Prologue "Stasiun Petersburgh, jam sembilan. Dan jumlahnya ada empat. Terima kasih, bu!" Maddy membaca ulang tulisan jadwal di tiket kereta yang baru diterimanya dan tersenyum. Keempat tiket itu hadiah atas kemenangannya di kejuaraan badminton putri tingkat nasional minggu lalu. Dan sesuai janjinya, ibunya membiayai perjalanan mereka ke sebuah pulau wisata kecil di tengah laut. Maddy segera mengambil topinya dan berlari keluar. "Aku mau ke rumah Rick dulu bu!" Serunya. Keempat sahabat itu memang berencana untuk berkumpul di rumah Rick untuk membicarakan 'liburan' mereka. Keluarga Maddy memang keluarga berada, namun Maddy sendiri lebih senang bertualang dan tidak begitu feminin. Ia tidak manja seperti anak - anak kaya lainnya dan tidak suka pula diajak menghadiri acara - acara bisnis orang tuanya. Biasanya Maddy akan kabur di tengah - tengah acara dan bersembunyi di tempat yang sepi sampai acara besar - besaran yang diselenggarakan oleh perusahaan
orang tuanya itu selesai. Tak jarang ia akan berlari ke kamarnya di tingkat atas gedung itu atau ke taman pribadi keluarganya di tingkat paling atas. Perusahaan orang tuanya dan rumahnya berada dalam satu gedung yang tinggi. Rumah Rick tidak begitu jauh dari rumahnya, dan lebih bebas untuk mereka berempat bermain di rumahnya karena orang tua Rick baru ada di rumah pukul enam sore. Orang tua Rick sendiri adalah seorang karyawan di perusahaannya. Namun tak apa kan? Sahabat ada di mana saja, tak peduli bila kehidupan keluarga mereka berbeda. Rick lebih tua setahun darinya, tapi mereka sangat akrab. Freya, adik Rick, seumuran dengannya. Ada juga seorang lagi, yaitu Edmund, teman seumuran Rick, yang sering bermain bersama mereka. Mereka berempat memang sangat berbeda dalam latar belakang keluarganya, namun mereka punya satu kesamaan, yaitu senang bertualang! Maddy sendiri lebih senang menekuni bidang olahraga daripada teman - temannya yang lain. Hampir semua olahraga ia tekuni, bahkan seni beladiri pun ia tekuni
juga. Keahlian utamanya bulu tangkis, karenanya ia bisa menang kejuaraan bulutangkis putri tingkat nasional minggu lalu. Anak - anak baru saja mulai liburan musim panas dua hari yang lalu. Mereka ingin berlibur, dan pulau yang akan mereka datangi adalah pilihan yang tepat bila mereka hanya ingin berlibur berempat. Di pulau itu hanya akan ada mereka, dan tidak ada orang lain lagi, karena pulau kecil itu milik pribadi. Tak banyak yang bisa dilihat di sana, namun setidaknya mereka bisa bersenang - senang!
Part 1 Liburan Tiba! Tawa anak - anak sudah terdengar saat Maddy memasuki halaman. "Maddy! masuklah. Langkahmu sudah terdengar dari depan. Kau habis berlari - lari ke sini ya? Kenapa, ada kabar baik?" Rick membuka pintu untuknya. "Tawa kalian terdengar sampai halaman depan, tahu! Jangan terlalu berisik. Atau kita main di kamarmu saja, Rick!" ujarnya. "Ya, baiklah, kita di kamarku saja." Rick berdiri dan mengunci pintu depan. Hanya mereka berempat saja yang ada di rumah saat itu. Di tengah - tengah kamar Rick ada sebuah meja bundar yang menjadi tempat favorit anak - anak saat berkumpul. Rick melemparkan bantal - bantal tipis untuk alas duduk kepada ketiga temannya yang lain. Saat itu akhir musim semi, jadi mereka tidak perlu menyalakan perapian yang ada di ujung kamar Rick. Teko berisi limun dingin ada di tengah meja. Udaranya
mulai panas karena musim panas sudah dekat. Anak - anak mengambil gelas masing masing dari rak kecil yang tergantung di pojok kamar. "Ada kabar baik?" Tanya Rick lagi. Maddy mengambil keempat tiket kereta mereka dari sakunya dan melambai - lambaikannya di hadapan teman - temannya. Mereka semua bersorak. "Jadi kita sudah boleh pergi kan? Akhirnya!" Seru Freya senang. "Bagaimana dengan peta tua itu?" tanya Rick. "Ini sudah kubawa.". Maddy mengeluarkan selembar peta yang kertasnya sudah menguning dan sudah robek di sana - sini. Maddy memang tak sengaja menemukan sebuah peta di tengah - tengah tumpukan kertas yang akan dibakar di taman. Peta itu menarik perhatian Maddy karena bentuk pulau dan posisi pulau itu sama dengan pulau pribadi milik keluarga mereka. Letaknya memang agak jauh, jadi diperlukan biaya untuk naik kereta api dan menyeberang dengan kapal ke sana. Tak hanya itu, petanya juga sudah tua dan ada tanda 'x' di salah satu sisi dekat laut di pulau itu.
"Lihat, tanda x ini dekat pesisir pantai di sebelah utara kan." ujar Rick. "Berarti mungkin mereka menguburnya di sana." ujar Freya. "Yang menjadi misterinya, siapa mereka itu dan apa yang mereka kubur di sana?" ujarnya lagi. "Oh, mungkin harta karun!" Edmund berseru dengan semangat. "Jangan senang dulu. Belum tentu peta ini dan tanda x itu asli."ujar Maddy. "Tapi ini peta tua, Mad." jawab Rick. "Peta tua tak selalu benar, Rick. Lagipula, kalaupun peta ini asli, belum lagi kita harus menggali. Harta karun yang dikubur pasti dikubur sedalam mungkin agar tak mudah ditemukan dan tak terbawa air juga.". "Maddy benar juga, Rick." ujar Freya. Ruangan menjadi hening sejenak, karena semuanya sibuk berpikir masing - masing. "Ya sudahlah, yang penting kita pergi dulu saja. Dan ingat! jangan bilang siapa - siapa soal peta dan rencana kita ini." Edmund kembali mencerahkan suasana yang hening itu. "Sudahlah, lupakan dulu soal harta karun itu." ujar Maddy. "Yang lebih penting sekarang, apa saja yang harus kita bawa?". "Makanan tentunya." usul Freya.
"dan pakaian secukupnya.". "Aku mau bawa Robby, boleh kan?" pinta Rick. Robby adalah sebuah robot hasil rakitannya sendiri setahun lalu. Rick memang maniak robot dan teknologi. Ia jago sekali dalam merakit robot dan hal - hal yang berbau teknologi. Robby juga merupakan robot yang pintar, dan Rick memenangkan penghargaan lomba merakit robot tahun lalu karenanya. Tak kalah dengan robot - robot buatan negara sakura, Robby juga sangat pintar dan membantu, seperti mereka. "Tanya Maddy saja, Maddy yang membiayai kita dan perjalanan ini juga rencana Maddy, kan. Bagaimana, Maddy?" tanya Freya. "Tentu saja, kenapa tidak? Lagipula Robby itu sangat membantu." jawab Maddy dengan senang. "Dan juga lucu." Edmund menimpali. Rick melompat - lompat kegirangan. Segelas limun tumpah karenanya. Freya segera mengambil lap untuk membersihkannya. "Nih, bersihkanlah sendiri! Jangan terlalu girang, nanti ada gelas lain lagi yang tumpah." ujarnya. Rick menangkap lap yang dilemparkannya dan mengelap sambil bersiul - siul girang. Tak perlu waktu lama
sampai tumpahan limun itu berhasil dibersihkan. "Untung karpetnya sedang dicuci hari ini, kalau tidak aku harus mencuci karpetnya sendiri, Fre." ujarnya. "Tapi bantal duduk itu juga harus kau cuci kan?" ujar Freya. Rick mendesah. "Benar juga, Fre. Ya sudah, kucuci nanti saja." jawabnya. "Lebih mudah mencuci alas duduk daripada harus mencuci karpetnya." Rick tertawa. Tak perlu waktu lama sampai seteko limun di atas meja itu habis oleh mereka berempat. Freya beranjak ke dapur untuk membuatkannya lagi. Sekaleng kue ditaruhnya juga di atas meja. Namun, tak ada yang bernafsu makan kue di siang yang panas itu. Semuanya terus merasa kehausan.