BAB III METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

RINGKASAN STRUKTUR DAN STATUS KOMUNITAS MANGROVE DI EKOSISTEM MUARA KALI LAMONG JAWA TIMUR

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo pada bulan Mei sampai Juli

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

memiliki karakteristik topografi yang berbeda. Penelitian ini dilakukan selama enam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januarisampai dengan Februari

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi pohon pelindung di jalan

BAB III. METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi mangrove

METODE PENELITIAN. A. Materi (Bahan dan Alat), Waktu dan Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan

III. METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

III. METODE KERJA. A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

Analisis Vegetasi Hutan Alam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik penentuan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

BAB III METODE PENELITIAN. data sampel yaitu dengan pengamatan atau pengambilan sampel secara langsung,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Indeks Keanekaragaman ( H) dari Shannon-Wiener dan Indeks Nilai Penting

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB III METODE PENILITIAN. Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara,

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian deskriptif (Muhamad Ali, 1992). Jenis penelitian ini memberikan

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS VEGETASI MANGROVE DAN PEMANFAATANNYA OLEH MASYARAKAT KAMPUNG ISENEBUAI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA SKRIPSI YAN FRET AGUS AURI

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan data dilakukan di Laboratorium Ekologi Departemen Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Airlangga. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai bulan November 2011. 3.2. Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang dibutuhkan dalam pengambilan data adalah : Global Positioning System (GPS), kompas, kamera digital, rol meter, calipers, hagameter, pita transek atau tali rafia, lux meter, sling, kertas ph, hand refracto salinometer dan tabel data. Bahan penelitian meliputi komunitas mangrove yang dijumpai di lokasi penelitian. 3.3. Prosedur Kerja 3.3.1. Penentuan stasiun penelitian. Lokasi atau stasiun penelitian ditentukan secara purpossive sampling, teknik ini merupakan salah satu teknik pengambilan sampel dengan menggunakan pertimbangan tertentu (Fachrul, 2007). Berdasarkan hal itu, peneliti menentukan lokasi dengan menggunakan pertimbangan kondisi ketebalan vegetasi dan keadaan letak geografis pada lokasi penelitian dengan melakukan pengamatan

visual secara tidak langsung menggunakan aplikasi google earth dan melakukan survey serta observasi secara langsung di lokasi penelitian. C6 66 C7 B A 200 m B4 B3 A 2 Gambar 3.1. Lokasi transek (Anonimous, 2011) Berdasarkan kenampakan geografis dan ketebalan vegetasi secara umum di lokasi penelitian ditentukan 3 stasiun penelitian (A, B dan C) yang terbagi menjadi tujuh sub stasiun dengan posisi koordinat sebagai berikut : 1. Sub stasiun A1 = 7 11 38,01 S dan 112 39 49,12 E 2. Sub stasiun A2 = 7 11 36,72 S dan 112 39 46,25 E 3. Sub stasiun B3 = 7 11 34,29 S dan 112 39 44,47 E 4. Sub stasiun B4 = 7 11 34,16 S dan 112 39 47,86 E 5. Sub stasiun B5 = 7 11 30,00 S dan 112 39 52,72 E 6. Sub stasiun C6 = 7 11 36,52 S dan 112 39 57,06 E 7. Sub stasiun C7 = 7 11 43,63 S dan 112 39 57,79 E

Deskripsi dari masing-masing sub stasiun dan dasar penentuan lokasi transek adalah sebagai berikut : a. Sub stasiun A1 dan A2, merupakan lokasi yang mewakili bagian sempadan Muara Kali Lamong di wilayah Kota Surabaya. A1 ditentukan dengan dasar bahwa kawasan ini mewakili bagian hutan mangrove yang terlihat paling tebal dibandingkan bagian yang lain dan terletak tepat di bagian sempadan Muara Kali Lamong. Sedangkan A2 mewakili bagian hutan mangrove yang tidak begitu tebal dan terletak di bagian sempadan sungai. b. Sub stasiun B3, B4 dan B5 merupakan lokasi yang mewakili bagian sempadan Muara Kali Lamong di wilayah Kabupaten Gresik. B3 ditentukan dengan dasar bahwa lokasi ini mewakili bagian hutan mangrove yang tidak terlalu tebal dan terletak di bagian sempadan sungai, B4 mewakili bagian hutan mangrove yang paling tebal dan terletak tepat di bagian sempadan muara Kali Lamong sedangkan B5 juga mewakili bagian hutan mangrove yang tidak terlalu tebal dan terletak di sempadan pantai. c. Sub stasiun C6 dan C7 merupakan lokasi transek yang mewakili bagian sempadan pantai di wilayah Pulau Galang. C6 ditentukan dengan dasar bahwa lokasi ini mewakili bagian hutan mangrove di bagian utara Pulau Galang yang terlihat cukup heterogen, sedangkan C7 mewakili bagian selatan Pulau Galang yang terlihat cukup homogen. Selain berdasarkan pertimbangan kondisi ketebalan vegetasi dan keadaan geografis, beberapa sub stasiun tersebut juga ditentukan berdasarkan kemudahan

akses transportasi untuk mencapai lokasi dan aspek keamanan. Untuk mencapai stasiun penelitian di bagian sempadan Muara Kali Lamong, baik di sisi Kota Surabaya maupun kabupaten Gresik, dapat melewati jalur darat dengan menggunakakan kendaraan pribadi. Sedangkan stasiun penelitian di wilayah Pulau Galang, dapat dicapai dengan jalur air menggunakan perahu. 3.3.2. Pembuatan plot transek. Di setiap lokasi transek yang telah ditentukan, dibuat plot transek dengan metode transect line plot method atau metode kombinasi antara metode jalur dan garis berpetak. Plot transek dibuat dengan ukuran 10 m x 100 m atau sepanjang garis ketebalan hutan mangrove yang ada di lokasi dan ditarik tegak lurus memotong kontur dari garis pantai menuju ke arah daratan. Pada jalur transek dibuat sepuluh plot pengamatan atau jumlah plot ini menyesuaikan dengan panjang transek dengan ukuran 10 m x 10 m dan beberapa sub petak dengan ukuran 2 m x 2 m untuk tingkat semai (tinggi 1,5 m), 5 m x 5 m untuk tingkat pancang (tinggi 1,5 m dan diameter batang 10 cm) dan 10 m x 10 m untuk tingkat pohon ( diameter 10cm). Metode ini merupakan metode pencuplikan contoh populasi suatu ekosistem dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut. Metode pengukuran ini merupakan salah satu metode pengukuran yang paling mudah dilakukan, namun memiliki tingkat akurasi yang cukup baik ( Kepmen LH No.201 ; Kusmana, 1997 dalam Ningsih, 2008).

darata laut Gambar 3.2. Gambaran plot transek (Yasri, 2010) 3.3.3. Pengambilan data. Beberapa data yang diambil dalam penelitian ini antara lain : koordinat lokasi, jumlah dan jenis mangrove, jumlah tegakan, DBH (diameter at breast high) serta data fisik dan kimia dari lokasi seperti suhu, kelembapan, intensitas cahaya, ph dan salinitas. 3.3.3.1. Penentuan titik koordinat. Koordinat lokasi pengamatan ditentukan dengan bantuan google earth dan GPS. Dengan bantuan GPS, data koordinat yang telah ditentukan dengan google earth dapat ditemukan. Selain itu, data jalur transek dan titik lokasi transek dapat disimpan di GPS. 3.3.3.2. Identifikasi jenis mangrove Identifikasi jenis mangrove yang dijumpai di plot pengamatan dilakukan dengan mengamati beberapa bagian morfologi tumbuhan mangrove (daun, bunga, buah, batang, tipe perakaran) untuk kemudian dicocokkan dengan buku identifikasi mangrove. Selain itu, dapat juga didokumentasikan dengan mengambil gambar bagian morfologi tersebut untuk diidentifikasi lebih lanjut.

Data mengenai jenis yang ditemui dan jumlah jenis digunakan untuk menentukan indeks nilai penting, indeks diversitas dan status kondisi vegetasi. 3.3.3.3. Pengukuran jumlah tegakan. Jumlah tegakan diukur untuk mendapatkan nilai kerapatan. Pengukuran jumlah tegakan dilakukan pada semua jenis tingkatan (pohon, pancang, semai). Untuk individu dengan percabangan dibawah diameter setinggi dada, jumlah tegakan dihitung sama dengan jumlah percabangan. Gambar 3.3. Ketentuan penghitungan jumlah tegakan pohon (KepMen LH No.201) 3.3.3.4. Pengukuran diameter batang. Pengukuran diameter batang setinggi dada (DBH) dilakukan dengan menggunakan caliper di bagian batang setinggi dada atau ketinggian 1,3 m dari akar. Penentuan ketinggian DBH dapat ditambah 50 cm diatas leher akar jika terdapat pola perakaran di bagian batang setinggi dada. Jika terdapat percabangan

di bagian batang setinggi dada, DBH ditentukan dibawah percabangan seperti penjelasan gambar di bawah ini (gambar 3.8.) Gambar 3.4. Penentuan pengukuran DBH (Weyerhaeuser dan Tennigkeit, 2000 dalam Hairiah dan Rahayu, 2007). 3.3.3.5. Pengukuran parameter fisik dan kimia. Beberapa parameter fisik dan kimia yang diambil antara lain suhu dan kelembapan dengan menggunakan sling, intensitas cahaya dengan lux meter, ph tanah dengan menggunakan kertas ph universal serta salinitas dengan hand refracto salinometer. Data yang didapat kemudian dicatat didalam tabel data. 3.4. Analisis Data Beberapa data yang diperoleh digunakan untuk menentukan indeks nilai penting berdasarkan rumus Mueller-Dumbois Ellenberg, indeks keanekaragaman dengan rumus keanekaragaman Shannon-Wiener serta status kondisi vegetasi mangrove berdasarkan rumus kemerataan jenis-pielou dan dominansi-simpson.

3.4.1. Menentukan indeks nilai penting (INP). Analisis vegetasi merupakan cara untuk menentukan struktur dan komposisi jenis vegetasi dalam suatu ekosistem. Data yang diperoleh berupa kerapatan, penyebaran dan dominansi dapat diolah untuk menentukan indeks nilai penting (INP) yang menyatakan besarnya peranan suatu jenis dalam mempengaruhi kestabilan ekosistem dalam suatu komunitas. Untuk menentukan indeks nilai penting suatu jenis vegetasi digunakan rumus Mueller-Dumbois Ellenberg, 1978 dalam Hariyanto et al., 2008, sebagai berikut :

3.4.2. Menentukan indeks keanekaragaman. Keanekaragaman jenis merupakan suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya dan dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Suatu komunitas memiliki keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang hampir sama (Soegianto, 1994). Salah satu metode kuantitatif untuk menentukan indeks keanekaragaman jenis adalah menggunakan information-theoretic indices atau indeks Shannon- Wiener dengan rumusan sebagai berikut (Odum, 1993 ; Soegianto, 1994) : H = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Ni = jumlah individu masing-masing jenis N = Jumlah total individu semua jenis Menurut Barbour et al., 1987 dalam Ningsih, 2008, tingkat keanekaragaman vegetasi dapat ditentukan berdasarkan nilai indeks keanekaragaman jenis (H ) dengan kriteria sebagai berikut : Tinggi jika H > 3 Sedang jika 2 < H < 3, dan Rendah jika 0 < H < 2

3.4.3. Menentukan status kondisi komunitas mangrove. Status kondisi merupakan tingkatan kondisi mangrove pada suatu lokasi tertentu dalam waktu tertentu. Status kondisi ini dapat ditentukan dengan melakukan penghitungan nilai indeks kemerataan jenis-pielou dan indeks dominansi-simpson untuk mengetahui suatu komunitas sedang berada dalam kondisi tertekan secara ekologis (labil) atau tidak. Menurut Odum, 1997 dalam Fachrul, 2007 dominansi suatu jenis dapat ditentukan dengan menggunakan indeks dominansi-simpson dengan persamaan sebagai berikut : D = Ni = N = S = Indeks dominansi-simpson Jumlah individu jenis ke-i Jumlah total individu Jumlah jenis Indeks dominansi-simpson ini bernilai antara 0 1 dengan pengelompokan sebagai berikut : Tidak dominan, jika 0 < D 0,5 Sub-dominan, jika 0,5 < D 0,75 Dominan, jika 0,75 < D 1 Selain itu deskripsi kondisi dalam kriteria indeks dominansi-simpson adalah sebagai berikut :

D = 0 berarti tidak terdapat jenis yang mendominasi jenis lainya atau komunitas berada dalam kondisi stabil D = 1 berarti terdapat jenis yang mendominasi jenis lainya atau komunitas berada dalam kondisi labil karena terjadi tekanan ekologis Selain indeks dominansi-simpson seperti penjelasan diatas, indeks kemerataan jenis juga digunakan dalam menentukan kondisi komunitas. Menurut Indeks ini menunjukkan pola sebaran jenis dalam suatu komunitas merata atau tidak. Jika nilai indeks indeks kemerataan relatif tinggi maka keberadaan setiap jenis di suatu komunitas hampir sama jumlah kekayaan individu yang dimiliki. Menurut Fachrul, 2007 kemerataan jenis dalam suatu komunitas dapat ditentukan dengan rumus indeks kemerataan jenis-pielou dengan persamaan sebagai berikut : E = H = S = Indeks kemerataan jenis-pielou Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Jumlah jenis Nilai indeks kemerataan jenis ini berkisar antara 0 1 dengan deskripsi kondisi sebagai berikut : E = 0, kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda E = 1, kemerataan antar spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing spesies relatif sama