BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

Iklim Perubahan iklim

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN I.1

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

E U C A L Y P T U S A.

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Barat

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

Transkripsi:

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanasan Global Pemanasan bumi disebabkan karena gas-gas tertentu dalam atmosfer bumi seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), nitro oksida (N 2 O) dan uap air membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat pemantulan sinar infra merah dan menyebabkan efek rumah kaca. Dengan naiknya konsentrasi gas-gas tersebut maka akan lebih banyak panas tertekan di dalam atmosfer dan menyebabkan suhu bumi naik (Mulyanto 2007). Peristiwa perubahan iklim akan berakibat fatal bagi kehidupan di permukaan bumi, seperti pada bidang pertanian, perubahan ekosistem alam, meluasnya padang rumput dan gurun, areal hutan menyusut dan bergeraknya suhu panas ke arah kutub. Sedangkan daerah kutub sendiri karena naiknya suhu air laut mengakibatkan mencairnya sebagian besar bongkahan es dan lambat laun mengakibatkan banyak daerah pantai yang terendam (Arief 2001). Pemanasan global dapat menimbulkan berbagai kerusakan melalui dampak terhadap atmosfer, hidrosfer, geosfer dan terakhir terhadap manusia. Semua dampak akan menimbulkan bencana bagi umat manusia, baik yang melakukan pencemaran maupun yang tidak melakukannya (Wardhana 2010). Pemanasan global akan menimpa bumi dan segenap isinya yang diuraikan oleh Wardhana (2010) sebagai berikut : 1. Panas matahari sebagian diserap bumi sebesar 160 watt/m 2 dan memanasi bumi. 2. Panas matahari sebagian dipantulkan kembali oleh atmosfer.

3. Panas matahari sebagian dipantulkan oleh bumi dan diteruskan oleh atmosfer. 4. Panas matahari sebagian dipantulkan kembali oleh Gas Rumah Kaca sebesar 30 watt/m 2 ke bumi dan menjadikan bumi, atmosfer dan lingkungan menjadi panas. 2.2. Gas Rumah Kaca Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang bertanggung jawab sebagai penyebab pemanasan global dan perubahan iklim. Gas-gas rumah kaca yang utama adalah karbon dioksida (CO 2 ), metan (CH 4 ) dan Nitrogen oksida (N 2 O). Gas-gas rumah kaca yang kurang umum, tetapi sangat kuat, adalah hydrofluorocarbons (HFCs), perfluorocarbons (PFCts) dan sulphur hexafluoride (SF 6 ) (TPIBLK 2010b). Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau karbondioksida (CO2), metana (CH 4 ) dan nitrogen oksida (N 2 O) yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem. Peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer sebagai akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007).

Emisi rumah kaca sebagai penyebab terjadinya pemanasan global. Industrialisasi dan pembangunan memberikan andil terciptanya pemanasan global. Sudah banyak upaya untuk menekan atau mencegah peningkatan pemanasan global, tidak hanya dalam konteks lokal, tetapi juga di level internasional dan nasional (Rudy 2008). Akumulasi gas rumah kaca akibat perubahan tutupan lahan dan kehutanan diperkirakan sebesar 20% dari total emisi global yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Hal ini menegaskan bahwa upaya mitigasi perubahan iklim perlu melibatkan sektor perubahan tutupan lahan dan kehutanan. Mengingat hutan berperan sangat penting tidak hanya sebagai penyimpan karbon, tetapi secara alami juga berfungsi sebagai penyerap karbon yang paling efisien di bumi sekaligus menjadi sumber emisi gas rumah kaca pada saat tidak dikelola dengan baik (Manuri et al. 2011). 2.3. Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.30/Menhut- II/2009 Pasal 1 dinyatakan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan yang selanjutnya disebut REDD adalah semua upaya pengelolaan hutan dalam rangka pencegahan dan atau pengurangan penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon yang dilakukan melalui berbagai kegiatan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Dalam Pasal 2 dijelaskan bahwa maksud dari kegiatan REDD adalah untuk mencegah dan mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dalam rangka memantapkan tata kelola kehutanan. Tujuan dari kegiatan REDD adalah untuk menekan terjadinya

deforestasi dan degradasi hutan dalam rangka mencapai pengelolaan hutan berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) merupakan sebuah mekanisme yang dirancang untuk memberikan kompensasi bagi negara miskin yang mampu memberikan perlindungan bagi hutan mereka dan mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama CO 2. Negara-negara kaya dapat membeli kredit karbon, atau melakukan offsets, (memberikan kompensasi) bagi negara-negara berkembang yang dapat menjaga hutannya dengan baik, sehingga emisi bersih pada skala global dapat dikurangi. Sebagai alternatif, REDD dapat dipisahkan dari pasar kredit karbon, sehingga negara kaya atau negara maju harus dapat memenuhi komitmen REDD serta mengurangi emisi mereka sendiri (RECOFTC 2010). Strategi REDD dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) menurut Nugroho et al. (2012) meliputi : 1. Mengurangi laju deforestasi dari hutan ke non hutan secara permanen. 2. Mengurangi degradasi hutan. 3. Menjaga stok karbon melalui konservasi hutan. 4. Meningkatkan stok karbon melalui penanaman/reboisasi dan rehabilitasi lahan dan hutan. Menurut CIFOR (2009), ada empat tantangan dalam implementasi skema REDD di Indonesia, yaitu : 1. Teknologi penghitungan karbon, apakah pemerintah lokal dan masyarakat mempunyai kapabilitas untuk melakukan hal tersebut.

2. Pembayaran, bagaimana cara suatu negara dapat memperoleh pembayaran dan dalam bentuk apa pembayaran itu diberikan? Siapa yang nantinya akan menerima pembayaran untuk upaya melindungi kawasan hutan tertentu: pemerintah nasional, masyarakat lokal sekitar hutan atau perusahaan kayu? 3. Akuntabilitas, jika pembayaran REDD dilakukan, namun hutan tetap saja dirusak, apa yang akan terjadi? Akuntabilitas terkait dengan jaminan bahwa pembayaran karbon dapat mewujudkan perlindungan hutan berkelanjutan. 4. Pendanaan, apakah sebaiknya negara maju menyediakan dana untuk memberikan penghargaan bagi negara-negara yang dapat mengurangi emisinya dari deforestasi? Atau apakah sebaiknya pengurangan emisi ini dikaitkan dengan sistem perdagangan karbon yang berbasis pasar? Kita perlu mencari sistem pasar yang paling sesuai. Transaksi pembayaran REDD merupakan aliran pembayaran dari pembeli manfaat REDD kepada penghasil manfaat REDD yaitu pihak yang terlibat dalam rangkaian pengurangan emisi dari deforestasi. Dalam hal ini penghasil manfaat dapat merupakan pengusul kegiatan REDD. Pengusul REDD dapat berasal dari pemerintah daerah. Hal ini akan mempengaruhi usulan mekanisme distribusi pembayaran REDD dan proporsi insentif untuk masing-masing pihak (Indartik et al. 2010). 2.4. Karbon Tersimpan Tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran (agroforestri) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C (rosot C = C sink) yang jauh lebih besar daripada tanaman semusim. Oleh

karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak merupakan gudang penyimpanan C tertinggi (baik di atas maupun di dalam tanah). Hutan juga melepaskan CO 2 ke udara lewat respirasi dan dekomposisi (pelapukan) serasah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO 2 sekaligus dalam jumlah yang besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang pengembalaan maka C tersimpan akan merosot. Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO 2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO 2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi) CO 2 ke udara serendah mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan melindungi lahan gambut sangat penting untuk mengurangi jumlah CO 2 yang berlebihan di udara (Hairiah dan Rahayu 2007). Penghitungan emisi dapat dilakukan dengan menghitung perbedaan cadangan karbon (carbon stock) pada waktu tertentu (stock difference method). Perbedaan cadangan karbon tersebut menunjukkan terjadinya pengurangan atau penambahan stok (emisi atau sink). Untuk pengukuran karbon di tingkat subnasional atau skala proyek REDD, dilakukan melalui kombinasi pengukuran karbon di lapangan (ground survey) dan remote sensing (TPIBLK 2010b). Karbon hutan tersimpan dalam bentuk biomassa sehingga untuk mengetahui kandungan karbon yang tersimpan dalam hutan dapat diperoleh dengan memperkirakan kandungan biomassa hutan. Biomassa hutan didefinisikan sebagai jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk

seluruh atau sebagian tubuh organisme, populasi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering oven per satuan area (ton/unit area) (Krisnawati 2010). Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan: (a) meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh. Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon (Hairiah dan Rahayu 2007). Sutaryo (2009) mengemukakan dalam inventarisasi karbon hutan, carbon pool yang diperhitungkan setidaknya ada 4 kantong karbon. Keempat kantong karbon tersebut adalah : 1. Biomassa atas permukaan Semua material hidup di atas permukaan. Termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan. 2. Biomassa bawah permukaan Semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah.

3. Bahan organik mati Meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan sebagai semua bahan organik mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua bahan organik mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di tanah, akar mati, dan tunggul dengan diameter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan. 4. Karbon organik tanah Mencakup carbon pada tanah mineral dan tanah organik termasuk gambut. 2.5. Peran Hutan dalam Penyimpanan Karbon Peranan hutan dalam mencegah dan mengurangi emisi karbon atau mitigasi perubahan iklim dapat dilihat dari berbagai kemungkinan menurut Thomson (2008) sebagai berikut: 1. Mengurangi kebakaran hutan dan emisi gas rumah kaca. 2. Mempertahankan penutupan hutan dan potensinya untuk mencegah perubahan iklim. 3. Pengaturan kegiatan manajemen hutan untuk menangkap atau menyerap tambahan CO di atmosfer. 4. Penangkapan dan penyimpanan karbon dalam pool karbon hutan dan penggunaan kayu dalam jangka panjang. 5. Mengembangkan pasar perdagangan karbon dan menciptakan insentif untuk kegiatan kehutanan yang mengurangi emisi industri dan penghasil polutan lainnya.

Hutan-hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar. Menurut FAO, dengan jumlah total vegetasi hutan di Indonesia yang terus meningkat, dapat menghasilkan lebih dari 14 milliar ton biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia dan setara dengan 20% biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini secara kasar menyimpan 3,5 milliar ton karbon (FWI 2003). Tekanan manusia terhadap sumber daya hutan, menyebabkan deforestasi dan degradasi terhadap hutan yang ada. Penurunan jumlah dan kualitas hutan tidak hanya menyebabkan berkurangnya jumlah karbon yang tersimpan, tetapi juga menyebabkan pelepasan emisi karbon ke atmosfer serta mengurangi kemampuan hutan dalam menyerap karbon. Karenanya hutan berperan penting di dalam upaya mitigasi perubahan iklim, melalui penyerapan CO 2 menjadi pertumbuhan riap pohon (Manuri et al. 2011). Cadangan karbon pada berbagai kelas penutupan lahan di hutan alam berkisar antara 7,5 264,70 ton C/ha. Secara umum pada hutan lahan kering primer mampu menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan hutan lahan kering sekunder karena pada hutan sekunder telah terjadi gangguan terhadap tegakannya. Kebakaran, ekstraksi kayu, pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam dan kejadian atau aktivitas lainnya di kawasan hutan yang menyebabkan berkurangnya potensi biomassa yang berindikasi langsung terhadap kemampuannya menyimpan karbon. Pola tersebut juga terjadi pada hutan rawa primer dan hutan rawa sekunder. Selanjutnya pada hutan lahan kering relatif memiliki kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar daripada hutan rawa dan mangrove karena kemampuannya dalam membangun tegakan

yang tinggi dan berdiameter besar sebagai tempat menyimpan karbon (TPIBLK 2010a). Karbon pohon merupakan salah satu sumber karbon yang sangat penting pada ekosistem hutan, karena sebagian besar karbon hutan berasal dari biomasa pohon. Pohon merupakan proporsi terbesar penyimpanan C di daratan. Pengukuran biomasa pohon dapat dilakukan dengan cara pengukuran langsung hasil penebangan (destruktif sampling) dan cara tidak langsung dengan menggunakan persamaan alometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang. Beberapa persamaan alometrik yang dapat digunakan untuk hutan tropis telah disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan secara global maupun lokal (TPIBLK 2010b). Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) digalakkan oleh pemerintah untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan penerapan sistem silvikultur yang intensif. Rehabilitasi kawasan hutan produksi yang telah rusak dan tidak produktif merupakan sasaran utama pembangunan HTI disamping menghasilkan devisa dari hasil proses produksi pabrik pengolahan kayu HTI (Ulya 2006). Penyerapan CO 2 dapat dijadikan penambah pendapatan selain kayu dan hasil hutan bukan kayu bagi kehutanan Indonesia dan mendorong terciptanya pengelolaan hutan lestari dan berkelanjutan (Heriansyah 2005a). Karbondioksida dianggap sebagai gas rumah kaca utama karena memiliki laju pertambahan emisi yang tinggi, waktu tinggal di atmosfer yang lama dan tingginya emisi yang berasal dari sektor industri. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan pada beberapa jenis hutan tanaman, hutan berperan menyerap CO2 dalam jumlah yang besar. Potensi CO 2 yang mampu

diserap oleh hutan tanaman dari jenis Eucalyptus grandis, Acacia mangium, meranti dan jati berturut-turut adalah 31,948 ton/co 2 /ha; 30,100 ton/ CO 2 /ha; 18,640 ton/co 2 /ha; dan 5,800 ton/co 2 /ha. Dengan peran tersebut, adanya kondisi hutan yang terjaga akan mampu menjaga konsentrasi CO 2 di atmosfer tetap stabil. Hal ini berarti pula beberapa bencana alam yang sering dihubungkan dengan fenomena gas rumah kaca dan perubahan iklim global akan dapat dicegah (Junaedi 2008). Residu biomassa dari hutan tanaman berpotensi besar sebagai sumber energi, dimana program pemanfaatannya bisa diintegrasikan dengan kegiatan lain berbasis sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Dalam implementasinya, program pengembangan bioenergi di daerah sekitar hutan ini selain berkontribusi dalam peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat yang umumnya berpenghasilan rendah, juga dapat menjadi sarana komunikasi yang efektif untuk tujuan pengelolaan hutan berkelanjutan. Dengan limpahan residu dari biomassa hutan yang sangat besar, maka implementasi energi biomassa memiliki prospek yang besar. Di samping itu pemanfaatan biomassa menjadi energi pun dapat mengurangi emisi CO2 baik dari respirasi akibat dekomposisi maupun dari kemungkinan kebakaran, serta berkontribusi besar pada penurunan penggunaan bahan bakar fosil yang semakin langka dan mahal (Heriansyah 2005b). 2.6. Eucalyptus Eucalyptus spp. termasuk famili Myrtaceae, terdiri dari kurang lebih 700 jenis. Jenis Eucalyptus dapat berupa semak atau perdu. Umumnya berbatang bulat, lurus, tidak berbanir dan sedikit bercabang. Pohon pada umumnya bertajuk

sedikit ramping, ringan dan banyak meloloskan sinar matahari. Percabangannya lebih banyak membuat sudut ke atas, jarang-jarang dan daunnya tidak begitu lebat. Daunnya berbentuk lanset hingga bulat telur memanjang dan bagian ujungnya runcing membentuk kait. Pada pohon yang masih muda letak daunnya berhadapan bentuk dan ukurannya sering berbeda dan lebih besar daripada pohon tua. Pada umur tua, letak daun berselang seling (Irwanto 2007). Jenis-jenis Eucalyptus terutama hidup pada iklim bermusim dan daerah yang beriklim basah dari tipe hujan tropis. Jenis Eucalyptus tidak menuntut persyaratan yang tinggi terhadap tempat tumbuhnya. Eucalyptus dapat tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa-rawa, secara periodik digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanah-tanah kurus gersang sampai pada tanah yang baik dan subur. Jenis Eucalyptus dapat tumbuh di daerah beriklim A sampai C dan dapat dikembangkan mulai dari dataran rendah sampai daerah pegunungan yang tingginya per tahun yang sesuai bagi pertumbuhannya antara 0-1 bulan dan suhu rata-rata per tahun 20-32 o C (Irwanto 2007). Eucalyptus umumnya mempunyai arsitektur tajuk ringan mengakibatkan intensitas penutupan tajuk relatif ringan. Kondisi tersebut memberikan peluang besar bagi air hujan untuk lolos dari cegatan tajuk (intersepsi tajuk), sehingga air hujan yang lolos dan mencapai lantai hutan relatif besar (Pudjiharta 2001). PT. Toba Pulp Lestari, Tbk sejak pesatnya perkembangan pembangunan hutan tanaman telah memproduksi bibit secara generatif dan vegetatif. Namun sejak awal Tahun 2002 penggunaan bibit secara generatif tidak dikembangkan lagi karena dengan sistem vegetatif yang dihasilkan dalam bentuk klon-klon yang telah diuji coba oleh pihak Research and Development dirasakan bahwa sistem ini

mempunyai potensi yang lebih seragam dalam hal pemenuhan volume pohon untuk memenuhi kebutuhan perusahaan (jumlah dan kualitas) dan perawatannya juga lebih mudah. Jenis-jenis bibit Eucalyptus yang diproduksi oleh PT. Toba Pulp Lestari, Tbk adalah Eucalyptus grandis, Eucalyptus urophylla, dan Eucalyptus hybrid. Sedangkan benih Eucalyptus yang diproduksi di Nursery PT Toba Pulp lestari, Tbk berasal dari beberapa daerah di Indonesia (PT. TPL 2005). Kemampuan Eukaliptus dalam menyerap karbon terbesar berdasarkan perbandingan umur pada setiap jenis yaitu pada umur 1 tahun terbesar terdapat pada E.Ind 33, pada umur 2 tahun terdapat pada E.Ind 32, pada umur 3 tahun terdapat pada E.Ind 47 dan pada umur 4 tahun didapat besar penyimpanan karbon tertinggi pada E.Ind 33. Dibandingkan dengan Eucalyptus grandis bahwa E.Ind 33 memiliki kemampuan lebih besar dalam menyerap karbon di udara (Hutabarat 2011).