BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENGANTAR. penting yang mempengaruhi ketersediaan (supply) minyak goreng di pasar

KAJIAN HUKUM TERHADAP KASUS KARTEL MINYAK GORENG DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN KPPU NOMOR 24/KPPU-1/2009) JURNAL ILMIAH

Bab I Pendahuluan. Minyak goreng (cooking oil), sebagai salah satu dari 9 (sembilan) bahan pokok 1,

Oleh : Ni Luh Gede Putu Dian Arya Patni I Made Sarjana Marwanto Bagian Hukum PerdataFakultasHukumUniversitasUdayana ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Bila persaingan dipelihara secara konsisten, akan tercipta kemanfaatan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL BERDASARKAN HUKUM PESAINGAN USAHA

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

1.1 Latar Belakang Masalah

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA

P U T U S A N Perkara Nomor 24/KPPU-I/2009

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL PUSAT KEBIJAKAN PENDAPATAN NEGARA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

VI. IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. menyusun kebijakan perekonomian nasional, di mana tujuan pembangunan. kesejahteraan dan mekanisme pasar, yaitu: 1

ANALISIS INTEGRASI VERTIKAL PADA INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA OLEH HENI SULISTYOWATI H

III. KERANGKA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

NO. PENANYA PERTANYAAN JAWABAN. Apakah ada rencana ekspansi pabrik kelapa sawit ke depannya?

BAB I PENDAHULUAN. Dengan terjadinya krisis ekonomi global yang melanda dunia bisnis di Indonesia,

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. PT. Sinar Mas Agro Resource and Technology (SMART) Tbk. adalah

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Fernando Pasaribu dalam tulisannya Pengukuran dan

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaannya berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar

2011, No Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar; Mengin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Dimana sebagian besar penduduknya. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal ini sebenarnya tidak terlalu

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO

BAB I PENDAHULUAN. cukup penting peranannya dalam perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut:

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 19/KPPU/PDPT/VI/2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen beberapa komoditi. primer seperti produk pertanian, perkebunan, dan perikanan serta

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia:

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan banyak perusahaan produsen minyak goreng di Indonesia lebih

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

GAR dan SMART Meluncurkan Kebijakan Peningkatan Produktivitas untuk Mengurangi Dampak pada Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya

PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DAN KEBIJAKAN PERSAINGAN DIKAITKAN DENGAN KINERJA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA ( KPPU )

BAB I PENDAHULUAN. Minyak goreng sawit adalah salah satu jenis minyak makan yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

NO. PENANYA PERTANYAAN JAWABAN 1. Andre Parlian Ciptadana Securities

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat dahulu, pada umumnya orang melakukan investasi secara tradisional.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil

BERITA RESMI STATISTIK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

\TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 339/Kpts/PD.300/5/2007 TENTANG

DAFTAR ISI. Halaman Sampul... Lembar Pengesahan... Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Intisari... Abstract... BAB I PENDAHULUAN...

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, hal ini mendorong

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI CRUDE PALM OIL (CPO) PROVINSI RIAU. Eriyati Rosyeti. Abstraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Analisa deskriptif terhadap harga semen di Indonesia menunjukkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IMPLIKASI KEBIJAKAN BAGI PENGEMBANGAN INDUSTRI SAWIT INDONESIA. Indonesia menetapkan kebijakan pada industri kelapa sawit dan

Tinjauan Pasar Minyak Goreng

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PEREKONOMIAN WILAYAH

Ethics in Market Competition. Mery Citra.S,SE.,MSi Business Ethics #7

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI CRUDE PALM OIL (CPO) PROVINSI RIAU. Eriyati Rosyetti. Abstraksi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari usaha pemasaran yang harus dipikirkan dan direncanakan

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Berawal dari kebutuhan manusia yang beraneka ragam, perusahaanperusahaan

BAB I PENDAHULUAN. eksitensinya dalam usaha, keunggulan bersaing nantinya menjadi kekuatan. mempunyai brand image yang kuat dibenak konsumen.

Adapun...

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan dan analisa dalam bab - bab sebelumnya, maka kesimpulan kesimpulan berikut ini dapat ditarik guna menjawab pertanyaan penelitian: a. Menurut hasil penelitian dan analisis KPPU, tingkat penguasaan pasar (market share) dalam pasar minyak goreng di Indonesia menunjukkan kecenderungan oligopoli. Selama periode 2007-2009, pasar minyak goreng curah di Indonesia dikuasai oleh 4 (empat) produsen yaitu: Wilmar Group, Musim Mas Group, PT. SMART Tbk, dan PT. Berlian Eka Sakti Tangguh. Sementara itu untuk periode yang sama, pasar minyak goreng kemasan (bermerek) dikuasai oleh PT. Salim Ivomas Pratama, Wilmar Group, PT. SMART Tbk, dan PT. Bina Karya Prima. Lebih lanjut hasil penelitian yang dilakukan oleh KPPU menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penguasaan pasar berbentuk oligopoli ketat (tight oligopoly market) dalam pasar minyak goreng curah, dan oligopoli sangat ketat (very tight oligopoly market) dalam pasar minyak goreng kemasan (bermerek). Selanjutnya, salah satu kondisi yang mencirikan tingkat penguasaan pasar oligopoli dalam pasar minyak goreng di Indonesia adalah tidak searahnya tren 93

perubahan harga CPO dengan tren harga minyak goreng di pasar (terjadinya kondisi transmisi harga yang asimetris (Assymetric Price Transmission)). Penurunan harga CPO pada periode April 2008 hingga Desember 2008 tidak direspons dengan penurunan harga minyak goreng secara proporsional pada periode yang sama. Perlu untuk dicatat bahwa kondisi ini tidak mengalami perubahan yang berarti sejak 2009 hingga kini. Ciri lain keberadaan pasar oligopoli juga ditunjukkan oleh hadirnya fenomena price parallelism. Dalam hal ini pasar minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan (bermerek) menujukkan kesamaan perubahan variasi harga antar produsen minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan pada tahun 2008. Selanjutnya, price parallelism juga memiliki hubungan erat dengan dengan keberadaan perjanjian antar produsen minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan (bermerek) yang saling bersaing di pasar untuk menetapkan tingkat harga minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan (bermerek) di atas harga yang seharusnya pada periode April 2008 hingga Desember 2008. b. PT. Wilmar Nabati Indonesia (Wilmar Group) menyatakan bahwa penetapan harga minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan (bermerek) Fortune dan Sania selama periode April 2008 hingga Desember 2008 dilakukan dengan memperhitungkan pergerakan harga bahan baku CPO. 94

Analisa yang dilakukan oleh KPPU (2009) menunjukkan keberadaan asimetris harga pada minyak goreng curah yang ditetapkan oleh PT. Wilmar Nabati Indonesia. Penurunan harga minyak goreng curah yang ditetapkan oleh PT. Wilmar Nabati Indonesia selama periode 2008-2009 adalah tidak proporsional dengan besar penurunan harga beli bahan baku (CPO) bagi produksi minyak goreng perusahaan tersebut. Secara deskriptif, hal ini mencirikan adanya asimetris harga dalam penetapan harga minyak goreng curah oleh PT. Wilmar Nabati Indonesia. Selanjutnya, hal ini menunjukkan keterlibatan PT. Wilmar Nabati Indonesia dalam price parallelism atau dalam kartel penetapan harga. c. Apabila ditelaah dengan menggunakan argumen hukum yang disertai implementasi terhadap Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; teori ekonomi; serta dengan menggunakan hasil analisis statistik dan model ekonometrika dari masing-masing pelaku usaha dan pasar minyak goreng di Indonesia maka dapat dikatakan bahwa putusan KPPU terhadap PT. Wilmar Nabati Indonesia adalah tepat. Namun demikian dalam perkembangannya Putusan KPPU ini dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan ditolak kasasinya oleh Mahkamah Agung (MA) oleh sebab ketidakadaan bukti langsung (direct evidence). Hasil analisis statistik dan model ekonometrika dari masing-masing pelaku usaha dan pasar minyak goreng yang digunakan oleh KPPU untuk menunjukkan praktek 95

kartel adalah tergolong bukti tidak langsung (indirect evidence) yang sangat bergantung kepada keabsahan asumsi ekonomi dan statistik serta metode ekonometrika yang digunakan, juga memiliki kandungan kesalahan (level of error) dalam perhitungannya. Oleh sebab itu hasil analisis yang ditampilan oleh KPPU sebagai indirect evidence dalam kasus kartel minyak goreng meskipun benar namun adalah bersifat tidak kuat. Agar dapat menjadikan dasar keputusannya lebih kuat KPPU membutuhkan bukti langsung (direct evidence), yaitu keberadaan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis, sebagai lampiran. 2. Saran Beberapa saran bagi penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut: a. Dukungan kelembagaan pasar domestik yang baik sangat dibutuhkan guna meminimalisir perilaku consious parallelism (produsen terlalu mengacu pada harga pasar internasional). Hal ini penting dilakukan mengingat peran Indonesia sebagai salah satu produsen minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil / CPO) terbesar dunia. Dukungan kelembagaan pasar domestik yang baik dapat diwujudkan melalui peran bursa berjangka komoditi yang efektif. Penelitian lanjutan atas kebutuhan kelembagaan domestik di Indonesia dapat melengkapi hasil penelitian ini. b. Karakteristik industri minyak goreng di Indonesia diwarnai oleh kegiatan usaha pelaku pasar yang saling terintegrasi secara vertikal (industri hulu dan industri hilir). Untuk dapat memahami dan memantau pasar minyak goreng 96

curah dan kemasan (bermerek) di Indonesia kemudian pengenalan akan karakteristik industri yang terintegrasi menjadi sangat penting. Studi yang lebih dalam disarankan untuk dilakukan oleh KPPU guna meningkatkan kegiatan pengawasannya terhadap industri minyak goreng di Indonesia, dan industri lain yang memiliki karakteristik pola usaha terintegrasi. c. Perlunya peningkatan kinerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk lebih baik mengawasi dan menjamin pelaksanaan Undang Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia. 97