BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu sekitar 258 juta jiwa (United Nations, 2015). Dalam kurun

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

I. PENDAHULUAN. oleh masalah kependudukan dengan segala tata kaitan persoalan, karena

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk kedepan. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah

ABSTRAK. Kata kunci: pengalaman, seksual, vasektomi. Referensi (108: )

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang dihadapi beberapa negara berkembang dewasa ini adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB 1 PENDAHULUAN. kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini

I. PENDAHULUAN. Penduduk adalah salah satu aspek terpenting dalam suatu Negara. Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP SUAMI DALAM BER-KB DI DESA WONOREJO WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDAWUNG I SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. angka kelahiran adalah melalui program keluarga berencana nasional. Program KB

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat diatasi. Permasalahan ini antara lain diwarnai jumlah yang besar

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas maka pemerintah memiliki visi dan misi baru. Visi baru pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada saat ini Keluarga Berencana (KB) telah dikenal hampir di

BAB 1 PENDAHULUAN. diatas 9 negara anggota lain. Dengan angka fertilitas atau Total Fertility Rate

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penduduk merupakan modal dasar dalam mewujudkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang keluarga berencana (KB) yang telah dilaksanakan

Kata Kunci: Pasangan Usia Subur,Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun (Badan Pusat Statistik, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. berkesinambungan. Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi,

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB 1 PENDAHULUAN. KB Nasional adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab mendasar dari timbulnya berbagai masalah. Mulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

BAB 1 PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga. alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan sosial ekonomi (Rismawati, 2012). mengatur jarak kelahiran atau mengurangi jumlah kelahiran dengan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk terbesar. Indonesia masuk dalam peringkat ke empat di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. diharapkan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program

1 BAB I PENDAHULUAN. pernyataan direktur eksekutif UNFPA Dr. Babatunde Osotimehin (Syarief, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan hasil kesepakan International Conference On Population and

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat yang menyebabkan. kepadatan penduduk (Hatta, 2012). Permasalahan lain yang dihadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak yaitu 256 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. seimbang agar kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan sosial budaya penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. serta India, hal ini telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi waktu itu

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang meliputi angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat (DepKes, 2011). Saat ini Keluarga Berencana telah di kenali dunia. Di Negara-negara maju, Keluarga Berencana (KB) bukan lagi merupakan suatu program atau gagasan, tetapi telah merupakan falsafah hidup masyarakat, sedangkan di Negara-negara berkembang Keluarga Berencana masih merupakan program yang pelaksanaannya harus terus ditingkatkan (BKKBN RI, 2007). Menurut BKKBN RI (2007) peran dan tanggung jawab pria dalam kesehatan reproduksi khususnya pada Keluarga Berencana (KB) sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Program Keluarga Berencana merupakan bagian program pembangunan nasional di Indonesia yang sudah dimulai sejak awal pembangunan lima tahun yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam mewujudkan keluarga bahagia dan sejahtera, dengan cara pengaturan kelahiran dan juga pengendalian laju

pertumbuhan penduduk sehingga tidak melampaui kemampuan produksi hasil pertanian. Pertumbuhan penduduk yang pesat merupakan akibat dari fertilitas yang tinggi. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, melebihi angka proyeksi nasional, yaitu sebanyak 237,6 juta jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) 1,49 per tahun, kondisi kualitas penduduk berdasarkan indeks pembangunan manusia (IPM) masih sangat rendah, berada pada posisi ke 124 dari 187 negara. Selain akan menjadi sumber kemiskinan, hal ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi, sehingga menjadi permasalahan nasional (Sonny, 2011). Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa penduduk harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan.untuk itu, pengelolaan perkembangan kependudukan diharapkan dapat mewujudkan keseimbangan yang serasi antara kuantitas dan kualitas penduduk, pengarahan mobilitas penduduk dan laju pertumbuhan penduduk agar tercapai kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Keberhasilan dalam mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk dapat mempercepat terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, serta penduduk tumbuh seimbang tahun 2015 dan mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Pada era Otonomi Daerah dengan mengacu kepada Undang Undang No 32 Tahun 2004 sebagai urusan pemerintah dilakukan oleh daerah sendiri, maka sebagian kewenangan BKKBN telah diserahkan kepada pemerintah Kabupaten/Kota. Sehingga

pengelolaan program KB mengalami babak baru, kondisi ini memunculkan struktur BKKBN disetiap Kabupaten/Kota menjadi beragam. Bentuk lembaga yang menangani program KB di Kabupaten/Kota seluruhnya berbentuk dinas/badan, ada yang merupakan dinas/kantor yang utuh maupun megser dengan bagian yang lain, dan kesemuanya dibentuk dengan peraturan daerah, yang disesuikan dengan paraturan terbaru yaitu peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Peraturan pemerintah ini disebutkan bahwa Kependudukan Catatan Sipil, Keluarga Berencana dan Keluarga sejahtera merupakan salah satu urusan yang ditangani oleh pemerintah kabupaten/kota (BKKBN RI, 2007). Provinsi Sumatra Utara sesuai dengan hasil sensus penduduk 2010 mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar 1,11 persen dengan jumlah penduduk sekitar 13 juta jiwa yang sebelumnya sekitar 11,5 juta jiwa menurut sensus 2000. Keadaan ini menempatkan Sumatera Utara di posisi keempat jumlah penduduk terbesar setelah Jawa Barat dengan jumlah penduduk sekitar 43 juta jiwa, Jawa Timur sekitar 38 juta jiwa dan Jawa Tengah sekitar 35 juta jiwa. Sulistyo (2009), Program KB Nasional pasca-otonomi Daerah, program KB seharusnya menjadi prioritas pembangunan di setiap daerah karena sangat penting untuk Human Capital Investment atau investasi sumberdaya manusia yang berkualitas. Menurut analisa Cost Benefit program KB berhasil mencegah kelahiran sebanyak kurang lebih 100 juta jiwa untuk tahun 2015 dan mempunyai manfaat

sangat besar bagi bangsa dan negara. Dalam upaya mengantisipasi perubahan lingkungan strategis, diantaranya kesepakatan global, BKKBN melakukan perumusan kembali visi, misi, dan strategi dasar (Grand Strategy). Melalui upaya ini diharapkan kinerja program dapat meningkat dan sasaran program KB Nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 dapat dicapai. Kesadaran akan pentingnya kontrasepsi di Indonesia saat ini masih perlu tingkatkan guna mencegah terjadinya ledakan penduduk yang merupakan salah satu permasalahan global yang muncul di seluruh dunia, selain isu tentang pemanasan global, krisis ekonomi, dan masalah pangan serta menurunnya tingkat kesehatan penduduk. Kekhawatiran akan terjadinya ledakan penduduk pada decade mendatang mendorong pemerintah Indonesia membuat berupa kajian penting karena penduduk yang besar tanpa disertai dengan kualitas yang memadai justru menjadi beban pembangunan dan menyulitkan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional (Emon, 2008). Secara Nasional, KB pria kurang diminati. Secara psikologi mengikuti program KB bagi sebagian besar pria di nilai sebagai tindakan asing dan aneh. Jadi tidak ada alasan pria untuk ber-kb, akibatnya tak cukup banyak peserta KB pria hingga saat ini. Sedikitnya peserta pria memang di picu oleh banyak sebab antara lain rumor medis, agama, budaya, dan biaya, hal utama lainnya adalah kampanye dan sosialisasi yang minim (BKKBN RI, 2005).

Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 dan Inpres No 1 Tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan Proritas Pembangunan Nasional serta Inpres No.3 Tahun 2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan telah menempatkan program KB sebagai bagian strategis dari pembangunan nasional. Oleh karena itu peran aktif dan upaya peningkatan peran pria harus ditingkatkan. Hasil penelitian Saptono Tahun 2008 di Kabupaten Bantul bahwa terdapat hubungan antara sikap terhadap keikutsertaan pria dalam KB. Sikap kepedulian terhadap masalah kesehatan reproduksi diyakini akan meningkatkan keikutsertaan pria. Hal ini disebabkan karena selama ini adanya kebiasaan masyarakat yang menganggap bahwa masalah KB adalah urusan kaum perempuan dan pria tidak pernah terlibat. Sebab sikap terwujud dalam sebuah tindakan yang bergantung pada situasi saat itu, dan pengalaman yang terjadi pada seseorang mengacu dari pengalaman orang lain. Keikutsertaan dalam KB merupakan perasaan mendukung atau tidak mendukung terhadap objek tersebut. Sikap baik keikutsertaan pria dalam KB merupakan perasaan yang memihak atau mendukung terhadap upaya keikutsertaan. Menurut Lumastari (2008) hasil penelitian di Puskesmas Sukarame kota Kediri, dalam jurnal analisa keikutsertaan pria dalam ber KB, jumlah aseptor KB pria pada tahun 2007 sebesar 1,3%, targetnya tahun 2009 meningkat menjadi 4,5 antara, 2007 dari 1,3% (1,8 juta orang) aseptor KB pria tersebut jumlah akseptor vasektomi sebanyak 250.000 orang (13,89%) BKKBN RI, 2008; Sedangkan di Jawa Timur

Peserta KB, Pria pada tahun 2006. Sebanyak 420.000 atau sekitar 2% dari jumlah penduduk pria dewasa dan 15% nya menggunakan vasektomi. Tingkat keikutsertaan pria dalam ber-kb sampai saat ini masih tergolong rendah, hanya 15 persen dari 61,4 persen total peserta KB (SDKI 2007). Dalam upaya meningkatkan keikutsertaan pria dalam ber-kb, kini sedang dikembangkan alat/metode kontrasepsi untuk pria. Namun semenjak program ini diluncurkan yang menjadi sasaran selalu para istri. Dengan rasa cinta dan tanggungjawab kepada keluarga para suami juga dapat menjadi sasaran KB yaitu dengan Metode Operatif Pria (MOP) (BKKBN RI, 2009). Peserta KB aktif adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang pada saat pendataan masih menggunakan salah satu cara atau alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan. Sementara pasangan tidak aktif KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang pada saat pendataan tidak menggunakan salah satu cara atau alat kontrasepsi (BKKBN RI, 2009). Data yang ada di BKKBN Provinsi Sumatera Utara diketahui bahwa pada tahun 2012 diperoleh 2.152.585 PUS, dan sebesar 1.463.520 pasangan peserta KB aktif sedangkan 689.065 pasangan tidak aktif KB. Peserta akseptor KB aktif dengan rincian sebagai berikut : IUD 153.925 (10,52%), MOW 105.547 (7,21%), MOP 8.212 (0,56%), Kondom 108.262 (7,40%), Inplant 155.243 (10,63%), Suntik 478.494 (32,69%), Pil, 453.837 (31,01%), dan demikian juga data September Tahun 2013 di peroleh 2.230.890 PUS, dan sebesar 1.554.539 pasangan peserta akseptor KB aktif sedangkan 676.351 pasangan tidak akseptor KB. Peserta akseptor KB aktif dengan

rincian sebagai berikut : IUD 164.473 (7,37%), MOW 115.798 (5,19%), MOP 10.991 (0,49%), Kondom 117,133 (5,25%), Inplant 175.336 (7,86%), Suntik 507.336 (22,75%), Pil, 463.472 (20,78%).Di lihat pada data tahun 2012 bahwa dari akseptor KB yang ada peserta pelayanan kontrasepsi pria (vasektomi) terdapat kenaikan di Tahun 2013 sebanyak 2.699 akseptor. Masih rendahnya kesadaran pria ber-kb itu terkait dengan kurangnya pemahaman kaum pria tentang kontrasepsi pria, rendahnya minat suami dalam mengakses informasi tentang KB dan kesehatan reproduksi, peran tokoh agama yang masih kurang, sarana pelayanan KB bagi pria juga terbatas. Pada masyarakat juga masih ada pandangan negatif yang muncul terhadap pria ber KB berupa kenyamaan dengan pengebirian, disalahgunakan oleh pria untuk penyimpangan seksual, memengaruhi kenikmatan berhubungan seksual dan anggapan sulit untuk ereksi. Ditambah lagi adanya rumor dmasyarakat yang terkait dengan vasektomi, yaitu sifat yang tidak reversibel atau pria yang melakukan vasektomi sama dengan dikebiri (BKKBN RI, 2007). Salah satu kunci kesuksesan Program Keluarga Berencana Nasional adalah adanya keterlibatan semua pihak baik dari instansi pemerintah, swasta maupun masyarakat itu sendiri, dalam lingkup yang lebih kecil keterlibatan seluruh anggota keluarga. Pelayanan keluarga berencana ditujukan kepada Pasangan Usia Subur (PUS) yang berarti harus melibatkan kedua belah pihak yakni istri dan suami. Namun pada kenyataannya hanya perempuan saja yang dituntut untuk menggunakan alat

kontrasepsi, hal ini dapat dilihat dari data peserta Keluarga Berencana (KB) yang lebih banyak wanita dari pada pria (Siswosudarmo, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biomedis dan Reproduksi manusia pada tahun 2009 di Yogyakarta dan Jakarta menyimpulkan bahwa rendahnya partisipasi pria dalam penggunaan kontrasepsi disamping karena kurangnya informasi kontrasepsi untuk pria (47,6%) terbatasnya kontrasepsi pria (19%), dan terbatasnya pelayanan KB pria (17,1%) ternyata juga sebagian besar ibu/istri tidak mendukung dan merasa khawatir bila suaminya memakai alat kontrasepsi. Hal ini dinyatakan oleh lebih dari 70% ibu atau 3 dari 4 ibu. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada tahun 2000 penyebab rendahnya pria ber KB sebagian besar disebabkan oleh faktor keluarga, antara lain istri tidak mendukung (66,26%), rumor dimasyarakat, (46,65%), kurangnya informasi metode KB pria dan terbatasnya tempat pelayanan (6,22%) (BKKBN RI, 2009). Penelitian yang di lakukaan Litbangkes (penelitian pengembangan kesehatan) di wilayah Puskesmas Tembilahan Pekanbaru tahun 2008, bahwa pendidikan berhubungan dengan keikutsertaan pria dalam KB, Semakin tinggi tingkat pendidikan suami, maka semakin mudah untuk menerima gagasan program KB. Selain itu pengetahuan pria yang baik tentang kelebihan vasektomi, keterbatasan vasektomi, serta kelebihan coitus interuptus senggama terputus) akan membentuk tindakan yang positif terhadap keikutsertaan KB, karena pengetahuan merupakan faktor predisposisi untuk berperilaku. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior), yang salah satu tindakannya

untuk menjadi peserta KB. Hasil ini juga didukung oleh studi kuantitatif oleh Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1999, bahwa tingkat pendidikan berpengaruh secara bermakna terhadap keikutsertaan KB pria dalam pemakaian kontrasepsi. Upaya Dinas Kesehatan melalui BKKBN untuk meningkatkan kesertaan pria untuk ikut KB MOP dengan cara menggalakkan promosi kesehatan khususnya tentang KB MOP melalui kader-kader yang telah dibina oleh PPLKB (Pengawas Petugas Lapangan Keluarga Berencana). Sedangkan kemudahan pelayanan dalam penyelenggaraan KB MOP BKKBN menyelenggarakan safari KB di setiap wilayah kerja Puskesmas, namun sasaran KB yang ditujukan untuk pria selalu dimonopoli oleh kaum ibu, hal ini menunjukkan kesadaran pria untuk ber KB masih sangat kurang. Data dari BKKBN Kabupaten Toba Samosir Tahun 2012 diperoleh 24.116 PUS, diantara PUS tersebut yang mengikuti program KB yaitu IUD 2.186, MOW 2.577, MOP 5, kondom 1.637, Inplant 2.632, Pil 2.664, suntik KB 5.009. Dan demikian juga data Tahun 2013 jumlah peserta KB aktif menurut metoda kontrasepsi adalah sebagai berikut : IUD 2.196, MOW 2.586, MOP 70, Kondom, 1.823, IMP 2.746. Suntik 4.719, PIL 2.881. Pada tahun 2013 jumlah akseptor vasektomi di Kabupaten Toba Samosir mengalami peningkatan sejumlah 65 orang. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 120% dan menempatkan Kabupaten Toba Samosir pada posisi kedua di Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Porsea merupakan salah satu kecamatan yang mengalami peningkatan jumlah akseptor KB menurut metode

IUD 132, MOW 126, MOP 19, Kondom 138, IMP 179, Suntik 612, PIL 355. Untuk MOP di Kecamatan Porsea merupakan nomor 2 terbanyak setelah Kecamatan Balige. 1.2. Perumusan Masalah Bagaimana perilaku akseptor vasektomi dan dukungan keluarga di wilayah kerja Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir? 1.3. Tujuan Penelitian Mengetahui perilaku peserta akseptor vasektomi dan dukungan keluarga di wilayah Kerja Kecamatan Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Memberikan masukan bagi Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Kabupaten Toba Samosir dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan KB pria dengan metode vasektomi di Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir. 2. Bagi petugas kesehatan dan petugas keluarga berencana dapat meningkatkan pelayanan keluarga berencana di Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir sehingga dapat meningkatkan cakupan akseptor KB pria dengan metode vasektomi agar tercapai standar yang diinginkan.

3. Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah keilmuan dan pengembangan pengetahuan tentang partisipasi pria dalam keluarga berencana. 4. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai keluarga berencana pria.