BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. daya manusia pada bangsa ini tidak diimbangi dengan kualitasnya. Agar di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Terdapat berbagai macam pekerjaan dan profesi yang dipilih seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gaji tinggi dan sistem kerja yang mudah, profesi ini dicita-citakan banyak orang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi secara menyeluruh. Berbicara masalah bisnis tentu tidak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. dilandasi kesetian dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar. meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia.

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. organisasi karena dapat berpengaruh terhadap kinerja dan tingkat turnover

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menarik dibanyak negara, termasuk negara-negara berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Guru dalam pendidikan memiliki peranan utama untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Temuan dan ulasan yang telah disajikan dalam Bab IV, berkenaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya

BAB I PENDAHULUAN. punggung utama penerapan BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. PT Jamsostek (Persero) sebelum

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan salah satunya melalui pembentukan komunikasi yang baik pula dalam. tanggung jawab, dan antusiasme para karyawan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai suatu organisasi dan lembaga pendidikan dipimpin

NAMA :ANDI SUBANDRIYO NIM. :Q

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit). Menurut SK Menteri Kesehatan RI.No.983/Menkes/SK/XI/1992

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keras untuk meraih kebahagiaaan (Elfida, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari hadirnya tekanan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. negara maju. Setiap organisasi pemerintah dituntut untuk dapat mengoptimalkan

BAB I PENDAHULUAN. berjalansecara berkesinambungan, maka sangat dibutuhkan karyawan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dessy Asri Astrianty, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen yang menentukan proses belajar mengajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Guru yang disebut juga pendidik merupakan tenaga profesional yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Safitri Hamzah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengusahakan tercapainya pendidikan nasional. Sistem Pendidikan Nasional

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kumpulan resources yang tidak berguna. Selain itu, sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi core business-nya. Prestasi organisasi tersebut tidak melebihi prestasi

BAB I PENDAHUUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. akan berkiprah dalam dunia kerja adalah sarjana ekonomi, khususnya dari jurusan

PERBEDAAN KEPUASAN KERJA DAN MOTIVASI MENGAJAR ANTARA GURU DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA DAN MADRASAH MU ALLIMIN MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan luas, namun tidak cukup sebatas berpengetahuan luas saja,

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini sudah tidak asing lagi bagi seluruh lapisan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi sekarang ini persaingan semakin ketat di setiap aspek

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. diri (Sunarto, 2004). Hal ini disebabkan karena dunia kerja sekarang telah

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi lingkungan yang harus dihadapi oleh manajemen sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan profesionalisme. Pelaksanaan pemerintahan yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang sebagai usaha mencerdaskan manusia melalui kegiatan. manusia dewasa, mandiri dan bertanggung jawab.

SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat Mencapai gelar Sarjana S-1 Psikologi

A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Keunggulan pendidikan bukan terletak, pada kurikulum dan proses

BAB I PENDAHULUAN. perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Kecemasan

PENGARUH MOTIVASI, POLA KEPEMIMPINAN, KONFLIK PERAN, DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengangguran dan kemiskinan masih menjadi masalah besar di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. bahkan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Untuk beberapa pekerjaan

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudahan dalam memasuki dan meraih peluang kerja, kesempatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Malasah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

Diajukan Oleh : DAMAR CAHYO JATI J

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

BAB I PENDAHULUAN. daya non manusia sebagai alat penunjang terselesainya kegiatan perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan (Saiman, 2009:22). Masalah pengangguran telah menjadi momok

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh karyawan lebih dari sekedar kegiatan yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bengkulu (UNIB) merupakan salah satu perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan suatu organisasi, khususnya di bidang bisnis. Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, pelayanan keperawatan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hidup ini memang penuh dengan aneka pilihan. Tetapi menentukan atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menjalankan sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal ini bersentuhan dengan Undang - undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga dengan fungsi strategis dalam bidang kehakiman dan peradilan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pengetahuan yang dimilikinya manusia dapat menjadi insan yang

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri

BAB I PENDAHULUAN. diperbincangkan, baik dari kalangan praktisi pendidikan, politisi, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gadis Novianita,2013

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah secara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melimpahnya sumber daya manusia di Indonesia menjadi salah satu keuntungan bagi bangsa ini. Tetapi, pada kenyataannya melimpahnya sumber daya manusia pada bangsa ini tidak diimbangi dengan kualitasnya. Agar di masyarakat tersedia sumber daya manusia yang handal, salah satunya diperlukan pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan tidak terlepas dari peran guru. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengartikan guru sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru menempati posisi strategis dan sekaligus menjadi ujung tombak utama dan pertama dalam menentukan kualitas atau keberhasilan pendidikan. Perannya sebagai pendidik dan pengajar bukanlah pekerjaan mudah. Sepanjang karirnya, guru menghadapi banyak situasi yang penuh konflik dan menimbulkan stres. Beban kerja yang tinggi, ukuran kelas besar, tuntutan yang saling bertentangan, kurangnya pengakuan, lingkungan fisik yang buruk, kurangnya kontrol, dan kurangnya daya pengambilan keputusan mampu menimbulkan stress bagi guru. Selain itu hal yang mampu menimbulkan stress bagi guru adalah kondisi pengajaran yang melibatkan tuntutan emosional tinggi seperti kenakalan 1

2 siswa dan berurusan dengan siswa dari latar belakang yang kurang beruntung, kasar, atau lalai (Pretsch, dkk., 2012). Kondisi tersebut menyebabkan perhatian terhadap kesejahteraan (well-being) guru menjadi sorotan dari banyak kalangan. Dari kelompok kerja yang sebanding, guru memiliki tingkat stres yang lebih besar. Anies Baswedan mengatakan bahwa sistem pendidikan Indonesia saat ini belum memberikan apresiasi khusus kepada guru. Apresiasi terhadap guru tidak selalu harus berbicara gaji, namun juga mengenai komponen pengembangan guru itu sendiri (Palupi, 2012). Oleh karena itu, kesejahteraan finansial dan psikologis dari profesi yang menghadapi tekanan yang cukup besar, yaitu guru, menjadi masalah yang sangat penting dan layak diperhatikan (Mabekoje, 2003). Ryff (1989) merumuskan komponen pengembangan pribadi sebagai psychological well-being yang ditandai dengan keadaan dalam diri individu yang dapat mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, menerima segala kelebihan dan kekurangan, memiliki tujuan hidup dan menemukan kebermaknaan hidup, membangun hubungan positif dengan orang lain, mampu mengatur lingkungan secara efektif sesuai dengan kebutuhannya, serta memiliki kemampuan dalam menentukan tindakan sendiri. Petegem, dkk (2005) menemukan adanya hubungan positif antara jumlah tahun pengalaman mengajar dan kesejahteraan. Guru yang berpengalaman merasa tingkat kesejahteraannya lebih tinggi daripada guru yang kurang pengalaman. Guru yang lebih bahagia, termotivasi membuat siswa merasa lebih bahagia, dan menjadi lebih percaya diri. Selain itu juga dapat berkonsentrasi lebih baik pada pekerjaan mengajar dan dapat

3 membantu siswa yang membutuhkan perhatian khusus (Briner & Dewberry, 2007). Menurut Vazi (2013), faktor yang mempengaruhi psychological well-being guru terdiri dari faktor lingkungan yang berkaitan dengan masalah peran dan faktor pribadi yang merupakan faktor paling penting. Faktor pribadi atau faktor yang berasal dari dalam diri individu digambarkan oleh Luthans, Youssef, & Avolio (2007) sebagai psychological capital yang merupakan salah satu gambaran mengenai kekuatan dan kapasitas sumber daya yang ada dalam diri individu itu sendiri. Psychological capital ditandai dengan beberapa hal, yaitu efikasi diri, optimisme, dan harapan. Efikasi diri yaitu kepercayaan diri yang dimiliki individu untuk memilih dan mengerahkan upaya yang diperlukan agar berhasil pada tugastugas yang menantang. Optimisme yaitu atribusi positif yang dibuat individu tentang sukses sekarang dan di masa depan. Harapan yaitu kemampuan untuk tetap tekun menuju tujuan dan bila perlu, mengarahkan cara untuk mencapai tujuan dalam rangka meraih keberhasilan. Keberadaan guru menjadi sorotan utama yang harus mendapat perhatian dengan harapan guru dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal. Dalam melaksanakan tugasnya, guru harus memiliki kepercayaan diri. Tanpa adanya kepercayaan diri, guru akan merasa tidak mampu dan mengalami kesulitan dalam menjelaskan kepada siswa mengenai materi pelajaran. Dengan demikian, para guru mampu menjadi agen pendidikan yang mampu mendapat perhatian dan memotivasi siswa sehingga dapat mempelajari materi yang diberikan dengan baik. Kepercayaan diri individu untuk memilih dan mengerahkan upaya yang

4 diperlukan agar berhasil pada tugas-tugas yang menantang tersebut dirumuskan sebagai efikasi diri (Luthans, Youssef, dan Avolio, 2007). Hasil penelitian dari Sarumpaet dan Alsa (2014) menunjukkan bahwa efikasi diri memiliki kontribusi terhadap psychological well-being pada guru PNS sebesar 21,7%. Penelitian lain dari Mehdinezhad (2012) menunjukkan bahwa dengan efikasi diri yang dimiliki guru dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Guru yang memiliki kesejahteraan tinggi, juga memiliki keberhasilan yang tinggi. Lebih khusus, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Etemadi, dkk (2015) didapatkan hubungan yang signifikan antara efikasi diri dan psychological well-being guru laki-laki di Sekolah Dasar. Selanjutnya dijelaskan bahwa efikasi diri yang dimiliki oleh guru memiliki dampak penting bagi pendidikan. Elemen lain yang menyusun psychological capital adalah optimisme. Optimisme merupakan suatu cara individu dalam membuat atribusi positif tentang sukses sekarang dan di masa depan. Penelitian yang dilakukan oleh Conversano, dkk (2010) menunjukkan bahwa optimisme memiliki dampak terhadap kesejahteraan dan kualitas hidup. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Mittal & Mathur (2011) bahwa optimisme dan kepuasan hidup dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis bagi professional. Oleh karena itu, guru harus merasa yakin bahwa dirinya dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sehingga muncul semangat dan motivasi untuk mencapainya. Guru perlu memiliki pandangan positif terhadap dirinya sendiri dan menggunakan pendekatan yang positif untuk mengelola perilaku di kelas. Guru secara umum dapat mendorong

5 optimisme siswa dengan memberikan atribusi terkait dengan keberhasilankeberhasilan atau kegagalan-kegagalan yang dialami siswa di kelas (Aulia, 2015). Selain efikasi diri dan optimisme, Luthans, Youssef, & Avolio (2007) mengklasifikasikan harapan sebagai salah satu elemen yang menyusun psychological capital. Harapan didefinisikan sebagai tekun menuju tujuan dan, bila perlu, mengarahkan cara untuk mencapai tujuan dalam rangka meraih keberhasilan. Untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan, diperlukan usahausaha yang dilakukan. Salah satu bentuk harapan yang diinginkan guru adalah memperoleh kesejahteraan baik subjektif maupun psikologis. Oleh karena itu, secara rutin guru ingin meningkatkan kualitasnya dengan mengikuti berbagai pelatihan, workshop, atau seminar-seminar pengembangan lainnya. Dengan adanya pelatihan, guru dapat meningkatkan kualitasnya dan secara tidak langsung dengan meningkatnya kualitas guru maka mutu sekolah menjadi lebih baik. Apabila mutu sekolah baik, maka sekolah akan berkembang dan kesejahteraan akan meningkat. Hal ini seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Taylor (dalam Snyder, 2000) menunjukkan bahwa harapan mendukung peningkatan evaluasi diri positif dan penguasaan diri serta kesejahteraan fisik maupun psikologis. Ciarrochi, dkk (2007) memberi penguatan bahwa harapan sangat mempengaruhi kesejahteraan individu (well-being). Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya kualitas pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar (Fathurrohman & Suryana, 2012). Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan oleh Fathurrohman & Suryana (2012) tersebut

6 peneliti melakukan survey pra-penelitian dengan cara observasi dan wawancara di Sekolah Dasar Yayasan Sekolah X Surakarta, yang merupakan sekolah yang didirikan oleh pihak swasta dan berada di bawah naungan yayasan. Yayasan tersebut menaungi empat Sekolah Dasar yang tersebar di berbagai wilayah di Surakarta. Wawancara dilakukan terhadap delapan guru dari berbagai Sekolah Dasar di bawah naungan yayasan tersebut. Dari hasil wawancara sebagian besar guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta mengaku bahwa apresiasi yang diberikan yayasan dirasa kurang. Apresiasi yang dimaksud adalah apresiasi dalam bentuk pujian, dorongan, perhatian dari kepala sekolah maupun yayasan apabila guru melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan sangat baik atau melakukan hal diluar tugas dan tanggung jawab mereka. Berdasarkan hasil pra-penelitian dapat diketahui bahwa yayasan kurang menunjukan kepedulian terhadap pelaksanaan setiap kegiatan yang dilakukan guru, kurang memotivasi guru untuk mencapai kinerja terbaiknya, dan kurang memberikan penghargaan dan pengakuan kepada guru-guru yang berprestasi dalam melaksanakan kegiatan yang menjadi tanggung jawab mereka di sekolah. Selain itu, apresiasi lain yang dirasa kurang adalah apresiasi dalam hal finansial. Guru merasa bahwa apresiasi finansial yang mereka peroleh tidak sebanding dengan pekerjaan atau tanggung jawab yang mereka emban. Hal ini dipertegas oleh pengakuan dari salah satu guru bahwa tanggung jawab yang diberikan yayasan dirasa terlalu besar, yaitu dengan memberi tugas untuk mengajar di luar kontrak kerja yang telah disepakati, tetapi perhatian dari yayasan terhadap guru, baik dalam hal pujian, ucapan terimakasih,

7 maupun peningkatan pendapatan yang diperoleh dirasa sangat minim/ kurang. Mengenai apresiasi secara finansial, beberapa guru lain yang berhasil diwawancara oleh peneliti membandingkan apresiasi finansial yang diperoleh guru di yayasan lain yang dianggap setara memperoleh apresiasi yang lebih banyak. Kondisi tersebut menjadikan kepercayaan guru terhadap yayasan menjadi berkurang. Disisi lain, guru tidak memiliki daya untuk mengambil keputusan dan kesulitan mengatur lingkungannya. Pengakuan dari beberapa guru di Sekolah Dasar A, B dan D yang berhasil diwawancara oleh peneliti yaitu bahwa siswa yang dianggap bandel atau hiperaktif di kelas cukup menimbulkan kesulitan dalam penanganannya. Selain itu, siswa yang susah belajar atau kurang motivasi dalam belajar cukup membuat guru kewalahan dan merasa putus asa dalam meyakinkan dan memengaruhi siswa dalam belajar. Guru merasa terbebani, sehingga mereka kurang bersemangat dalam melakukan tugas dan tanggungjawab mereka sebagai tenaga pendidik. Efikasi diri pada guru diperlukan dan memiliki potensi untuk menumbuhkan hubungan yang baik dengan siswa. Guru memiliki kewajiban untuk mempengaruhi siswa dalam belajar. Keadaan ini menjelaskan pentingnya keterampilan dalam meyakinkan siswa untuk belajar. Keyakinan bahwa guru mampu melakukan serangkaian tugas akan mempermudah guru untuk tetap berfokus pada tugas dan tanggung jawab mereka sebagai guru. Berdasarkan teori mengenai efikasi diri yang telah dipaparkan, kondisi tersebut memungkinkan adanya efikasi diri yang kurang pada guru.

8 Hasil temuan pra-penelitian yang diperoleh melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah reaksi guru yang kurang memiliki ekspektasi yang baik terhadap masa depan dalam kehidupannya. Temuan tersebut dipertegas dengan adanya pengakuan dari salah satu guru di Sekolah Dasar D. Dari hasil wawancara, guru menyatakan bahwa selama lebih dari 30 tahun mengajar, peningkatan dalam bentuk finansial dan penghargaan serta pengakuan dari yayasan terhadap guru dengan kinerja optimal dirasa sangat kurang. Guru merasa kurang diperhatikan dan dicukupkan baik secara emosional maupun material. Pemimpin sekolah dan yayasan kurang dalam memberi penghargaan yang layak terhadap guru, terlebih dengan masa pengabdian yang lama. Apa yang dialami dan dirasakan oleh salah satu guru di Sekolah Dasar D, juga dirasakan oleh beberapa guru lain yang diwawancara peneliti. Guru memiliki anggapan bahwa kesejahteraan guru Sekolah Dasar tidak akan pernah berubah. Di yayasan sendiri meskipun secara khusus tidak memberikan wadah untuk mengembangkan potensi pribadi, namun untuk meningkatkan kinerja dalam hal KBM (kegiatan belajar-mengajar), yayasan memberikan sarana bagi semua guru karyawan untuk mengikuti workshop atau seminar yang diadakan setiap awal tahun ajaran baru dimana materi seminar disesuaikan dengan kebutuhan setiap tahunnya. Di sisi lain, guru-guru yang tetap bertahan mengajar di Yayasan Sekolah X Surakarta, bahkan sampai berpuluh-puluh tahun, dapat menunjukkan bahwa guru memiliki harapan terhadap yayasan. Sekalipun sebagian besar guru merasa bahwa yayasan kurang dalam memberikan perhatian dan penghargaan terhadap guru. Hal

9 ini didukung oleh wawancara yang dilakukan pada beberapa guru yang mewakili tiap Sekolah Dasar Yayasan Sekolah X Surakarta, dan diperoleh hasil bahwa guru menginginkan Yayasan Sekolah X Surakarta dapat meningkatkan atau setidaknya menyetarakan pendapatan finansial dengan yayasan lain yang setara. Selain itu, guru juga menginginkan adanya perhatian dari yayasan terhadap pelaksanaan setiap kegiatan yang dilakukan guru, adanya semangat memotivasi untuk mencapai kinerja terbaik guru, dan adanya penghargaan dan pengakuan kepada guru-guru yang berprestasi dalam melaksanakan kegiatan yang menjadi tanggung jawab mereka di sekolah. Efikasi diri, optimisme, dan harapan dapat memprediksi psychological well-being guru. Ketiga hal tersebut merupakan faktor dari dalam diri yang dapat mempengaruhi psychological well-being guru. Tingkat efikasi diri, optimisme, dan harapan berbeda-beda pada diri setiap orang. Oleh sebab itu, efikasi diri, optimisme, dan harapan individu dapat ditingkatkan dengan memperhatikan sumber-sumbernya. Dalam penelitian ini efikasi diri, optimisme, dan harapan diprediksi sebagai faktor yang mempengaruhi psychological well-being guru di Yayasan Sekolah X Surakarta, secara khusus para guru di Sekolah Dasar (SD). Guru yang memiliki efikasi diri, optimisme, dan harapan yang tinggi akan meyakini bahwa kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya akan dimanifestasikan dalam bentuk tindakan nyata untuk mengatasi kondisi tidak menyenangkan yang mereka terima. Hal tersebut dapat dijelaskan karena efikasi diri dapat mempengaruhi perasaan, pikiran dan tindakan nyata seseorang dalam menghadapi tugas-tugas tertentu dan menentukan ketabahan seseorang ketika

10 menemui hambatan. Melalui keyakinan tersebut, guru akan dapat mengatasi tekanan yang terjadi dan menunjukkan tindakan-tindakan nyata untuk mengatasi permasalahan dalam pekerjaan dimana ia bekerja. Optimisme juga dikatakan dapat menimbulkan pengaruh besar terhadap motivasi, prestasi, dan kinerja guru dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan yang ada dalam sekolah tempat guru bekerja. Sedangkan harapan dapat memotivasi guru untuk mencapai sesuatu hal yang diinginkan sekalipun kondisi yang dialami tidak baik. Berdasarkan hasil pra-penelitian, peneliti ingin mengetahui keadaan psychological well-being guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta yang dihadapkan pada kondisi yang diprediksi dapat menghambat terpenuhinya psychological well-being mereka. Penelitian terhadap psychological well-being guru merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan karena guru sebagai komponen penting dalam dunia pendidikan. Dengan mengetahui tingkat psychological well-being guru, maka dapat dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan dan mempertahankan tingkat psychological well-being guru. Adanya hubungan antara karakter yang ada di dalam diri guru dan kesejahteraan guru (Petegem, dkk., 2005), menunjukkan bahwa karakter yang ada di dalam diri mempengaruhi kesejahteraan guru itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Singh & Garg (2014), menunjukkan bahwa efikasi diri, optimisme, dan harapan memiliki peran yang lebih signifikan terhadap kesejahteraan guru. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai psychological well-being kaitannya dengan efikasi diri, optimisme, harapan, dan resiliensi pada guru. Dengan judul penelitian

11 Hubungan antara Efikasi Diri, Optimisme, dan Harapan dengan Psychological Well-being pada Guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dilakukan atas dasar pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan antara efikasi diri, optimisme, dan harapan dengan psychological well-being pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta? 2. Apakah terdapat hubungan antara efikasi diri dengan psychological wellbeing pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta? 3. Apakah terdapat hubungan antara optimisme dengan psychological wellbeing pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta? 4. Apakah terdapat hubungan antara harapan dengan psychological wellbeing pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri, optimisme, dan harapan dengan psychological well-being pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta.

12 b. Untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan psychological wellbeing pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta. c. Untuk mengetahui hubungan antara optimisme dengan psychological wellbeing pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta. d. Untuk mengetahui hubungan antara harapan dengan psychological wellbeing pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta. 2. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan wacana dalam ilmu psikologi pada umumnya, khususnya di bidang Psikologi Pendidikan serta Psikologi Industri dan Organisasi. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah kasanah keilmuan tentang efikasi diri, optimisme, dan harapan dengan psychological well-being, serta dapat digunakan sebagai pedoman untuk penelitian selanjutnya. b. Manfaat praktis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat: 1) Memberikan pengertian kepada para pekerja pada umumnya dan guru pada khususnya tentang pentingnya efikasi diri, optimisme, dan harapan di tempat kerja. 2) Memberikan masukan kepada Instansi Pendidikan terkait untuk meningkatkan efikasi diri, optimisme, dan harapan guru sebagai salah satu strategi dalam meningkatkan psychological well-being.