II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Siamang merupakan satwa liar yang termasuk dalam ordo Primata dari famili Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes syndactilus. Taksonomi Siamang dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Napier&Napier, 1986 yang dikutip oleh Andriansyah, 2005) : Kingdom Phylum Klass Ordo Famili Genus Spesies : Animallia : Chordata : Mamalia : Primata : Hylobatidae : Symphalangus : Hylobathes syndactilus Siamang merupakan primata yang hampir seluruh tubuhnya ditutupi rambut hitam pekat kecuali bagian muka yang berwarna kecokelatan. Siamang berukuran lebih besar dari keluarga Hylobatidae lainnya. Rentangan tangannya mencapai 1,5 meter, panjang tubuh 80-90 cm, berat tubuhnya mencapai 11 kg. Saat bersuara kantung udara pada leher menggelembung. Kantung suara ini memungkinkannya untuk bersuara keras. Suara dikeluarkan secara bersama-sama atau bersahutan (BKSDA Lampung, 2007)
B. Habitat Siamang Siamang menempati hutan tropis primer atau sekunder mulai dataran rendah hingga perbukitan dengan ketinggian 3.800 m. Siamang banyak mendiami hutan di Pulau Sumatera. Siamang hidup monogami dengan pasangan jantan dan betina yang tetap dan diikuti oleh beberapa anak. Mereka hidup di dataran seluas 23 ha (Larasati, 2009). Biasanya Siamang memakan 160 spesies tanaman mulai dari tanaman anggur hingga tanaman berkayu. Siamang lebih suka memakan buah-buahan yang sudah matang dan daun muda dibandingkan daun tua. Siamang juga memakan bunga-bungaan dan beberapa hewan seperti serangga. Komposisi makanan Siamang adalah 59% daun, 31% buah, 8% bunga, dan 3% berbagai jenis serangga lainnya (BKSDA Lampung, 2007). C. Perilaku Siamang Siamang bersifat monogami, hidup sebagai pasangan jantan dan betina yang tetap serta diikuti oleh beberapa anak yang belum mandiri. Keluarga Siamang membentuk kelompok dengan keluarga lain. Jumlah anggota kelompok ini dapat mencapai 2 sampai 10 individu. Masa hamil primata ini berkisar antara 200 sampai 210 hari. Jarak antar kelahiran berkisar antara 3 sampai 4 tahun, dan dapat bertahan hidup hingga 35 tahun (Supriatna dan Hernandas, 2000). Kehidupan Siamang sebagian besar dihabiskan diatas pohon (arboreal). Umumnya pergerakan Siamang dibagi dalam empat kategori utama yaitu
brakiasi, climbing, leaping, dan bipedal walking. Selama ini berpindah tempat dengan brakiasi adalah yang paling umum dilakukan oleh Siamang. Sedangkan memanjat (climbing) antara 9-11%, melompat (leaping) sebesar 1-2% dan berjalan dengan dua kaki (bipedal walking) antara 8-11% (WCS-IP, 2000). Siamang melakukan kegiatan mencari makan, memberi makan anak-anaknya, bermain dan melakukan kegiatan sosial lainnya. Siamang beristirahat di tengah malam, selama istirahat mereka menggunakan dahan atau ranting untuk menidurkan punggungnya. Mencari makan dan bermain biasanya dilakukan pada pagi hari. Pada musim kering, biasanya barisan Siamang lebih panjang daripada musim hujan. Siamang di Sumatera Selatan lebih sedikit melakukan kegiatan memberi makan dibandingkan dengan Siamang di beberapa tempat lainnya. Hal tersebut dilakukannya dengan tujuan agar mereka dapat memperoleh lebih banyak buah-buahan untuk dimakan, sehingga mereka mendapat lebih banyak nutrisi yang sangat berguna bagi kesehatan mereka. Kadangkala Siamang dapat menghabiskan waktunya seharian di pohon besar, mereka hanya bergelayutan, beristirahat sejenak dan memakan buah-buahan yang ada di pohon itu (Larasati, 2009). Di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), pohon yang digunakan Siamang memiliki karakter atau ukuran yang berbeda berdasarkan aktivitas yang dilakukannya. Contohnya pohon sebagai tempat tidur berbeda dengan pohon yang digunakan untuk berpindah. Sebagai tempat tidur Siamang
memilih pohon yang tinggi dan besar. Sedangkan untuk berpindah dipilih pohon yang lebih rendah (Jani, 2009). D. Aktivitas Harian 1. Kegiatan Bersuara Kegiatan bersuara merupakan kegiatan yang selalu dilakukan oleh kelompok Siamang yang berfungsi untuk mempertahankan dan menunjukkan teritorialnya serta pengaturan ruang antar kelompok (spacing mechanism). Pada Siamang kegiatan bersuara pada umumnya dilakukan pada satu atau beberapa pohon yang tinggi yang berdekatan sambil melakukan gerakan-gerakan akrobatik. Kegiatan bersuara dilakukan pada pagi hari (85%). Kegiatan bersuara juga dilakukan secara sendiri oleh individu jantan yang mengalami proses penyapihan dan biasanya dilakukan sedikit jauh dari kelompok utamanya (Rinaldi, 1992). Siamang memiliki suara yang sangat keras dan dapat terdengar dari jarak kurang lebih 2 km (Kawabe, 1970 dalam Harianto, 1988). Siamang akan bersuara lebih banyak di saat musim buah-buahan hutan berlangsung. Bersuara pada Siamang dilakukan pada pohon yang paling dominan atau pada pohon kesukaannya yang sedang berbuah (Chivers, 1974 dalam Harianto, 1988). Kegiatan bersuara pada Siamang di pagi hari dilakukan selama lebih kurang 15 menit (Chivers, 1979 dalam Harianto, 1988). 2. Kegiatan Makan
Pola tingkah laku makan berhubungan erat dengan anatomi dan fisiologi tiap jenis satwa dan sifat makanannya yang khas (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985 dalam Harianto, 1988). Menurut Chivers (1974) dalam Andriansyah (2005) perilaku makan Siamang menghabiskan 25% dari aktivitas hariannya. Aktivitas Siamang sangat aktif dilakukan pada pagi hari dan menjelang matahari terbenam (Andriansyah, 2005). Keluarga Siamang dapat melakukan kegiatan makan pada pohon yang sama untuk 2 sampai 3 hari berturut-turut dengan sesekali melakukan penjelajahan dan biasanya tidur pada pohon yang berdekatan dengan pohon sumber makanan tersebut. Lamanya kegiatan makan disuatu pohon sangat bervariasi terutama ditentukan oleh jenis dan kelimpahan makanan (Rinaldi, 1992). Siamang memakan hampir semua bagian tumbuhan seperti daun, buah, biji, dan bunga. Selain itu, satwa ini juga mengkonsumsi beberapa jenis serangga. Komposisi makanan Siamang adalah 59% daun, 31% buah, 8% bunga dan 3% berbagai jenis serangga. Siamang dikenal sebagai penyebar biji-bijian beberapa jenis tumbuhan Ficus (Supriatna dan Hernandas, 2000). Berikut ini beberapa jenis tumbuhan pakan Siamang di Taman Nasional Way Kambas (Tabel 1) dan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tabel.2). Tabel 1. Jenis tumbuhan pakan Siamang di Taman Nasional Way Kambas (Harianto, 1988)
No. Jenis Pohon 1. Aglaia palembanica 2. Antidesma stipulare 3. Artocarpus elastica 4. Artocarpus sp 5. Baccaurea sp 6. Blumeodendron sp 7. Bouea macrophylla 8. Cananga odoratum 9 Canarium denticulatum 10. Chrysophyllum sp 11. Cinnamomum inners 12. Dalbergia sp 13. Dillenia excelsa 14. Eugenia sp 15. Eugenia densiflora 16. Eugenia operculata 17. Ficus sp 18. Garcinia diocia 19. Garcinia dulcis 20. Helicia serrata 21. Koompassia malaccensis 22. Lansium domesticum 23. Litsea sp 24. Mangifera similes 25. Mangifera caesia 26. Nauclea sp 27. Naphellium eriopetalum 28. Naphelium mutabile 29. Pithecelobium lobatum 30. Sandoricum indicum 31. Sarcotheca sp 32. Sindora javanica 33. Spondias dulcis 34. Terminalia foetidissima Bagian yang dimakan, daun, daun, daun, daun, bunga, bunga Bunga, daun, bunga, daun, bunga, daun, daun, daun, daun, daun, buah, bunga, daun, daun, daun
Tabel 2. Jenis tumbuhan pakan Siamang di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Andriansyah, 2005) No. Jenis Pohon 1. Elaeucarpus sphaericus 2. Flacuurtia rukem 3. Eugenia polyantha 4. Toona sureni 5. Arthocarpus anisophylus 6. Ficus fulva 7. Ficus fariegata 8. Ficus carica 9. Litsea firma 10. Leucaena aurea 11. Samanea saman 12. Dillenia aurea Bagian yang dimakan, buah, buah Bunga 3. Kegiatan Istirahat Kegiatan istirahat umumnya dilakukan pada siang hari setelah melakukan kegiatan makan dan pada kondisi cuaca yang panas serta gerimis atau hujan. Dilakukan pada pertengahan tajuk pohon yang rindang. Pada saat istirahat semua anggota kelompok akan berkumpul dan melakukan kegiatan berkutu-kutuan (grooming) atau kegiatan bermain (playing) bagi individu muda. Lamanya kegiatan istirahat pada Siamang kurang lebih 155-184 menit dari waktu aktifnya (Rinaldi, 1992). 4. Jelajah Harian dan Home Range Jelajah harian merupakan pengembaraan yang dilakukan suatu kelompok dalam satu hari atau waktu aktifnya. Sedangkan home range merupakan areal yang dicakup oleh gabungan jelajah harian suatu kelompok. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa ukuran dan kestabilan home range bervariasi menurut sumber dan jenis makanan, topografi, kepadatan
populasi, predator dan ukuran kelompok. Ukuran home range pada Siamang rata-rata 28 ha (Rinaldi, 1992). E. Komponen Habitat Satwa liar dalam hidupnya memerlukan tempat-tempat yang digunakan untuk mencari makan, minum, tempat bermain dan bekembang biak. Tempattempat ini yang menjadi habitat satwa tersebut. Menurut Alikodra (1990), habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan digunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwa liar. Pada dasarnya ada tiga bagian komponen penting bagi kehidupan satwa liar yaitu pakan, air dan cover. 1. Pakan Pakan merupakan salah satu faktor penting keberlangsungan kehidupan satwa liar. Kuantitas dan kualitas pakan berhubungan erat dengan tingkat kesejahteraan satwa. Pakan merupakan sumber energi. Seperti manusia, satwa liar juga memerlukan energi untuk proses metabolisme tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Rendahnya kuantitas dan kualitas pakan akan berdampak negatif bagi satwa liar tersebut seperti menurunnya kesehatan satwa, penurunan populasi akibat bahaya kelaparan dan pada beberapa kejadian dapat menyebabkan satwa punah. 2. Ketersediaan Air Air digunakan satwa liar untuk minum dan berkubang, air berperan dalam metabolisme tubuh satwa. Jenis-jenis vertebrata liar mendapatkan air dari berbagai sumber yaitu air bebas yang tersedia di danau, kolam, sungai dan
air yang terdapat pada parit-parit atau irigasi, bagian vegetasi yang mengandung air, embun dan air yang dihasilkan dari proses-proses metabolisme lemak maupun karbohidrat di dalam tubuh (Alikodra, 1990). 3. Cover Kehadiran pelindung sangat diperlukan dan peranannya sangat penting bagi proses kelestarian suatu populasi. Pelindung adalah struktur lingkungan yang dapat melindungi kegiatan reproduksi dan berbagai kegiatan satwa liar lainnya (Alikodra, 1990). Secara fisik berupa vegetasi, goa dan bentukan alam lainnya. 4. Topografi Topografi adalah studi tentang bentuk permukaan bumi. Dalam pengertian yang lebih luas, topografi tidak hanya mengenai bentuk permukaan saja, tetapi juga vegetasi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan bahkan kebudayaan lokal. Topografi umumnya menyuguhkan relief permukaan, model tiga dimensi, dan identifikasi jenis lahan. Objek topografi adalah mengenai posisi suatu bagian dan secara umum menunjuk pada koordinat secara horizontal seperti garis lintang dan garis bujur, dan secara vertikal. Kemiringan lahan adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya (Departemen Kehutanan, 2004). Konfigurasi permukaan bumi sangat mempengaruhi ketinggian, kemiringan dan deodinamika lahan sebagai habitat, yang akan berpengaruh terhadap iklim (cahaya matahari, suhu, curah hujan, dan
kelembaban) yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan erat dengan masyarakat tumbuhan dalam kaitannya dengan kehadiran, distribusi, jenis-jenis tumbuhan, dan berbagai proses biologi tumbuhan (Anonim, 2011).