BAB 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pikir Analisis terhadap pemahaman kegiatan penerimaan Pajak Pusat baik yang dilakukan oleh KPKN Jakarta, dan KPP terkait serta Bank Persepsi, Pelayanan terhadap wajib pajak, pengendalian penerimaan negara dan sistem informasi yang digunakan merupakan dasar dari pembuatan kerangka pikir ini. Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut : KERANGKA KERJA REKAYASA ULANG BISNIS Identifikasi Masalah Identifiasi Proses Kritis Evaluasi Potensi Rekayasa Ulang Evaluasi Proses Sekarang Merancang Proses Baru Simulasi dan Implementasi Proses Penerimaan Pajak & Pelaporan yang Berjalan Saat Ini Kegiatan - Penerimaan di bank - Penerimaan di KPKN - penerimaan di kanwil - Penerimaan di KPP Sistem Informasi Proses Yang Diusulkan Pelaporan Pengukuran Sistem Sekarang Pengukuran Sistem Yang Diusulkan Evaluasi 3.2 Metodologi analisis Gambar 3.1. : Kerangka pikir 31
32 Metodologi yang digunakan dalam melakukan Business Process Reengineering atau rekayasa ulang proses adalah mengacu dari Chase and Aquilano (1995). Ini karena pendekatan teori yang digunakan mudah dilaksanakan dengan kegiatan pemerintahan yang bersifat layanan jasa bukan berorientasi profit. a. Tetapkan masalah b. Identifikasi Proses Kritis c. Evaluasi Rekayasa Ulang d. Evaluasi Proses Sekarang e. Merancang proses baru f. Simulasi dan Implementasi Masing-masing tahapan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Tetapkan masalah Menentukan masalah yang ada untuk diselesaikan harus jelas. Kebutuhan untuk perubahan kegiatan penerimaan pajak haruslah secara efektif dikomunikasikan kepada para pegawai atau pejabat yang akan terlibat dalam kegiatan penerimaan pajak. Ada dua pernyataan yang harus dilaksanakan yaitu keputusan untuk menyelesaikan suatu masalah dan bagaimana jalan yang terbaik untuk kegiatan penerimaan pajak di masing-masing kantor yang terkait. Peran Pimpinan kantor haruslah mengkomunikasikan kedua pernyataan tersebut kepada para pegawainya supaya Pegawai yang terkait dapat membantu pelaksanaan perubahannya.
33 2. Identifikasi Proses Kritis Mengidentifikasikan proses untuk direkayasa ulang, berikut ini adalah pertanyaan yang timbul untuk memformulasikan kriteria dalam menyeleksi proses rekayasa ulang yaitu : Proses mana yang sangat bermasalah dalam penerimaan pajak.? Proses mana yang sangat kritis dalam penerimaan pajak dan mempunyai pengaruh yang sangat besar kepada wajib pajak agar memperoleh layanan prima.? Tanggapan dari pertanyaan tersebut di atas dapat dipertimbangkan atas kegiatan penerimaan pajak untuk mengalami perubahan. 3. Evaluasi Potensi Rekayasa Ulang Mengevaluasi hal-hal yang dapat direkayasa ulang.teknologi informasi dan para pegawai sangat berpengaruh dalam proses rekayasa ulang. KPKN, KPP harus mengembangkan kemampuan untuk mengevaluasi teknologi informasi dan mengidentifikasikan aplikasi untuk dirubah designnya atas proses penerimaan pajak yang berjalan. 4. Evaluasi Proses Sekarang Memahami proses yang sekarang terjadi.
34 Proses penerimaan pajak yang akan diagnosa agar dapat dimengerti termasuk juga asumsi-asumsinya. Parameter-parameter dari proses yang berjalan ditentukan observasi dan partisipasi dalam proses nyata dalam pengumpulan data untuk memahami proses penerimaan pajak yang terjadi sekarang. 5. Merancang Proses Baru Rekayasa ulang harus merubah peraturan, sistem dan prosedur yang berlaku untuk merancang proses penerimaan pajak yang baru. Pejabat dan pegawai juga harus melihat prinsip-prinsip daripada rekayasa ulang. 6. Simulasi dan Implementasi Mensimulasikan antara proses penerimaan pajak yang sekarang dengan proses yang diusulkan dan hasil rekayasa ulang. Implementasi belum bisadilaksakan pada penyusunan tesis ini karena terdesaknya waktu dan baru merupakan konsep awal. 3.3 Metode Pengukuran Untuk dapat membuktikan adanya manfaat rekayasa ulang penerimaan pajak perlu dijelaskan metode pengukurannya dari proses sekarang dan proses yang diusulkan. Penulis mengamati untuk mengukur proses sekarang, berapa lama waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu kegiatan dalam proses penerimaan pajak misal pada saat verifikasi SSP dengan daftar nominatif berapa menit atau jam diperlukan setiap memverifikasi dengan LHP Bank Persepsi secara global. Untuk
35 pengukuran kerugian berdasarkan penjelasan dari Direktorat Jenderal Pajak dan pengalaman penulis sebagai auditor pada Kantor Pelayanan Pajak dan KPKN. 3.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data terhadap proses penerimaan pajak yang berjalan dilakukan dengan wawancara dan penelitian terhadap dokumen SSP dan laporan-laporan yang dihasilkan serta mengobservasi pelaksanaan kegiatan penerimaan pajak. Wawancara dilakukan langsung terhadap 6 orang pegawai dan 3 orang pejabat yang terkait, baik di KPKN Jakarta V yaitu mulai dari pelaksana pada Seksi Bank Persepsi, Kepala Seksi Bendaharawan Umum dan Kepala Kantor. Sedangkan di KPP yaitu 4 orang pelaksana pada Seksi Penerimaan dan Keberatan Pajak Pajak dan Kepala Seksi Penerimaan dan Keberatan serta Kepala KPP. Waktu pelaksanaan wawancara diambil dari tanggal 2 Mei sampai dengan 5 Juni 2002. Pengambilan data dari transaksi pembayaran pajak di KPKN Jakarta V dipilih pada sore hari karena waktu yang sibuk melakukan penerimaan pajak dari Bank Persepsi dan di KPP dipilih menjelang tanggal penyelesaian laporan SPT masa (dari tanggal 15 sampai dengan 20). 3.5 Latar Belakang Kantor Instansi yang terkait dengan penerimaan pajak di Wilayah DKI Jakarta
36 3.5.1 Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara KPKN adalah Kantor Vertikal Direktorat Jenderal Anggaran yang tugasnya sebagai ordonatur yaitu mengeluarkan dana dari pemerintah dan mengesahkan pengeluaran negara. Berkaitan dengan penerimaan negara, KPKN berperan mencatat seluruh penerimaan negara dan membukukan ke Kas Negara. 3.5.2 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah Kantor Vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang tugasnya sebagai fiskus yaitu mengadministrasikan pajak dan mengawasi kewajiban perpajakan serta melaporkan penerimaan pajak. Berkaitan dengan penerimaan pajak, KPP akan dapat memonitor kebenaran penyetoran dengan cara mempertemukan lembar ke 2 SSP dari KPKN dengan lembar ke 3 SSP sebagai lampiran laporan wajib pajak. Seksi yang bertugas memonitor penerimaan pajak adalah Seksi Penerimaan dan Keberatan dengan dibantu oleh beberapa Koordinator Pelaksana. 3.5.3 Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Khusus untuk wilayah DKI Jakarta, Kantor Wilayah DJP ikut berperan aktif dalam kaitan penerimaan pajak, hal ini terjadi karena jumlah KPP di DKI Jakarta ada 24 Kantor dan jumlah KPKN sebanyak 6 Kantor. Oleh karena itu Kanwil DJP berperan menerima seluruh surat setoran Pajak dari ke 6 KPKN tersebut dan mengeluarkan Surat Setoran Pajak kepada 24 Kantor Pajak di Wilayah DKI Jakarta.
37 Struktur Organisasi KPKN, KPP dan Kanwil 4 DJP Untuk lebih jelas menjelaskan terhadap mekanisme penerimaan Pajak di wilayah DKI Jakarta perlu menurut penulis mengetahui struktur organisasi dari masing-masing kantor yang terkait dengan penerimaan Pajak yaitu terdiri dari struktur organisasi KPKN, KPP dan Kanwil 4 DJP. Struktur Organisasi KPKN. Kepala Kantor Kepala Seksi Bendum Kepala Seksi Perbendaharaan I Kepala Seksi Perbendaharaan I Kepala Sub Bagian Umum Korpel A Korpel B Korpel C Struktur Organisasi KPP. Gambar 3.2. : Struktur Organisasi KPKN Kepala Kantor Kasi PPH Badan Kasi PPH Perorangan Kasi PPN Kasi Penerimaan dan Keberatan Kasub Bag TU Struktur Organisasi Kanwil IV DJP. Korlak Keberatan PPN Gambar 3.3. : Struktur Organisasi KPP Korlak Keberatan PPH Korlak TURT dan Rekonsiliasi k R k Kepala Kantor
38 Ka. Bid Rik Pan Ka Bid AKP Ka Bid PPH Ka. Bid PPN Ka. Bagian Umum Kasi DT ABD Kasi KP2 Kasi KP3 Korlak Pemantauan Penerimaan Pajak Korlak Tata Usaha Penerimaan Pajak Keterangan : AKP = Administrasi dan Kerjasama Perpajakan DT ABD = Dukungan Teknik Administrasi Basic Data KP2 = Kerjasama dan Potensi Perpajakan KP3 = Pemantauan Penerimaan Pajak Gambar 3.4. : Struktur Organisasi Kanwil IV DJP