BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. lahir mengalami asfiksia setiap tahunnya (Alisjahbana, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal

BAB I PENDAHULUAN. sepsis terbanyak setelah infeksi saluran nafas (Mangatas, 2004). Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat untuk melindungi bayi sebelum, selama dan sesudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang kesehatan menjadi perhatian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan, dengan manifestasi infeksi sistemik dan atau isolasi bakteri patogen

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, patogen yang umum dijumpai adalah Streptococcus pneumoniae dan

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

Sepsis neonatorum adalah respons sistemik

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 45% dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid

BAB 1 PENDAHULUAN adalah 32 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan target Millenium

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible

ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI JUNI 2016

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang penting di dunia. Angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. (ureteritis), jaringan ginjal (pyelonefritis). 1. memiliki nilai kejadian yang tinggi di masyarakat, menurut laporan di

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2. penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

B A B I PENDAHULUAN. Sampai saat ini sepsis masih merupakan masalah utama kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sebesar 25 per-1000 kelahiran hidup dengan Bayi Berat Lahir. Rendah (BBLR) penyebab utamanya. 2 Kematian bayi baru lahir di

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi

I. PENDAHULUAN. terakhir (HPHT) atau, yang lebih akurat 266 hari atau 38 minggu setelah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Neonatus (AKN) di Indonesia mencapai 19 per 1.000

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN. calon ibu dan bayi yang dikandung harus mendapatkan gizi yang cukup banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah suatu proses fisiologi yang terjadi hampir pada setiap

CAIRAN AMNION TERCAMPUR MEKONIUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih menjadi masalah karena merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Masalah ini tidak hanya dihadapi oleh negara berkembang saja melainkan juga negara maju. World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat empat juta kematian bayi baru lahir setiap tahun. Angka kematian neonatus (kematian dalam 28 hari pertama kehidupan) adalah 34 per 1000 kelahiran hidup dan 98% berasal dari negara berkembang (WHO, 1996; Darmstadt dkk., 2005). Data WHO yang dikutip dari Child Health Research Project Special Report: Reducing Perinatal and Neonatal Mortality (1999) menyebutkan bahwa 42% kematian neonatus terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernapasan, tetanus neonatorum, sepsis neonatorum, dan infeksi gastrointestinal. Angka kejadian sepsis neonatorum di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1,8-18 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12-68%, sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis neonatorum berkisar antara tiga per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian 10,3% (Watson dkk., 2003). Data dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta periode Januari sampai September 2005 menyebutkan bahwa angka kejadian sepsis neonatorum sebesar 13,68% dengan angka kematian sebesar 14,18% (Rohsiswatmo, 2005). 1

2 Angka kejadian sepsis neonatorum di RSUP Sanglah Denpasar selama Januari 2003 sampai Desember 2004 adalah sebesar 5,3% dengan angka kematian sebesar 56% (Kardana, 2011). Sepsis neonatorum sebagai salah satu penyakit infeksi bayi baru lahir masih merupakan masalah utama yang belum dapat terpecahkan sampai saat ini. World Health Organization juga melaporkan case fatality rate kasus sepsis neonatorum masih tinggi, yaitu sebesar 40%. Hal ini terjadi karena banyak faktor risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan ditanggulangi dengan baik (Black, 1999). Sepsis yang terjadi merupakan dampak atau akibat dari masalah sebelumnya pada bayi maupun ibu. Hipoksia atau gangguan sistem imun bayi, asfiksia dan bayi berat lahir rendah atau bayi kurang bulan dapat mendorong terjadinya infeksi yang berakhir dengan sepsis neonatorum. Ketuban pecah dini, ketuban berbau, panas badan sebelum melahirkan, keputihan yang tidak diobati, infeksi saluran kemih meningkatkan risiko sepsis pada bayi baru lahir. Sepsis neonatorum dapat menimbulkan kerusakan otak, disebabkan oleh meningitis, syok septik atau hipoksemia, dan kerusakan organ-organ lainnya seperti gangguan fungsi jantung, paru, hati, dan ginjal (Rohsiswatmo, 2005). Sepsis neonatorum sering tidak terdeteksi dan menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Gejala dan tanda klinis sepsis klasik pada anak sepsis jarang ditemukan pada neonatus sehingga menyulitkan dalam mendiagnosis sepsis neonatorum (Narasimha dan Kumar, 2011). Biakan darah yang merupakan baku emas diagnosis membutuhkan waktu cukup lama, yaitu sekitar tiga sampai lima

3 hari. Pemeriksaan penunjang seperti C-reactive protein (CRP), rasio I:T, jumlah total leukosit maupun trombosit apabila tidak digabungkan dengan pemeriksaan penunjang lain menjadi tidak spesifik dan sulit dipakai sebagai pegangan dalam diagnosis pasti pasien sepsis. Keadaan ini menyebabkan keterlambatan pemberian antibiotik serta mengakibatkan kematian bayi atau kecacatan yang memerlukan pengobatan seumur hidup. Gambaran klinis yang tidak spesifik dapat mengakibatkan penanganan berlebihan dan penggunaan antibiotik spektrum luas yang berdampak buruk, mengingat pola resistensi dan toksisitasnya kemudian (Modi dan Carr, 2000; Bang dkk., 2005). Diagnosis sepsis neonatorum sulit ditegakkan secara dini karena gejala klinis tidak khas, pemeriksaan penunjang tidak spesifik, serta pemeriksaan biakan darah sebagai baku emas membutuhkan waktu cukup lama. Waktu yang tepat untuk memulai terapi antibiotik menjadi masalah para klinisi. Berbagai upaya dilakukan dalam pendekatan diagnosis sepsis neonatorum dalam perkembangannya. Beberapa rumah sakit menggunakan faktor risiko sepsis, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang, atau kombinasi berbagai pemeriksaan penunjang dalam pendekatan diagnosis sepsis neonatorum (Rodwell dkk., 1998). Khair dkk. (2010) menggunakan Hematologic Scoring System (HSS) untuk diagnosis sepsis neonatorum. Kriteria yang digunakan adalah beberapa pemeriksaan hematologik sehingga dikenal dengan istilah HSS. Sistem skoring ini terdiri dari tujuh parameter hematologi, yaitu rasio imatur dan total neutrofil, jumlah total sel polymorphonuclear (PMN), rasio imatur dan matur neutrofil, jumlah imatur PMN, jumlah total leukosit, perubahan degeneratif pada sel PMN

4 serta jumlah trombosit (Khair dkk., 2010). Perubahan sistem hematologi pada pasien sepsis neonatorum terjadi akibat respon inflamasi terhadap sepsis. Perubahan tersebut adalah peningkatan atau penurunan jumlah leukosit, penurunan jumlah trombosit, dan perubahan morfologi leukosit seperti terdapat granulasi toksik, vakuolisasi, serta Dohle bodies. Sistem skoring hematologi ini didapatkan melalui pemeriksaan darah lengkap serta blood smear dari darah perifer pasien (Warren dan Ward, 2005). Penelitian oleh Khair dkk. di Dhaka menganalisis hubungan masingmasing parameter terhadap kejadian sepsis neonatorum serta mencari skor yang optimal untuk mendiagnosis sepsis neonatorum. Pemeriksaan baku emas penelitian ini adalah kultur darah yang diambil hanya dari satu sisi tubuh bayi. Hasil dari penghitungan sistem skoring dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok bukan sepsis, kemungkinan sepsis serta kemungkinan besar sepsis (Khair dkk., 2010). Sistem skoring menggunakan cara ini dapat dipakai pada pasien sepsis neonatorum awitan dini maupun awitan lambat. Sistem ini mempunyai kelebihan, yaitu mudah dilakukan, biaya relatif murah, sederhana karena hanya melakukan satu jenis pemeriksaan darah perifer, dan hasil pemeriksaan darah tidak memerlukan waktu lama sehingga dapat mendiagnosis sepsis neonatorum lebih dini (Ghosh, 2001). Penelitian menggunakan sistem skoring hematologi untuk diagnosis sepsis neonatorum belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian yang dilakukan pada daerah yang berbeda akan menunjukkan hasil yang berbeda pula. Hal ini karena

5 penelitian dilakukan di daerah yang memiliki karakteristik subjek masing-masing serta demografi yang berbeda-beda. Pola kuman penyebab sepsis juga berbeda di setiap daerah dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Perbedaan pola kuman di negara berkembang sering ditemukan, walaupun bakteri gram negatif sebagian besar menjadi penyebab utama sepsis neonatorum (Modi dan Carr, 2000). Sistem skoring hematologi juga berguna untuk daerah dengan fasilitas terbatas yang tidak memiliki sarana pemeriksaan kultur darah. Sistem skoring hematologi dapat digunakan untuk mendiagnosis sepsis neonatorum bila mempunyai nilai spesifisitas yang tinggi (neonatus tidak terinfeksi memiliki hasil negatif) dan nilai duga positif (bila hasil positif maka neonatus tersebut terinfeksi) yang tinggi, yakni lebih dari 85% (Laishram dan Khuraijam, 2013). Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini berbeda dengan penelitian yang telah ada. Hal ini karena pada penelitian ini tidak dicari hubungan masing-masing parameter dalam sistem skoring hematologi serta hasil yang diperoleh dari sistem skoring ini adalah hanya positif atau negatif menderita sepsis neonatorum. Baku emas yang digunakan adalah pemeriksaan kultur darah. Kultur darah dua sisi (sisi kanan dan kiri) subjek digunakan pada penelitian ini. Kultur darah dikatakan positif apabila didapatkan patogen yang sama pada kedua sisi subjek. Sepsis neonatorum dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, atau jamur, dan pada penelitian ini akan lebih difokuskan pada penyebab bakteri. Uraian dalam latar belakang masalah di atas memberi dasar bagi peneliti untuk meneliti penggunaan sistem skoring hematologi untuk diagnosis sepsis neonatorum.

6 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah sistem skoring hematologi sensitif (nilai sensitivitas lebih dari 85%) untuk mendiagnosis sepsis neonatorum di RSUP Sanglah? 2. Apakah sistem skoring hematologi spesifik (nilai spesifisitas lebih dari 85%) untuk mendiagnosis sepsis neonatorum di RSUP Sanglah? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui nilai diagnostik sistem skoring hematologi untuk diagnosis sepsis neonatorum. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengukur sensitivitas sistem skoring hematologi terhadap kultur darah. 2. Mengukur spesifisitas sistem skoring hematologi terhadap kultur darah. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bidang akademik Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pemeriksaan untuk penegakan diagnosis sepsis neonatorum yang relatif lebih murah dan lebih cepat dikerjakan.

7 1.4.2 Manfaat bidang pelayanan masyarakat Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat untuk meningkatkan kualitas tata laksana pasien sepsis neonatorum. 1.4.3 Manfaat pengembangan penelitian Dari data hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya.