BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan keuangan daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. Good governace merupakan function of governing, salah satunya

SELAYANG PANDANG BPK PERWAKILAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Mustikarini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan bagi politik dan sistem pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. mengamanatkan bahwa setiap kepala daerah wajib menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dibuat untuk memberi informasi kepada pengguna internal dan

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pemeriksa Keuangan ialah lembaga yang dimaksudkan. Selain

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

KAJIAN HASIL PEMERIKSAAN BPK OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAN (WTP) TERHADAP LAPORAN KEUANGAN PEMDA. Oleh Yuswar Effendy (Widyaiswara Madya)

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13

Disampaikan dalam Kunjungan Kerja Badan Anggaran DPRD Kabupaten Banyumas Jakarta, 6 Februari 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI diamanatkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah yang merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah

BAB I PEDAHULUAN. Pemerintahan Daerah, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Rebulik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan adanya Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. awalnya hanya didasarkan pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 23.

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang masalah penelitian yang akan dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Pemerintah daerah diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang tepat, jelas, dan terukur sesuai dengan prinsip transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut seiring dengan fenomena yang terjadi dalam perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu pemerintah diharuskan

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organisasi nirlaba. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena pada saat diberlakukannya sistem pemerintah terpusat dimana sentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara

BAB I PENDAHULUAN. telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilakukan kepada masyarakat luas (Mardiasmo:

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan pemerintah merupakan komponen penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pergantian Pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi yang. dimulai pertengahan tahun 1998 menuntut pelaksanaan otonomi daerah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah mengharuskan setiap daerah untuk mengelola segala urusan daerah secara mandiri. Begitupula dengan urusan yang berkaitan dengan keuangan daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Otonomi daerah adalah wewenang yang dimiliki oleh daerah otonom untuk mengatur dan mengurus masyarakatnya menurut kehendak sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. UU tersebut menjadi dasar penerapan otonomi daerah di Indonesia. Pengelolaan keuangan daerah menjadi hak dan tanggung jawab dari masingmasing daerah sehingga pengelolaan diserahkan secara penuh kepada pemerintah daerah. Keuangan daerah oleh Mamesah (1995) dalam Halim dan Kusufi (2013) diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1

105 Tahun 2000 yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, dan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 yang diperbaharui dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, tugas pengelolaan keuangan daerah meliputi: 1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD 2. Menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD 3. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah 4. Melaksanakan fungsi bendahara umum daerah 5. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Bentuk tanggung jawab dari pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah adalah dengan menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Laporan keuangan tersebut harus disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang berlaku. Pada tahun anggaran 2015 seluruh Pemerintah Daerah diwajibkan untuk menggunakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis akrual sesuai dengan amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah kemudian diperiksa oleh lembaga yang berwenang melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah yaitu BPK. BPK melakukan tiga jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan 2

tujuan tertentu (PDTT). Hasil pemeriksaan BPK kemudian disampaikan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan yang berisi opini, temuan, kesimpulan, dan juga rekomendasi. Laporan tersebut kemudian diserahkan kepada Dewan Perwakilan rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sesuai kewenangannya, dan juga hasil pemeriksaan secara tertulis juga diserahkan kepada presiden, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Hasil pemeriksaan BPK, seperti halnya audit yang dilakukan oleh KAP terhadap organisasi sektor privat, disampaikan dalam bentuk opini yang terdiri dari opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW), dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Hasil pemeriksaan BPK merupakan salah satu pedoman yang digunakan oleh pengguna laporan keuangan dalam menilai kewajaran laporan keuangan pemerintah daerah. Semakin baik hasil pemeriksaan yang didapat oleh suatu daerah, maka kinerja daerah tersebut seharusnya juga semakin baik. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK atas LKPD selama periode 2011-2013 ditunjukan dalam tabel berikut. 3

Tabel 1.1 Opini LKPD Pemerintah Provinsi Tahun 2011-2013 Tahun WTP WDP TW TMP Total 2011 10 19 0 4 33 30% 58% 0% 12% 100% 2012 17 11 0 5 33 52% 33% 0% 15% 100% 2013 16 15 0 2 33 48% 45% 0% 7% 100% Sumber : olah data penulis Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK selama periode 2011-2013 mengalami peningkatan seperti yang ditunjukan dalam Tabel 1.1. Pada tahun 2011 menunjukan bahwa 30% dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Sedangkan untuk opini Wajar Dengan Pengecualian sebesar 58%, dan 12% lainnya mendapatkan opini Tidak Memberikan Pendapat. Pada Tahun 2012, provinsi yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian mengalami peningkatan menjadi 52%, opini Wajar Dengan Pengecualian mengalami penurunan menjadi 33%, dan sisanya 15% mendapatkan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Sedangkan pada tahun 2013 perolehan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sejumlah 52%, opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) sejumlah 41%, dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) sebanyak 7%. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tersebut, daerah yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada umumnya telah memenuhi dasar-dasar pemeriksaan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, diantaranya telah sesuai dengan Standar 4

Akuntansi Pemerintah (SAP) atau prinsip-prinsi akuntansi, kecukupan pengungkapan (adequate disclosure), kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan, dan sistem pengendalian internal yang efektif. Sedangkan untuk daerah yang mendapatkan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) dan Tidak Wajar (TW) menunjukan bahwa masih terdapat penyimpangan dari dasar pemeriksaan yang telah ditetapkan. Penelitian yang berkaitan dengan opini audit, temuan audit, dan kinerja pemda dilakukan oleh Budianto (2012). Dalam penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa opini audit berpengaruh positif terhadap kinerja pemda, sedangkan temuan audit berpengaruh negatif terhadap kinerja pemda. Selain itu penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2007) juga berfokus pada pengaruh temuan audit terhadap kinerja pemda. Dalam penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa temuan audit berpengaruh negatif dengan kinerja pemda. Semakin banyak atau besar temuan yang berhasil ditemukan oleh BPK atas LKPD menunjukkan bahwa kinerja pemda tersebut semakin rendah. Selain opini audit, hasil pemeriksaan BPK juga terdapat dalam bentuk temuan audit. Temuan audit terbagi menjadi dua jenis, yaitu temuan audit atas Sistem Pengedalian Internal (SPI) dan temuan audit atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Selama periode tahun 2011 hingga tahun 2013 perkembangan audit BPK ditunjukan dalam Gambar 1.1 dan Gambar 1.2 berikut. 5

Gambar 1.1. Kelompok Temuan Kelemahan Sistem Pengendalian Internal pada Pemeriksaan LKPD Periode Tahun 2011-2013. sumber: olah data penulis Temuan atas kelemahan Sistem Pengendalian Internal (SPI) dibagi dalam tiga sub kelompok temuan, yaitu kelemahan atas pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan kelemahan struktur pengendalian intern. Temuan atas kelemahan sistem pengendalian internal pada pemeriksaan LKP periode tahun 2011 sampai dengan 2013 ditunjukan dalam Gambar 1.1. Secara umum temuan atas kelemahan SPI mengalami fluktuasi. Untuk sub kelompok temuan kelemahan 6

pengendalian akuntansi dan pelaporan pada tahun 2011 sebanyak 2385 kasus, pada tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 2154 kasus, namun pada tahun 2013 mengalami kenaikan menjadi 2194 kasus. Sedangkan pada sub kelompok temuan kelemahan pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 terdapat 2176 kasus, dan meningkat pada tahun 2012 menjadi 2484 kasus dan tahun 2013 menjadi 2562 kasus. Begitupula dengan sub kelompok temuan kelemahan atas struktur pengendalian internal mengalami kenaikan dari tahun 2011 hingga tahun 2013. Pada tahun 2011 terdapat 1129 kasus, dan meningkat pada tahun 2012 meningkat menjadi 1141 kasus, dan ditahun 2013 menjadi 1256 kasus. 7

Gambar 1.2. Kelompok Temuan Ketidakpatuhan Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan Tingkat Provinsi Periode Tahun 2011-2013 sumber: olah data penulis Temuan audit atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan terdiri atas enam sub kelompok temuan, yaitu temuan audit yang menyebabkan kerugian daerah, potensi kerugian daerah, kekurangan penerimaan, kelemahan administrasi, ketidakhematan, dan ketidakefektivan. Pada tahun 2011 ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang menyebabkan kerugian daerah sebesar 251 kasus. Pada tahun 2012 kerugian daerah mengalami peningkatan menjadi 334 kasus dan pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 307 kasus. Temuan atas ketidakpatuhan terhadap 8

ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan potensi kerugian daerah pada tahun 2011 sebanyak 46 kasus, kemudian pada tahun 2012 sebesar 45 kasus, dan tahun 2013 sebesar 48 kasus. Ketidakpatuhan yang menyebabkan kekurangan penerimaan pada tahun 2011 sebesar 106 kasus dan mengalami peningkatan menjadi 115 kasus ditahun 2012, dan mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu menjadi sebesar 107 kasus. Sedangkan untuk ketidakpatuhan yang menyebabkan kelemahan administrasi mengalami penuruan dari tahun 2011 hingga tahun 2013. Pada tahun 2011 kelemahan administrasi sebesar 261 kasus sedangkan pada tahun 2012 sebesar 223, dan tahun 2013 menurun menjadi 201 kasus. Sedangkan untuk temuan atas ketidakpatuhan yang menyebabkan ketidakhematan pada tahun 2011 sebanyak 28 kasus mengalami peningkatan ditahun 2012 menjadi 36 kasus, dan mengalami penurunan ditahun 2013 menjadi 12 kasus. Begitu pula dengan temuan ketidakpatuhan yang menyebabkan ketidakefektivan mengalami penurunan dari tahun 2011 hingga tahun 2013. Pada tahun 2011 terdapat 45 kasus, kemudian pada tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 25 kasus, dan ditahun 2013 menjadi 7 kasus. Pemerintah daerah selain berkewajiban untuk menyusun LKPD juga berkewajiban untuk menyusun Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD). LPPD merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban pemerintah daerah atas penerapan desentralisasi. Penyusunan LPPD bergantung pada tanggung jawab dan karakteristik dari masing-masing daerah. Salah satu 9

karakteristik daerah tersebut adalah kemadirian daerah. Tingkat kemadirian daerah dapat dilihat dari kemampuan daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah secara mandiri dengan memanfaatkan potensi daerah. Tingkat kemandirian daerah tersebut dapat dinilai dengan menggunakan nilai Pendapat Asli Daerah (PAD) dari masing-masing pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perunda-undangan. Semakin besar kemampuan suatu daerah untuk menghasilkan PAD maka semakin mandiri daerah tersebut. Kemandirian pemda yang semakin meningkat menunjukan semakin meningkatnya kinerja suatu pemerintah daerah. Seperti yang ditunjukan oleh Mustikarini dan Fitriasari (2012) bahwa daerah dengan tingkat kemadirian yang tinggi, yang ditunjukan dengan PAD, memiliki skor kinerja yang tinggi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan tingkat kemandirian daerah sebagai variabel kontrol. Penggunaan tingkat kemandirian daerah sebagai variabel kontrol adalah untuk mengendalikan agar hubungan antara variabel terikat murni dipenagruhi oleh variabel bebas bukan oleh faktorfaktor lain. Pengukuran kinerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu hasil pencapaian atas penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah yang diukur dari masukan (input), proses, keluaran (output), hasil, manfaat, dan/atau dampaknya (outcome). Berasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 10

indikator kinerja dalam penilaian kinerja berfokus pada ekonomi, efisiensi, dan efektivitas (3E). Menurut Mardiasmo (2009) ekonomi merupakan hubungan antara pasar dan masukan (input). Suatu kegiatan atau program disebut sebagai kegiatan ekonomis apabila dapat menghilangkan atau mengurangi biaya-biaya yang tidak diperlukan. Pengukuran efisiensi kegiatan atau program yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan membandingkan antara output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Suatu kegiatan atau program pemerintah daerah dapat dikatakan efisien apabila hasil kegiatan atau output-nya dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya serendah-rendahnya. Sedangkan efektivitas diukur dengan membandingkan antara output dengan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai. Kegiatan atau program pemerintah daerah dikatakan efektif apabila proses kegiatan atau program berhasil mencapai tujuan atau sasaran. Berikut adalah gambaran keterkaitan dari setiap indikator penilaian: 11

Gambar 1.3 Pengukuran Value for Money Nilai input Input Proses Output Outcom e Tujuan Ekonomi (hemat) Efisiensi (berdaya guna) Efektivitas (berhasil guna) Cost effectiveness Sumber: Mardiasmo (2009) Perolehan opini Pemda dalam kurun waktu 2011 hingga 2013 mengalami perbaikan seperti yang ditunjukan dalam Tabel 1.1. Setidaknya terdapat peningkatan perolehan opini Wajar Tanpa Pengecualian dan opini Wajar Dengan Pengecualian. Hal tersebut merupakan salah satu wujud perbaikan yang dilakukan oleh pemda yang ada di Indonesia dalam kurun waktu tersebut. Perolehan opini yang semakin baik diharapkan juga menggambarkan kinerja yang semakin baik dari setiap pemda. Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Opini dan Temuan Audit BPK terhadap Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2013. 12

I.2. Rumusan masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Apakah opini BPK berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah provinsi di Indonesia pada periode tahun 2011sampai dengan 2013? 2. Apakah temuan BPK berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah provinsi di Indonesia pada periode tahun 2011 sampai dengan 2013? I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitan ini adalah untuk membuktikan adanya pengaruh opini dan temuan audit BPK terhadap kinerja pemerintah daerah provinsi di Indonesia pada tahun 2011-2013. I.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Pemerintah Pusat, sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga dapat menjadi evaluasi atas kebijakan-kebijakan yang akan diambil. 2. Pemerintah daerah, penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi dan pertimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga dapat dilakukan peningkatan kinerja. 3. BPK, sebagai bahan evaluasi mengenai dampak hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. 13

4. Masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi yang dapat menggambarkan mengenai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pemerintah dan juga dapat digunakan sebagai alat pengawasan atas kinerja pemerintah. 5. Akademisi, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi pengembangan penelitian dikemudian hari. I.5. Sistematika Penulisan Penulis membagi penulisan penelitian kedalam lima bab, yaitu Pendahuluan, Kajian Teori, Metodologi Penelitian, Analisis Hasil Penelitian, dan Kesimpulan dan Saran. BAB I : PENDAHULUAN Bagian ini menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II : KAJIAN TEORI Bagian ini berisi tinjauan literatur yang mendasari penelitian ini. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Bagian ini berisi kerangkan peneltian, hipotesis penelitian, model penelitian, definisi operasional variabel, pemilihan 14

sampel dan sumber data, dan metode analisis data dan pengujian hipotesis. BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini berisi uraian hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bagian ini menguraikan kesimpulan hasil penelitian, implikasi penelitian, dan keterbatasan penelitian dan juga saran-saran. 15