BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara-negara berkembang dan yang sedang berkembang baik di

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

I. PENDAHULUAN. energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

I. PENDAHULUAN. di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi, termasuk puncak gunung yang bersalju (Sugeng, 1985)

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

KULTUR JARINGAN TANAMAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Alfalfa termasuk tanaman kelompok leguminose yang berkhasiat

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai salah satu bumbu

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus

PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun

I. PENDAHULUAN. Asia Tenggara, dan telah tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tanaman

TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Pertama BBP2TP Surabaya

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis

BAB I PENDAHULUAN. dan siklamat semakin meningkat. Hal ini nampak pada industri makanan, meningkatkan gizi makanan, dan memperpanjang umur simpan.

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. memberikan sensasi seperti terbakar (burning sensation) jika kontak dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ada sekitar jenis anggrek spesies tersebar di hutan-hutan Indonesia

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

Teknologi Kultur Jaringan Tanaman. Bab I : Pendahuluan 3/24/2011

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika,

BAB I PENDAHULUAN. kg, Papua sebanyak 7000 kg dan Yogyakarta sebanyak 2000 kg. Faktor yang

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Melon (Cucumis melo L.)

BAB I PENDAHULUAN. jaman Romawi (Stephens, 2009). Brokoli masuk ke Indonesia sekitar 1970-an dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Suhadirman (1997) menyebutkan bahwa Musa acuminata ini berdasarkan. klasifikasi tumbuhan ini sebagai berikut : Kingdom : Plantae;

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Raja Bulu Kuning Kedudukan pisang dalam taksonomi tumbuhan menurut Suprapti (2005) adalah sebagai berikut: Kerajaan :

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Regenerasi Tanaman secara In Vitro dan Faktor-Faktor Yang Mempenaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan jenis tanaman polong-polongan

PENDAHULUAN Latar Belakang

SKRIPSI. Persyaratan Sarjana-1. Disusun Oleh: VINA A FAKULTA

TINJAUAN PUSTAKA. Mansur (2006) menyebutkan bahwa Nepenthes ini berbeda dengan

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011

I. PENDAHULUAN. Bunga anggrek memiliki pesona yang menarik penggemar baik di Indonesia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi tinggi karena memiliki warna dan tampilan yang memikat dengan ukuran

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial untuk dikembangkan dan dibudidayakan (Rianto, 2008). Salah satu plasma nutfah tersebut adalah cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Cabai rawit merupakan komoditas pertanian yang berasal dari daerah tropis di benua Amerika, tumbuh subur di daerah kering dan ditemukan pada ketinggian 0,5-1.250 meter di atas permukaan laut serta dapat diperbanyak dengan biji. Keberadaan tanaman cabai sangat dibutuhkan oleh sebagian masyarakat di Indonesia. Buahnya digunakan sebagai sayuran, bumbu masak, dan acar. Cabai akan terus dibutuhkan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dikarena cabai merupakan bahan pangan yang dikonsumsi setiap saat (Diannegara, 2009). Cabai mempunyai nilai ekonomis tinggi karena salah satu pemanfaatannya adalah sebagai bahan baku industri. Disisi lain komoditas ini mempunyai peluang sebagai komoditas ekspor dan dapat menaikkan pendapatan petani (Santika, 1999). Tetapi harga cabai rawit memang selalu fluktuasi, mengikuti momentum besarnya permintaan pasar. Sebagai contoh, pada hari raya harga cabai rawit menjadi sangat mahal sedangkan pada saat panen raya harga cabai rawit menjadi sangat murah (Suyanti, 2007). 1

2 Peningkatan produksi cabai terhambat oleh kendala dalam kegiatan budidaya. Kendala-kendala tersebut antara lain produktifitas rendah, ukuran dan bentuknya tidak sesuai dengan yang diharapkan, terbatasnya kultivar unggul yang berumur pendek, rasa pedas kurang (kecuali paprika), serta kemampuan adaptasi yang rendah terhadap keadaan lingkungan, terutama kekeringan, banjir, dan hama penyakit (Harpenas & Dermawan, 2011). Untuk mengatasi kendala tersebut dapat digunakan dengan teknik kultur jaringan. Kultur jaringan telah dikenal banyak orang sebagai usaha mendapatkan varietas baru (unggul) dari suatu jenis tanaman dalam waktu yang relatif lebih singkat daripada dengan cara pemuliaan tanaman yang harus dilakukan penanaman secara berulang-ulang sampai beberapa generasi. Selain itu teknik kultur jaringan juga dapat digunakan untuk perbaikan varietas cabai rawit seperti cepat berbuah serta tahan terhadap serangan hama dan penyakit sehingga akan memberikan nilai tambah untuk program pemuliaan, terutama dalam usaha meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi cabai secara optimal (Hendaryono & Wijayani, 1994). Kultur jaringan (tissue culture) merupakan suatu cara memperbanyak tanaman dengan teknik mengisolasi bagian tertentu dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya pada media nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman di dalam kondisi yang steril, sehingga bagian-bagian tersebut bisa memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap/sempurna (Hendaryono & Wijayani, 1994).

3 Salah satu metode dalam kultur jaringan yang banyak digunakan untuk menunjang kegiatan pemuliaan tanaman adalah kultur antera. Kultur antera merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman dengan teknik in-vitro dengan tujuan untuk mendapatkan tanaman haploid yang unggul yang dapat di pergunakan untuk menghasilkan kultivar-kultivar baru atau hibrida F1. Tanaman haploid adalah tanaman yang mempunyai jumlah kromosom yang sama dengan kromosom gamet (n). Tanaman haploid yang diperoleh dari kultur antera dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi rekombinan karena mutasi yang resesif tidak muncul dalam keadaan diploid, dan pada penggandaan jumlah kromosom akan diperoleh tanaman yang homozigot (Supena et al., 2004). Kultivar hibrida telah dikembangkan lebih lanjut dan telah banyak ditemukan di pasaran. Keturunan homozigot resesif dapat diperoleh dengan kultur antera. Hal ini dikarenakan hasil dari kultur antera akan menghasilkan tanaman berkromosom haploid yang dapat diduplikasikan dengan menambahkan colchicine (100µM) sehingga menghasilkan tanaman double haploid (Jain et al., 1996). Menurut Supena et al. (2004) teknologi haploid mencakup regenerasi embrio dari sel gamet yang kemudian dilanjutkan dengan pembentukan tanaman haploid dan double haploid dari embrio tersebut sehingga lebih cepat dalam mendapatkan embrio haploid. Hal ini berbeda dalam program pemuliaan tanaman. Pada program ini suatu tanaman umumnya memerlukan beberapa tahun untuk memperoleh tanaman baru. Prosesnya dimulai dengan penyerbukan silang untuk mengkombinasikan sifat-sifat tetua yang diinginkan. Cara konvensional ini

4 tergolong sangat lama dilakukan sehingga untuk mempercepat mendapatkan tanaman baru tersebut, dapat dilakukan dengan kultur antera (Cahaya, 2010). Keberhasilan penggunaan metode kultur sangat tergantung pada jenis media. Media kultur tidak hanya mengandung unsur hara makro dan mikro, tetapi sukrosa, vitamin, asam amino, zat pengatur tumbuh atau bahan organik lainnya. Tanaman membutuhkan zat pengatur tumbuh alami (fitohormon) untuk proses pertumbuhan, yaitu zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin. Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan adalah golongan auksin (IAA, NAA, IBA, dan 2,4-D) dan dari golongan sitokinin adalah kinetin (6-furfuril aminopurin), BA (6- Benzil Adenin)/BAP (6-Benzyl Amino Purine) (Sandra, 2003). Zat pengatur tumbuh berfungsi merangsang pertumbuhan, misalnya pertumbuhan akar, tunas, perkecambahan dan sebagainya (Hendaryono & Wijayani, 1994). Pembentukan tunas dipicu oleh sitokinin pada medium, baik diberikan secara tunggal maupun bersama-sama dengan auksin. Menurut Hendaryono & Wijayani, 1944 dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin bersama-sama dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap deferensiasi jaringan. Selain itu, konsentrasi auksin dan sitokinin dalam media kultur in vitro memainkan peranan penting dalam induksi dan regenerasi kalus menjadi tunas (Desriatin, 2011). Berbagai penelitian kultur antera memberikan hasil yang bervariasi. Pada kultur antera Balsam pear, pembentukan kalus tertinggi (79,42%) diperoleh pada penambahan 2,4-D 0,5 mg/l dan BA 2 mg/l (Tang et al., 2007). Penambahan 3 mg/l NAA dan 2 mg/l BA efektif untuk menginduksi kalus antera pepaya (Prahardini & Sudaryono, 1992).

5 Penggunaan media padat dengan kombinasi zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin terhadap kultur antera Capsicum annum dengan masa kultur selama 70 hari telah banyak dilakukan, tetapi hasil yang diperoleh sangat rendah dan kurang memuaskan (Wang et al., 1973; George & Narayanaswamy, 1973). Dumas de Vaulx et al. (1981) melakukan kultur antera Capsicum annum pada media semi solid dengan penambahan zat pengatur tumbuh kinetin dan 2,4-D belum dapat meningkatkan perkembangan embrio. Namun demikian pada spesies Capsicum frutescens L. masih sangat terbatas. Untuk mendapatkan embrio dalam kultur antera, memerlukan tahap penelitian yang panjang. Sebelum mendapatkan embrio, antera terlebih dahulu akan membesar yang diakibatkan oleh pemanjangan dari 3 lapisan antera yaitu epidermis, lapisan tengah, dan endotesium serta perkembangan mikrospora yang ada di dalam antera (Anonim, 2011). Setelah terjadi proses pemanjangan, pada bagian stomium akan membuka sehingga mikrospora yang ada di dalamnya akan keluar dari antera (Sanders et al., 2000). Manipulasi pada tahap induksi kalus untuk meningkatkan kualitas embrio hasil kultur antera dapat dilakukan dengan melakukan pretreatment dan inkubasi dengan suhu dingin pada kuncup bunga (Supena et al., 2004). Efek positif ditunjukkan dengan hasil meningkatnya persentase mikrospora dengan pembelahan sporofitik dan tingginya perkembangan mikrospora. Selain melakukan manipulasi dengan pretreatment dan inkubasi pada suhu dingin, juga dilakukan penambahan konsentrasi zat pengatur tumbuh, terutama rasio auksin dan sitokinin. Hal ini dikarenakan auksin dan sitokinin dapat mempengaruhi

6 proses embriogenesis pada eksplan. Menurut Supena et al. (2004), kombinasi antara Zeatin (2,5 µm) dan IAA (5 µm) sangat memacu perkembangan embriogenesis awal dan kualitas embrio cabai. Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa penelitian kultur antera cabai sudah banyak dilakukan tetapi kultur antera C. frutescens masih sedikit dilakukan. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang optimal pada kultur antera cabai rawit dengan menggunakan konsentrasi zat pengatur tumbuh serta jenis zat pengatur tumbuh tertentu untuk menemukan formulasi yang tepat dalam pembudidayaan cabai rawit secara optimal. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Apakah kombinasi zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin (IAA, NAA, IBA, dan 2,4-D) dan kinetin berpengaruh terhadap pertumbuhan kultur antera cabai rawit (Capsicum frutescens L.)? 2. Manakah perlakuan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin (IAA, NAA, IBA, dan 2,4-D) dan kinetin yang optimal untuk pertumbuhan kultur antera cabai rawit (Capsicum frutescens L.)?

7 1.3 Asumsi Penelitian Zat pengatur tumbuh adalah suatu substansi (bahan) organik (selain vitamin dan unsur mikro) yang dalam jumlah sedikit mampu merangsang, menghambat atau bahkan mengubah proses fisiologi sedangkan pada kadar terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan, meracuni bahkan mampu membunuh tanaman itu sendiri. Secara kualitatif, zat pengatur tumbuh dapat mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Peran auksin dalam kultur in vitro terutama untuk pertumbuhan kalus, suspensi sel, dan pertumbuhan akar. Sedangkan peran kinetin di dalam kultur in vitro antara lain berhubungan dengan proses pembelahan sel, proliferasi tunas ketiak, dan mempengaruhi transport auksin (Winten, 2009). Berdasarkan landasan teori di atas, maka dapat diasumsikan bahwa pemberian kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh auksin dengan kinetin yang sesuai dengan kebutuhan eksplan mampu meningkatkan pertumbuhan kultur antera Capsicum frutescens L. 1.4 Hipotesis Penelitian 1.4.1 Hipotesis kerja Jika pemberian kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dengan kinetin, NAA dengan kinetin, 2,4-D dengan kinetin, dan IBA dengan kinetin berpengaruh terhadap pertumbuhan kultur antera cabai rawit, maka ada perbedaan pertumbuhan kultur antera cabai rawit.

8 1.4.2 Hipotesis statistik H 0 = Tidak ada pengaruh pemberian kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh auksin dan kinetin terhadap pertumbuhan kultur antera cabai rawit. H 1 = Ada pengaruh pemberian kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh auksin dan kinetin terhadap pertumbuhan kultur antera cabai rawit. 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh berbagai kombinasi zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin dan kinetin terhadap kultur antera cabai rawit. 2. Mengetahui konsentrasi berbagai kombinasi zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin dan kinetin yang optimum untuk pertumbuhan kultur antera cabai rawit. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi ilmiah mengenai pemanfaatan kombinasi zat pengatur tumbuh sterhadap pertumbuhan eksplan antera pada tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) yang nantinya dapat digunakan dalam penelitian berikutnya.