BAB I PENDAHULUAN. alternatif untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan metode

dokumen-dokumen yang mirip
Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. aman belajar bagi dirinya sendiri, sekaligus bagi siswa lain yang berada di

I. PENDAHULUAN. penelitian, kegunaan penelitian dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang sebagai usaha mencerdaskan manusia melalui kegiatan. manusia dewasa, mandiri dan bertanggung jawab.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan masa peralihan untuk menuju kedewasaan, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak didik. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. warganya belajar dengan potensi untuk menjadi insan insan yang beradab, dengan

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

TATA TERTIB ORDIK 2016 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai warga masyarakat. Meskipun manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini

BAB I PENDAHULUAN. tidak pernah dikenalkan pada aturan maka akan berperilaku tidak disiplin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

arti yang luas. Peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi,

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang menjadi salah satu tempat dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat untuk proses pendidikan yang memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Negara (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003) informal dapat melalui keluarga dan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat pada setiap manuasia,

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya, masyarakat yang sejahtera memberi peluang besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TATA TERTIB ORIENTASI PENDIDIKAN MAHASISWA BARU INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER 2017

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) Pasal 3 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. melakukan kegiatan, termasuk juga kegiatan perkuliahan di kelas. Proses

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. proses belajar sejak manusia lahir hingga akhir hayatnya. Havighurst dalam Bimo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afektif, maupun psikomotorik. Kenyataannya pendidikan yang dilakukan pada

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana seseorang bertindak dan berprilaku. moral. Etika pergaulan perlu di terapkan misalnya (1) Berpakaian rapi di

WALIKOTA YOGYAKARTA PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB SEKOLAH

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) TENTANG SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (SPKPD) DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. dan peluang yang memadai untuk belajar dan mempelajari hal hal yang di

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. Pendidikan, sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang sisdiknas No.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. hasil penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara/interview, observasi dan dokumentasi

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Tatang, Ilmu Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm.13. Ibid., hlm.15.

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib sekolah bagi semua pihak yang terkait bagi guru, tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan pendidikan kejuruan adalah untuk menyiapkan tenaga kerja

Standar Penampilan Pribadi.

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prasarana, guru, siswa serta model dan metode pengajarannya.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi. sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

PENGARUH DISIPLIN BELAJAR DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 KARTASURA TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu tujuan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Umbara, Bandung, 2003, hlm Ahmad Juntika Nurihsan dan Akur Sudiarto, Manajemen Bimbingan dan Konseling di

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. memadukan secara sistematis dan berkesinambungan suatu kegiatan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan segala usia (Soedijarto,2008). Di Indonesia, pendidikan terdiri

I. PENDAHULUAN. Peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas, pendidikan memegang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah SMK ( Sekolah Menengah Kejuruan ) merupakan salah satu upaya alternatif untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan metode pembelajaran yang integral dan komprehensif, sehingga kemampuan peserta didik tersebut dapat dilihat dari kualitas pencapaian proses prestasi belajar. Semantara itu menurut Kepala Subdinas Pendidikan Menengah Tinggi (Kasubdis Dikmenti 2010 ). Artinya bagaimana sekolah SMA maupun SMK memiliki kualitas yang sama untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. SMK Prudent School yang dahulu bernama Pelita Bangsa terletak di daerah Tangerang merupakan sebuah institusi pembelajaran formal tingkat menengah untuk mendidik tenaga tenaga sistem pendukung manajemen bisnis dan perkantoran ( business support management system ) yang terintegrasi dengan bisnis jasa layanan manajemen perkantoran ( Virtual Office ). Dalam proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran yang langsung, nyata, hidup, dan esensial ( on the real life job spritual learning ), dengan menghadirkan suasana kantor yang sesungguhnya di dalam sekolah. Sekolah bukan hanya tempat

belajar teori semata, namun sekaligus menjadi aplikasi langsung di dalam dunia usaha dan dunia kerja. Hasil yang diharapkan adalah mendapatkan lulusan sistem pendukung bisnis berkualifikasi mahir yang terpelihara dan berkembang. Dalam visi sekolah Sebuah kantor pembelajaran di taman kehidupan Visi ini mengandung pengertian bahwa SMK Prudent school adalah institusi pendidikan formal menengah kejuruan sekaligus sebuah kantor institusi bisnis. SMK Prudent School adalah sebuah kantor dalam pengertian yang sesungguhnya dan seutuhnya. Pembelajaran manajemen perkantoran di SMK Prudent School dilakukan langsung di dalam sebuah institusi bisnis jasa manajemen perkantoran (virtual office), dan pembelajaran kecakapan vokasional di SMK Prudent school adalah bagian yang tak terpisahkan dari pembelajaran kecakapan hidup. Pembelajaran di SMK Prudent School adalah pembelajaran yang tumbuh, berkembang, updateable, dan terus menerus berdialog dengan perubahan. Misi dari SMK Prudent School adalah menghasilkan professional manajemen perkantoran berkualifikasi mahir dengan pengalaman kerja tiga tahun yang kompetitif, siap kembang dan siap menggapai sukses kehidupan, mengatasi permasalahan ketenagakerjaan melalui upaya menghasilkan lulusan yang 95 % mampu menciptakan lapangan pekerjaan minimal untuk dirinya sendiri (selfemployee) atau terserap di dunia kerja (employee), selambat-lambatnya pada lulusan angkatan ke enam, meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui indeks kecakapan hidup (Life Skill Index) lulusan minimal 0,75 (dari maksimal 1,00), selambat-lambatnya pada lulusan angkatan ke delapan (wakil

kepala bidang kurikulum). Artinya mereka ingin menciptakan sekolah dengan suasana perkantoran yang sesungguhnya dan menghasilkan lulusan yang profesional dengan pengalaman selama tiga tahun. Mengacu pada visi tersebut maka wakil kepala sekolah bidang kesiswaan yang bertugas menumbuhkan dan menyalurkan bakat serta potensi diri peserta diklat bertanggung jawab dalam membentuk peserta diklat yang tidak hanya siap memasuki lapangan kerja namun sudah merasakan suasana kerja. Peraturan kedisiplinan dalam bekerja juga berdampak secara langsung dalam kinerja di perusahaan kedepannya, hal itu dibentuk bukan dalam waktu yang singkat, maka pola pembiasaan peraturan sekolah yang integral dengan dunia kerja sejak di SMK Prudent School dapat dijadikan salah satu solusi untuk memunculkan pekerja yang berdisiplin tinggi. Adanya aturan sekolah yang konvensional biasanya membuat peserta didik memahami peraturan dengan keterpaksaan. Namun dengan melibatkan peserta didik dalam menetapkan peraturan tata tertib sekolah dapat memberikan gambaran tentang dunia kerja kepada alumni atau praktisi secara langsung. Selain itu sekolah akan memperoleh keuntungan ketika peserta diklat diberi peran dalam pengembangan kebijakan yang berhubungan dengan tata tertib sekolah. Oleh karena itu di SMK Prudent School menggunakan peraturan tata tertib sekolah bernama Kesepahaman.

Pola kesepahaman dibuat berdasarkan masukan dari dunia kerja tentang harapan penerimaan sikap calon karyawan dan budaya kerja di kantor masing masing, dan ternyata ada benang merah yang diambil dari sikap sikap yang dibutuhkan oleh perusahaan diantaranya kedisiplinan pakaian, komunikasi yang baik, sikap ramah tamah, dan budaya kerja yang profesional. Hal ini disosialisasikan ketika peserta didik baru masuk SMK Prudent School, yaitu selama proses Masa Bimbingan siswa ( MBS ) berlangsung, nilai-nilai ini terus dikawal sampai tercipta kesepahaman aturan tersebut sehingga diterapkan, termasuk membicarakan hukuman bagi yang melanggar. Hal ini diharapkan melatih diri mereka menjadi lebih dewasa. Akan tetapi setelah proses pembelajaran berjalan, tidak sedikit para peserta didik yang melanggar kesepahaman tersebut, seperti tetap membawa HP ( hand phone), tidak menggunakan pakaian yang seharusnya mereka gunakan, datang sekolah tidak tepat pada waktu yang telah di tentukan. Seperti dapat dilihat pada data pelanggaran per-bulan November tahun ajaran 2009 2010 dari 95 jumlah kasus pelanggaran diantaranya kelas X sebanyak 26 kasus, kelas XI sebanyak 40 kasus, dan kelas XII sebanyak 29 kasus, diantaranya adalah 62 kasus datang terlambat, 2 kasus membawa handphone, 22 kasus tidak memakai atribut, 4 kasus memakai kaos kaki berwarna, 5 kasus salah memakai rok / celana ( wakil kepala bidang kesiswaan ). Padahal semua aturan tersebut telah tertulis jelas di dalam kesepahaman yang telah mereka sepakati bersama, Namun demikian tidak semua

peserta didik melanggar kesepahaman tersebut. Dari mereka banyak juga yang mencoba untuk melaksanakan kesepahaman itu dengan sebaik-baiknya. Kesulitan para peserta didik melaksanakan peraturan yang dibuat oleh sekolah ( kesepahaman ) dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya, menurut hasil pengamatan dan diskusi dengan beberapa peserta didik yang sedang berada di sekolah tersebut mengenai kesepahaman dipaparkan sebagai berikut menurut peserta didik A, ia mengalami kesulitan dalam menjalani peraturan kesepahaman karena dahulu ketika di SMP peratunya tidak begitu ketat seperti sekarang bahkan terkesan bebas, sehingga dia merasa sangat kaget dan begitu berat menjalaninya,seperti dilarang membawa Hp, padahal menurut dia itu sangat penting sebagai alat komunikasi (w1, A, kelas 1.a Sk). Dan selanjutnya peserta didik B, pernah mengalami hukuman berupa pemotongan rok yang ia pakai oleh salah satu guru, karena tidak sesuai dengan peraturan kesepahaman. Tetapi menurut ia sudah sesuai dengan peraturan yang ada, karena kejadian itu ia menjadi benci terhadap guru tersebut.(w2. B kelas 1.2 Ak). Berdasarkan fakta di atas terlihat bahwa peserta didik yang merasa tidak terbiasa dengan peraturan dan merasa tidak nyaman akan cenderung bersikap negatif terhadap kesepahaman sehingga sering melanggar. Dengan kata lain, peserta didik yang memiliki sikap negatif terhadap kesepahaman akan sering melakukan pelanggaran kesepahaman. Ada juga kasus lain seperti di yang diceritakn oleh peserta didik C, awalnya memang terasa begitu berat menjalaninya, bahkan ia juga sempat melanggar peraturan kesepahaman dan bolak balik di

panggil oleh guru BP, tetapi lama-lama ia mersa malu juga dilihat teman-teman dan karena ia mempunyai keyakinan bahwa peraturan tersebut mempunyai tujuan yang baik untuk dirinya, ia berusaha menjalaninya dengan sebaik-baiknya dan sekarang ia mulai terbiasa (w3, C,kelas 2. AP). Peserta didik D. Sebenarnya dia tidak ingin melanggar peraturan kesepahaman tersebut, akan tetapi dia merasa waktu jam pelajaran di sekolah yang di mulai dari pukul 07,00-16,00 membuat dia merasa jenuh,belum lagi sesampai di rumah harus membantu orang tua, waktu istirahat yang kurang karena terlalu lelah membuat dia bangun kesiangan dan akibatnya dia selalu datang terlambat tiba di.(w4. D, kelas 2.2 AP). Dan peserta diklat E, mengatakan bahwa dia tidak merasa keberatan dengan peraturan tersebut,karena dia telah terbiasa dengan pola hidup berdisiplin, yang di terapkan oleh orang tuanya ketika dirumah, sehingga dia tidak merasa bahwa peraturan tersebut sangat mengekang bagi dirinya,(w5. E, kelas 2.1 Sk). Berdasarkan fakta di atas terlihat bahwa peserta didik yang merasa terbiasa dengan peraturan dan merasa nyaman akan cenderung bersikap positif terhadap kesepahaman sehingga tidak melakukan pelanggaran. Dengan kata lain, peserta didik yang memiliki sikap positif terhadap kesepahaman akan mampu melakukan dan menjalani peraturan kesepahaman dengan baik. Dari kasus kasus di atas tampak bahwa setiap peserta didik memiliki sikap yang berbeda beda terhadap kesepahaman. Ada yang memiliki sikap positif dan ada juga yang memiliki sikap negatif terhadap peraturan tersebut. Baik sikap positif maupun negatif akan mempengaruhi setiap perilaku peserta didik.

Berdasarkan paparan diatas, saya sebagai penulis tertarik untuk meneliti gambaran sikap peserta didik terhadap peraturan kesepahaman yang ada di sekolah Prudent School B. Identifikasi Masalah Peraturan yang dibuat pihak sekolah dengan para peserta didik, dengan kesepahaman bersama di awal mereka masuk SMK Prudent school disebut dengan istilah kesepahaman. Selama proses Masa Bimbingan Siswa ( MBS ) berlangsung nilai-nilai ini terus dikawal sampai tercipta kesepahaman hingga aturan tersebut dilakukan. Kesepahaman tersebut juga membicarakan hukuman bagi yang melanggar bahkan mereka juga dilibatkan langsung dalam pembuatan peraturan tersebut. Informasi yang diberikan secara jelas tentang isi kesepahaman, diharapakan membuat para peserta didik mengerti makna kesepahaman dan dapat menjalaninya. Walaupun dalam pelaksanaanya sehari-hari ada yang menyetujui dan ada pula yang tidak terhadap kesepahaman yang telah disepakati bersama. Adanya faktor antara lain, seperti pengalaman pribadi, pengaruh orang lain, budaya, dll. Besar kemungkinan dapat mempengaruhi sikap para peserta didik. Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melihat gambaran sikap peserta didik di terhadap kesepahman di SMK Prudent School.

C. Tujuan Penelitian Penilitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui gambaran sikap peserta didik SMK Prudent School terhadapat peraturan kesepahaman sekolah. 2. Mengetahui komponen sikap yang paling dominan terhadap peraturan kesepahaman pada peserta didik 3. Mengetahui gambaran sikap peserta didik SMK Prudent School berdasarkan data penunjang. D. Kegunaan penelitian 1. Kegunaan Teoritis Untuk memberi masukan pengetahuan pada bidang psikologi sosial dan pendidikan tentang gambaran sikap terhadap peraturan kesepahaman. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi maupun masukan yang berguna bagi pihak SMK Prudent School dan bagi semua pihak lainnya yang terkait, sehingga peraturan tersebut dapat di rasakan oleh peserta didik bukan sebagai peraturan yang mengekang E. Kerangka Berfikir Peraturan dibuat sebagai alat pengatur, sehingga pihak SMK Prudent School merancang sebuah peraturan ( kesepahaman ) agar para peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan bertanggung jawab. Adanya tanggung jawab tersebut diharapkan para peserta diklat dapat bersikap dan berfikir positf terhadap peraturan kesepahaman.

Namun pada kenyataanya masih ada beberapa peserta didik yang mencoba melanggar peraturan kesepahaman tersebut. Namun ada juga yang berusaha untuk tetap menjalankan peraturan kesepahaman tersebut dengan sebaik-baiknya. Positif atau negatif suatu sikap dapat dilihat dari komponen sikap yaitu komponen kognitif yang berisi mengenai persepsi, kepercayaan, dan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen afektif perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Komponen konatif yaitu kecendrungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Ketiga komponen ini sangat berperan dalam menentukan munculnya sikap seseorang terhadap suatu objek, dan saling terikat antara satu dengan yang lainya. Selain berdasarkan ketiga komponen tersebut, sikap dapat terbentuk karena adanya faktor-faktor sikap, antara lain seperti pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan faktor emosional ( Azwar, 2005 ). Faktor yang pertama dapat mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi. Peserta diklat yang dahulunya tidak terbiasa dengan suatu peraturan dan tidak berdisiplin, maka mereka akan menolak peraturan kesepahaman. Namun, sebaliknya yang terbiasa hidup dengan suatu aturan berdisiplin dan ketika peserta didik mendapatkan hukuman karena melanggar aturan maka mereka akan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi dan berusaha menjalankan peraturan dengan sebaik-baiknya, mereka merasa yakin dan percaya bahwa peraturan tersebut bukan sesuatu yang mengekang mereka. Sehubungan dengan hal ini,

Middlebrook (1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Pengaruh orang lain yang dianggap penting, seperti orang tua, sahabat, teman, pacar dapat juga mempengaruhi suatu sikap. Pada masa anak-anak dan remaja, orang tua biasanya menjadi figur yang paling berarti bagi anak, akan tetapi apabila terjadi pertentangan antara sikap orangtua dan sikap teman-teman sebaya dalam kelompok anak tersebut, maka anak akan cendrung untuk mengambil sikap yang sesuai dengan sikap kelompok, seperti mengikuti ajakan teman untuk berbolos, jika tidak mengikutinya takut nanti tidak diterima dalam kelompok mereka. Budaya dapat mempengaruhi sikap peserta didik terhadap kesepahaman, misalnya dalam lingkungan budaya timur telah diajarkan tentang tata kerama, sopan santun, saling menghargai dan tutur kata yang baik, sesuai dengan apa yang di cita-citakan SMK Prudent school. Namun pada kenyataanya masih ada peserta didik yang tidak berperilaku seperti yang dicita-citakan tersebut bahkan lebih cendrung mengikuti budaya asing, seperti cara mereka berpakaian, bergaul. Burrhus Frederic Skiner sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Pembentukan sikap peserta didik terhadap media masa mempunyai peran yang penting. Apabila berita atau informasi yang mereka terima bersifat membangun dan berbentuk info yang positif mengenai peraturan kesepahaman, seperti yang di sampaikan pada awal mereka masuk dapat mempengaruhi penilain

para peserta didik, tetapi jika informasi yang mereka terima cendrung negatif dan pesan tidak tersampaikan dengan baik, maka yang akan terjadi sikap negatif yang cendrung di tampilkan oleh para peserta didik. Lembaga pendidikan dan lembaga agama juga ternyata memiliki peran yang sangat besar dalam terbentuknya sikap, karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Seperti yang diterapkan sekolah yang setiap hari jumat pagi sebelum kegiatan belajar dimulai mereka selalu mengadakan pengajian bersama dan mendengarkan tausiah, yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada tuhan sehingga dapat membentuk sikap mereka ke arah yang baik. Selain itu, sikap bisa pula terbentuk karena adanya pengaruh faktor emosi yang disebut dengan prasangka. Namun sikap tersebut hanya bersifat sementara dan dapat hilang apabila sesuatu yang menggangu emosi tersebut telah hilang, milalnya seorang peserta didik mencoba merusak fasilitas yang tersedia di sekolah tersebut karena merasa kesal tidak lulus dalam salah satu mata pelajaran dan harus melakukan remedial kembali. Berbeda dengan temanya yang juga tidak lulus dan harus melakukan remedial, mereka mencoba untuk tenang karena menurutnya masih mempunyai kesempatan untuk memperbaiki nilai dan tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan belajar lebih giat kembali.

Faktor pembentuk sikap : 1. Pengalaman pribadi 2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting 3. Pengaruh kebudayaan 4. Media masa 5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama 6. Faktor emosional Peraturan KESEPAHAMAN ASPEK KOGNITIF ASPEK AFEKTIF ASPEK KONATIF SIKAP PESERTA DIDIK POSITIF NEGATIF Bagan 1.1 Kerangka Berfikir