BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya maka ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap manusia lainnya. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

Volume VI Nomor 4, November 2016 ISSN: PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan jiwa dari yang ringan hingga berat. cukup besar (Kulik & Mahler et al, 1989; dalam DiMatteo,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan lainnya ( Samuel, 2012). Menurut Friedman, (2008) juga

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. penderita tidak sesuai lagi dengan kenyataan. Perilaku penderita Psikosis tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Penderita gangguan skizifrenia di seluruh dunia ada 24 juta jiwa dengan angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah kondisi maladaptif pada psikologis dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat

BAB I PENDAHULUAN yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. American Nurses

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang. kebutuhan dasar manusia termasuk di bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB 1 PENDAHULUAN. pengobatan dan peralatan (Busse, Blumel, Krensen & Zentner, 2010).Robertson

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. emosional serta hubungan interpersonal yang memuaskan (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. membuat arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan terdapat 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari seluruh total

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

BAB V PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

PERAN PERAWAT HOME CARE. Disampaikan oleh Djati Santosa.

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan kesehatan serius yang perlu mendapatkan perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan skizofrenia merupakan gangguan neurobiologikal otak yang persisten dan serius, sindroma secara klinis yang dapat mengakibatkan kerusakan hidup baik secara individu, keluarga dan komunitas. Dapat disimpulkan skizofrenia adalah gangguan pemikiran, emosi, perilaku, yang mengalami gangguan bersosialisasi dan beraktivitas.yang berdampak buruk pada individu, keluaraga dan masyarakat. Skizofrenia juga merupakan penyakit gangguan jiwa kronis yang prevalensinya cukup tinggi.alensi skizofrenia didunia adalah 4,6/1.000, untuk resiko morbilitas (NCBI, 2012). Prevalensi gangguan jiwa di Indonesiaberdasarkan Rikesdas 2007 adalah mencapai 0,46 persen atau sekitar 1 juta orang, sedangkan data dari Balitbangkes (2013) prevalensi gangguan jiwa di provinsi Jambi adalah 0,9/1.000 jiwa. Penatalaksanaan klien dengan skizofrenia perlu dikelola secara integrasi. Menurut Keliat (2011) penataksanaan pada pasien skizofrenia dengan terapi keperawatan, psikofarmakologis dan psikologis. Sedangkan menurut Durand

(2007) dapat berupa terapi biologis (obat anti psikosis, elektrokonvulsif) dan terapi spikososial. Penatalaksanaan yang diberikan secara komprehensif pada klien skizofrenia menghasilkan perbaikan yang optimal dan mencegah kekambuhan. Kasus skizofrenia ditemukan pada laki-laki mulai umur 18-25 tahun sedang wanita biasanya mulai umur 26-45 tahun dan jarang muncul pada masa anakanak, bila muncul pada masa anak-anak biasanya mengenai 4-10 anak diantara 10000 anak. Mengacu pada data WHO, pada tahun 2013 jumlah penderita skizofrenia mencapai 450 juta jiwa diseluruh dunia. Kondisi yang ada lebih dari 80% penderita skizofrenia di Indonesia tidak diobati dan tidak tertangani dengan optimal baik oleh keluarga maupun tim medis yang ada. Pasien-pasien yang menderita skizofrenia dibiarkan berada dijalan-jalan, bahkan ada pula yang dipasung oleh keluarga. Dengan kondisi seperti ini memungkinkan terjadi peningkatan jumlah penderita skizofrenia dari waktu ke waktu (Sasanto, 2009). Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan klien sehingga status klien meningkat. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab gangguan jiwa adalah perilaku keluarga yang tidak tahu cara menangani klien Skizofrenia di rumah (Keliat, 2006 ).

Kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan skizofrenia sangat dibutuhkan pengetahuan. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang skizofrenia membuat penafsiran dan pemahaman yang salah dalam merawat pasien. Kurangnya pengetahuan keluarga akan mempengaruhi tindakan yang akan dilakukan misalnya dipasung, dikerangkeng dan direndam dalam air kolam. Hal ini tidak hanya terjadi pada keluarga dengan status ekonomi rendah, pendidikan rendah saja namun dialami pula oleh keluarga dengan kalangan atas (Hawari, 2007). Dukungan keluarga merupakan salah satu obat penyembuh yang sangat berarti bagi penderita skizofrenia.menurut Friedmen (2010) dukungan keluarga dapat melemahkan dampak stress dan secara lansung memperkokoh kesehatan mental individu dan keluarga. Hasil penelitan Jorge (2010) tentang dukungan keluarga dalam pengunaan obat pada pasien skizofrenia di Mexico Amerika menemukan bahwa 43% penguanaan obat secara teratur. Pengunaan obat secara teratur sangat erat kaitanya dengan dukungan keluarga, makin tinggi dukungan keluarga makin teratur klien mengunakan obat. Peneliti berpendapat sangat dibutuhkan dukungan keluarga pada klien skizofrenia agar patuh melaksanakan pengobatan apakah di rumah sakit atau setelah dirumah. Kondisi keluarga dengan salah satu anggota keluarga mengalami skizofrenia merupakan kondisi yang sulit karena skizofrenia merupakan penyakit kronis. Sebuah study melaporkan 77% klien dengan penyakit kronis membutuhkan dukungan keluarga (Rubin&Peyrot, 2002). Menurut Neufeld (2010) dukungan

keluarga terdiri dari dukungan emosional, pengharapan, instrumental dan imformasi. Dukungan bisa berupa rasa kasih sayang, cara merawat, menanggung biaya pearawatan dan menghargai klien. Sangat jelas bahwa dukungan keluarga dibutuhkan pada klien skizofrenia. Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal, seperti dukungan dari suami, isteri atau dukungan dari saudara kandung dan dapat juga berupa dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti (Friedman, 2010). Beberapa penelitian tentang dukungan keluarga telah dilakukan. Penelitian Lestari (2008) menyatakan adanya hubungan antara dukungan keluarga pada pencegahan kekambuhan klien skizofrenia. Penelitian Ambari (2010), menyatakan adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan keberfungsian sosial pada klien skizofrenia. Dari hasil penelitian tersebut dapat dijelaskan bahwa dukungan keluarga sangat berperan besar untuk klien dengan masalah gangguan jiwa termasuk klien yang mengalami skizofrenia. Friedman (2010) membagi dukungan keluarga dalam empat jenis yaitu dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental serta dukungan penghargaan. Berdasarkan penelitian Herlina (2011) dalam penelitiannya, dukungan keluarga dapat terbagi dalam empat dimensi yaitu dukungan emosional, dukungan penilaian, dukungan informasi dan dukungan instrumental, Seseorang dengan dukungan yang tinggi akan lebih berhasil

menghadapi dan mengatasi masalahnya dibanding dengan yang tidak memiliki dukungan. Hasil studi ini didukung oleh Commission on the Family dalam Dolan dkk (2006), bahwa dukungan keluarga dapat memperkuat setiap individu,menciptakan kekuatan keluarga, memperbesarpenghargaanterhadap diri sendiri, mempunyai potensi sebagai strategipencegahan yang utama bagi seluruh keluarga dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari serta mempunyai relevansi dalam masyarakat yang berada dalam lingkungan yang penuh dengan tekanan.seseorang dengan Skizofrenia dengan ketidak mampuannya melakukan fungsi sosial tentunya sangat memerlukan adanya dukungan untuk menjadi individu yang lebih kuat dan menghargai diri sendiri sehingga dapat mencapai kesembuhan yang lebih baik dan meningkatkan keberfungsian sosialnya. Dukungan keluarga merawat klien skizofrenia ditinjau dari tugas kesehatan keluarga. Friedmen (2010) mengartikan dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Dan tugas kesehatan keluarga yaitu keluarga mampu mengenal masalah kesehatan dan perubahan yang dialami. Kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat. Keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat, kemampuan keluarga mengunakan fasilitas kesehatan. Kemampauan keluarga merawat klien skizofrenia tergantung dari lima tugas keluarga dalam kesehatan. Dukungan sosial pada klien skizofrenia selain dari keluarga juga dapat diberikan oleh petugas kesehatan (perawat di komunitas). Menurut Keliat dkk (2011) Model CMHN merupakan salah satu upaya yang digunakan

menyelesaikaan masalah kesehatan jiwa di komunitas. Senada dengan Cornelius Katona (2012) memberikan perawatan yang positif tanpa stigma diperlukan bagi pasien yang diberikan oleh perawat, seluruh pasien mendapatkan pelayan psikiatri sekunder. Hal ini berarti pasien diberikan koordinasi perawat yang akan mengunjungi mereka, memberikan dukungan, memantau kondisi kejiwaan dan kepatuhan menjalini perawatan serta membantu pasien menjalankan kegiatan sehari-hari. Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga menurut Notoatmojo (2003) yaitu faktor predisposisi. Faktor pemungkin, faktor penguat sedangkan menurut purnawan ( 2008 ) ada dua faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga yaitu faktor internal yang terdiri dari tahap perkembangan, tingkat pengetahuan, tingkat emosi dan spritual. Sedangkan untuk Faktor external terdiri dari : praktik dalam keluarga,sosial ekonomi dan latar belakang keluarga. Menurut ( friedmen 2010 ) faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah usia, jenis kelamin, sosial ekonomi, pendidikan atau pengetahuan, hubungan kekerabatan dengan klien Masalah dalam keluarga tentunya harus direspon dengan sumber-sumber koping dalam keluarga, dimana seperti salah satunya adalah dukungan keluarga. Sebuah studi melaporkan bahwa 77% klien dengan penyakit kronis merasa membutuhkan dukungan dari keluarganya (Rubin & Peyrot, 2002). Dukungan bisa berupa kasih sayang, menanggung biaya perawatan, cara merawat dan

menghargai klien. Sangat jelas bahwa dukungan keluarga sangat diperlukan dalam merawat salah satu anggota keluarga yang sakit. Puskesmas Kumun merupakan salah satu Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kota Sungai Penuh. Puskemas ini merupakan satu-satunya puskesmas yang memiliki poli jiwa di Kota Sungai Penuh. Keberadaan poli jiwa di puskesmas ini dilatarbelakangi banyaknya klien gangguan jiwa di wilayah ini. Puskesmas ini mendapatkan kunjungan dari dokter spesialis jiwa setiap bulannya. Selain itu puskesmas juga menerima kunjungan klien dengan gangguan jiwa dari seluruh Kota Sungai Penuh dan boleh melakukan rujukan pasien lansung ke rumah sakit jiwa provinsi Jambi Dari data yang didapat klien yang mengalami gangguan jiwa sebanyak 315 orang dengan jumlah penderita laki-laki 225 orang dan perempuan 90 orang dengan rentang umur paling banyak 25 sampai 64 tahun. Jumlah penderita gangguan jiwa di Kabupaten kerinci sebanyak116 Orang sedangkan untuk di Kota Sungai Penuh sebanyak 199 Orang dan Untuk wilayah Kerja Puskesmas Kumun sebanyak 107 Orang. Selain itu Puskesmas juga menerima kunjungan di poli jiwa sebanyak 1199 orang pada tahun 2015 dengan gangguan jiwa dari seluruh Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci. Dari data yang ditemukan dilapangan adanya 4 orang klien dengan gangguan jiwa yang dipasung keluarga. Alasan keluarga memasung klien karena keluarga takut klien akan mengganggu warga sekitar. Keluarga juga mengatakan kalau mereka akan malu dengan masyarakat karena ada anggota keluarga yang

gangguan jiwa. Keluarga mengatakan kalau membawa klien kerumah sakit jiwa akan membutuhkan biaya yang besar, karena keluarga hanya kalangan orang yang kurang mampu dan keluarga beranggapan dengan klien dipasung akan sembuh. Keluarga mengaku sendiri kepada peneliti bahwa dia tidak punya biaya untuk pergi kepuskesmas atau rumah sakit. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat yang memegang program jiwa di puskesmas tentang penatalaksanaan klien skizofrenia. Klien yang datang mendaftar diloket, lalu dilayani di poli jiwa oleh dokter dan perawat kemudian klien diberikan terapi obat dan asuhan keperawatan. Untuk klien yang tidak dapat ditangani langsung dirujuk ke rumah sakit jiwa Jambi. Satu kali dalam sebulan klien lansung dilayani oleh dokter spesialis jiwa yang datang dari rumah sakit jiwa Jambi. Penanganan pasien dirumah Puskesmas Kumun membentuk kader sehat jiwa. Puskesmas membagi Untuk masing masing desa 2 orang perawat yang bertanggung jawab untuk memberikan perawatan kepada pasien dan juga penyuluhan kepada keluarga pasien. Dengan demikian Untuk wilayah kerja Puskesmas Kumun sendiri sudah bangus dilihat dengan sudah banyaknya keluarga yang membawa klien berobat dengan rutin ke Puskesmas. tapi untuk luar wilayah kerja puskesmas kumun belum berjalan optimal ditandai dengan 40 orang pasien yang putus obat dikarenakan keterbatasan jarak tempuh yang jauh kepuskesmas. dan kunjungan rumah oleh petugas Puskesmas juga belum optimal karena keterbatasan tenaga. DiPuskesmas Kumun untuk tenaga perawat yang sudah sudah memiliki pelatihan jiwa cuman 1 orang, sedangkan untuk 9 orang perawat hanya diberikan pelatihan tentang kesehatan jiwa.

Diwaktu yang sama peneliti juga menanyakan mengenai dukungan yang diberikan keluarga, tiga dari lima keluarga melakukan perawatan diri klien dengan ikhlas, mengantar klien berobat, mengawasi klien minum obat, dan mengajak klien beraktifitas. Dan dua orang lagi mengatakan bahwa memberikan perhatian, merasa menyayanginya dan tetap dalam kondisi apapun mengaggap bahwa klien adalah orang yang harus ditolong dan dirawat. Hal ini menunjukan dukungan keluarga yang meliputi dukungan emosional, informasi, instrumental dan penilaian, yang berguna mencegah kekambuhan pada klien skizofrenia. 1.2 Rumusan Masalah Orang dengan skizofrenia akan mengalami gangguan dalam kemandiriannya menjalankan fungsi dan peran dalam kehidupan sehari hari, seperti merawat diri sendiri, patuh minum obat, sekolah atau bekerja dan fungsi lainnya. Oleh karena itu, klien dengan skizofrenia memerlukan dukungan dari keluarga. Berdasarkan masalah diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga Dalam Perawatan Klien Skizofrenia di Poliklinik Jiwa Puskesmas Kumun Kota Sungai Penuh tahun 2016. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga dalam perawatan klien skizofrenia di Poliklinik Jiwa Puskesmas KumunKota Sungai Penuh tahun 2016. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Diketahui distribusi frekuensi karakteristik keluarga pasien ODS meliputi ( usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan keluarga dengan klien ) dalam merawat klien dengan skizofrenia di Poliklinik Jiwa Puskesmas Kumun Kota Sungai Penuh tahun 2016. 2. Diketahui distribusi frekuensi dukungan keluarga dengan merawat pasien ODS dalam perawatan klien skizofrenia di Poliklinik Jiwa Puskesmas Kumun Kota Sungai Penuh tahun 2016. 3. Diketahui hubungan sosial ekonomi keluarga pasien ODS dengan dukungan keluarga dalam perawatan klien skizofreniadi Poliklinik Jiwa Puskesmas Kumun Kota Sungai Penuh tahun 2016. 4. Diketahui hubungan pengetahuan keluarga pasien ODS dengan dukungan keluarga dalam perawatan klien skizofreniadi Poliklinik Jiwa Puskesmas Kumun Kota Sungai Penuh tahun 2016. 5. Diketahui faktor keluarga pasien ODS yang dominan mempegaruhi dukungan keluarga dalam perawatan klien skizofrenia dipoliklinik jiwa Puskesmes Kumun Kota Sungai Penuh Tahun 2016 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Pelayanan Kesehatan

Setelah memperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga dalam perawatan klien skizofreniadi Wilayah Kerja Puskesmas Kumun Kota Sungai Penuh. Diharapkan menjadi data dasar dan bahan pertimbangan menyusun program pengendalian pendidikan dan pelayanan kesehatan jiwa dan pelaksanaan terapi keluarga yang lebih tepat sesuai dengan kebutuhan klien dan keluarga, terutama berdasarkan respon dukungan keluarga yang tepat. 1.4.2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk menambah pengetahuan tentang dukungan keluarga dalam memberikan perawatan pada klien skizofrenia agar tidak terjadi lagi penyakit berulang pada klien 1.4.3. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sebagai dasar untuk dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut yang berbentuk kualitatif dengan mengembangkan model atau program penggendalian terhadap faktor kepatuhan dalam melaksanakan pengobatan, faktor dukungan keluarga, faktor dukungan petugas kesehatan dan pencegahan kekambuhan klien skizofrenia.