnya spesimen disimpan dalam alkohol 70%. Pengumpulan dan penyimpanan spesimen tungau ektoparasit dilakukan menurut cara yang diterangkan oleh Saim dan Hartini (1999). Ektoparasit dikumpulkan langsung dari inangnya dengan menggunakan jarum preparat.

3 Selanjutnya spesimen tungau disimpan dalam botol berisi alkohol 70% berdasar lokasi penempelannya. Botol spesimen diberi catatan mencakup tanggal koleksi, nomor koleksi inang, lokasi penempelan, dan habitat inang. b. Pembuatan preparat utuh tungau Secara umum, pembuatan preparat utuh tungau diawali dengan fiksasi menggunakan alkohol 70%. Selanjutnya lapisan kitin pada tungau ditipiskan dengan larutan KOH dan dijernihkan menggunakan laktofenol atau xylol atau minyak cengkih. Setelah dehidrasi dengan alkohol bertingkat (30, 50, 70, 80, 95, 100%), selanjutnya tungau direkatkan pada gelas obyek dengan perekat polivinil alkohol (PVA) atau polivinillaktofenol (PVL) atau entelan. Dalam penelitian ini dilakukan berbagai variasi teknik pembuatan preparat utuh tungau seperti tertera dalam Tabel 1. Tabel1. Variasi dalam pembuatan preparat utuh tungau 1 Metode KOH Lakt PVL PVA Alkohol De hid MC A 10 men 8 c 24jam 5 men.j.j.j 24jam 24jam 10 men D E \} Keterangan: 1 Tungau sudah difiksasi dengan alkohol 70% sebelum diproses. KOH = direndam dalam KOH 10% Lakt = laktofenol, berfungsi sebagai penjernih PVL = polivinillaktofenol, berfungsi sebagai perekat PVA = polivinil alkohol, berfungsi sebagai perekat Xilol 10 men 10 men Alkohol = alkohol absolut (100%) Dehid = dehidrasi dengan alkohol bertingkat (30, 50, 70, 80, 95, 100%) masingmasing 10 men it MC = minyak cengkih, berfungsi sebagai penjernih Entl = entelan, berfungsi sebagai perekat Entl Pada penyiapan preparat dengan metode A pengamatan bisa dilakukan pada hari pertama dan keseluruhannya memerlukan 1 0 langkah, yang masingmasing melibatkan pemindahan spesimen dan penuangan larutan. Metode B melibatkan 4

4 langkah dan hasilnya dapat diamati pada hari pertama. Pengamatan preparat pada metode C dapat dilakukan setelah 5 hari, tetapi metode ini melibatkan 2 langkah. Metode D melibatkan 2 langkah dan memerlukan 8 hari untuk dapat diamati. Metode E melibatkan 1 langkah tetapi lama waktu tunggu untuk pengamatan tidak dapat ditentukan. c. Preparat histologi sayatan melintang integumen cicak Preparat histologi integumen cicak dibuat berdasar modifikasi metode Gordon dan Bradbury (1990) seperti pada Gambar 1. Kulit ventral, dorsal, kulit yang diinfestasi tungau 0,5 x 0,5 em Fiksasi dengan F AAAC 3 x 24 jam Cuci dengan akuades Dehidrasi dengan alkohol (30, 50, 70, 80, 95, 1 00%), masingmasing 10 men it Penjernihan dengan xilol, 30 menit lnfiltrasi parafin m.p. 5456 C 3 x 25 menit Blok dengan parafin m.p. 5456 C Sayat dengan tebal 6 1Jm Tempel pad a gelas bend a Warnai dengan hematoksilineosin Gambar 1. Bagan alir pembuatan preparat histologi integumen cicak.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN a. Preparat utuh tungau Pembuatan preparat utuh tungau dengan lima metode yang berbeda menghasilkan metode yang paling sesuai dengan tujuan pembuatan preparat. Gambar 2 memperlihatkan kenampakan preparat yang disiapkan dengan lima metode seperti dalam Tabel 1. Sedangkan Tabel 2 merangkum kualitas preparat yang dihasilkan, terkait lamanya waktu tunggu sebelum preparat dapat diamati, kejernihan preparat, dan kehilangan spesimen. Metode A 8.,. c D E Kenampakan preparat di bawah mikroskop hari ke4 hari ke6 hari ke7.;;. ;t;l hari ke1 hari ke5 hari ke7 hari ke8 i:61'\... i:. hari ke1 hari ke5 hari ke7 hari ke8 ' hari ke1 hari ke5 hari ke7 hari ke8 \. G / hari ke1 hari ke5 hari ke7 hari ke8 Gambar 2. Foto mikroskopik preparat utuh tungau yang dibuat dengan lima metode seperti pada Tabel 1.

6 Tabel 2. Karakteristik preparat dan kehilangan spesimen tungau pada berbagai metode pembuatan preparat utuh. Metode Waktu tunggu Kehilangan Kejernihan preparat pengamatan spesimen A segera sangat baik tinggi 8 segera baik, kurang bersih cukup tinggi c hari ke5 baik, banyak noda rendah D hari ke8 kurang jernih, banyak noda rendah E sesudah hari ke8 tidak cukup jernih rendah Preparat utuh dengan metode A menghasilkan preparat yang sangat baik, bersih dan bagianbagiannya terlihat jelas. Hal ini karena proses pembuatan dilakukan pada tabung dan kotoran tercuci selama dehidrasi. Kelemahan metode ini adalah langkah kerjanya sangat banyak sehingga tingkat kehilangan spesimen meningkat seiring dengan banyaknya langkah kerja. Metode ini cocok untuk membuat preparat koleksi dan tidak cocok untuk penghitungan prevalensi tungau. Preparat bisa diamati segera setelah proses pembuatan selesai. Preparat utuh dengan metode B menghasilkan preparat yang cukup baik tetapi kurang bersih. Tingkat kehilangan spesimen masih cukup tinggi. Kerja laktofenol berhenti setelah preparat dicuci dengan alkohol 100%, sehingga preparat kurang transparan. Krantz (1978) menyatakan, bahwa laktofenol berperan untuk menipiskan dan menjernihkan kutikula. Preparat utuh dengan metode C menghasilkan preparat yang jernih dan jelas bagianbagiannya. Preparat mulai bisa diamati pada hari ke5 setelah dibuat. Pembuatan preparat dengan metode ini menghasilkan tingkat kehilangan yang sangat rendah karena hanya diperlukan dua langkah kerja (penjernihan dengan laktofenol dan polivinil laktofenol [PVL]). Metode ini cocok untuk penelitian prevalensi karena resiko kehilangan spesimen sangat kecil. Laktofenol bersifat korosif (Krantz 1978), sehingga proses penjernihan masih berlangsung sampai radikal fenol habis. Akibatnya preparat menjadi sangat transparan dan sulit untuk diamati. Preparat utuh dengan metode D menghasilkan preparat yang kurang jernih. Dalam metode ini tungau diperlakukan dengan penjernih laktofenol seperti pada metode C, tetapi perekat yang digunakan adalah polivinil alkohol (PVA). PVA akan menghambat kerja laktofenol sehingga proses penjernihan terhenti. Terhentinya kerja laktofenol menyebabkan timbulnya nodanoda merah dan kitin tungau tidak menipis sehingga preparat menjadi kurang jernih. Tingkat kejernihan preparat tidak

7 berubah secara bermakna hingga hari ke8. Selain itu, seperti disampaikan oleh Baker (1952), yang menyatakan bahwa PVA sebagai mountant bersifat mengerutkan, metode D ini tidak cocok untuk pembuatan preparat permanen koleksi. Pada metode E preparat dibuat tanpa proses penjernihan dan preparat langsung direkat dengan polivinil laktofenol (PVL). Hasilnya, sampai hari ke8 preparat tidak cukup jernih untuk diamati. Hal ini menunjukkan bahwa laktofenol sangat berperan dalam penipisan kitin dan penjernihan spesimen. b. Preparat sayatan melintang integumen cicak Pembuatan preparat sayatan melintang integumen cicak dengan metode Gordon dan Bradbury (1990) yang dimodifikasi menghasilkan preparat yang baik, seperti tampak pada Gam bar 2. r _.,, ; _.,,... f'.,....... _f... ventral, 1 Ox '"' l : ventral, 1 Ox 6 _/P,z : ; 1 '! dorsal, x10 dorsal, x10 Gambar 2. Penampang lintang integumen ventral dan dorsal cicak. Keterangan: (1) periderm, (2) lapisan bergranula, (3) oberhautchen, (4) lapisan f3keratin, (5) lapisan suprabasal, (6) lapisan basal, (7) otot.

8 Modifikasi metode parafin berdasar Gordon dan Bradbury (1990) cukup bagus untuk membuat preparat penampang lintang integumen cicak. Penyayatan blok parafin setebal 6 m menghasilkan kenampakan selsel yang jelas dan tidak hancur. Fiksasi dilakukan pada cicak secara utuh dan setelah 24 jam integumen dipotong dengan ukuran 0,5 x 0,5 em supaya integumen tidak menggulung. Cara tersebut menghasilkan potongan integumen yang lurus sehingga diperoleh sayatan integumen yang lurus dan tidak bertumpuk. Goldberg dan Bursey (1991) membuat preparat penampang lintang integumen kadal Uta stansbuliana dengan metode parafin tebal sayatan 5 m dan pewarnaan hematoksilineosin. Alibardi dan Gill (2007) menggunakan resin untuk blok dan penyayatan setebal 13 m diikuti dengan pewarnaan toluidin blue. Preparat yang dihasilkan dari kedua metode tersebut tidak terlalu berbeda dengan hasil modifikasi metode Gordon dan Bradbury (1990). Proses pembuatan sayatan integumen cicak memerlukan banyak tahapan. Proses yang panjang ini menyebabkan tungau lepas dari integumen. Sehingga tidak diperoleh sayatan seri yang menggambarkan perlekatan tungau pada integumen. Perlu dicari metode yang bisa mempertahankan posisi tungau pada integumen yang diproses. KESIMPULAN Metode laktofenoipvl cocok untuk identifikasi dan penghitungan prevalensi serangan tungau pada inang. Metode KOHdehidrasipenjernihanentelan sangat bagus untuk koleksi. Metode parafin dengan fiksasi spesimen cicak utuh menghasilkan sayatan integumen yang lurus dan selselnya tidak bertumpuk. Perlu dicari metode untuk mendapatkan sayatan seri yang menunjukkan pola perlekatan tungau pada integumen. DAFTAR PUSTAKA Alibardi, I. 2009. Embryonic keratinization in vertebrates in relation to land colonization. Acta Zoologica 90:117.

9 Alibardi L, Gill BJ. 2007. Epidermal differentiation in embryos of the tuatara Sphenodon punctatus (Reptilia, Sphenodontidae) in comparison with epidermis of other reptiles. J. Anat. 211:92103. Baker EW, Wharton GW. 1952. An Introduction to Acarology. New York: MacMillan Company. Goldberg SR, Bursey CR. 1991. Integumental lesions caused by ectoparasites in a wild population of the sideblotched lizard (Uta stansburiana). J Wildlife Diseases 27:6873. Gordon KC, Bradbury P. 1990. Microtomy and Paraffin Section. Di dalam Brancroft JD, Steven A, editor. Theory and Practice of Histological Techniques. Ed ke 3. London: Churchil & Livingstone. Krantz GW. 1978. A Manual of Acarology. Ed. ke2. Covallis: Oregon University. Lawrence, RF. 1935. The prostigmatic mites of South African lizard. Parasitology 28:139. Montgomery, DF. 1966. A Taxonomic Study of the Lizard Mites (Pterygosomidae) Occuring in the Gulf of California Area (Thesis). Lubbock, Texas: Texas Technological College. Rivera CCM, Negron AG, Bertrand M, Acosta J. 2003. Hemidactylus mabouia (Sauria: Gekkonidae), host of Geckobia hemidactyli (Actinedida: Pterygosomatidae), throughout the Caribbean and South America. Caribbean J Sci 39:321326. Saim A, Hartini S. 1999. Koleksi dan pengelolaan spesimen parasit. Di dalam: Suhardjono YR, editor. Buku Pegangan Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi. Bogor. CV Riza Graha Jaya. Him 175193. Sidik I, Mumpuni. 1999. Koleksi herpetologi. Di dalam: Suhardjono YR, editor. Buku Pegangan Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi. Bogor. CV Riza Graha Jaya. Him 6779. Woolley TA. 1988. Acarology: Mites and Human Welfare. New York: John Wiley & Sons. Inc.

10 GLOSARI Fiksasi: Usaha untuk mengeraskan dan mempertahankan elemen sel atau jaringan agar tetap pada tempatnya dan tidak mengalami perubahan bentuk atau ukuran. Dehidrasi: Proses penarikan air dari jaringan dengan menggunakan bahan kimia tertentu. Penjernihan: Proses untuk membuat jaringan menjadi transparan. lnfiltrasi parafin: Proses penyusupan parafin ke dalam jaringan. Blok parafin: Penanaman spesimen di dalam parafin. Mountan: Media yang dipakai untuk merekatkan spesimen dengan gelas benda dan gelas penutup. Gnatosoma: Kapitulum (kepala kecil I kaput) yang terdapat mulut dan alat mulut seperti kelisera dan pedipalpi. Kelisera: Sepasang organ sensori pada gnatosoma yang terletak di antara dua palpus, fungsi untuk menusuk dan mengisap makanan dari inang. Palpi: Sepasang organ sensori pada gnatosoma yang berfungsi untuk mencapit mangsa. Hipostom: Alat untuk menancap pada kulit hospes. Komposisi larutan yang digunakan FAAAC: Formaldehyde Acetic Acid Aquadest CaCI2. Komposisi FAAAC Formalin 38%.... Asam asetat glasial.... Akuades.... CaCI2.2H20.... 100 ml 50 ml 850 ml 13 g Laktofenol: Larutan penjernih. Komposisi laktofenol F enol kristal.... Asam laktat.... Akuades.... Gliserin.... 1 bagian 1 bagian 1 bagian 2 bagian Polivinil laktofenol: Perekat Komposisi polivinil laktofenol Larutan polivinil alkohol 15%............. 56 ml Asam laktat.................................. 22 ml Larutan fenol jenuh......................... 22 ml