BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. ini terletak di sebelah Desa Panaragan, berjarak ±15 km dari ibu kota kecamatan,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

V. GAMBARAN UMUM. Cisaat berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. pemerintahan Kecamatan Kampar TimurKabupaten Kampar. Adapun jarak desa Pulau

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB IV METODE PENELITIAN

GAMBARAN UMUM. dan berpenduduk jiwa dengan luas wilayah 90,58 km 2. Kecamatan Raman. Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. perekonomian di Desa Gandrungmanis adalah sebagai berikut :

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Kebonagung merupakan salah satu dari 8 (delapan) desa yang

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT (BOKAR) LUMP MANGKOK DARI DESA KOMPAS RAYA KECAMATAN PINOH UTARA KABUPATEN MELAWI

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak


V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Purworejo yang terdiri dari 49 desa.luas wilayah Kecamatan Pituruh yaitu 7681

IV. GAMBARAN UMUM. Awal berdirinya pemerintahan Kecamatan Bumi Waras terbentuk berdasarkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. KEADAAN UMUM KECAMATAN BANJAR. berdiri bersamaan dengan dibentuknya Kota Banjar yang terpisah dari kabupaten

BAB III GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KWINTALAN DI DESA TANJUNG KECAMATAN KEDAMEAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Margosari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagelaran Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN. pemerintahan dalam memberikan pelayanan publiknya wilayah ini dibagi kedalam

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

ANALISIS MARJIN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis) PETANI DI DESA MUARA RENGAS KECAMATAN MUARA LAKITAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di dua desa yakni Desa Pagelaran dan Desa Gemah

BAB IV PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Daerah Penelitian. geografis berada di koordinat 07 o LS-7 o LS dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Agung Kabupaten OKU Selatan Sumatera Selatan. Posisi Desa Merpang

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS TATANIAGA BERAS

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan. Desa Bumi Restu memiliki

BAB II PROFIL DESA GUMINGSIR. Tulis yang sekarang menjadi Desa Surayudan Kabupaten Wonosobo.

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang

ANALISIS SALURAN PEMASARAN GABAH (Oriza sativa ) DI GAPOKTAN SAUYUNAN (Suatu Kasus di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran)

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

BAB III KERJA SAMA PENGAIRAN SAWAH DI DESA KEDUNG BONDO KECAMATAN BALEN KABUPATEN BOJONEGORO. Tabel 3.1 : Batas Wilayah Desa Kedung Bondo

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II PROFIL DESA KASIMPAR DAN KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA KASIMPAR

DINAMIKA EKONOMI Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol.9 No.2 September 2016

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. keadaan penduduk, keadaan sarana dan prasana, keadaan pertanian, dan

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Banjararum terletak sekitar 26 km dari Puasat Pemerintahan Kabupaten Kulon

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

Transkripsi:

38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam proses pemeliharaannya, petani di Desa Retok menggunakan cara yang tradisional dimana tanaman yang dibudidayakan sama sekali tidak menggunakan proses pemupukan dan lain sebagainya. Jenis karet yang diusahakanpun berupa karet lokal, dalam proses perbanyakan tanaman petani di Desa Retok hanya mengambil dari anakan yang ada di sekitar tanaman karet itu sendiri. 2) Keadaan Geografi dan Topografi Batas wilayah Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B Kabupaten Kubu Raya adalah sebagai berikut : 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sui. Enau. 2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kubu Padi. 3) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sui. Segak. 4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sebangki. Luas wilayah Desa Retok menurut data yang ada adalah 1.56 ha, yang terbagi dalam 4 Dusun yaitu, Dusun Bebantek, Dusun Retok Acin, Dusun Empening dan Dusun Memperigang. 3) Penduduk Berdasarkan data monografi tahun 29 penduduk Desa Retok Kecamatan Kuala Mandor B berjumlah 4.452 jiwa, dengan 922 KK. Penduduk laki-laki sebanyak 2.331 jiwa, sedangkan penduduk perempuan sebanyak 2.121 jiwa.

39 4) Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk dapat dijadikan sebagai gambaran untuk melihat kemajuan suatu daerah. Tingkat pendidikan penduduk adalah salah satu pendukung peningkatan produktivitas kerja. Sarana pendidikan sangat penting dalam meningkatkan tingkat pendidikan penduduk. Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Retok adalah SD/Sederajat ada 8 (delapan) unit, SLTP/Tsanawiyah 4 unit. Desa Retok belum tersedia fasilitas pendidikan setingkat SLTA, jadi penduduk yang ingin melanjutkan sekolah SLTA harus melanjutkannya di luar Desa Retok. Sarana dan prasarana pendidikan sangat penting dalam meningkatkan tingkat pendidikan penduduk. Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Retok dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel. 4.1 Sarana dan Prasarana Pendidikan di Desa Retok No Sarana Pendidikan Jumlah 1 Taman Kanak-Kanak (TK) 1 2 Sekolah Dasar (SD) 1. SD Negeri 2. SD Swasta Umum 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1. SMP Negeri 2. Tsanawiyah Jumlah 13 Sumber : Profil Desa Retok Tahun, 29 Tingkat pendidikan penduduk di Desa Retok dapat di lihat dalam Tabel 4.2 Tabel. 4.2 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Retok No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Tidak Sekolah 989 7 2 SD 268 19 3 SMP 118 8 4 SMA 15 1 5 Perguruan Tinggi 24 2 Jumlah 1414 1 Sumber : Profil Desa Retok, 29 Berdasarkan tabel 4.2 maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar jumlah penduduk di Desa Retok tidak pernah mengenyam pendidikan, dengan persentase 7% dari jumlah 1414 jiwa. 3 5 1 3

4 5) Mata Pencaharian Untuk mengetahui keadaan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari jenisjenis mata pencaharian yang ditekuni oleh penduduk daerah yang bersangkutan, dari sinilah akan terlihat apakah keadaan ekonomi daerah tersebut maju atau tidak. Tabel 4.3 menampilkan mata pencaharian penduduk di Desa Retok: Tabel. 4.3 Mata Pencaharian Penduduk Desa Retok No. Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) 1. 2. 3. 4. Petani Swasta Pegawai Negeri Pedagang Sumber : Profil Desa Retok, 29. 6 259 23 4 Dari tabel 4.3 dapat diketahui, mata pencaharian penduduk Desa Retok pada umumnya adalah petani sebanyak 6 jiwa, dan swasta sebanyak 259 jiwa. Sedangkan mata pencaharian yang paling sedikit ditekuni oleh penduduk Desa Retok adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejumlah 23 jiwa. 6) Transportasi Fasilitas jalan merupakan faktor penting yang mendukung lancarnya transportasi suatu daerah. Fasilitas jalan di Desa Retok kurang memadai, dilihat dari status jalan, sepanjang 12 km dengan lebar 2m (5 km jalan bersemen dan 7 km masih menggunakan tanah). Jarak tempuh dari Desa Retok ke Kota Kecamatan melalui jalan darat berkisar 24 km dapat ditempuh dalam waktu 3 jam perjalanan menggunakan sepeda motor, sedangkan melalui jalur air jarak yang ditempuh adalah dalam waktu 4 jam perjalanan menggunakan motor air. Transportasi yang pada umumnya dipilih oleh masyarakat di Desa Retok dalam tataniaga karet adalah malalui jalur air, hal ini dipilih karena dapat memudahkan dalam proses pengangkutan.

41 B. Karakteristik Responden Hasil penelitan terhadap responden yang terdiri dari 44 petani karet, 4 pedagang pengumpul dusun, 5 pengumpul desa dan 2 pedagang besar (konsumen akhir) diperoleh karakteristik responden, yaitu : 1. Umur Responden Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam manajemen usahatani dan tataniaga suatu produk pertanian adalah umur dari pihak-pihak yang terlibat pada usaha tersebut. Tingkat umur berpengaruh terhadap kemampuan fisik petani dalam mengelola usaha taninya maupun usaha-usaha pekerjaan tambahan lainnya. Berdasarkan ketentuan dari Departemen Tenaga Kerja, tingkat produktifitas dikelompokan menjadi 3 golongan, yaitu golongan umur belum produktif (<17 tahun), golongan umur produktif (17-55 tahun) golongan tidak produktif (>55 tahun). Distribusi petani dan pedagang responden menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel 4.4. Hasil penelitian menunjukan bahwa umur petani responden sangat bervariasi yaitu umur petani yang termuda 27 tahun dan yang tertua 75 tahun dengan jumlah rata-rata 42 tahun, dan umur pedagang responden juga sangat bervariasi yaitu umur pedagang termuda 33 tahun dan yang tertua 63 tahun dengan jumlah rata-rata 46 tahun. Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Umur Petani Pedagang Perantara Kelompok Pengumpul Pengumpul Pedagang Umur Jumlah Dusun Desa Besar (%) (Tahun) (Orang) Jumlah Jumlah Jumlah (%) (%) (%) (Orang) (Orang) (Orang) 17 55 > 55 38 6 87 13 4 1 5 1 1 1 5 5 Jumlah 44 1 4 1 5 1 2 1 Sumber : Data Primer, 21 Tabel 4.4 menenjukan bahwa sebagian besar petani responden berumur antara 17-55 tahun (87%), ini menunjukan bahwa sebagian besar petani karet merupakan penduduk usia produktif dan hanya 6 petani responden yang berumur >55 tahun (13%) merupakan penduduk usia tidak produktif. Sedangkan pada

42 pedagang perantara responden diatas menunjukan bahwa sebagian besar pedagang responden berumur antara 17-55 tahun dan tergolong penduduk usia produktif serta hanya 1 pedagang responden yang berumur >55 tahun yang tergolong penduduk usia tidak produktif. 2. Pendidikan Responden Tingkat pendidikan adalah lamanya responden menempuh pendidikan formal. Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan petani dalam menerima informasi (teknologi baru dibidang pertanian atau perkebunan). Semakin tinggi pendidikan yang di tempuh maka semakin mudah dalam menerima teknologi tersebut. Pendidikan juga dapat merubah petani dalam menentukan dan mengambil keputusan cabang usahatani mana yang lebih menguntungkan. Distribusi petani dan pedagang responden menurut tingkat pendidikan dapat dilhat pada tabel 4.5. Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Sarjana (S1) Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Petani Pedagang Perantara Pengumpul Pengumpul Pedagang Jumlah Dusun Desa Besar (%) (Orang) Jumlah Jumlah Jumlah (%) (%) (Orang) (Orang) (Orang) (%) 15 34 16 36 1 25 6 14 1 25 3 6 3 7 2 5 2 4 2 1 4 9 Jumlah 44 1 4 1 5 1 2 1 Sumber : Analisis Data Primer, 21. Tabel 4.5 menunjukan bahwa tingkat pendidikan pada petani responden sangat bervariasi mulai dari yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal sampai pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dari 44 petani responden yang diambil sebagai sampel, pendidikan terendah petani adalah tidak pernah sekolah dengan jumlah 15 orang dengan persentase 34%, tamat SD 16 orang

43 dengan presentase 36% serta pendidikan tertinggi adalah Sarjana (S1) dengan presentase 9%. 3. Pengalaman Usaha Pengalaman merupakan salah satu faktor dalam menentukan keberhasilan usahataninya. Semakin lama seorang petani memahami usahataninya maka semakin matang untuk mencapai keberhasilan dalam usahanya. Pengalaman usaha biasanya dipengaruhi oleh umur, umumnya semakin bertambah umur seseorang maka semakin banyak pengalaman usaha yang didapatkanya. Namun demikian tidak berarti bahwa semakin lama pengalaman maka akan semakin mampu mengelola usaha dengan baik atau dengan kata lain tidak berarti semakin lama pengalaman usaha akan semakin memperbesar pendapatan, tetapi tergantung juga pada sumber daya yang dimiliki. Distribusi pengalaman usaha responden dapat dilihat pada tabel 4.6. Pengalaman Usaha (thn) -1 11-2 21-3 31-4 >4 Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut Pengalaman Usaha Petani Pedagang Perantara Pengumpul Pengumpul Pedagang Besar Jumlah Dusun Desa (Orang) (%) Jumlah Jumlah Jumlah (Orang) (%) (Orang) (%) (Orang) (%) 12 27 4 1 2 4 1 5 12 27 1 2 11 25 2 4 7 16 2 5 1 5 Jumlah 44 1 4 1 5 1 2 1 Sumber : Data Primer, 21 Tabel 4.6 menunjukan bahwa petani responden memiliki pengalaman usaha yang paling rendah yaitu 1 tahun dan pengalaman usaha yang paling lama yaitu 6 tahun (Lampiran 1). Rata-rata petani memiliki pengalaman usaha 23,11 tahun (Lampiran 1). Sedangkan pada pedagang responden memiliki pengalaman usaha yang paling rendah yaitu 5 tahun dan pengalaman usaha yang paling lama yaitu 43 tahun dengan rata-rata pedagang responden memiliki pengalaman usaha 44,27 tahun.

44 4. Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang ada dalam suatu keluarga yang terdiri dari kepala keluarga, istri, dan anak. Jumlah anggota keluarga petani responden paling banyak berjumlah 7 orang dan yang paling rendah adalah 3 orang. Rata-rata jumlah anggota keluarga petani responden 5 orang ( lampiran 1). Sedangkan jumlah anggota keluarga pedagang responden paling banyak berjumlah 6 orang dan yang paling rendah adalah 3 orang. Rata-rata jumlah anggota keluarga pedagang responden adalah 4 orang. Jumlah anggota keluarga yang dimiliki berpengaruh terhadap pengurangan biaya tenaga kerja, karena para petani dan pedagang dapat memanfaatkan jumlah anggota keluarga yang banyak sehingga tidak perlu untuk menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Penggunaan tanaga kerja dari luar keluarga berarti akan mengeluarkan biaya berupa upah atau gaji bagi tenaga kerja tersebut. 5. Luas Lahan Luas lahan adalah luas tanah atau lahan yang dimiliki petani untuk di tanami karet. Semakin besar luas lahan yang dimiliki maka semakin besar produksi yang dihasilkan. Distribusi petani karet dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Distribusi Petani Responden Menurut Luas Lahan Jumlah Luas Lahan Presentase Petani ( Ha ) ( % ) ( Orang ) 1-2 2,1-3 3,1-4 4,1-5 7 24 12 1 16 55 26 3 Jumlah 44 1 Sumber : Analisis Data Primer, 21 Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar petani karet lump yang ada di Desa Retok memiliki luas lahan sebesar 2,1-3 Ha dengan presentase 24% dari jumlah lahan yang ada. Pada hakikatnya semakin luas lahan yang dimiliki maka akan banyak jumlah produksi yang dihasilkan.

45 6. Volume Penjualan Volume penjualan adalah jumlah karet lump (kg) yang dijual petani pada setiap bulannya. Volume penjualan karet petani bervariasi sesuai dengan jumlah produksi karet lump dan lahan yang dimiliki petani. Distribusi responden menurut volume penjualan karet lump perbulan dapat dilihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Distribusi Responden Menurut Volume Penjualan per Bulan Volume Penjualan Presentase Penjualan Pedagang Perantara Pedagang Perantara Petani Petani (kg/bln) PDu PDe PB PDu PDe PB 9-19 191-291 5-7 71-9 91-2 21-3 > 5 32 12 2 2 3 2 2 72 28 5 5 6 4 2 Jumlah 44 4 5 2 1 1 1 1 Sumber : Data Primer, 21 Ket : PDu (Pengumpul Dusun). PDe (Pengumpul Desa). PB (Pedagang Besar). Tabel 4.8 menunjukan bahwa sebagian besar volume penjualan pada tingkat petani sebesar 9-19 kg dengan presentase sebesar 72% dari jumlah petani sebanyak 44 orang, sedangkan untuk volume penjualan pada tingkat pedagang pengumpul dusun dengan volume penjualan sebesar 5-7 dan 71-9 kg terdapat masing-masing dua pedagang, pengumpul desa dengan volume penjualan antara 91-2 terdapat tiga pedagang dan volume 21-3 terdapat dua pedagang. Untuk pedagang besar volume penjualan terbesar adalah sebesar 25. kg (Lampiran II). C. Biaya Produksi Usahatani Karet Lump Biaya yang dianalisis dalam penelitian ini adalah berupa biaya yang ril yang dikeluarkan oleh petai karet selama proses produksinya. Adapun biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani karet di desa Retok adalah hanya berupa biaya penyusutan

46 paralatan. Total biaya penyusutan alat sebesar Rp. 2.392.491/bln dengan rata-rata penyusutan alat sebesar Rp. 237.155/bln ( lampiran VI). D. Tataniaga Karet 1. Jenis Karet Yang Diperdagangkan Di Desa Retok pada umumnya jenis karet yang diperdagangkan adalah berupa Lump mangkuk. Adapun jenis karet ini tidak seperti jenis karet lainnya seperti sheet yang pembekuannya menggunakan asam semut. Karet jenis ini dibekukan secara alami tanpa pemberian asam semut atau yang biasa di sebut dengan cuka getah. Adapun tahapan dalam pembuatan karet Lump yang biasa dilakukan oleh petani karet di Desa Retok adalah sebagai berikut : Lateks hasil sadapan ditampung dalam tempurung, setelah semua tertampung dalam wadah tersebut lateks dibiarkan mengering secara alami selama kurang lebih 2-3 jam sampai lateks tersebut benar-benar membeku. Setelah dirasa cukup barulah kemudian petani mengumpulkan setiap tempurung yang telah terisi lateks yang sudah membeku tersebut dan memasukkannya kedalam ember agar terlihat lebih indah dan menjadi satu bongkahan yang lebih besar. Alasan petani memproduksi karet jenis ini karena dalam proses pembuatanya petani dapat menghemat waktu, tenaga serta biaya. Akan tetapi karet lump yang dihasilkan pada umumnya kurang bersih karena sengaja dicampur dengan sisa lateks yang membeku pada jalur sadapan dan terkadang petani sengaja memasukkan kulit tanaman karet itu sendiri kedalam lump yang dihasilkan sehingga membuat harga dan mutu dari karet itu sendiri menjadi berkurang. Ciri-ciri bokar mutu tinggi: berwarna putih bersih, bersih dari kotoran, serta tidak bercampur dengan air. 2. Harga Karet Harga lump yang diperoleh petani di Desa Retok bervariasi tergantung dari saluran tataniaga yang dipilih dan mutu karet itu sendiri. Semakin panjang saluran tataniaga serta lembaga yang terlibat maka semakin kecil keuntungan yang diperoleh. Harga karet di Desa Retok sepenuhnya ditentukan oleh pedagang perantara dalam memberikan harga terhadap karet yang dijual oleh

47 petani biasanya pedagang melihat terlebih dahulu kualitas dari karet yang akan di beli, jika karet yang dijual petani dalam kondisi yang baik maka pedagang perantara biasanya akan memberikan harga yang lebih terhadap produk tersebut diluar harga rata-rata yang telah ada. Harga rata-rata karet lump di Desa Retok adalah sebagai berikut: Rp 7.5,- untuk pedagang pengumpul dusun, Rp 8..- untuk pengumpul desa, Rp 11.,- untuk pedagang besar dan Rp 13.,- untuk konsumen (pabrik). 3. Lembaga Tataniaga Yang Terlibat Adapun lembaga yang terlibat di dalam proses tataniaga adalah: a) Petani ( produsen) Peran petani disini adalah sebagai penghasil karet lump. b) Pengumpul Dusun Pengumpul Dusun mempunyai peran sebagai penampung dari hasil karet yang dijual oleh petani. Perbedaan antara pengumpul dusun dan pengumpul desa adalah skala usaha serta modal yang dimiliki. Dari sisi permodalan pengumpul dusun biasanya mendapatkan modal dari pengumpul desa dalam menjalankan usahanya sehingga akan menimbulkan keterikatan diantara keduanya. c) Pengumpul Desa Pada hakikatnya pengumpul desa tidak jauh berbeda dengan pengumpul dusun, pengumpul desa juga mendapatkan modal usaha dari pedagang besar. Hal yang menbedakannya adalah dari segi skala usaha, pengumpul desa memiliki skala usaha yang cukup besar. d) Pedagang Besar Berbeda dengan pengumpul desa dan pengumpul dusun, pedagang besar berdiri sendiri serta memiliki badan hukum dalam usahanya. e) Pabrik (Konsumen) Pabrik adalah sebagai konsumen dalam penelitian ini dimana pabrik merupakan tujuan akhir dari karet sebelum diolah lebih lanjut manjadi barang jadi.

48 E. Mekanisme Tataniaga Karet Terdapat tiga saluran tataniaga yang digunakan petani dalam memasarkan hasil karet di Desa Retok yaitu : 1. Saluran Tataniaga I Petani Pedagang Besar Pabrik Saluran tataniaga I ini yang berperan penting dalam tataniaga yaitu petani. Pedagang besar kecamatan selaku penampung terakhir dari hasil karet yang dijual petani melakukan pembelian terhadap hasil karet dari petani, seluruh biaya yang akan dikeluarkan dalam proses tataniaga ditanggung oleh petani. Adapun biaya yang akan dikeluarkan oleh petani dalam proses penyampaian hasil produksi karet (lump) hingga sampai pada pedagang besar adalah berupa biaya : a) Transportasi, dalam proses pengangkutan hasil karet hingga sampai pada pedagang besar, petani karet di Desa Retok pada umumnya menggunakan jasa angkutan air berupa motor air. Setiap jasa yang diberikan oleh penjual jasa akan selalu dikenai biaya yang sudah ditetapkan oleh penjual jasa. Untuk setiap kilo gram (kg) karet petani dikenai biaya pengangkutan sebesar Rp 3,- (biaya ini sudah termasuk upah bongkar muat barang). b) Resiko, bagi petani yang memilih saluran tataniaga I resiko yang akan ditanggung berupa penyusutan berat terhadap hasil karetnya. Pada umumnya petani yang memilih saluran tataniaga ini menyimpan produksi karetnya selama kurang lebih satu bulan sebelum menjual hasil produksinya. Kebanyakan petani yang menggunakan saluran tataniaga ini pada dasarnya tidak terlalu memperhatikan resiko yang akan ditanggung apabila menyimpan hasil karet terlalu lama, yang petani inginkan hanya untuk mendapatkan harga yang lebih baik dari hasil produksinya. Faktor lain yang menyebabkan petani karet memilih saluran tataniaga yang pertama adalah : 1) Petani menyadari bahwa dengan memilih saluran tataniaga I maka keuntungan yang diperoleh akan semakin tinggi. Dalam hal ini petani kebanyakan melihat sisi keuntungan dari perbedaan harga antara pedagang pengumpul desa dan pedagang besar kecamatan. 2) Petani yang memilih saluran tataniaga I tidak memiliki keterikatan dengan pedagang pengumpul yang ada di desa maupun di dusun sehingga petani bebas untuk

49 menjual produksi karetnya kemana saja. 3) Modal, modal juga merupakan faktor penyebab petani memilih untuk menjual langsung hasil produksi karetnya pada pedagang besar. Ketersediaan modal yang cukup tentunya akan sangat membantu dalam meningkatkan suatu usaha pertanian bagi petani, patani yang memilih saluran tataniaga ini kebanyakan memiliki pekerjaan lain di luar usahatani karet memiliki usaha toko kelontong, ada yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan ada pula yang tergabung dalam keanggotaan koperasi simpan pinjam (CU). Pada proses tataniaga karet lump dari pedagang besar kecamatan hingga pada konsumen akhir (pabrik) segala bentuk biaya dan resiko yang akan didapat merupakan tanggung jawab dari pedagang besar. Biaya yang dimaksud adalah biaya transportasi dan upah buruh, sedangkan resiko yang ditanggung berupa penyusutan dan pajak. Selain biaya tersebut pedagang besar juga menanggung biaya lain yaitu biaya pengepakan. 2. Saluran Tataniaga II Petani Pengumpul Desa Pedagang Besar Pabrik Pada saluran tataniaga II yang berperan aktif dalam tataniaga adalah petani karet itu sendiri yang dalam proses kegiatan tataniaganya petani yang mendatangi pedagang untuk menjual hasil karetnya, segala bentuk biaya yang terdapat dalam proses tersebut ditanggung oleh produsen (petani karet). Saluran tataniaga II merupakan saluran yang paling banyak digunakan oleh petani di Desa Retok dalam memasarkan hasil produksi karetnya, hal ini terjadi karena adanya keterikatan dan ikatan antara petani dan pedagang pengumpul di desa. Keterikatan terjadi disebabkan karena faktor alam, sebagai contoh; pada musim penghujan petani karet tidak bisa menyadap tanaman karetnya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari petani terpaksa harus meminjam ataupun mengutang kepada pedagang pengumpul untuk kebutuhan hidup sehari-hari, dari sinilah awal mulanya keterikatan itu terjadi. Sedangkan ikatan terjadi karena adanya hubungan kekeluargaan maupun ikatan darah antara petani dan pedagang pengumpul. Selain kedua faktor diatas, petani juga tidak berani untuk mengambil resiko jika menyimpan hasil produksi karetnya terlalu lama karena

5 harga karet yang cenderung fluktuatif serta petani yang memilih saluran tataniaga ini tidak memiliki cukup banyak modal untuk mengembangkan usahataninya. Dalam proses penyampaian karet dari pedagang pengumpul desa ke pedagang besar kecamatan seluruh biaya yang dikeluarkan ditanggung oleh pedagang pengumpul desa. Dalam saluran tataniaga ini pedagang pengumpul desa memiliki keterikatan dengan pedagang besar kecamatan sehingga dalam setiap melakukan penjualan hasil produksi karet pedagang pengumpul desa selalu menjual karet pada pedagang besar yang sama. Keterikatan terjadi karena pedagang pengumpul desa pada saat membuka usahanya mendapatkan modal dari pedagang besar kecamatan. 3. Saluran Tataniaga III Petani Pengumpul Dusun Pengumpul Desa Pedagang Besar Pabrik Pada saluran tataniaga III yang berperan aktif dalam proses tataniaga juga petani karet itu sendiri dan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses tataniaga ditanggung oleh petani. Dalam saluran tataniaga ini biaya yang ditanggung oleh petani hanya berupa biaya pengepakan karena petani yang pada saluran ini menjual hasil produksi karetnya setiap dua hari sehingga penyusutan yang terjadi dapat dicegah. Kondisi petani yang ada pada saluran tataniaga III pada dasarnya tidak berbeda dengan petani yang ada pada saluran tataniaga II keterbatasan modal, adanya keterikatan dan ikatan dan lain sebagainya merupakan faktor penghambat kemajuan usahataninya. Jarak antara pasar dan pemukiman penduduk juga merupakan faktor penentu pemilihan saluran tataniaga, jarak antara pemukiman penduduk yang memilih saluran tataniaga III dengan pengumpul desa cukup jauh sehingga sulit bagi petani untuk memasarkan hasil karetnya ke pengumpul desa, selain jarak yang mempengaruhi sarana dan prasarana transpotasi juga merupakan faktor utama dalam kelancaran suatu usaha, olah karena kesemuanya itu belum tertata dengan baik maka petani memilih untuk menjual hasil karetnya pada pedagang yang terdekat. Hubungan antara pedagang pengumpul dusun dan pedagang desa juga sama seperti pada saluran tataniaga II, terjadi ikatan yang erat antara pengumpul

51 dusun dan pedagang pengumpul desa. Pedagang pengumpul dusun di modali oleh pengumpul desa dalam membuka usahanya dengan tujuan hasil karet yang didapat oleh pedagang pengumpul dusun dijual pada pengumpul desa yang memberikan modal. Dalam proses tataniaganya seluruh biaya yang akan dikeluarkan ditanggung oleh pengumpul dusun itu sendiri. F. Analisis Efisiensi Saluran Tataniaga Penelitian ini akan mengetahui efisiensi tataniaga yang dibedakan berdasarkan saluran tataniaga yang ada di daerah penelitian, dengan demikian harga jual, biaya dan keuntungan petani, dan margin tataniaga pada tiap lembaga tataniaga akan diuraikan pada tabel 4.9

52 Uraian 1. Petani a. Biaya Produksi b. Biaya Tataniaga - Transportasi - Pengepakan - Resiko c. Harga Jual d. Keuntungan 2. Pedagang Pengumpul Dusun a. Harga Beli b. Biaya Tataniaga - Transportasi - Pengepakan - Resiko c. Harga Jual d. Keuntungan e. Margin 3. Pedagang Pengumpul Desa a. Harga Beli b. Biaya Tataniaga - Transportasi - Pengepakan - Resiko c. Harga Jual d. Keuntungan e. Margin 4. Pedagang Besar a. Harga Beli b. Biaya Tataniaga - Transportasi - Pengepakan - Resiko c. Harga Jual d. Keuntungan e. Margin Tabel 4.9 Analisis Tataniaga Karet Pada tiap Saluran Tataniaga Saluran I Saluran II Saluran III Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg % 5389 3 12,5 11 11 4198,5 11 355 292 935 13 418 2 41,45 2,3,9 7,69 84,61 32,29 84,61 2,73 2,24 8,84 1 4,62 15,8 5389 12,5 8 2598,5 8 3 12,5 11 11 1587,5 3 11 355 292 935 13 418 2 41,45,9 61,53 19,98 61,53 2,3,9 7,69 84,61 12,98 23,7 84,61 2,73 2,24 8,84 1 4,62 15,8 5389 12,5 75 298,5 75 125 292 55 85 145,5 1 8 3 12,5 11 11 1587,5 3 11 355 292 935 13 418 2 41,45,9 57,69 16,14 57,69 2,3 2,24 4,23 65,38 3,12 7,69 61,53 2,3,9 7,69 84,61 12,98 23,7 84,61 2,73 2,24 8,84 1 4,62 15,8 5. Konsumen (pabrik) a. Harga Beli 13. 1 13. 1 13. 1 Biaya Tataniaga Keuntungan Tataniaga Margin Tataniaga Farmer s Share 2994,5 4616,5 2 11 21,62 35,51 15,38 84,61 Sumber : Analisis Data Primer, 21 37 464 5 8 22,18 35,41 38,45 61,53 2561,5 42495 55 75 15,61 2,47 42,3 57,69 Tabel 4.9 menunjukan bahwa saluran tataniaga I memiliki Farmer s Share sebesar 84,61%, saluran II sebesar 61,53%, dan saluran III sebesar 57,69%. Jika dibandingkan dengan margin tiap salurannya yaitu : saluran I sebesar 15,38%, saluran II sebesar 38,45%, dan daluran III sebesar 42,3%, maka dapat disimpulkan

53 bahwa saluran tataniaga I adalah saluran tataniaga yang efisien jika dibandingkan dengan saluran tataniaga yang lainnya karena memiliki margin tataniaga yang rendah yaitu Rp 2 (15,38%) per kg karet dan farmer s share yang tertinggi yaitu (84,61%) per kg karet. Untuk saluran tataniaga II, saluran ini merupakan saluran tataniaga efisien kedua setelah saluran tataniaga I karena pada posisi ini petani masih mendapatkan keuntungan hanya saja keuntungan yang diperoleh lebih kecil dari saluran tataniaga yang pertama dengan perbandingan margin tataniaga sebesar (38,45) dan farmer s share sebesar (61,53) per kg karet. Pada saluran tataniaga III bila dilihat dari hasil perhitungan pada tabel 13 masih merupakan saluran tataniaga yang efisien karena memiliki margin tataniaga yang rendah yaitu Rp. 5.5,- (42,3) serta farmer s share yang tinggi yaitu sebesar Rp. 7.5,- (57,69) per kg karet. G. Tingkat Keuntungan Tataniaga Masing-Masing Lembaga Tataniaga Keuntungan akan manentukan pendapatan dan biaya-biaya yang diterima oleh produsen, termasuk petani karet di Desa Retok. Penentuan saluran tataniaga akan memberikan alternatif keuntungan yang akan diperoleh petani karet. Berdasarkan tabel 4.6 jelas bahwa terdapat perbedaan keuntungan yang nyata menurut saluran tataniaga yang dipilih petani. Penentuan saluran tataniaga yang akan dipilih petani tergantung pada harga dan biaya yang akan dikeluarkannya. Biaya-biaya yang terdapat pada saluran tataniaga juga akan dikeluarkan oleh petani karet tanpa terkecuali, sehingga biaya menjadi salah satu penentu tingkat keuntungan yang akan diperoleh. Adapun biaya yang dikeluarkan oleh petani adalah: a) biaya produksi yang mencakup biaya penyusutan peralatan dan, b) biaya tataniaga meliputi biaya transportasi (hanya terjadi pada petani yang memilih saluran tataniaga I), pengepakan, dan resiko (hanya terjadi pada petani yang memilih saluran tataniaga I). Perolehan keuntungan menurut saluran tataniaga ditunjukan pada tabel 4.1

54 Tabel 4.1 Rekapitulasi Keuntungan Lembaga Tataniaga Uraian Keuntungan (Rp/kg) Presentase (%) Saluran Tataniaga I 4616,5 35,51 Saluran Tataniaga II 464 35,41 Saluran Tataniaga III 4249,5 2,47 Sumber : Analisis Data Primer, 21 Tabel 4.7 menunjukan bahwa keuntungan petani karet tertinggi adalah pada saluran tataniaga I dengan keuntungan sebesar Rp 4616,5 (35,51%). Ini berarti bahwa saluran tataniaga yang dipilih oleh petani karet dalam rangka meningkatkan keuntungan adalah dengan memilih saluran tataniaga I karena memberikan keuntungan yang cukup besar. H. Analisis Profitability Indeks Profitability Indeks merupakan besarnya keuntungan dibandingkan dengan biaya dari semua lembaga tataniaga karet yang terlibat. Adapun besarnya Profitability Indeks tataniaga karet sebagaimana pada tabel 4.11 Tabel 4.11 Profitability Indeks Tataniaga Karet Uraian Keuntungan Tataniaga Biaya Tataniaga Profitability Indeks Rp/kg % Rp/kg % PI Saluran Tataniaga I 4616,5 35,51 2994,5 21,62 1,54 Saluran Tataniaga II 464, 35,41 37 22,18 1,53 Saluran Tataniaga III 4249,5 2,47 2561,5 15,61 1,3 Sumber : Analisis Data Primer, 21 Tabel 4.11 menunjukan bahwa Profitability Indeks untuk karet lump pada saluran tataniaga I sebesar 1,54 artinya bilamana biaya tataniaga sebesar Rp 1, maka indeks keuntungan sebesar 1,54, disusul saluran tataniaga II dan saluran tataniaga III. Saluran tataniaga I merupakan saluran yang memperoleh keuntungan terbesar dalam tataniaga karet lump ditandai dengan tingginya Profitability Indeks.

55 I. Fungsi-Fungsi Lembaga Tataniaga Dalam melaksanakan proses penyampaian karet dari produsen di Desa Retok ke konsumen akhir di Kota Pontianak ada fungsi-fungsi yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat. Dari hasil penelitian menunjukan fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga adalah sebagai berikut : 1. Pedagang Pengumpul melakukan fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan Fungsi pelancar. Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang pengumpul adalah penjualan dan pembelian. Sedangkan fungsi fisik yang dilakukan adalah pengangkutan dan bongkar muat. Dan fungsi pelancar yang dilakukan pedagang pengumpul adalah standarisasi, grading, pembiayaan dan kredit. 2. Pedagang Besar melakukan fungsi pertukaran dan fisik Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang pengumpul adalah penjualan dan pembelian. Sedangkan fungsi fisik yang dilakukan adalah pengangkutan dan bongkar muat. 3. Pedagang Pengecer hanya melakukan Fungsi pertukaran yaitu penjualan dan pembelian.