I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KELAPA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. TUJUAN DAN SASARAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pesisir. Tanaman kelapa dapat digunakan baik untuk keperluan pangan maupun

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan ekonomi daerah di era otonomi sekarang ini, setiap

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REVITALISASI PERTANIAN

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak terlepas dari perekenomian yang berbasis dari sektor

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan bebas adalah kebijakan pengembangan ekonomi lokal. Kebijakan pengembangan ekonomi lokal pada hakekatnya merupakan kebijakan pembangunan di daerah yang didasarkan pada pengembangan sektorsektor yang menjadi prioritas unggulan yang diusahakan dalam aktivitas ekonomi masyarakat lokal (Wiranto, 2004). Kebijakan pengembangan ekonomi lokal dalam kaitannya dengan era perdagangan bebas ini dinyatakan secara jelas dalam GBHN TAP MPR No. IV/MPR/1999, yang menjelaskan bahwa salah satu arah kebijakan di bidang ekonomi adalah untuk mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif dan produk unggulan di setiap daerah (Wiranto, 2004). Pelaksanaan otonomi daerah pada awal tahun 2001 merupakan momentum bagi dimulainya proses implementasi kebijakan pengembangan ekonomi lokal. Berlakunya otonomi daerah menimbulkan implikasi bagi daerah (kabupaten/kota) untuk mengeluarkan dan mengembangkan kemampuannya dalam memobilisasi serta mengelola produksi, alokasi dan distribusi berbagai sumberdaya yang dimilikinya menjadi produk unggulan yang memiliki keunggulan daya saing komparatif maupun kompetitif, baik untuk pasaran lokal, regional, nasional bahkan internasional (Wiranto, 2004). Dengan otonomi daerah, sebagian besar kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada daerah. Pelimpahan kewenangan yang besar ini disertai tanggung jawab yang besar berupa kewajiban daerah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan. Dengan demikian untuk menghadapi berbagai persoalan seperti kemiskinan, pemerintah daerah tidak bisa lagi menggantungkan penanggulangannya kepada pemerintah pusat. Di dalam kewenangan otonomi yang dipunyai daerah, melekat pula tanggung jawab untuk secara aktif dan secara langsung mengupayakan pengentasan kemiskinan di daerah bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah daerah dituntut untuk 18

memiliki inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro masyarakat miskin (Wiranto, 2004). Konsep pengembangan ekonomi lokal yang dikembangkan oleh Edward J. Blakely pada tahun 1938, merupakan sebuah kritik terhadap konsep-konsep pembangunan ekonomi yang bersifat sektoral yang sempat digunakan sebagai strategi pembangunan di sebagian besar negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Blakely, konsep pembangunan ekonomi tersebut mengabaikan konteks kewilayahan dan partisipasi masyarakat lokal. Blakely mengemukakan bahwa pembangunan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja akan lebih berhasil dan efektif jika disesuaikan dengan kondisi dan potensi masing-masing wilayah atau komunitas. Solusi-solusi yang bersifat umum dan global terhadap semua komunitas tidak akan berhasil karena mengabaikan konteks kewilayahan dan partisipasi masyarakat pada masing-masing komunitas atau wilayah (Boulle et al, 2002). Pengembangan ekonomi lokal pada hakikatnya adalah merupakan pembangunan ekonomi di suatu wilayah kabupaten atau kota, yang merupakan kerjasama antara seluruh pelaku ekonomi di wilayah yang bersangkutan. Pembangunan ekonomi lokal merupakan bagian integral dari pembangunan daerah. Pendekatan konsep pembangunan ekonomi lokal ini memberikan peluang kepada suatu komunitas untuk berperan dan berinisiatif menggerakkan sumberdaya-sumberdaya lokal yang ada untuk membangun komunitas tersebut. Dengan adanya pembangunan ekonomi lokal ini memungkinkan kelompok masyarakat miskin produktif seperti petani dapat masuk dalam mata rantai perekonomian yang lebih besar (Dendi et al, 2004). Kabupaten Pacitan yang terletak di ujung barat daya Propinsi Jawa Timur, merupakan salah satu daerah tertinggal dari delapan kabupaten di Jawa Timur. Kabupaten Pacitan pada tahun 1996/1997 memiliki 46 desa tertinggal. Kondisi geografis Kabupaten Pacitan tidak menguntungkan untuk pertanian karena hampir 85 persen dari luas wilayahnya merupakan batuan gamping yang bergunung-gunung dan lahan kering. Dengan kondisi tanah yang gersang tersebut, maka hanya komoditas tertentu saja yang dapat tumbuh subur di Kabupaten Pacitan (Rini et al., 2001) Walaupun kondisi alam Kabupaten Pacitan tidak bersahabat dengan pertanian, namun sebagian besar penduduknya tetap menggantungkan hidup 19

dari sektor ini. Kegiatan ekonomi terbesar tahun 2000 kabupaten ini terletak pada sektor pertanian yang nilainya Rp 366 milyar (Rini et al., 2001). Tanaman bahan pangan, perkebunan dan peternakan masih menjadi andalan bagi masyarakat Pacitan. Salah satu andalan tersebut yaitu subsektor perkebunan diharapkan dapat memperkuat perekonomian masyarakat. Subsektor ini berperan sebagai penyedia lapangan kerja, pemasok bahan baku industri dan penghasil devisa. Diharapkan, produk perkebunan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Komoditas perkebunan unggulan yang dikembangkan di kabupaten Pacitan antara lain kelapa, cengkeh, kakao dan kopi (Rini et al., 2001). Lapangan usaha atau sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Pacitan pada tahun 2005 atas harga berlaku adalah : 1) sektor pertanian sekitar 40 42 persen; 2) sektor jasa-jasa sekitar 16 19 persen; 3) sektor perdagangan sekitar 10 11 persen. Sedangkan sektor-sektor lain hanya berperan antara 0 9 persen terhadap PDRB Kabupaten Pacitan. Sektor pertanian terdiri atas sub sektor tanaman bahan makanan dengan kontribusi PDRB 27.76 persen, sub sektor tanaman perkebunan rakyat dengan kontribusi PDRB 7.20 persen, sub sektor peternakan dengan kontribusi PDRB 5.47 persen, sub sektor kehutanan dengan kontribusi PDRB 0.04 persen, dan sub sektor perikanan dengan kontribusi PDRB 1.47 persen (Bappeda Kab Pacitan, 2006). Kondisi iklim Kabupaten Pacitan ternyata mendukung tumbuhnya komoditas kelapa. Kelapa dapat tumbuh di pantai sampai pegunungan yang berkapur. Tanaman ini tidak membutuhkan kondisi tanah yang spesifik. Pada tahun 2006, luas areal tanaman kelapa di Kabupaten Pacitan mencapai 24,027 hektar dengan total produksi dalam bentuk kelapa butiran sebanyak 18,708 ton dan dalam bentuk gula kelapa sebanyak 10,850 ton. Komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan menyerap tenaga kerja yang paling besar diantara komoditas lainnya pada sub sektor perkebunan pada tahun 2006 yaitu sebanyak 12,014 orang. Perkebunan kelapa di Kabupaten Pacitan banyak dijumpai di Kecamatan Tulakan, Pacitan dan Kebonagung. Daerah-daerah tersebut merupakan sentra produksi kelapa (Dishutbun Kab. Pacitan, 2007). Industri rumah tangga pengolahan gula kelapa di Kabupaten Pacian ada sekitar 10 ribu unit yang tersebar di Kecamatan Donorejo, Pringkuku, Tulakan, Kebonagung, Ngadirojo, Pacitan dan Sudimoro. Tenaga kerja yang diserap industri pengolahan kelapa ini tercatat paling besar yaitu sekitar 4 persen dari 20

jumlah penduduk Pacitan. Tenaga kerja yang terserap pada industri rumah tangga pembuatan gula merah atau gula kelapa di Kabupaten Pacitan mencapai sekitar 70 persen dari total tenaga kerja industri kecil. Pengusahaan kelapa membuka tambahan kesempatan kerja dari kegiatan pengolahan produk turunan dan hasil samping yang sangat beragam. Kelapa dapat menjadi ajang bisnis mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida, dll); proses produksi, pengolahan produk kelapa (turunan dari daging, tempurung, sabut, kayu lidi, dan nira), serta aktivitas penunjangnya (keuangan, irigasi, transportasi, perdagangan, dll). Daya saing produk kelapa pada saat ini terletak pada industri hilirnya, tidak lagi pada produk primer, dimana nilai tambah dalam negeri yang dapat tercipta pada produk hilir dapat berlipat ganda daripada produk primernya. Usaha produk hilir saat ini terus berkembang dan memiliki kelayakan yang tinggi baik untuk usaha kecil, menengah maupun besar. Pada gilirannya industri hilir menjadi lokomotif industri hulu (Allorerung et al., 2005). Peluang pengembangan agribisnis kelapa dengan produk bernilai ekonomi tinggi sangat besar. Alternatif produk yang dapat dikembangkan antara lain virgin coconut oil (VCO), oleochemical (OC), desicated coconut (DC), coconut milk/ cream (CM/ CC), coconut charcoal (CCL), activated carbon (AC), brown sugar (BS), coconut fiber (CF) dan coconut wood (CW), yang diusahakan secara parsial maupun terpadu. Berangkat dari kenyataan luasnya potensi pengembangan produk, kemajuan ekonomi perkelapaan di tingkat makro (daya saing di pasar global) maupun mikro (pendapatan petani, nilai tambah dalam negeri dan substitusi impor) tampaknya akan semakin menuntut dukungan pengembangan industri kelapa secara kluster sebagai prasyarat (Allorerung et al., 2005). Dengan melihat potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya kelembagaan berbasis masyarakat yang ada di Kabupaten Pacitan, maka pendekatan pengembangan ekonomi lokal dengan basis komoditas kelapa diharapkan bisa menjadi konsep yang dikembangkan dalam pembangunan daerah di Kabupaten Pacitan. Untuk itu perlu dilakukan sebuah kajian, Bagaimana strategi pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan?. 1.2 Perumusan Masalah 21

Setiap wilayah perlu melihat sektor atau komoditas apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat. Sektor atau komoditas yang dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar dengan kebutuhan modal yang sama, dan juga dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat seta volume sumbangan untuk perekonomian yang besar. Perkembangan sektor atau komoditas tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian daerah secara keseluruhan akan tumbuh. Kelapa merupakan komoditas utama yang tersebar di hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Pacitan sehingga eksistensinya diharapkan dapat menjadi kegiatan basis ekonomi wilayah. Berdasarkan permasalahan tersebut maka pertanyaan kajian ini yang pertama adalah Sampai sejauh mana komoditas kelapa dapat menjadi basis perekonomian di Kabupaten Pacitan?. Kebijakan pengembangan ekonomi lokal pada hakekatnya merupakan kebijakan pembangunan di daerah yang didasarkan pada pengembangan sektorsektor yang menjadi prioritas unggulan yang diusahakan dalam aktivitas ekonomi masyarakat lokal (local competence). Pengetahuan akan keunggulan komparatif dapat digunakan para penentu kebijakan untuk mendorong perubahan struktur perekonomian daerah ke arah sektor yang mengandung keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif suatu komoditas dapat dijadikan pertanda awal bahwa komoditas itu mempunyai prospek untuk juga memiliki keunggulan kompetitif. Untuk itu perlu diketahui struktur aktifitas dan kemampuan berkompetisi (competitiveness) komoditas atau sektor tertentu secara dinamis dalam hubungannya dengan pertumbuhan wilayah. Berdasarkan permasalahan tersebut maka pertanyaan kajian yang kedua adalah Bagaimana kontribusi sub sektor perkebunan pada struktur ekonomi wilayah dan pergeseran komoditas kelapa sehingga dapat diketahui keunggulan kompetitif komoditas kelapa?. Dalam kaitannya dengan prinsip pengembangan ekonomi lokal yang propoor, disamping kriteria-kriteria kelayakan teknis, permintaan pasar, serta efek multiplier suatu komoditi/ produk sektoral terhadap sektor usaha lainnya, faktor potensi nilai tambah langsung bagi keluarga miskin juga sebagai kriteria penting. Selain itu kelompok produsen yaitu petani merupakan bagian penting yang menjadi prioritas sasaran kegiatan. Perhatian khusus diberikan pada dampak 22

pertumbuhan ekonomi terhadap rumah tangga miskin dan usaha kecil. Kelompok sasaran produsen menjadi jaminan bahwa basis komoditas yang dipilih akan memberikan dampak bagi kehidupan kaum miskin dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk meningkatkan taraf hidup. Terkait dengan pengembangan klaster potensial yang berpusat pada komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan, maka pertanyaan kajian yang ketiga adalah, Bagaimana kelayakan finansial komoditas kelapa dan produk turunannya di Kabupaten Pacitan?; Seberapa besar nilai tambah yang diperoleh dari produk turunan tersebut?; Bagaimana sebaran marjin keuntungan diantara masing-masing pelaku usaha?. Salah satu cara yang efektif dalam membangun wilayah adalah melalui pengembangan kawasan, khususnya pendekatan klaster. Konsep pengembangan wilayah berdasarkan klaster terfokus pada keterkaitan dan ketergantungan antara pelaku dalam jaringan kerja produksi sampai jasa pelayanan, dan upaya-upaya inovasi pengembangannya. Strategi kawasan berbasis klaster menawarkan cara yang lebih efektif dan efisien dalam mengembangkan industri, membangun ekonomi wilayah secara lebih kuat, dan mempercepat pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Strategi klaster industri membutuhkan komitmen yang berkelanjutan dari pemerintah daerah, kalangan bisnis, dan dunia pendidikan. Strategi ini memerlukan kepeloporan dan kerjasama yang erat, dimana masing-masing pihak harus memberikan komitmen penuh terhadap perannya. Potensi kelapa yang dimiliki Kabupaten Pacitan belum dimanfaatkan secara optimal sebagai produk unggulan dalam pengembangan kawasan berbasis klaster. Potensi kelapa sebagai produk perkebunan apabila didukung dengan industri pengolahan dan pengembangan industri hilir lainnya, diharapkan dapat menjadi industri pendorong kegiatan ekonomi di kawasan ini. Berdasarkan permasalahan tersebut maka pertanyaan kajian yang keempat adalah Bagaimana rumusan strategi dan perancangan program pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan?. I.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan 23

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan utama dari kajian ini adalah merumuskan strategi pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan. Untuk menjawab tujuan utama tersebut maka tujuan spesifik dari kajian ini adalah : 1. Mengevaluasi keunggulan komparatif komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan sehingga dapat berfungsi sebagai basis ekonomi wilayah. 2. Mengevaluasi kontribusi sub sektor perkebunan pada struktur ekonomi dan pergeseran komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan untuk mengetahui keunggulan kompetitif komoditas kelapa. 3. Menganalisis peluang pengembangan klaster industri berbasis komoditas kelapa sebagai fokus strategi pengembangan ekonomi lokal dengan : a. menganalisis kelayakan finansial komoditas kelapa dan produk turunannya b. menganalisis nilai tambah produk turunan kelapa c. menganalisis sebaran marjin keuntungan diantara masing-masing pelaku usaha. Manfaat Laporan kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan dan juga pihak-pihak terkait lainnya dalam pengembangan perekonomian lokal. Selain itu laporan kajian ini memberikan masukan bagi Tim Manajemen Masyarakat Mandiri - Dompet Dhuafa untuk mendesain program pengembangan ekonomi lokal berbasis komunitas di Kabupaten Pacitan maupun di wilayah sasaran lainnya. Diharapkan laporan kajian ini dapat menjadi bahan/ dasar bagi pengembangan kajian lebih lanjut. 24