BAB II KAJIAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan, karena

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

AKMENIKA UPY, Volume 2, 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Perkembangan Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo. Usman

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas )

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kinerja dan Penilaian Kinerja Dalam Sektor Publik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kinerja Dalam Organisasi Sektor Publik

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

REALISASI PAD KOTA DENPASAR TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. sekaligus mendukung terciptanya suatu tujuan nasional. Pembangunan nasional. rakyat serta kemakmuran yang adil dan merata bagi publik.

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. wilayah yang lebih kecil. (Josef Riwu Kaho, 1998:135) pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah (Prasetyo, 2008). keuangan daerah lainnya. Meskipun apabila dilihat dari hasil yang

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 07 TAHUN 2003 TENTANG BIAYA PEMUNGUTAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

EVALUASI SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian kinerja dan penilaian kinerja dalam organisasi sektor publik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai Pengeluaran

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD dan pendapatan lain-lain yang sah.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Accounting Principles Board (1970), akuntansi adalah suatu kegiatan jasa dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 3 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB III METODE PENELITIAN. dari tahun. mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2013 dan berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

16 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Proses penelitian apa pun bentuknya, secara ilmiah adalah untuk dapat memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan, karena proses penelitian tanpa pengetahuan teoritis, maka bagaikan berjalan tanpa tujuan. Oleh karena itu, penelitian harus berangkat pula dari berbagai teori sebagai penuntun perjalanan dalam proses penelitian. Namun, teori-teori yang dipergunakan adalah teori yang ada relevansinya dengan variabel-variabel yang hendak diteliti, sehingga teori-teori itu dianggap sebagai landasan untuk melakukan proses penelitian. Teori-teori yang dipergunakan sebagai pedoman penentu arah proses penelitian, dianggap sebagai landasan teori. Sehubungan dengan arah penelitian yang fokus pada variabel yang hendak dianalisis, maka dalam penelitian ini teori-teori yang hendak dipergunakan adalah teori-teori tentang: sumber pendapatan daerah, retribusi daerah, pelayanan parkir, efektivitas, efisiensi, pendapatan asli daerah (PAD) dan potensi. 2.1.1 Sumber Pendapatan Daerah Berdasarkan ketentuan pasal 5, pasal 6 dan pasal 10 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bahwa sumber penerimaan daerah terdiri dari: 1) Pendapatan Asli Daerah, bersumber dari: (a) Pajak Daerah (b) Retribusi Daerah

17 (c) Hasil perusahaan milik daerah pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan (d) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 2) Dana Perimbangan terdiri dari: (a) Dana Bagi Hasil (b) Dana Alokasi Umum dan (c) Dana Alokasi Khusus 3) Lain-lain Pendapatan Dari sumber penerimaan daerah tersebut diatas, faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi Pendapatan Asli Daerah, sangat ditentukan oleh adanya faktor-faktor internal dan eksternal. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain: 1) Faktor Internal (a) Tersedianya Dasar Hukum atau Peraturan Perundang-undangan sebagai kebijakan pemerintah untuk pemungutan Pajak Daerah, kontribusi dapat memberikan kewenangan dan landasan yang jelas di dalam pelaksanaannya. (b) Tersedianya sumber daya aparatur yang handal dan profesional di bidang pendapatan akan memberikan dampak yang positif dalam mengembangkan dan mengelola potensi sumber pendapatan dan didukung oleh sumber daya IPTEK. Dengan sumber daya aparatur yang handal dan profesional juga akan dapat meningkatkan atau memberikan pelayanan yang terbaik sebagai pelayanan prima terhadap Wajib Pajak. (c) Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, tersedianya sarana dan prasarana pendukung seperti komputerisasi sistem informasi dan peralatan yang memadai akan dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada wajib pajak.

18 2) Faktor Eksternal (a) Kondisi Sosial Ekonomi Kondisi Sosial Ekonomi Daerah yang cukup stabil dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, tingkat inflasi yang rendah dan pendapatan per kapita masyarakat yang cukup memadai akan memberikan dampak yang positif dalam hal pendapatan daerah, karena kondisi sosial ekonomi akan berdampak pada meningkatnya kemampuan daya beli masyarakat termasuk kewajiban membayar pelayanan parkir. (b) Adanya Perubahan Kebijakan dari Pemerintah Pusat Adanya perubahan kebijakan dari pemerintah pusat dalam bidang pendapatan, juga berpengaruh terhadap kebijakan di daerah sebagai landasan pelaksanaannya. Seperti dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 34 tahun 2003 tentang pajak dan Retribusi Daerah serta Peraturan Pelaksanaaannya Nomor 65 dan 66 tahun 2001 memerlukan perubahan kebijakan di daerah untuk mengimplementasikannya. (c) Tingkat Kesadaran Wajib Pajak Kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pembayar pajak yang baik akan berpengaruh terhadap kecilnya tunggakan pendapatan dan tunggakan pembayar pajak. Hal ini sangat terkait dengan masalah penegakan supermasi hukum dalam menyelenggarakan dan melaksanakan aturan hukum untuk membayar pajak. 2.1.2 Pengertian Kinerja Menurut Impres No. 7 tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengertian kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,

19 visi, misi organisasi. Indra Bastian (2001a ; 329) mengatakan kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi terutama dalam perumuan skema strategis suatu organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja keuangan merupakan prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Bastian (2001) menyatakan, bahwa kinerja dapat diukur secara kuantitatifdan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan elemen-elemen indicator kinerja. Elemen indicator kinerja terdiri dari lima elemen, yaitu : a. Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. b. Indikator keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai ddari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau nonfisik c. Indikator (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung) d. Indikator manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir pelaksanaan kegiatan e. Indikator dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun negative pada setiap tindakan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan. 2.1.3 Pengukuran Kinerja Larry D. Stout (Bastian,2001), mengemukakan pengukuran/penilian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah

20 pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produksi jasa ataupun suatu proses. Maksudnya dalah setiap kegiatan organisasi harus dapat diukur dan dinyatakan dalam visi dan misi organisasi. Produk dan jasa yang dihasilkan diukur berdasarkan kontribusinya terhadap pencapaian visi dan misi organisasi. Pengertian pengukuran kinerja menurut Whittaker (Bastian,2001) adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. 2.1.4 Retribusi Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 (disempurnakan menjadi Undang- Undang Nomor 34 tahun 2000) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Senada dengan itu, Munawir (1998:8) mengemukakan, bahwa retribusi merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan ini bersifat ekonomis, karena siapapun yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah, dia tidak dikenakan iuran itu. Harits dalam Jelantik (2005:20) mengatakan, bahwa retribusi adalah suatu pungutan sebagai pembayaran untuk jasa yang oleh Negara secara langsung diberikan kepada yang berkepentingan. Pelaksanaan pungutan retribusi daerah didasarkan oleh kontra prestasi (balas jasa) sehingga pembayarannya dapat dilakukan berulang kali, siapapun menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dapat dikenakan retribusi. Adapun yang membedakan antara pungutan retribusi dengan sumber-sumber pendapatan daerah lainnya adalah penerimaan retribusi harus dipacu terus menerus seiring dengan adanya pembangunan daerah. Menurut Harist dalan Jelantik (2005:20), sifat-sifat retribusi antara lain sebagai berikut.

21 1) Paksaan bersifat ekonomi. 2) Ada imbalan langsung kepada pembayar. 3) Walaupun memenuhi persyaratan-persyaratan formal dan material tetapi tetap ada alternatif untuk mau dan tidak mau membayar. 4) Retribusi merupakan pungutan yang umumnya bugeter tidak menonjol. Dalam hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan untuk suatu tujuan tertentu, tetapi dalam banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat. Kaho (1997:154) mengatakan, bahwa retribusi yang diserahkan kepada daerah yang cukup memadai, baik dalam jenis maupun dalam jumlahnya, namun hasil riil yang dapat disumbangkan sektor ini bagi keuangan daerah masih sangat terbatas karena tidak semua jenis retribusi yang kini dipungut daerah memiliki prosfek positif. Ciri-ciri pokok retribusi daerah sebagai berikut. 1) Retribusi dipungut oleh daerah 2) Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat ditunjuk 3) Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan Sedangkan Waluyo (2006:6) mengatakan, bahwa retribusi memiliki pengertian berbeda jika dibandingkan dengan pajak. Retribusi pada umunya mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi tertentu, karena pembayaran tersebut ditunjukkan semata-mata untuk mendapatkan suatu prestasi dari pemerintah. Dari pandangan-pandangan di atas menggambarkan bahwa pemerintah harus memberikan pelayanan atau jasa terlebih dahulu kepada masyarakat dan atas pelayanan yang diberikan, pemerintah berhak melakukan pungutan. Dengan kata lain, pemerintah

22 daerah tidak dapat melakukan pungutan apabila tidak menyediakan atau memberikan pelayanan tertentu terlebih dahulu. Retribusi daerah merupakan bagian dari PAD yang harus ditingkatkan penerimaannya, mengingat PAD adalah sumber yang sering dijadikan ukuran kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Berbeda dengan pajak daerah, kalau dilihat dari sudut lapangannya maka retribusi daerah masih terbuka lebar pengembangannya melalui peningkatan pelayanan, sepanjang jasa pelayanan diberikan betul-betul nyata. Jenis-jenis jasa tertentu yang dijadikan obyek Retribusi Daerah dikelompokkan kedalam tiga golongan yaitu: 1) Retribusi Jasa Umum, yaitu Retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Salah satu diantara jenis retribusi jasa umum adalah retribusi pelayanan parkir. 2) Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. 3) Retribusi Perijinan tertentu, yaitu obyek retribusi perijinan tertentu ini adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan atau ketertiban umum, misalnya retribusi ijin mendirikan bangunan, ijin proyek dan ijin usaha.

23 Jenis-jenis retribusi daerah yang ada di Kota Denpasar berjumlah 13 yang terdiri dari: 1) Retribusi Pelayanan Kesehatan 2) Retribusi Pelayanan Persampahan 3) Retribusi Penggantian Biaya KTP dan Akte Capil 4) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum 5) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 6) Retribusi Jasa Usaha Terminal 7) Retribusi Jasa Usaha Rumah Potong Hewan 8) Retribusi Ijin Mendirikan bangunan 9) Retribusi Ijin Gangguan 10) Retribusi Usaha Perikanan 11) Setoran Lahan BPP 12) Retribusi SIUP, SIUP MB, IUI, TDP 2.1.5 Pelayanan dan Retribusi Parkir Pada mulanya pemukiman penduduk tidak memerlukan adanya pelayanan parkir yang ditangani secara khusus oleh Pemerintah Kota karena penduduk sendiri masih dapat mengatasi masalah perparkiran. Dengan tingkat kepadatan penduduk yang tergolong tinggi yaitu 4019,3 jiwa/km² berdasarkan sensus pada tahun 2000. Denpasar sebagai Ibu Kota Provinsi dan sekaligus menjadi pusat pemerintahan Kota Denpasar sarat dengan permasalahan kota, salah satunya adalah permasalahan kependudukan yang menyebabkan kemacetan lalu lintas dan masalah perparkiran yang menjadi beban yang harus ditanggung Pemerintahan Kota dikarenakan perkembangan jumlah penduduk dan pemukiman yang semakin pesat dengan aktivitas manusia yang lebih luas. Aktivitas-

24 aktivitas yang dilakukan oleh penduduk dan masyarakat kota menimbulkan semakin sempitnya lahan parkir. Peraturan Walikota Denpasar nomor 38 tahun 2006 tentang susunan organisasi dan tata kerja Perusahaan Daerah Parkir menyatakan parkir adalah menempatkan dengan memberhentikan untuk sementara kendaraan di tempat parkir yang telah ditentukan dengan dikenakan pembayaran. 2.1.6 Efektivitas Devas (1989:279-280) menyatakan, bahwa efektivitas adalah hasil guna kegiatan pemerintah dalam mengurus keuangan daerah haruslah sedemikian rupa, sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan penelitian dengan biaya serendah-rendahnya dan dalam waktu secepat-cepatnya. Apabila dikaitkan dengan penerimaan retribusi pelayanan parkir maka efektivitas yang dimaksud adalah seberapa besar realisasi penerimaan berhasil mencapai target penerimaan retribusi pelayanan parkir yang seharusnya dicapai pada suatu periode tertentu. Osborne (1997:389) mengatakan, bahwa efektivitas adalah merupakan ukuran dari suatu kualitas output. Ketika kita mengukur evektivitas, kita akan menjadi tahu apakah investasi kita berguna atau tidak. Efektivitas penerimaan retribusi parkir merupakan perbandingan antara realisasi penerimaan retribusi dengan potensi yang ditetapkan guna mengetahui berhasil tidaknya pencapaian tujuan penerimaan retribusi parkir. Menurut Mardiasmo dan Mahpatih (2000:II,5) untuk menghitung evektivitas tersebut digunakan rumus sebagai berikut. Realisasi Penerimaan Retribusi Efektivita s x 100 %... (2.1) Target Penerimaan Retribusi

25 Berikut disampaikan pedoman kriteria penilaian efektivitas penerimaan retribusi pelayanan parkir diukur dengan menggunakan kriteria skala interval sebagaimana terlihat dalam Tabel 1.7. Tabel 1.7 Kriteria Efektivitas Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir Efektivitas Penerimaan Retribusi Parkir (%) Kriteria Efektivitas Penerimaan Retribusi Parkir Diatas 100 Sangat efektif 90-100 Efektif 80-89 Cukup efektif 60-79 Kurang efektif Kurang dari 60 Tidak efektif Sumber : Fisipol UGM, 1991 2.1.7 Efisiensi Osborne (1997:389) mengatakan, bahwa efisiensi adalah ukuran berapa banyak biaya untuk masing-masing unit output. Ketika kita mengukur efisiensi, kita tahu berapa banyak biaya yang kita tanggung untuk mencapai hasil tertentu. Beberapa cara untuk meningkatkan efisiensi adalah dengan meningkatkan output dengan input yang sama, atau dengan output dengan proporsi yang besar dengan kenaikan input yang proporsional atau juga dengan menurunkan input dengan proporsi yang besar dan menurunkan output secara proporsional. Menurut Mardiasmo dan Mahpatih (2000:II,5) untuk menghitung efisiensi tersebut digunakan rumus sebagai berikut. Biaya Pengelolaa n Pelayanan Parkir Efisiensi X100%... (2.2) Realisasi Penerimaan Retribusi Berikut pedoman kriteria efisiensi biaya pengelolaan pelayanan parkir diukur dengan skala interval sebagaimana nampak pada Tabel 1.8. Tabel 1.8 Kriteria Efisiensi Pengelolaan Penerimaan Retribusi Pelayanan Parkir

26 Efisiensi Pengelolaan Penerimaan Retribusi Parkir (%) Kriteria Efisiensi Pengelolaan Penerimaan Retribusi Parkir Diatas 100 Tidak efisien 90-100 Kurang efisien 80-89 Cukup efisien 60-79 Efisien Kurang dari 60 Sangat efisien Sumber : Fisipol UGM, 1991 2.1.8 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Junto UU No. 33 Tahun 2004 menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayah sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah serta sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah menurut undang-undang tersebut terdiri dari: 1) Hasil Pajak Daerah Hasil Pajak Daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kepada semua obyek seperti orang / badan, benda bergerak/tidak bergerak. 2) Hasil Retribusi Daerah Hasil retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata. 3) Hasil Pengelolaan Kekayaaan Daerah yang dipisahkan Yang dimaksud dengan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan antara lain bagian laba dari BUMN, hasil kerjasama dengan pihak ketiga. 4) Lain-lain PAD yang sah

27 Yang dimaksud dengan nilai-nilai PAD yang sah antara lain penerimaan daerah di luar pajak dan retribusi daerah seperti jasa giro, hasil penjualan aset daerah. 2.1.9 Potensi Penerimaan Daerah Potensi merupakan kemampuan dan kesanggupan untuk menghasilkan penerimaan dalam keadaan seratus persen. Kemampuan itu terdiri dari ability (kecakapan, bakat dan kemampuan), capability (kesanggupan), competence (kecakapan, kemampuan dan wewenang), capacity (cakap, daya muat/tampung, daya tahan dan kekuatan), aptitude (keahlian), skill (kepandaian) dan talent (bakat, pembawaan). Potensi penerimaan daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah guna menghasilkan sejumlah penerimaan tertentu. Untuk melihat potensi sumber penerimaan daerah dibutuhkan pengetahuan tentang perkembangan beberapa variabel-variabel yang dapat dikendalikan (yaitu variabel kebijakan dan kelembagaan) dan yang tidak dapat dikendalikan (yaitu variabel ekonomi) yang dapat mempengaruhi kekuatan sumbersumber penerimaan daerah (Mardiasmo dan Mahpatih, 2000:8). Untuk menghitung besarnya rasio pertumbuhan setiap jenis retribusi, menurut Widodo (1990 : 22) dipergunakan rumus sebagai berikut: GXi i... (2.3) GXT Dimana : α = Koefisien pertumbuhan suatu jenis PAD GXi = Tingkat pertumbuhan suatu jenis PAD GXT = Rata-rata pertumbuhan suatu jenis PAD i = Suatu jenis retribusi

28 Sedangkan untuk menghitung rasio kontribusi setiap jenis retribusi parkir terhadap retribusi parkir, menurut Widodo (1999 : 22) digunakan rumus sebagai berikut : i Dimana : Si ST... (2.4) β Si ST i = Koefisien pertumbuhan suatu jenis PAD = Kontribusi suatu jenis PAD = Rata-rata pertumbuhan suatu jenis PAD = Suatu jenis pretribusi 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Sebagai acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Susilawati (2004) dengan judul Analisis Potensi dan Efektivitas Retribusi Pasar di Kabupaten Gianyar. Penelitian ini dilakukan pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Gianyar. Permasalahan yang diangkat adalah berapakah besarnya nilai potensi retribusi pasar pada tahun 2004 di Kabupaten Gianyar dan bagaimanakah tingkat efektivitas penerimaan retribusi pasar selama tahun 2004 sampai tri wulan dua di Kabupaten Gianyar. Variabel penelitian yang digunakan adalah potensi, efektivitas dan efisiensi. Kesimpulannya bahwa potensi retribusi pasar dengan metode sistematis hasil perhitungannya lebih besar dibandingkan dengan metode agregatif, tingkat efektivitas penerimaan retribusi pasar berdasarkan target yang ditetapkan dengan perhitungan metode agregatif berada pada kualifikasi kinerja sangat berhasil sedangkan berdasarkan perhitungan metode sistematis berada pada kualifikasi pasar berdasarkan target yang ditetapkan dengan metode agregatif dapat menyebabkan penilaian kinerja yang berbeda dengan fakta yang ada. Persamaan penelitian ini sama-sama menjadikan retribusi daerah

29 sebagai pokok kajian dalam pembahasannya. Perbedaannya adalah terletak pada lokasi, waktu penelitian dan teknik analisis yang dipergunakan. Penelitian lainnya adalah Suyatna (2003) dengan judul Potensi Pendapatan Daerah Kabupaten Badung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi sumbersumber PAD di Kabupaten Badung. Analisis ynag digunakan adalah deskriptif komparatif dan statiska, dengan hasil adalah pajak daerah menunjukkan klasifikasi prima dalam sebelas tahun terakhir, sumber-sumber PAD menunjukkan trend positif dan derajat kemandirian fiskal Kabupaten Badung cukup tinggi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel yang di analisis, tempat penelitian dan tahun penelitian. Terdapat persamaan pada alat analisis yang digunakan, meskipun secara keseluruhan tidak persis sama. Jadi sepanjang yang penulis ketahui bahwa terhadap penelitian ini belum ditemukan keadaan yang menunjukkan persamaan secara persis.