BAB 1 PENDAHULUAN. Penentuan status..., Benny Mangoting, FH UI, 2010

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Beneficial Owner Certificate of Domicile Limitation on Benefit Article YOHANES DWIKI R. D. FIDIRA MAHARANI YUH MELIALA

KELOMPOK 3. Ani Rahmatika Dian Safitri Maria Meliana Yudha Adi Prasetyo TAX TREATY PROVISION

KETENTUAN PENERAPAN P3B DAN PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN P3B PERDIRJEN SEBELUMNYA

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

SILABUS MATA AJAR PERPAJAKAN 3 SKS

No Nama Pengajar Alamat 1

BAB I PENDAHULUAN. investor asing berkenaan dengan permasalahan utama bagi setiap investor untuk

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara

Konsep Dasar Perpajakan Internasional (Bag.I)

BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS TAX TREATY INDONESIA BELANDA)

PER - 35/PJ/2010 SURAT KETERANGAN DOMISILI BAGI SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI INDONESIA DALAM RANGKA PEN

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010

Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh negara di dunia memperoleh sumber pendanaan utamanya adalah dari

Perpajakan internasional

PESUIIT ANDI. Pajak 8erganda? Pedoman Mudah. dan. Praktis Memahami Tax Treaty. Djoko Muljono

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berganda (double taxation). Untuk menghindari double taxation, maka dibuat

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Controlled Foreign..., Stenny Mariani Lumban Tobing, FISIP UI, 2008

PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25

BAHAN AJAR PAJAK INTERNASIONAL

ANALISIS MENGENAI PERBANDINGAN BENEFICIAL OWNER DI DALAM TAX TREATY (STUDI KASUS ANTARA NEGARA INDONESIA BELANDA DAN INDONESIA HONG KONG)

PERPAJAKAN INTERNASIONAL BAB 1 : PENDAHULUAN

2017, No penguatan basis data perpajakan untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak dan menjaga keberlanjutan efektivitas kebijakan pengampunan

ANALISA PENGARUH PENERAPAN TAX TREATY INDONESIA - HONGKONG TERHADAP INVESTASI MODAL DI INDONESIA

Otoritas Pajak Pertegas Aturan Pemanfaatan Tax Treaty

PENGANTAR PAJAK INTERNASIONAL

Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /SEOJK.03/2017

FORMULIR PERMOHONAN SURAT KETERANGAN DOMISILI BAGI SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI INDONESIA (FORM-DGT 6)

Silabus. EKA 5341 Perpajakan Internasional. Program Studi: Strata 1 (S-1) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

PEDOMAN WAWANCARA. 1. Bagaimana perbedaan fixed base dengan Permanent Establishment dalam

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pembangunan yang cukup pesat dalam kehidupan nasional yang

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

No ke luar Indonesia. Dengan adanya pusat-pusat pelarian pajak/perlindungan dari pengenaan pajak (tax haven), dan belum adanya mekanisme serta

CONTOH FORMAT SURAT PERNYATAAN PENGHASILAN

ASPEK HUKUM PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL. Abstrak

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN

BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK

BAB 4 P E M B A H A S A N

Santi Wijaya ; Maya Safira Dewi. Binus University, Jl.Kebun Jeruk Raya no.27, ABSTRACTS

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah N

BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

PER - 62/PJ./2009 PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-14 JULIUS HARDJONO

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI (EXCHANGE OF INFORMATION)

BAB I PENDAHULUAN. maupun pengeluaran pembangunan. Pentingnya penerimaan pajak terhadap

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 28/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI BERDASARKAN PERMINTAAN

ERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PMK.010/2015 TENTANG

CONTOH PEMANFAATAN TAX TREATY

BAB I PENDAHULUAN. membiayai belanja negara. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak,

PERPAJAKAN INTERNASIONAL

BAB 4 PEMBAHASAN. Konsep pengenaan pajak atas penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak

BAB IV ANALISIS PENERAPAN CONTROLLED FOREIGN CORPORATION (CFC) RULES DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KOMPENSASI OPSI SAHAM UNTUK KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

BENTUK USAHA TETAP BUT. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FORMULIR SERTIFIKASI DIRI BADAN (FATCA DAN CRS)

PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL

Perpajakan Internasional. Yurisdiksi Pemajakan. 30 Agustus Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

Putusan Pengadilan : Put /PP/M.II/13/2012. Jenis Pajak : PPh Pasal 26. Masa/Tahun Pajak : 2003

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penulisan. Pembangunan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus

Tax Treaty Provision (Part I)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membiayai pengeluaran yang berkaitan dengan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

BAB IV. yang tidak terikat dan didasarkan pada keahlian professional yang dimilikinya. 1

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PADA BENTUK USAHA TETAP INDONESIA JEPANG (STUDI KASUS: PT TOYOFUJI SERASI INDONESIA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perdagangan dan investasi internasional, permasalahan yang sering


BAB I PENDAHULUAN. berasal dari rakyat. Oleh karena itu diperlukan partisipasi dari setiap warga negara

BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS EMPLOYEE STOCK OPTION. A. Analisis Saat Pengenaan Pajak yang Tepat atas ESOP

Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Tulisan Ilmiah Perpajakan Internasional Jurnal Perpajakan KUP

BAB II LANDASAN TEORI

Feber Sormin, SE.,M.Ak.,Ak.,CA

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Pajak Badan lainnya (Sarwedi, 2012). Dengan melihat realita ini maka pemerintah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 29/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LAPORAN PER NEGARA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV. 4.1 Sengketa Pajak Internasional

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengharuskan pemerintah untuk mencari sumber-sumber dana yang

BAB II LANDASAN TEORI

Perpajakan Joint Operation Usaha Jasa Konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak menarik perhatian adalah book-tax differences yaitu perbedaan

Ruth Rassita Kembaren. Universitas Bina Nusantara Jalan Rawa Belong Raya No.8, Kemanggisan Jakarta Barat

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemajakan atas suatu penghasilan secara bersamaan oleh negara domisili 1 dan sumber 2 menimbulkan pajak ganda internasional (international double taxation). Oleh para investor dan pengusaha, pajak ganda tersebut dianggap kurang memperlancar mobilitas arus investasi, bisnis dan perdagangan internasional. Oleh karena itu, perlu dihilangkan atau diberikan keringanan. Selain diatur dalam ketentuan pajak domestik, keringanan pajak ganda dimaksud juga pada umumnya diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau tax treaty. 3 Pada umumnya P3B dimaksudkan sebagai salah satu instrumen yang digunakan untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara. Hal ini dimungkinkan dengan mencegah timbulnya pajak berganda, penyelundupan pajak, dan memberikan kepastian hukum dan insentif pajak berupa penghematan dalam cash flow bagi penduduk dari kedua negara pihak pada Persetujuan yang melakukan transaksi internasional. 4 Bervariasinya fasilitas tax treaty antar negara mendorong para investor melakukan treaty shopping untuk mendapatkan insentif yang paling menguntungkan bagi kepentingan bisnisnya. Namun perbuatan investor tersebut dapat dikategorikan sebagai melawan hukum (legal abuse) apabila dilakukan semata-mata untuk menikmati fasilitas perpajakan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dari pemberian insentif pajak tersebut. 5 1 Negara domisili berarti suatu negeri tempat tinggal bagi subjek pajak atau resident tax payer. (Rachmanto Surahmat, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal. 7. 2 Negara sumber berarti negara dimana sumber penghasilan berasal. (Rachmanto Surahmat, Ibid.) 3 Gunadi, Pajak Internasional, Jakarta: LP FEUI, 2007, hal. 8. 4 John Hutagaol, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, Jakarta: Salemba Empat, 2000, hal. 5 5 John Hutagaol, Kapita Selekta Perpajakan, Jakarta: Salemba Empat, 2007, hal. 86. 1

Salah satu pasal krusial yang diatur dalam tax treaty yaitu yang mengatur mengenai subjek pajak yang dapat berupa orang pribadi atau badan. Dalam tax treaty diatur untuk dapat memanfaatkan benefit dari tax treaty, subjek pajak harus merupakan residen dari negara treaty partner. Syarat residen ini harus ditunjukkan dengan mengunakan Surat Keterangan Domisili (SKD) 6 yang dikeluarkan oleh competent authority treaty partner. Sayangnya, terdapat celah (loophole) disini karena ternyata orang pribadi atau badan tersebut hanya perantara saja dari penghasilan yang diterima dari negara sumber. Sedangkan penerima sebenarnya dapat berasal dari negara yang belum memiliki tax treaty dengan Indonesia. Penerima penghasilan yang sebenarnya dalam hal ini dikenal dengan istilah beneficial owner. Masalah beneficial owner dalam hubungannya dengan pelaksanaan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) berkaitan dengan perlakuan pajak atas passive income, yaitu bunga, dividen, dan royalti. Penentuan siapa beneficial owner dari salah satu jenis penghasilan tersebut sangat penting untuk menentukan apakah seseorang atau suatu badan memang pihak yang berhak atas penghasilan tersebut. Masalah beneficial owner yang muncul dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) 7 Model tahun 1977 merupakan revisi dari model sebelumnya, yaitu versi 1963. 8 Tujuan dari dimasukkannya tes beneficial 6 Pengertian Surat Keterangan Domisili menurut Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yaitu formulir yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang telah diisi dengan lengkap dan telah ditandatangani oleh Wajib Pajak Luar Negeri serta telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di negara mitra P3B. Sebelumnya pengertian SKD adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah dari suatu negara pihak pada persetujuan yang menyatakan bahwa wajib pajak yang bersangkutan (person) adalah penduduk dari negara itu (John Hutagaol, ibid, hal. 15) 7 Organisation For Economic Co-Operation and development (OECD). adalah organisasi internasional beranggotakan 30 negara.yang menganut prinsip-prinsip representative democracy dan ekonomi pasar bebas. Digagasi pada tahun 1948 dengan nama Organisation For European Economic Co-operation (OEEC). 8 Sejarahnya OECD Model terbentuk adalah dimulai dengan EEC (europe economic community) dimana para ahli dari negara-negara industrialis pada saat itu, sedang mencari cara bagaimana untuk menghindari pajak berganda internasional, lambat laun, organisasi tersebut menjadi bentuk OECD yang ada sekarang, dan memilliki porsi besar untuk mengedepankan kepentingan mereka. Model convention tersebut menjadi acuan bagi pembuatan tax treaty oleh negara-negara maju (J.M. Aritonang & Tony Marsyahrul, Perpajakan Internasional, Jakarta: Grasindo, 2008, hal. 20. 2

owner tersebut adalah untuk mencegah agar orang atau badan yang tidak berhak menikmati ketentuan dalam tax treaty yang menyangkut pengenaan pajak atas bunga, dividen dan royalti. Namun demikian, OECD Model tidak memberikan definisi atas istilah tersebut. Dalam OECD Model, istilah yang dipakai dalam suatu P3B diberi definisi dalam pasal 3, dan di beberapa pasal lain sesuai dengan jenis penghasilan tertentu, seperti definisi dari bunga diatur dalam pasal 11, istilah dividen diberi definisi dalam pasal 10, dan lain sebagainya. 9 Pasal 3 ayat (2) dari OECD mengatur bahwa istilah yang tidak diberi definisi untuk keperluan penerapan P3B, istilah tersebut diberi definisi sesuai dengan undangundang domestik dari negara yang menerapkan P3B. Dalam pelaksanaan P3B sering terjadi bahwa yang menerima manfaat secara langsung penghasilan dari negara sumber adalah bukanlah badan atau orang yang menandatangani kontrak dan menerima penghasilan tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut timbul istilah beneficial owner yaitu pihak yang sebenarnya menikmati secara langsung manfaat penghasilan yang diterima dari negara sumber. Penerapan P3B hanya berlaku antara pihak pemberi penghasilan dengan beneficial owner tersebut, bukan dengan pihak penerima penghasilan secara langsung. 10 Untuk memberikan kejelasan dalam penentuan siapa yang menjadi beneficial owner maka Direktur Jenderal Pajak pada tanggal 22 Agustus 2008 melalui SE- 03/PJ.03/2008 tentang Penentuan Status beneficial owner Sebagaimana Dimaksud Dalam P3B Antara Indonesia Dengan Negara Mitra mengatur mengenai Penentuan Status beneficial owner. Pokok-pokok yang diatur dalam SE-03/PJ.03/2008 adalah sebagai berikut: - Pasal tentang Orang dan Badan yang tercakup dalam persetujuan Pasal 1 P3B Indonesia dengan negara lain mengatur bahwa ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam P3B hanya untuk orang dan badan yang menjadi penduduk (subjek 9 Rachmanto Surahmat, Bunga Rampai Perpajakan, Jakarta: Salemba Empat, 2008, hal. 6. 10 Ibid, hal. 7 3

Pajak dalam negeri) dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan, yaitu Indonesia dan negara mitra. - Untuk menerapkan P3B maka Wajib Pajak luar negeri harus menunjukkan Surat keterangan domisili (SKD) kepada pihak yang berkedudukan di Indonesia yang membayar penghasilan sebagai dasar bagi pihak yang membayar penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam P3B. Diterbitkannya ketentuan beneficial owner menimbulkan reaksi yang beragam dari para investor asing maupun investor lokal (local and foreign investors). Sebagian investor yang selama ini menggunakan kendaraan (vehicle company) untuk sematamata memanfaatkan dan menikmati fasilitas perpajakan yang disediakan dalam tax treaty Indonesia dengan negara-negara treaty partner "terpaksa" melakukan kalkulasi ulang dan menunggu serta memantau tindaklanjut dari implementasi ketentuan beneficial owner. Terdeteksinya perbuatan yang tergolong treaty abuse berarti investor menanggung risiko yang sangat material baik dari sisi finansial (berupa koreksi fiskal atas insentif pajak yang selama ini dinikmati) dan kredibilitas serta kelangsungan usaha (bila investor dikenakan sanksi pidana pajak). 11 Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan terbaru yaitu Undang-Undang No. 36 tahun 2008 (UU PPh) yang berlaku 1 Januari 2009, beneficial owner dirumuskan dalam pasal 26 ayat 1a. Ketentuan pasal 26 dari UU PPh mengatur mengenai penghasilan-penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri dipotong PPh 20%. Pasal 26 tidak mempersoalkan apakah penerima adalah beneficial owner atau tidak. Dengan demikian, ketentuan tersebut dimaksudkan untuk penerapan dalam kaitannya dengan pelaksanaan P3B. Ketentuan tersebut mensyaratkan bahwa untuk dapat menikmati fasilitas P3B tidak saja diperlukan sertifikat domisili, tetapi juga keterangan yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah yang berhak menerima penghasilan dimaksud. Dari 11 John Hutagaol, Kapita Selekta Perpajakan, Jakarta: Salemba Empat, 2007, hal. 87. 4

sudat pandang P3B, hal ini sudah tidak sesuai dengan interpretasi baku dari suatu P3B, karena sepanjang penerima penghasilan adalah resident dari negara mitra P3B, maka yang bersangkutan berhak akan treaty protection. 12 Hanya untuk menentukan status beneficial owner bukan hal yang sederhana dan juga dapat dikatakan tidak mudah. Untuk mengetahui apakah suatu subjek pajak berstatus sebagai beneficial owner perlu diuji dengan parameter yang relevan. Padahal dengan adanya keterbatasan waktu penentuan status beneficial owner harus segera ditetapkan untuk memberi kepastian hukum kepada subjek pajak dan juga kepada pihak-pihak yang bertransaksi dengan subjek pajak yang wajib memotong pajak atas penghasilan yang dibayarkan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, permasalahan yang timbul dari implementasi penentuan status beneficial owner, dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana menerapkan peraturan perpajakan domestik Indonesia untuk menentukan status beneficial owner untuk mencegah penyalahgunaan treaty benefit dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda? 2. Bagaimana Menerapkan klausul Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dengan treaty partner untuk menentukan status beneficial owner dalam rangka mencegah penyalahgunaan treaty benefit? 1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan permasalahan tersebut di atas, tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui bagaimana menerapkan peraturan perpajakan Indonesia untuk menentukan status beneficial owner. 12 Rachmanto Surahmat, op.cit, hal. 15 5

2. Mengetahui bagaimana menerapkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dengan treaty partner terkait dengan penentuan status beneficial owner. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan bisa diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis, sebagai salah satu masukan yang dapat diaplikasikan pada lingkup kerja penulis sebagai pemeriksa pajak di Direktorat Jenderal Pajak 2. Bagi Wajib Pajak, agar memperoleh tambahan pemahaman bagaimana melaksanakan P3B yang sesuai khususnya yang berkaitan dengan ketentuan beneficial owner. 3. Bagi Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) diharapkan dapat menjadi suatu bahan masukan untuk mengevaluasi kebijakan mengenai penentuan status beneficial owner sehingga lebih dapat memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak. 4. Bagi akademisi diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut. 1.5 Metodologi Penelitian Dari sudut sifatnya penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif 13. Sedangkan dari sudut tujuan penelitian hukum, penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. 14 Pemilihan tipe ini didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam membahas penelitian ini, pertama-tama penulis akan menguraikan 13 Suatu penelitian deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu didalam memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-teori baru. (Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 2008, hal. 10). 14 Pada penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tertier. (Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 2008, hal. 52). 6

ketentuan perpajakan Indonesia yang terkait dengan konsep beneficial owner. Kemudian penulis akan menguraikan analisa apakah tax treaty Indonesia telah dapat mencegah penyalahgunaan treaty benefit dalam bentuk treaty shopping. 1.6 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, pertama melalui studi kepustakaan. Studi ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari sejumlah literatur, majalah, jurnal, tax treaty, undang-undang perjakan beserta ketentuan pelaksanaanya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kerangka teori dalam penentuan arah dan tujuan penelitian serta mencari konsep-konsep dan bahan yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, data yang digunakan adalah data sekunder. Selanjutnya untuk melengkapi studi literatur yang sudah ada Penulis menggali lebih dalam pemahaman tentang pajak internasional secara umum dan konsep beneficial owner secara khusus dengan mengikuti seminar-seminar dan berdiskusi dengan pihak yang kompeten di bidang pajak internasional yaitu para konsultan pajak dan staf Direktorat Jenderal Pajak yang berada di Direktorat Peraturan Pajak II pada subdit Perjanjian Kerjasama Perpajakan Internasional (PKPI) 1.7 Sistematika Penulisan Bab 1 Pendahuluan. Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai latar belakang permasalahan, pokok-pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan tesis, kerangka teori, metode penelitian dan sistematikan penulisan tesis. Bab 2 Tinjauan Pustaka. Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang deskripsi mengenai beneficial owner berdasarkan tax treaty dan berdasarkan peraturan perpajakan Indonesia. Bab 3 Merupakan landasan teori yang membahas mengenai konsep tax treaty sebagai perjanjian internasional dan teori-teori hukum internasional. 7

Bab 4 Pembahasan. Pada bab ini penulis akan menguraikan pembahasan setiap masalah yang telah dirumuskan. Bab 5 Kesimpulan dan Saran. Dalam bab ini penulis menuangkan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan serta mengajukan beberapa saran yang dianggap perlu. 8