BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

BAB IV PEMODELAN RESERVOAR

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

Bab IV Hasil dan Diskusi

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR

Porositas Efektif

(Gambar III.6). Peta tuning ini secara kualitatif digunakan sebagai data pendukung untuk membantu interpretasi sebaran fasies secara lateral.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan

BAB V ANALISA SEKATAN SESAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB I PENDAHULUAN I-1

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C

Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

Pemodelan 3 Dimensi Reservoar Lapangan Batang. Pemodelan 3D reservoar. Permeability Modelling with SGS collocated cokriging

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Analisa konektivitas reservoir atau RCA (Reservoir Connectivity Analysis)

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.2 Studi-studi yang sudah dilakukan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI...

BAB I PENDAHULUAN I-1

III. TEORI DASAR. gelombang akustik yang dihasilkan oleh sumber gelombang (dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

PEMODELAN RESERVOAR PADA FORMASI TALANG AKAR BAWAH, LAPANGAN YAPIN, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).

6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel

BAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR GAMBAR. Gambar 5. Pengambilan Conventinal Core utuh dalam suatu pemboran... Gambar 6. Pengambilan Side Wall Core dengan menggunakan Gun...

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

IV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sejarah Dan Lokasi Lapangan IBNU-SINA

ANALISIS STATIK DAN DINAMIK KARAKTERISASI RESERVOIR BATUPASIR SERPIHAN FORMASI BEKASAP UNTUK PENGEMBANGAN LAPANGAN MINYAK PUNGUT

BAB III Permodelan Reservoir X

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density

BAB V KARAKTERISASI DAN APLIKASI

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi reservoir adalah untuk melihat geometri dan kontinuitas dari properti reservoir yang nantinya sangat penting dalam memperkirakan pola aliran fluida. Variogram mengukur variasi data geologi (geological variability) terhadap jarak data. Jika jarak semakin besar maka variasi data semakin besar. Sehingga informasi geologi pada karakterisasi reservoir sangat menentukan proses analisis variogram. Oleh sebab itu informasi geologi yang berhubungan dengan geostatistik seharusnya telah diinterpretasi atau dianalisis terlebih dahulu sebelum masuk pada analisis variogram. Informasi geologi yang digunakan sebagai panduan pada analisis hubungan spasial mencakup hampir semua aspek proses geologi. Hasil dari analisis variogram akan digunakan sebagai input untuk mempopulasikan atau menyebarkan semua properti reservoir seperti fasies, kandungan serpih, porositas, dan permeabilitas dengan menggunakan teknik penyebaran estimasi dan simulasi. IV.1. Sensitivitas Blok Grid Pemodelan karakterisasi reservoir yang menggunakan program berbasis geostatistik pada umumnya dilakukan pada blok grid terutama pada saat penyebaran data dan simulasi reservoir. Semua implementasi persamaan matematis bekerja (running) di dalam blok grid tersebut. Arah dan ukuran blok grid sangat mempengaruhi hasil karakterisasi reservoir. Arah blok grid umumnya sangat ditentukan oleh kondisi geologi yaitu geometri reservoir dan azimuth patahan utama. Pada penelitian ini, terutama untuk batupasir Telisa lapangan KS, arah blok grid lebih ditentukan oleh geometri reservoir (Gambar IV.1) sedangkan patahan utama tidak memberikan kontribusi yang bearti dikarenakan jenis patahannnya leaking. Berdasarkan geometri 23

reservoir batupasir Telisa yang salah satunya adalah data arah sebaran onlap batupasir Telisa maka arah blok grid secara umum berarah NW-SE. TELISA ONLAP ARAH BLOK GRID (NW-SE) BATAS LAPANGAN KS Gambar IV.1.: Ilustrasi arah blok grid NW-SE pada peta struktur kedalaman batupasir Telisa yang sejajar dengan pola arah onlap batupasir Telisa. Ukuran blok grid terbagi dalam dua bagian yaitu grid horizontal dan grid vertikal. Semakin kecil ukuran grid horizontal semakin mendekati keadaan sebenarnya di alam namun ukuran grid horizontal yang kecil umumnya sering memperlambat proses kerja (running) penyebaran data dan simulasi reservoir. Ukuran grid horizontal ditentukan oleh distribusi data dan geometri reservoir. Pada penelitian ini ukuran grid horizontal lebih ditentukan oleh distribusi data karena jumlah data sumur yang banyak serta jarak antar data sumur yang cukup dekat. Rata-rata jarak antar sumur batupasir Telisa adalah 350 meter. Jumlah minimal grid diantara dua data sumur sebaiknya 2-3 grid sehingga untuk lapangan KS ukuran grid horizontal pada dua sisinya berkisar pada ukuran 70 90 meter. 24

Penentuan secara lebih akurat berapa ukuran grid horizontal adalah dengan membuat distribusi sensitivitas blok grid (Gambar IV.2). Distribusi ini mengkorelasikan setiap nilai ukuran blok grid terhadap persentasi isi reservoir grid terkecil. Isi reservoir yang umum digunakan adalah isi kotor reservoir (gross volume) Pada gambar IV.2, ukuran blok grid terbesar yang belum mengalami perubahan besar terhadap blok grid terkecil (10 x 10 meter) adalah pada saat ukuran grid 75 x 75 meter sehingga dalam penelitian ini grid tersebut digunakan dalam pemodelan. Persentasi Perbedaan Isi Reservoir 0.6 0.4 0.2 0.0 Batas sensitivitas ukuran grid terhadap isi reservoir 10 20 30 40 50 75 100 125 150 200 Ukuran Grid (meter x meter) Gambar IV.2.: Grafik distribusi sensitivitas blok grid pada pemodelan karakterisasi batupasir Telisa yang menunjukkan efek ukuran blok grid terhadap isi kotor reservoir (gross volume). Persentasi perbedaan isi reservoir diambil dari grid terkecil (10 x 10 meter) Penentuan ukuran grid vertikal secara umum lebih mudah dibandingkan dengan grid horizontal. Grid vertikal atau di dalam program pemodelan karakterisasi reservoir disebut sebagai Layer ditentukan berdasarkan kerapatan data log sumur. Ukuran grid vertikal sebaiknya sama dengan atau lebih besar sedikit dari ukuran kerapatan data log sumur. Pada umumnya kerapatan data log sumur di lapangan KS terdiri dari dua kerapatan yaitu 0.5 kaki dan 1.0 kaki sehingga berdasarkan data tersebut ukuran maksimum grid vertikal adalah 2 kaki. 25

IV.2. Korelasi Informasi Data Geologi Terhadap Variogram Seperti yang telah dijelaskan dalam bab Landasan Teori pada pemodelan karakterisasi reservoir diperlukan suatu analisis hubungan spasial (spatial relationship) antara pasangan atau beberapa pasangan data geologi untuk mengetahui geometri dan kontinuitas properti reservoir. Salah satu analisis tersebut adalah analisis variogram. Parameter utama variogram terdiri dari empat bagian, yaitu; Major dan minor trend, sill, range dan nugget. Analisis variogram yang baik adalah analisis yang memasukkan atau menggabungkan data geologi pada setiap penentuan parameter variogram. Pada sub-bab berikut akan dijelaskan setiap data geologi yang mengontrol penentuan parameter variogram. IV.2.1. Penentuan Arah Variasi Data (Major dan Minor Trend) Pola arah distribusi geometri reservoir dalam pemodelan karakterisasi reservoir dengan menggunakan variogram sangat dikontrol oleh penentuan parameter arah major dan minor trend atau dengan kata lain pola arah distribusi geometri reservoir merefleksikan arah major dan minor trend. Pada awal pemodelan karakterisasi reservoir, geometri reservoir batupasir Telisa ditentukan dari peta ketebalan kotor batupasir. Peta ketebalan kotor ditentukan dari korelasi detail lebih dari seratus data log sumur yang umumnya terdiri dari dua unit batupasir (Gambar IV.3). Top unit 2 Resistivity 2 Serpih GR Top unit 1 1 Top Baturaja Gambar IV.3.: Tipikal batupasir Telisa sumur KS-224 dari data log dan batuan inti yang menunjukkan dua unit batupasir yang dipisahkan oleh lapisan serpih yang tipis. 26

Tipikal batupasir Telisa di lapangan KS yang terdiri dari dua unit batupasir yaitu unit batupasir 1 dan unit batupasir 2 merupakan titik awal penentuan parameter arah major dan minor variogram. Penentuan parameter arah variogram harus dilakukan dalam satu unit batupasir. Setiap unit batupasir akan mempunyai arah variogram sendiri. Unit batupasir 1 dan unit batupasir 2 berdasarkan data batuan inti dan data log sumur KS-224 dipisahkan oleh lapisan serpih yang tipis sebesar -/+ 3 kaki. Pada batuan inti sumur KS-224 ini, tekstur batuannya mengasar ke atas dengan ketebalan kotor 40 kaki. Unit batupasir 2 lebih tebal dibanding unit batupasir 1. Pada data batuan inti sumur lainnya yaitu sumur KS-203 juga ditemukan lapisan serpih tipis yang memisahkan unit batupasir 1 dengan unit batupasir 2 (Gambar IV.4). Ketebalan serpih tersebut -/+ 3 kaki. Serpih tipis didukung oleh data citra akustik. Pada interval serpih tipis tersebut pengukuran akustik menjadi rendah yang ditunjukkan oleh warna yang lebih tua. Ketebalan Unit batupasir 2 pada sumur KS-203 mulai mengalami penipisan menjadi 10 kaki dengan pola tekstur batuannya masih mengasar ke atas sedangkan unit batupasir 1 mengalami penebalan jika dibandingkan dengan unit batupasir 1 sumur KS-224 dengan pola tekstur menghalus ke atas sampai dengan blocky. Citra Akustik Top unit 2 Serpih tipis Serpih 2 Top unit 1 Serpih 1 Batupasir GR Resistivity GR Serpih Top Baturaja Batugamping Gambar IV.4.: Tipikal batupasir Telisa sumur KS-203 dari data batuan inti, citra akustik dan log yang menunjukkan dua unit batupasir yang dipisahkan oleh lapisan serpih yang tipis. 27

Jarak horizontal antara sumur KS-224 dengan KS-203 sekitar 3,2 km (Gambar IV.5). Pada jarak tersebut terjadi perubahan ketebalan pada unit batupasir 1 dan juga unit batupasir 2. Untuk mengetahui secara tepat apakah kedua unit batupasir tersebut masih dalam unit sikuen yang sama atau tidak maka perlu dilakukan korelasi detail unit batupasir diantara dua sumur tersebut. KS-203 3,2 km KS-224 PETA STRUKTUR BATUPASIR TELISA Gambar IV.5.: Peta struktur kedalaman batupasir Telisa digabung dengan sebaran sumur di lokasi penelitian yang menunjukkan lokasi jarak dan lokasi dua sumur batuan inti. Berdasarkan korelasi stratigrafi beberapa sumur sepanjang data batuan inti KS-224 dan KS-203 (Gambar IV.6) menunjukkan bahwa unit batupasir 1 dan unit batupasir 2 pada dua sumur tersebut saling berkorelasi. Serpih tipis diantara dua unit batupasir juga secara konsisten ditemukan diantara dua sumur tersebut dengan ketebalan yang hampir sama. Unit batupasir 1 menebal dari sumur KS-224 ke arah KS-203 sebaliknya unit batupasir 2 semakin menipis dari sumur KS-224 ke arah KS-203. 28

2 1 50 ft 25 ft 0 ft Gambar IV.6.: Penampang startigrafi batupasir Telisa melalui beberapa sumur diantara dua sumur batuan inti yang menunjukkan kedua unit batupasir dan lapisan serpih tipis menerus dari sumur KS-224 ke KS-203 29

Korelasi stratigrafi detail pada arah N 155 o E (Gambar IV.7) menunjukkan unit batupasir 1 dan unit batupasir 2 menerus dengan ketebalan kotor yang relatif sama. Pada penampang stratigrafi A-B ketebalan kotor batupasir 2 lebih tipis dibanding unit batupasir 2 di penampang C-D, sebaliknya unit batupasir 1 lebih tebal pada penampang A-B. 50 ft 25 ft 0 ft Gambar IV.7. : Penampang startigrafi batupasir Telisa yang menunjukkan ketebalan relatif hampir sama untuk kedua unit batupasir dan lapisan serpih tipis pada arah N 155 0 E. 30

Korelasi stratigrafi detail pada arah N 65 o E (Gambar IV.8) menunjukkan unit batupasir 1 dan unit batupasir 2 menerus dengan ketebalan kotor yang bervariasi. Unit batupasir 2 menipis ke arah N 65 o E sebaliknya unit batupasir 1 menebal ke arah tersebut. Pada bagian Timur Laut daearah penelitian hanya terdapat unit batupasir 1. 50 ft 25 ft 0 ft Gambar IV.8. : Penampang startigrafi batupasir Telisa yang menunjukkan ketebalan relatif bervariasi untuk kedua unit batupasir pada arah N 65 0 E. 31

Hasil korelasi stratigrafi batupasir Telisa menghasilkan dua unit batupasir yaitu unit batupasir 1 dan unit batupasir 2 yang diantaranya diendapkan lapisan serpih tipis. Hasil tersebut kemudian menjadi dasar untuk pembuatan pemodelan geometri ketebalan kotor secara tiga dimensi atau gross volume ( Gambar IV.9) untuk masing-masing unit batupasir. A Unit batupasir 2 120 ft 1.2 km 1.2 km Peta struktur kedalaman Unit Batupasir 1 B Unit batupasir 1 Serpih Unit batupasir 2 120 ft 1.2 km 1.2 km Gambar IV.9.: Pemodelan geometri 3D ketebalan kotor unit batupasir 2 (A) dan pemodelan ketebalan kotor unit batupair 1 dan 2 (B). 32

Hasil korelasi stratigrafi batupasir Telisa juga menunjukkan penyebaran serpih tipis antara unit batupasir 1 dan 2 sama dengan penyebaran unit batupasir 2. Pada skala pemodelan ketebalan kotor batupasir yang lebih diperbesar (Gambar IV.10) sebaran serpih tipis mempunyai variasi ketebalan yang hampir sama 3-8 kaki. Serpih 30 ft 0.5 km 0.5 km Gambar IV.10.: Pemodelan Ketebalan kotor unit batupasir 1 dan 2 dengan skala lebih diperbesar yang menunjukkan penyebaran serpih tipis antara unit batupasir 1 dan 2. Penentuan penyebaran serpih tipis sangat penting dalam analisis variogram pada daerah penelitian. Serpih tipis ini sebagai pembatas data yang boleh diikutsertakan dalam analisis variogram. Analisis variogram harus dilakukan pada unit batuan yang sama. Unit batuan yang berbeda umumnya akan memberikan pola variogram yang berbeda pula. Berdasarkan korelasi detail stratigrafi batupasir Telisa di daerah penelitian, unit batupasir 2 terpisah dengan unit batupasir 1 sehingga analisis variogramnya harus dilakukan terpisah. Data produksi sumur Telisa, mendukung adanya dua unit batupasir di daerah penelitian. Hasil tes sumur KS-177 adalah gas sedangkan hasil tes sumur Telisa lainnya yang secara struktur kedalaman lebih tinggi adalah minyak. 33

Peta ketebalan kotor unit batupasir unit 1 dan 2 kemudian dibentuk dari perataan model geometri ketebalan kotor tiga dimensi. Pada contoh peta ketebalan unit batupasir 2 (Gambar IV.11), penyebaran unit batupasir ini hanya di tengah daerah penelitian yang memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Penipisan unit batupasir 2 terjadi pada Timur Laut dan Barat Daya daerah penelitian. KS-203 Unit 2 OWC UNIT BATUPASIR 2 ARAH MAJOR TREND Unit 1 GOC UNIT BATUPASIR 2 ARAH MINOR TREND KS-224 Unit 2 Unit 1 PETA KETEBALAN KOTOR UNIT BATUPASIR 2 Gambar IV.11.: Peta ketebalan kotor unit batupasir 2 yang menunjukkan hubungan variasi ketebalan dengan arah variogram. 34

Pada peta ketebalan kotor unit batupasir 1 (Gambar IV.12), penyebaran unit batupasir ini hanya memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Penipisan unit batupasir 1 terjadi pada Barat Daya dan mengalami penebalan ke arah Timur Laut. OWC UNIT BATUPASIR 1 GOC UNIT BATUPASIR 1 KS-203 Unit 2 Unit 1 ARAH MAJOR TREND ARAH MINOR TREND KS-224 PETA KETEBALAN KOTOR UNIT BATUPASIR 1 Unit 2 Unit 1 Gambar IV.12.: Peta ketebalan kotor unit batupasir 1 yang menunjukkan hubungan variasi ketebalan dengan arah variogram. Arah variasi ketebalan unit batupasir 2 dan unit batupasir peta ketebalan kotor kedua batupasir tersebut memiliki arah dominan yang hampir sama. Hal ini dimungkinkan karena secara umum karakterisasi batuan pada kedua unit batupasir tersebut juga tidak jauh berbeda. 35

Penentuan parameter variogram dapat dikelompokkan menjadi dua bagian berdasarkan jenis datanya yaitu : data lunak (soft data) dan data keras (hard data). Semua informasi dan proses geologi termasuk data lunak sedangkan semua numerik seperti data ASCII termasuk data keras (Bahar.et al, 2001). Penentuan arah variasi variogram dari data lunak geologi dilakukan dengan melihat variasi ketebalan kotor unit batuan (unit batupasir 1 dan unit batupasir 2). Proses penentuan geometri 3D ketebalan kotor suatu unit batuan di dalam program berbasis geostatistik pada umumnya tidak memerlukan penyebaran atau pendistribusian data sehingga dalam penentuan ketebalan kotor tidak membutuhkan input variogram. Geometri 3D ketebalan kotor unit batuan umumnya langsung dari hasil pengurangan korelasi top unit batuan dengan bottom unit batuan sehingga peta ketebalan kotor unit batuan dapat digunakan sebagai masukan penentuan parameter variogram. Variasi ketebalan kotor unit batuan mencerminkan variasi properti reservoir. Variasi ketebalan kotor yang tinggi akan mencerminkan variasi properti reservoir yang tinggi begitu pula sebaliknya makin tidak bervariasi ketebalan kotor maka semakin tidak bervariasi pula properti reservoirnya. Variasi akhir yang akan digunakan pada analisis variogram dalam pemodelan karakterisasi reservoir adalah tetap data keras properti resevoir yang akan di sebarkan atau didistribusikan. Hasil parameter variogram dari data lunak atau dari proses geologi merupakan data pendukung untuk mengkoreksi parameter variogram dari data keras. Hasil parameter variogram data lunak baru digunakan jika parameter variogram data keras diasumsikan tidak benar. Berdasarkan data lunak ketebalan kotor unit batuan 2 maka didapat arah major trend adalah N 155 o E sedangkan arah minor trend adalah N 65 o E (Gambar IV.11). Hasil arah variogram dari data lunak ini akan digunakan sebagai koreksi penentuan arah variasi variogram dari data keras. Pada pemodelan karakterisasi reservoir dengan data keras dan lunak yang sangat sedikit maka penentuan arah variasi variogram dapat dilakukan dengan menggunakan interpretasi geologi regional. Arah pengendapan dapat dijadikan pedoman untuk menentukan arah major dan minor trend variogram. Pada lingkungan laut dangkal, arah pengendapan umumnya dijadikan pedoman untuk 36

menentukan arah minor trend arah variasi variogram sedangkan arah tegak lurus pengendapan sebagai pendoman untuk menentukan arah major trend. Pada lingkungan laut dangkal, arah utama pengendapan mempunyai variasi data geologi lebih tinggi dibandingkan dengan arah tegak lurus pengendapan. Menurut Argakoesoemah. et al (2005), pada peta isokron batupasir Telisa, arah pengendapan sedimen Telisa di daerah penelitian berasal dari Tinggian Kaji- Semoga yang berada di bagian Barat Daya lapangan KS (Gambar IV.13). Sumber sedimen dari tinggian Kaji-Semoga menurut Argakoesoemah. et al (2005), merupakan sumber sedimen lokal. Berdasarkan arah pengendapan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa pada arah NW-SE variasi data geologi akan rendah sedangkan pada arah SW-NE variasi data geologi akan tinggi atau dengan kata lain arah major trend adalah NW-SE (N 135 0 E) sedangkan arah minor trend adalah SW-NE (N 45 0 E). BATAS LAPANGAN KS ARAH MAJOR TREND ARAH MINOR TREND Gambar IV.13.: Peta Isokron batupasir Telisa yang menunjukkan arah pengendapan lokal sediment batupasir Telisa (Modifikasi dari Argakoesoemah, et al., 2005) dan korelasinya terhadap penentuan arah variasi variogram. 37

Arah variasi variogram (major dan minor trend) dari data lunak atau informasi proses geologi akan digunakan sebagai data pendukung dalam penentuan arah variasi variogram dari data keras. Jika terdapat perbedaan yang besar antara arah variasi dari data lunak dengan arah variasi dari data keras maka perlu dilakukan beberapa hal: a. Pengkombinasian arah variasi variogram dari data lunak dengan arah variasi dari data keras. b. Pemilihan salah satu arah variasi variogram jika data lunak ataupun data keras diasumsikan tidak benar. Arah variasi variogram dari data keras dilakukan pada setiap properti reservoir yang akan disebarkan atau didistribusikan, contoh : properti kandungan lempung, porositas, permeabilitas dan lain lain. Penentuan arah variasi variogram dari properti reservoir dilakukan dengan dua cara yaitu dengan perhitungan variogram dan peta variogram. Perhitungan variogram pada dasarnya harus dilakukan untuk setiap arah yang berbeda. Jika ingin mendapatkan hasil arah yang tepat maka harus dilakukan perhitungan variogram setiap perbedaan arah 1 0 atau sebanyak 360 kali perhitungan. Perhitungan seperti ini akan memakan waktu yang sangat lama. Cara cepat menentukan arah variasi variogram setiap properti reservoir dari data keras adalah dengan pembuatan peta variogram. Pada peta variogram porositas unit batupasir 2 (Gambar IV.14) terdapat dua arah variasi major trend yang berarah N 163 0 E (garis tegas) dan N 110 0 E (garis putus-putus). Hal ini menunjukkan kemungkinan ada kesalahan dalam pengambilan data porositas unit batupasir 2 atau kesalahan dalam perhitungan petrofisikanya. Pada kasus arah variogram unit batupasir 2 ini maka hasil arah variasi dari informasi proses geologi dapat dijadikan sebagai pedoman sehingga hasil akhir arah variasi variogram untuk unit batupasir 2 adalah mengikuti hasil variasi dari proses geologi yaitu arah major trend adalah N 155 0 E dan arah minor trend adalah N 65 0 E 38

ARAH MAJOR TREND N 163 0 E ARAH MAJOR TREND N 110 0 E PETA VARIOGRAM POROSITAS UNIT BATUPASIR 2 ARAH MAJOR TREND N 155 0 E Gambar IV.14.: Peta variogram porositas unit batupasir 2 menunjukkan dua arah variasi major trend (N 163 0 E dan N 110 0 E) dengan peta indeks arah variasi major trend dari informasi proses geologi (N 155 0 E ) Peta variogram porositas unit batupasir 1 (Gambar IV.15) menunjukkan arah variasi data variogram adalah N 155 0 E untuk major trend dan N 65 0 E untuk minor trend. Arah variasi variogram porositas unit batupasir ini sama dengan arah variasi variogram dari data lunak atau informasi proses geologi. Hal ini menunjukkan bahwa informasi proses geologi sangat diperlukan dalam analisis hubungan spasial semua data properti reservoir terutama pada saat pemodelan karakterisasi reservoir dengan data geologi yang sangat sedikit. 39

ARAH MAJOR TREND N 155 0 E ARAH MINOR TREND N 65 0 E PETA VARIOGRAM POROSITAS UNIT BATUPASIR 1 Gambar IV.15.: Peta variogram porositas unit batupasir 1 menunjukkan kesamaan arah variasi dengan arah variasi dari data proses geologi yaitu pada arah N 155 0 E untuk major trend dan N 65 0 E untuk minor trend. IV.2.2. Penentuan Nilai dan Jarak Variasi Data (Sill dan Range) Penentuan nilai dan jarak variasi data (sill dan range) sedikit berbeda dengan penentuan arah variasi data. Jika pada penentuan arah variasi, data proses geologi atau data lunak mempunyai sifat yang sama dengan data keras yaitu samasama bersifat kuantitatif. Hasil akhir penentuan arah variasi dari data lunak maupun data keras berupa azimuth, contoh N 155 0 E, sehingga hasil arah variasi dari data proses geologi atau data lunak bisa langsung digunakan dalam analisis variogram. 40

Pada penentuan nilai dan jarak variasi data, sifat nilai dan jarak variasi dari data lunak dan data keras berbeda. Nilai dan jarak variasi dari data lunak atau data proses geologi bersifat kualitatif sedangkan nilai dan jarak variasi dari data keras bersifat kuantitatif sehingga pada penentuan nilai variasi dari data proses geologi akan dinyatakan dalam tiga nilai yaitu; besar, sedang dan kecil sedangkan jarak variasi data dinyatakan dengan jauh dan dekat. Idealnya penentuan nilai dan jarak variasi dari data lunak atau data proses geologi dilakukan pada semua jenis batuan reservoir dalam berbagai lingkungan pengendapan. Hal ini untuk melihat secara jelas perbandingan nilai dan jarak variasi data untuk setiap jenis batuan reservoir. Pada penelitian ini, hanya difokuskan pada satu jenis batuan reservoir yaitu batupasir Telisa sehingga nilai dan jarak variasi dari data proses geologi bersifat sangat relatif. Menurut Bahar.et al, (2001) tingkat energi tinggi pada mekanisme sedimentasi mencerminkan variasi data tinggi atau korelasi data kecil sementara tingkat energi yang rendah mencerminkan variasi data kecil atau korelasi data tinggi. Pada umumya batuan reservoir diendapkan pada dua tipe pengendapan. Tipe pengendapan pertama adalah batuan reservoir yang diendapkan pada kondisi air yang relatif tenang dimana diendapkan batuan reservoir bercampur dengan batuan bertekstur halus seperti lempung dan serpih. Berikutnya adalah batuan reservoir yang diendapkan pada kondisi transportasi air energi tinggi dimana batuan bertekstur sangat halus tidak terendapkan bersama batuan reservoir. Batuan reservoir dengan kondisi pertama umumnya mempunyai nilai variasi data yang kecil hingga sedang. Batuan reservoir yang diendapkan pada kondisi transportasi energi air tinggi mempunyai nilai variasi data sedang hingga besar. Tekstur batuan seperti ukuran butir, pemilahan, kebundaran dan lainnya juga dapat dijadikan acuan dalam penentuan nilai dan jarak variasi data. Pemilahan butir yang baik mengindikasikan variasi data kecil sedangkan pemilahan butir yang tidak baik mengindikasikan variasi data yang besar. 41

Deskripsi sayatan tipis conto batuan KS-203 dan KS-224 pada unit batupasir 2 (Gambar IV.16), secara umum memperlihatkan batupasir memiliki ukuran butir yang hampir sama yaitu halus sampai dengan sangat halus, dengan pemilahan yang sangat baik serta kebundaran butir menyudut hingga membundar tanggung. Perbedaan terjadi pada komposisi mineral. Pada sayatan tipis conto batuan KS-203 di kedalalam 2778 kaki MD, komposisi mineral lempung jauh lebih besar dari pada mineral lempung sayatan tipis KS-224 di kedalalam 2771.1 kaki MD. Komposisi mineral conto batuan KS-203; kuarsa (47%), lempung (40%), calcite (6%) dengan porositas sebesar 20% sedangkan conto batuan KS- 224 terdiri dari kuarsa (33%), lempung (14%) calcite (40%).dengan porositas sebesar 28%. UNIT BATUPASIR 2 Gambar IV.16.: Deskripsi sayatan tipis unit batupasir 2 pada batuan inti sumur KS-203 dan KS-224 (Modifikasi dari Laporan Geoservices) 42

Deskripsi sayatan tipis conto batuan KS-203 dan KS-224 pada unit batupasir 1 (Gambar IV.17), secara umum memperlihatkan batupasir memiliki ukuran butir yang hampir sama yaitu halus sampai dengan sangat halus, dengan pemilahan yang baik hingga sangat baik serta kebundaran butir menyudut hingga membundar tanggung. Pada sayatan tipis conto batuan KS-203 di kedalalam 2792 kaki MD, komposisi mineralnya adalah kuarsa (25%), lempung (16%), calcite (50%) sedangkan conto batuan KS-224 pada kedalalam 2815 kaki MD terdiri dari kuarsa (30%), lempung (18%) calcite (50%). UNIT BATUPASIR 1 Gambar IV.17.: Deskripsi sayatan tipis unit batupasir 1 pada batuan inti sumur KS-203 dan KS-224 (Modifikasi dari Laporan Geoservices) 43

Berdasarkan data arah variogram porositas unit batupasir 1 yang telah ditentukan pada penjelasan sebelumnya maka dilakukan modeling variogram dari sampel data porositas untuk menentukan sill dan range pada arah major dan minor. Hasil modeling variogram porositas unit batupasir 1 (Gambar IV.18) menunjukkan pada arah major (N 155 0 E) nilai sill data porositasnya adalah 0.98 dengan jarak dimana data porositas tidak mempunyai variasi lagi (range) adalah pada jarak 980 meter. Pada arah minor (N 65 0 E) nilai sill adalah 2.2 dengan range 700 meter. Dari hasil di atas terlihat bahwa pada arah N 155 0 E variasi data porositas unit batupasir 1 jauh lebih kecil dari variasi data porositas arah N 65 0 E Gambar IV.18.: Sampel variogram dan modeling variogram porositas unit batupasir 1 pada arah major dan minor. Hasil modeling variogram pada sampel data porositas unit batupasir 2 (Gambar IV.19) menunjukkan hasil yang tidak tepat. Variasi data porositas pada jari-jari pencarian lebih dari 1500 meter mengalami penurunan hingga mempunyai nilai variasi sangat kecil. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pengambilan sampel porositas yang kurang tepat atau perhitungan petrofisika yang tidak benar. Jari-jari Pencarian Major Trend Azimuth : N 155 0 E Sill :? Range :? Jarak (meter) Gambar IV.19.: Error pada sampel variogram dan modeling variogram porositas unit batupasir 2 pada arah major dan minor. 44

Pada kasus modeling variogram porositas unit batupasir 2 ini data sill dan range tidak dapat digunakan. Nilai sill dan range untuk porositas unit batupasir 2 ini mengacu pada kesamaan karakterisasi tesktur batuan unit batupasir 2 dengan karakterisasi tekstur batuan unit batupasir 1 seperti penjelasan sebelumnya. Berdasarkan kesamaan tekstur tersebut maka nilai sill dan range unit batupasir 2 sama dengan nilai sill dan range unit batupasir 1. 45