PERANAN PEMULIAAN TERNAK POTONG DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

Bibit sapi peranakan Ongole (PO)

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

PENGEMBANGAN SISTEM PERBIBITAN SAPI POTONG NASIONAL

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

Bibit sapi Bali SNI 7355:2008

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

POLA PEMBESARAN SAPI PEDET Pola pembesaran pedet yang sangat menonjol di Kab. Boyolali ada 3 sistem yaitu : (1) pembesaran secara tradisional, (2) pem

MUNGKINKAH SWASEMBADA DAGING TERWUJUD?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

I. PENDAHULUAN. Lampung (2009), potensi wilayah Provinsi Lampung mampu menampung 1,38

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

DINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

POTENSI DAN KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO)

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

NI Luh Gde Sumardani

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

ANALISIS POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

Bibit sapi potong Bagian 1: Brahman Indonesia

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

Bibit sapi potong Bagian 7 : Sumba Ongole

R.H. MATONDANG dan P. SITEPU Balai Penelitian Terak P.O. Box 221, Bogor ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. atau peternak kecil. Meskipun bukan sebagai sumber penghasilan utama, kambing

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN...

Tabel 1 Komposisi konsentrat komersial (GT 03) Nutrisi Kandungan (%) Bahan Protein 16 Jagung kuning, dedak gandum, Lemak 4 dedak padi, bungkil kacang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KARAKTERISTIK TERNAK DAN KARKAS SAP1 UNTUK KEBUTUHAN PASAR TRADISIONAL DAN PASAR KHUSUS

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN

LOUNCHING PROVEN BULL SAPI PERAH INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMURNIAN DAN PENGEMBANGAN MUTU GENETIK SAPI BALI DI BALI

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 73/PD.410/F/06/2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS UJI PERFORMANS SAPI POTONG NASIONAL

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG

Transkripsi:

PERANAN PEMULIAAN TERNAK POTONG DI INDONESIA Chalid Talib dan A.R. Siregar (Balai Penelitian Ternak, Claw!) PENDAHULUAN Prof. Mubyarto pada seminar Nasional Pembangunan Desa Terpadu di Kendari, tahun 1990 menyatakan bahwa pertumbuhan pengeluaran per kapita penduduk pedesaan Indonesia 19801987 ratarata 12,8% per tahun dengan pertumbuhan tertinggi 17,7% di Jawa clan Bali clan terendah di Maluku clan Irian Jaya 8,8%. Konsumsi protein hewani di Indonesia baru mencapai 2,56 gram/kapita/tahun dari target yang ditetapkan pada tahun 1983 sebesar 4 gram/kapita/tahun. Kenyataan ini secara langsung menggambarkan bahwa kemampuan penduduk menyerap produk hewani rendah sekali walaupun pertumbuhan pengeluaran penduduk meningkat cukup pesat. Penyumbang terbesar protein hewani di Indonesia adalah daging, yang sebagian terbesar berasal dari ternak potong. Sapi potong di Indonesia telah berkembang sejak zaman dahulu sehingga peternak secara tradisional telah mengenal teknikteknik beternak yang sederhana clan ciriciri tertentu dari sapisapi pada lokasilokasi tertentu yang menggambarkan keunggulannya sesuai kegunaan yang paling digemari pada lokasilokasi tersebut. Pemeliharaan secara tradisional sederhana ini dialami oleh hampir seluruh sapi potong yang ada di Indonesia. Ada tiga bangsa sapi potong utama di Indonesia, yaitu sapi Ongole, Bali clan Madura beserta hasilhasil silangannya baik yang sudah diakui se bagai suatu strain maupun yang belum. Sapi potong yang paling tinggi populasinya di antara ketiga bangsa sapi tersebut adalah Ongole, khususnya Peranakan Ongole, yang merupakan hasil grading up dari sapi Jawa, yang penyebarannya hampir merata ke seluruh Jawa clan beberapa wilayah di Sumatera clan Sulawesi. Berbagai usaha perbaikan/peningkatan mutu sapisapi lokal telah dimulai sejak kurang lebih seratus tahun yang lalu clan masih terus berlangsung sampai sekarang. Salah satu bidang yang diterapkan dengan lebih intensif adalah perbaikan genetik. HASILHASIL PENELITIAN PEMULIAAN TERNAK POTONG DI INDONESIA Penelitianpenelitian pemuliaan ternak potong yang dilakukan di Indonesia selama ini hanya ber kisar pada tingkat peternak dengan obyek utama adalah ternak clan halhal yang diteliti baru mencapai pada tahap performans baik produksi maupun reproduksi (lihat lampiran). Penelitian yang benarbenar merupakan penelitian pemuliaan ternak sampai saat ini belum dilakukan baik oleh Perguruan Tinggi maupun oleh Balai Penelitian Ternak clan Subsub Balainya. Masalah utama yang dihadapi oleh para pakar pemuliaan sapi potong di Indonesia adalah ketidakmampuan menguasai ternak dalam jumlah yang cu kup untuk penelitian pemuliaan sedangkan bilamana penelitian pemuliaan ini dilakukan di tingkat pedesaan, maka kesinambungan penelitian yakni kontinuitas rekording clan kesulitan pengujian progeni merupakan kendala tetap yang selalu dihadapi. Padahal penelitian dengan metoda konvensional ini masih tetap harus dilakukan dalam penelitian untuk meningkatkan kualitas genetik ternak karena metodametoda peneutian mutakhir seperti rekayasa genetika clan lainlain barulah dimulai pada tingkat laboratorium clan masih membutuhkan jangka waktu yang panjang bila ingin diterapkan pada ternak potong. Jelaslah bahwa penelitian pemuliaan ternak potong yang dilakukan di Indonesia barulah dalam tahap permulaan termasuk kegiatan P3Bali yang dilakukan pada sapi Bali di Bali. Memang beberapa kali Balitnak pernah mencoba melakukan penelitian pemuliaan jangka panjang tetapi sekian kali pula mengalami kegagalan dengan kendalakendala utama seperti yang dikemukakan di atas. Dengan demikian bilamana masih tetap ingin melihat hasilhasil penelitian pemuliaan sebagaimana yang dikehendaki, maka pengorganisasian penelitian secara terpadu antara berbagai pihak perlu dikoordinasikan dengan sebaikbaiknya agar hasil penelitian yang dicapai tidak terpotongpotong nrenjadi penggalanpenggalan yang berdiri sendiri dan saling terpisah satu sama lainnya. MASALAH YANG DIHADAPI PADA PENINGKAT AN KUALITAS TERNAK POTONG Masalah utama yang dihadapi oleh para peternak ternak potong di Indonesia adalah pembibitan yang meliputi ketidakmampuan peternak untuk 15

C. TALIB dan A.R. SIREGAR. Peranan Pemuliaan Temak Potong mempertahankan ternak yang terbaik yang dimiliki, kesulitan kesinambungan pengadaan bibit dan kesulitan melakukan seleksi untuk meningkatkan atau minimal mempertahankan kualitas yang telah dimiliki ternak. Pengadaan ternak bibit di Indonesia terutama di Jawa, karena 45% sapi potong berada di Jawa clan 37% di Indonesia bagian timur, pada tingkat peternak itu sendiri sebenarnya tidak ada, khususnya untuk sapi betina. Dari pengalaman di lapangan maupun dari berbagai tulisan ilmiah terlihat masih ada kerancuan mengenai pengertian sapi bibit pada tingkat peternak. Dalam pandangan peternak, semua sapi betina dewasa yang mampu bunting, beranak clan merawat anaknya hingga mencapai umur jual adalah bibit induk yang baik. Apakah pedetpedet yang dilahirkannya akan dijual atau dijadikan ternak peliharaan, sangat tergantung terutama pada keadaan ekonomi keluarga peternak bersangkutan. Untuk pejantan, umumnya para peternak mempunyai beberapa kriteria pemilihan yang bervariasi antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya, khususnya mengenai tujuan penggunaan pejantan tersebut apakah sebagai penghasil pedet ataukah untuk dijadikan hewan potong atau untuk kebutuhan upacara adat/show. Pejantanpejantan khusus tersebut mempunyai nilai ekonomi lebih, yakni mendatangkan penghasilan tambahan antara lain karena adanya insentif setiap kali disewakan untuk mengawini seekor betina. Secara umum peternak mengenal ciriciri eksterior (kualitatif) sapi betina maupun jantan yang memiliki kualitas di atas ratarata. Walaupun pem buktian secara ilmiah belum pernah dilakukan, tetapi dalam praktek jual beli, sapi dengan ciriciri tersebut, mempunyai harga jual yang lebih tinggi. Dengan menggunakan ciriciri sapi potong (jantan clan betina) yang dianggap baik tersebut, maka pengaliran sapisapi yang baik dari peternak ke pedagang pengumpul mengalami percepatan baik melalui pasar formal maupun pembelian dengan cara kontak perorangan atau antar peternak itu sendiri. Hanya sebagian kecil saja dari sapisapi bibit/contoh bibit ini yang kembali ke peternak yang mampu membelinya, sedangkan sebagian besar pejantan menjadi hewan konsumsi. Dengan mekanisme yang serupa, daerahdaerah sumber bibit sapi potong seperti Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Timur clan Nusa Tenggara Barat juga mengalami pengurasan terhadap sapisapi bibitnya : Dari publikasipublikasi yang berasal dari UGM maupun tesistesis IPB clan publikasi dari Balitnak sendiri banyak bukti yang menggambarkan mekanis me pengurasan sapi bibit berkualitas tersebut sehingga tidak perlu lagi diuraikan secara rinci. Usahausaha untuk menanggulangi pengurasan sapi bibit tersebut juga terbentur pada masalah jumlah pemilikan ternak yang hanya berkisar 1 3 ekor sapi dewasa dengan kemampuan pemeliharaan yang hanya berkisar 24 unit ternak per peternak (Talib, 1990). Terbatasnya kemampuan peternak memelihara sapi potong mengakibatkan keharusan untuk menjual pedetpedetnya, apalagi bagi para peternak dengan pengamatan keluarga yang rendah. Pada waktuwaktu tertentu peternak membutuhkan uang tunai dalam jumlah besar, sehingga penjualan sapisapi dewasa pun tidak dapat dihin darkan. Bahkan dari pengamatan di lapangan didapati banyak peternak yang dulunya adalah peternak pemilik sekarang menjadi buruh pemelihara ternak dengan sistem bagi hasil. Dari pemilikan ternak per peternak yang sangat terbatas tersebut tentu peternak secara individual kurang dapat diharapkan untuk meningkat kan kualitas ternaknya. Peningkatan kualitas ternak hanya dapat dilakukan melalui suatu kerja sama antara sejumlah peternak, tentunya dengan bantuan penyuluhan dari instansi terkait. Sampai saat ini sumber utama sapi potong baik untuk bibit maupun bakalan bagi penggemukan berasal dari pasar hewan ataupun langsung dari tengkulak. PERKEMBANGAN PEMULIAAN TERNAK POTONG DI INDONESIA Pengalaman dari waktuwaktu yang lalu, dalam usaha perbaikan genetik maupun peningkatan populasi sapi potong di Indonesia selalu terjadi kaitan antara peternak clan Dinas Peternakan. Perbaikan genetik sapi potong telah dimulai sejak tahun 1890, yaitu saat pertama kali dimasukkannya jenisjenis sapi zebu dari India. Pada saat saat awal pemasukan sapi zebu ini ditangani oleh swasta. Tetapi karena kemajuan yang dicapai sangat lambat, maka pemerintah mengambil alih pemasukan sapi zebu tersebut mulai tahun 1906 1920 sekaligus dengan menangani penyebarannya dengan target Ongolisasi (grading up sapi Jawa ke arah Ongole) clan hasilnya adalah yang kita kenal sekarang sebagai Peranakan Ongole (PO) (Talib, 1988a). Ada beberapa hal menarik yang dijalankan pemerintah sehingga Ongolisasi sapi Jawa dapat berjalan dengan berhasil. 1 6

WARTAZOA Vol. 2 No. 1 2, September 1991 1. Pemerintah mengirimkan ahliahli pemuliaan ke daerah sumber bibit (India) untuk memilih secara langsung bibit yang akan diimpor (Talib, 1984a). 2. Mendirikan stasiunstasiun ternak (tamanternak) untuk memberikan tempat bagi ternak impor beradaptasi dengan lingkungan setempat sebelum dilepaskan sebagian kepada peternak, sedangkan sebagian lainnya dikembangbiakkan di stasiun tersebut. 3. Menyebarkan pejantanpejantan unggul kepada peternak secara langsung melalui pemerintahan desa sebagai pejantan milik desa dengan imbalan insentif setiap kali kawin dan keharusan kastrasi bagi pejantanpejantan lokal. 4. Pengontrolan penyakit hewan dengan penyebaran Mantrimantri Hewan, Ajun Dokter Hewan dan Dokter Hewan yang sekaligus juga berfungsi sebagai penyuluh. 5. Pengawasan pasar hewan yang ketat. Bersamaan dengan Ongolisasi, pemerintah juga menyebarkan sapi ke daerahdaerah yang belum atau sedikit memiliki ternak sapi dengan mendirikan juga stasiunstasiun ternak lokal sebagai lokasi adaptasi ternak yang kemudian juga merupakan sumber bibit yang terbaik bagi daerahdaerah baru tersebut. Dengan cara ini tercatat bahwa Bali, Timor, Lombok clan Sulawesi Selatan muncul sebagai sumber bibit sapi Bali murni clan Pulau Sumba sebagai sumber bibit sapi Ongole murni, sedangkan Pulau Madura tetap terpelihara sebagai sumber bibit sapi Madura murni. Untuk mempertahankan kualitas sapisapi bibit pada lokasi sumber bibit tersebut, maka pengawasan pasar yang ketat diberlakukan, artinya sapisapi yang terbaik tidak pernah lolos ke luar dari lokasi sumber bibit. Mulai tahun 1970an pemerintah mulai mengadakan lagi perbaikan genetik sapisapi lokal dengan menggunakan pejantanpejantan lokal unggul clan juga dengan memasukkan darahdarah baru baik darah sapi Eropa, India maupun bangsa baru hasil persilangan antara keduanya. Demikian pula penyebaran ternak ke daerahdaerah yang membutuhkan juga ditingkatkan intensitasnya untuk mempercepat peningkatan populasi. Hasilnya mulai nampak sekarang dengan munculnya daerahdaerah kantong ternak baru seperti beberapa lokasi transmigrasi lama di Sumatera clan daerahdaerah lainnya. Dengan bantuan kawin suntik maka terbukalah kemudahan untuk menyilangkan sapisapi lokal dengan bangsa sapi yang secara alamiah sulit dila kukan sehingga munculah lokasilokasi tertentu yang bebas untuk melakukan persilangan dan lokasilokasi khusus untuk bangsa murni. Tetapi terdapat kekurangan yang terjadi pada era ini yaitu pengawasan pasar yang ketat, untuk menghindari atau mengurangi pengurasan hewan hewan terbaik dari lokasilokasi tertentu terutama lokasi pemurnian, sudah jauh berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali. Dengan demikian pengertian yang sangat besar clan ikhlas harus diberikan oleh peternakpeternak lokasi pemurnian. Dampak pelaksanaan IB dengan intensitas yang makin tinggi dari hari ke hari memberikan warna baru bagi pengembangan peternakan sapi po tong, khususnya bagi penghasilan peternak, karena harga jual pedet hasil persilangan (khususnya dengan sapisapi Eropa) bernilai dua kali lipat harga sapi lokal. Dari pengamatan di Kediri clan Nganjuk (Jaws Timur) bulan September 1990 terlihat adanya perbedaan harga tersebut walaupun bobot badan sapinya sama (Talib, 1991). Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah harga jual yang tinggi itu akan tetap dapat dipertahankan bilamana pedet komersial tersebut telah merata di Jawa dengan orientasi pasar yang seperti sekarang, yakni menitikberatkan pada bobot badan. Bilamana kita melihat pada awal tulisan ini, dengan kemampuan penduduk Indonesia untuk menyerap produk peternakan. yang masih rendah, maka ke manakah sasaran peningkatan kualitas ternak potong yang sebenarnya kita tuju? Karena kalau yang kita tuju adalah pasar dalam negeri yang menitikberatkan hanya pada bobot badan (hanya sebagian kecil saja masyarakat perkotaan yang mengutamakan kualitas dalam mengkonsumsi daging), sehingga kemungkinan besar dalam jangka panjang, karena selera masyarakat peternak untuk membeli sapi persilangan telah menurun, pendapatan mereka dari usaha ternaknya akan menurun pula. Hasil penelitian pada tiga bangsa sapi potong yakni PO murni, Limousin x PO clan Brahman x PO sampai mencapai umur sapih menunjukkan bah wa silangan Limousin x PO masih menunjukkan performans yang terbaik. Tetapi ketika mencapai umur setahun silangan Brahmanlah yang terbaik dan perbandingan antara Limousin x PO dengan PO sudah dapat dikatakan sama saja (Talib, 1988a). Bilamana hasil silangan ini ditujukan untuk pasar yang mementingkan kualitas, maka keterkaitan dengan usahawan perlu dijajaki dari awal agar ke sinambungan produksi dan pemeliharaan standar dapat tetap terjaga sehingga penghasilan peternak 17

C. TALIB dan A.R. SIREGAR. Peranan Pemuhaan Temak Potong pun dapat terjamin. Kalau memang sasaran ini yang ingin dicapai, maka persiapan bibitbibit penghasil bakalan sudah harus disiapkan dari tingkat peternak. Pada saat ini kawin suntik sudah berjalan sekitar 10 tahun tetapi indukinduk persilangan pada wilayahwilayah ULIB (Unit Lokasi IB) di Jawa masih terlampau sedikit dibandingkan dengan indukinduk PO lokal, padahal perkawinan yang berlangsung dalam wilayah ULIB minimal 50% dengan cara kawin suntik (Talib, 1988b). Evaluasi mengenai keberhasilan dalam usaha meningkatkan kualitas ternak yang telah dilakukan pada masa lampau harus terus dilakukan agar usa ha yang telah susah payah dilakukan tersebut tidak menjadi siasia pada masa sekarang. Ada dua hal penting yang memerlukan jawaban sesegera mungkin yakni mengenai kualitas ternak pada daerah pemurnian clan wilayah ULIB. Apa kah ada kenaikan produktivitas ternak secara keseluruhan pada wilayah ULIB clan apakah pendapatan peternak pada lokasi pemurnian juga telah cukup diperhatikan agar tidak menimbulkan iri hati peternaknya dengan peternak pada lokasi persilangan. PERBAIKAN KUALITAS BIBIT Kesulitan peternak untuk mempertahankan sapi terbaik yang dimiliki terbentur pada kebutuhan uang tunai yang mendesak, sedangkan pedet jan tan mempunyai harga jual yang lebih menarik daripada yang betina, sehingga umumnya peternak tidak mempertahankan pedet jantannya. Dengan adanya kawin suntik yang menjamin semen yang digunakan pasti berasal dari pejantan unggul, maka perhatian peternak dapat dipusatkan pada induk clan pedetpedetnya. Karena nilai ekonomis pedet berada pada bobot badannya clan induk pada reproduktivitas clan kemampuan kerjanya, maka ukuran yang diprioritaskan untuk diukur adalah bobot badan. Bilamana tidak terdapat timbangan maka dapat dipilih lingkar dada clan tinggi pundak (Talib, 1990) sebagai sarana untuk memperhitungkan bobot badan ternak. Langkahlangkah yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas induk yang dilakukan sendiri oleh peternak dengan pengawasan penyuluh adalah : 1. Minimal 10 peternak bergabung untuk membentuk kelompok bilamana pada wilayah tersebut belum terdapat kelompok peternak. 2. Semua induk yang dimiliki dinilai clan indukinduk yang bebas dari cacatcacat genetik clan tidak pernah melahirkan anak cacat serta mempunyai ukuran terbaik di atas ratarata kelompok sebanyak 25% dari padanya dijadikan indukinduk terpilih yang diprioritaskan untuk dipertahankan oleh kelompok. 3. Bilamana pemilik induk terpilih karena sesuatu sebab harus menjual induk tersebut, maka kelompok akan membelinya dan ke mudian menyerahkan kembali kepada pemiliknya dengan menerapkan sistem bagi hasil yang sesuai dengan lingkungan. Mekanisme yang sama berlaku pula bagi pedetpedet terbaik untuk calon induk. 4. Untuk menjamin tersedianya uang tunai milik kelompok maka dapat dirembukkan jumlah minimal angsuran bulanan clan potong an dalam jumlah tertentu pada setiap penjualan. Pembagian keuntungan dilakukan setahun sekali. Apabila produk sapi potong ini ditargetkan untuk menembus pasar yang mementingkan kualitas, maka keterlibatan instansiinstansi, perusahaan perusahaan terkait serta para peternak harus ditata lebih profesional agar produk yang dihasilkan dapat memenuhi standar yang ditentukan konsumen/pasar. KESIMPULAN DAN SARAN Peternak sapi potong umumnya adalah peternak tradisional sederhana yang hanya memelihara 24 unit ternak per peternak. Ketidakmampuan mempertahankan ternak berkualitas baik oleh peternak selalu menimbulkan masalah serius dalam mempertahankan mutu genetik sapi. Peningkatan kualitas sapi potong dilakukan dengan memasukkan sumber genetik baru baik darah zebu maupun Eropa clan pejantan unggul sapi lokal sedangkan peningkatan populasi dilakukan dengan penyebaran ternak ke lokasilokasi baru dan disertai dengan pengontrolan terhadap penyakit. Usaha peningkatan kualitas bibit khususnya induk seharusnya dapat diterapkan oleh peternak melalui kelompokkelompok peternak di bawah pengawasan clan bimbingan penyuluh. Untuk ikut berperan dalam pasar yang mementingkan kualitas, maka keterlibatan perusahaan terkait sudah dibutuhkan sejak kegiatan awal dimulai. 1 8

WARTAZOA Vol. 2 No. 1 2, September 1991 DAFTAR PUSTAKA 1. Siregar, A.R., Ch. Talib, K. Dwiyanto, P. Sitepu, H. Prasetyo, U. Kusnadi, P. Sitorus clan D. Budiwiyono. 1985. Performans sapi Bali di TimorNTT clan sapi Madura di Pulau Madura. Ditjenak clan Balitnak. 2. Talib, Ch. 1984x. Kekhasan sapi Bali di Timor. 1984. Bull. Teknik clan Pengemb. Peternakan 15/111/84/85. 3. Talib, Ch. 1984b. Kekhasan sapi Bali di Sulawesi Selatan. 1984. Bull. Teknik clan Pengemb. Peternakan 16/IV/84/85. 4. Talib, Ch. 1985. Kekhasan sapi Bali di Bali. 1984. Bull. Teknik clan Pengemb. Peternakan 17/1/85/86. 5. Talib, Ch. 1986. Setengah abad perkembangan sapi Madura di Madura. Bull. Teknik clan Pengemb. Peternakan 21/l/86/87. 6. Talib, Ch. 1988x. Produktivitas Induk Sapi Peranakan Ongole clan Keturunannya. Thesis Program Magister Sains. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 7. Talib, Ch. 1988b. Produktivitas sapi Peranakan Ongole. Ukuranukuran tubuh induk clan anak pada umur sapih. Proc. Seminar, LUSTRUM IV, UGM, Yogyakarta. 8. Talib, Ch. 1990. Keterkaitan ukuranukuran tubuh lingkar dada, tinggi pundak, panjang badan clan bobot badan pedet PO clan silangan Brahman dari umur 120 365 hari di peclesaan di Jawa Timur. Proc. Seminar Nasional Ternak Potong di Pedesaan. UNSOED. Purwokerto. 9. Talib, Ch. 1991. Produktivitas sapi bibit Peranakan Ongole di Kabupaten Kediri clan Nganjuk, Jawa Timur. (Unpublished). 10. Talib, Ch. clan A.R. Siregar. 1984. Potens i clan Pengembangan Sapi Bali di TimorNTT. Wartazoa 1 (3) : 1 8. 11. Talib, R.A.B. 1991. Karakterisas i Ulang Sapi Ongole Murni di Pulau Sumba. Thesis Program Magister Sains. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

C. TALIB dan A.R. SIREGAR : Peranan Pemuliaan Temak Potong Uraian Gigi seri 0 2 4 6 8 Lampiran 1. Persentase karkas PO = 4652%. Calf crop PO = 5365%. Sumber : Diolah kembali dari Talib (1988a). Bobot badan (kg) sapi Peranakan Ongole dan turunart silangnya dari berbagai penelitian Bobot badan (kg/ekor) PO Brahman x PO Ongole x PO 242,6 ± 9 266,9 ± 5 258,9 ± 5 278,7 ± 3 210,7±9 Rataan 251,6 ± 3 317,7 313,0 Bobot : lahir 24,6 ± 0,6 26,4 t 0,6 28,5 ± 3 120 hr 100,6 ± 4 118,6 ± 4 205 hr 133,0 ± 6 149,6 ± 5 155,0 ± 14 365 hr 182,8 ± 8 212,4 ± 8 196,7 ± 10 Lampiran 2. Bobot badan (kg) sapi Bali dewasa menurut berbagai penelitian Bobot badan Tahun (kg/ekor) Lokasi Sumber Jantan Betina 1922 432 264 Bali Talib (1985) 1926 400 275 Bali idem 1934 407 275 Bali idem 1970 413 281 Bali idem 1976 336 230 Bali idem 1978 395 303 Bali idem 1980 335 303 Bali idem 1983 264 250 Sulsel Talib (1984b) 1984 310 247 Bali Talib (1985) 1985 258 230 Timor Talib (1984a), Talib dan Siregar (1984) Lampiran 3. Tahun Bobot badan (kg) dan lingkar dada (cm) induk sapi Ongole dari berbagai penelitian Bobot badan (kg/ekor) Sumber : Diolah kembali dari Talib (1988a). *)Talib (1991). Lingkar dada (cm) Lokasi 1906 190 Jawa 1921 158 Jawa 1923 155 Jawa 1978 353 162 Sumba 1982 235 Jogya 1983 251 150 Jatim 1988 342 160 Sumba*) 20

WARTAZOA Vol. 2 No. 1 2, September 1991 Tahun Lampiran 4. Bobot badan (kg) clan lingkar dada (cm) clan Tnggi pundak (cm) sap! Madura dari berbagai penelitian di Pulau Madura. Bobot badan (kg) Sumber : Diolah kembali dari Talib (1986). *)Siregar dkk. (1985). Lingkar dada (cm) Tinggi pundak (cm) 1934 330 127 1969 235 152 1970 232 158 1985*) 230 151 118 Lampiran 5. Bobot badan (kg) sapi Bali clan Madura dari berbaga! penelitian Umur (hari) Bali Sumber : Diolah kembali dari Siregar dkk. (1985). Bobot badan (kg/ekor) Madura 0 12 12 90 55 45 180 86 86 365 134 110 730 166 160 Karkas 50% 52% Lampiran 6. Reproduktivitas sapi Bali, Madura clan Ongole dari berbagai penelitian di Indonesia Uraian Sumber : * )Siregar dkk. (1985). * * )Talib (1986). @)Talib (1991). Bali *) Jenis sapi Madura * *) Ongole@) Umur pertama : Kawin (bulan) 18 15 25 Beranak (bulan) 28 28 26 Lama bunting (hari) 286 285 Jarak beranak (bulan) 15 13 20 Berahi kembali (bulan) 4 20 Ratio jantan :betina 1 :2440 Kelahiran (%) 82 62 Panen anak (%) 79 59 53 Jumlah kawin per kebuntingan 1,2 2 2