ANALISIS SUBSIDI ANGKUTAN PERDESAAN MELALUI BIAYA OPERASI KENDARAAN (BOK) DI KABUPATEN SLEMAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang tentang pedoman teknis penyelenggaraan

ANALISIS SUBSIDI ANGKUTAN PERDESAAN MELALUI BIAYA OPERASI KENDARAAN (BOK) DI KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI PENENTUAN TARIF PENUMPANG ANGKUTAN BUS KECIL. ( Studi Kasus Trayek Medan-Tarutung ) TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

BAB III LANDASAN TEORI

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 89 TAHUN 2002 TENTANG

TINJAUAN PENETAPAN TARIF TAKSI DI KOTA PADANG

BAB III LANDASAN TEORI. maupun taksi kosong (Tamin, 1997). Rumus untuk menghitung tingkat

BAB IV DATA DAN ANALISIS. yang telah ditentukan Kementerian Perhubungan yang intinya dipengaruhi oleh

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANGKUTAN KOTA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI DKI JAKARTA 26 MEI 2008

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara spesifik, tahapan-tahapan langkah yang diambil dalam menentukan tarif

BAB IV ANALISIS DATA. yang bertempat di Pool DAMRI jalan Tipar Cakung No. 39 Jakarta Timur.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KAJIAN KELAYAKAN TRAYEK ANGKUTAN UMUM DI PURWOKERTO

berakhir di Terminal Giwangan. Dalam penelitian ini rute yang dilalui keduanya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

POTENSI PENERAPAN ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TANPA BAYAR DI YOGYAKARTA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. DAMRI rute bandara Soekarno Hatta _ Bogor, dibuat bagan alir sebagai berikut :

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

BIAYA POKOK ANGKUTAN BUS TRANS JOGJA PASCA KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (241T)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara spesifik, tahapan-tahapan langkah yang diambil dalam menetukan tariff

KAJIAN JASA TRAVEL JURUSAN PALANGKARAYA-SAMPIT DITINJAU DARI BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENUMPANG

penumpang yang dilakukan system sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air dan

EVALUASI TARIF DAN MUTU PELAYANAN ANGKUTAN ANTAR PROVINSI (Studi Kasus: Angkutan Minibus Jurusan Puruk Cahu Banjarmasin)

BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN (BOK) SEBAGAI DASAR PENENTUAN TARIF ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

ANALISA KARAKTERISTIK MODA TRANSPORTASI ANGKUTAN UMUM RUTE MANADO TOMOHON DENGAN METODE ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN (BOK)

PENENTUAN TARIF ANGKUTAN UMUM (BUS) ANTARKOTA (STUDI KASUS : ANGKUTAN UMUM BUS TRAYEK BITUNG-MANADO)

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu aspek penunjang kemajuan bangsa terutama

ANALISA BIAYA OPERASI KENDARAAN (BOK) ANGKUTAN UMUM ANTAR KOTA DALAM PROPINSI RUTE PALU - POSO

Kata Kunci : Biaya Operasional Kendaraan, Kenaikan Tarif, Kenaikan Harga BBM, 2015

KAJIAN TARIF ANGKUTAN KOTA TRAYEK 011 DI KOTA TASIKMALAYA

BAB IV ANALISIS DATA. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada hari senin tanggal 10 November

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. angkutan jalan pada pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa angkutan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan dari hasil seluruh analisis dan pembahasan dalam tugas akhir

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

Penentuan Tarif Angkutan Umum Berdasarkan Metode Ability to Pay dan Willingness to Pay Pada Trayek Cicaheum-Ciroyom di Kota Bandung

BAB III LANDASAN TEORI. a. UU No. 22 Tahun 2009 Tentang lalu Lintas dan Angkutan. b. PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS DATA

BAB II STUDI PUSTAKA STUDI PUSTAKA EVALUASI KINERJA OPERASIONAL ARMADA BARU PERUM DAMRI UBK SEMARANG TRAYEK BANYUMANIK - JOHAR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengamatan Lapangan. Operasional Bus Damri Trayek Perumnas Banyumanik - Johar. Pengumpulan Data

ANALISIS PENENTUAN TARIF STANDAR ANGUTAN KOTA DI KABUPATEN BANYUWANGI. Rahayuningsih ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. memegang peranan penting dalam aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang

ANALISIS BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN (BOK) DAN TINGKAT OKUPANSI ANGKUTAN TAKSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Addendum Dokumen Pengadaan

KAJIAN TARIF ANGKUTAN UMUM TRAYEK PAAL DUA POLITEKNIK DI KOTA MANADO

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL

OPTIMALISASI UMUR GUNA KENDARAAN ANGKUTAN UMUM ABSTRAK

ANALISA KELAYAKAN TARIF ANGKUTAN UMUM DALAM KOTA MANADO (STUDI KASUS : TRAYEK PUSAT KOTA 45 MALALAYANG)

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.

KINERJA TEKNIS DAN ANALISIS ATP WTP ANGKUTAN TRANS JOGJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

ANALISA TARIF ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN, ATP DAN WTP

ANALISIS TARIF BUS TRANS BALIKPAPAN TRAYEK TERMINAL BATU AMPAR- PELABUHAN FERI KARIANGAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu obyek. Objek yang dipindahkan mencakup benda tak bernyawa seperti sumber daya alam,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.


Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebutuhan akan transportasi merupakan kebutuhan turunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari satu tempat ke tempat lain untuk tujuan tertentu. Manusia selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan manusia dan barang. Pergerakan penduduk dalam memenuhi kebutuhannya terjadi

OPTIMASI JUMLAH ARMADA ANGKUTAN UMUM DENGAN METODA PERTUKARAN TRAYEK: STUDI KASUS DI WILAYAH DKI-JAKARTA 1

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan

CONTOH 1 : PERMOHONAN IZIN USAHA ANGKUTAN

STUDI EFEKTIFITAS PELAYANAN ANGKUTAN KOTA JURUSAN ABDUL MUIS DAGO

BIAYA OPERASI KENDARAAN DAN PENDAPATAN ANGKUTAN PUBLIK BANDUNG LEMBANG ABSTRAK

LAMPIRAN 1. Baru Kredit, suku bunga %/Thn Bekas Leasing, suku bunga %/Thn Lainnya, sebutkan!

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selamat, aman, nyaman, dan terjangkau. perkotaan dibagi menjadi dua kelompok yaitu choice dan captive.

ANALISA SUPPLY DAN DEMAND ANGKUTAN TAKSI DI KOTA MEDAN BERDASARKAN TINGKAT OKUPANSI DAN BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan

KAJIAN TARIF ANGKUTAN UMUM PENUMPANG DI PULAU TAGULANDANG

Struktur organisasi BIDANG ANGKUTAN SARANA DAN PRASARANA TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Grafik jumlah penumpang TransJakarta rata-rata perhari

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

ANALISA KELAYAKAN TARIF ANGKUTAN UMUM DALAM KOTA KUPANG

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

SENSITIVITAS BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN (BOK) TERHADAP TARIF ANGKUTAN UMUM KOTA BOGOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

Analisis Kinerja dan Tarif Angkutan Umum Bus Jurusan Surakarta-Yogyakarta: Studi Kasus pada Bus Langsung Jaya, Jaya Putra dan Sri Mulyo

Transkripsi:

Volume 13, No. 4, April 2016, 291-300 ANALISIS SUBSIDI ANGKUTAN PERDESAAN MELALUI BIAYA OPERASI KENDARAAN (BOK) DI KABUPATEN SLEMAN Marjanto Dinas Perhubungan Kabupaten Sleman Jln KRT. Pringgodiningrat, Beran, Tridadi, Sleman e-mail : marjanto71@yahoo.com Abstract : Transport services rural areas in Sleman indicate operating performance is less well in service of nine routes. There are seven trajectories do not undergo trajectory corresponding permissions are set and one route is no longer operational.there is only one route which is still running track trajectory corresponding route permit. The purpose of this study was to analyze the performance of services of nine transportation route rural areas serving the route in Sleman District currently includes analysis: route network, load factor, headway, mileage, travel time, number of passengers and the speed of the average, the actual, the waiting location of transport and analyzing the financing scheme or calculate the amount of subsidy that can be applied to integrated rural transport to urban public transport serving in Sleman. Calculation of vehicle operating costs a small bus with a full subsidy for Rp.24,406,244,917/year, the difference in operating costs subsidy of Rp.18,318,644,917/year, bus subsidy grant of Rp. 18,559,117,225/year and fuel subsidies amounted Rp..21,105,013,047. Recommended subsidy financing scheme because it is quite logical to be implemented is a subsidy mechanism for the difference in operating costs to buy the service system with the option of using a small bus. Keywords: Rural transport, route performance analysis, integrated transportation, subsidy schemes, vehicle operating cost (VOC) Abstrak: Layanan angkutan perdesaan di Sleman menunjukkan kinerja operasi kurang baik dalam pelayanan sembilan rute. Ada tujuh lintasan tidak sesuai perizinan yang ditetapkan dan satu rute tidak lagi operational. Hanya satu rute saja yang masih berjalan sesuai izin trayek. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja pelayanan angkutan perdesaan pada sembilan trayek angkutan yang melayani rute di Kabupaten Sleman saat ini yang meliputi analisis: jaringan trayek, load factor, headway, jarak tempuh, waktu tempuh, jumlah penumpang dan kecepatan ratarata, lokasi menunggu angkutan dan menganalisis skema pembiayaan atau besarnya subsidi yang dapat diterapkan untuk angkutan perdesaan terpadu untuk transportasi umum perkotaan di Sleman. Perhitungan biaya operasi kendaraan bus kecil dengan subsidi penuh sebesar Rp.24,406,244,917/tahun, subsidi karena perbedaan biaya operasional sebesar Rp.18,318,644,917/tahun, subsidi bus hibah Rp. 18,559,117,225/tahun dan subsidi bahan bakar sebesar Rp.21,105,013,047. Skema pembiayaan subsidi yang cukup logis direkomendasikan untuk diterapkan adalah mekanisme subsidi untuk perbedaan biaya operasional untuk membeli sistem pelayanan dengan pilihan untuk menggunakan bus kecil. Kata kunci: transportasi, analisis kinerja trayek, transportasi terpadu, skema subsidi, biaya operasi kendaraan (BOK) PENDAHULUAN Selama ini penataan angkutan perdesaan belum berada dalam alur utama kebijakan dan keputusan pemerintah dalam rangka menciptakan sistem transportasi yang berimbang, efisien, dan berkualitas.hal ini dikarenakan tidak berimbangnya antara biaya operasi kendaraan yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima oleh operator. Dari sisi manajemen pengelolaan yang menggunakan sistem setoran dan pengoperasiannya dilakukan oleh masingmasing pemilik selaku anggota koperasi maka akibatnya akan menyulitkan pembinaan dan pengendaliannya. Koperasi tidak mampu menertibkan anggotanya yang tidak tertib membayar iuran anggota, melanggar jadwal perjalanan dan lain-lain. Pelanggaran tersebut disebabkan untuk mengejar setoran sehingga menyebabkan kualitas pelayanan kepada 291

pengguna jasa angkutan perdesaan menurun dan beralih ke penggunaan kendaraan pribadi terutama sepeda motor dan mobil. Salah satu kebijakan yang dapat diambil adalah memberikan subsidi bagi operator yang bersedia melakukan pelayanan angkutan umum perdesaan. Dalam hal ini Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2014 telah melakukan studi tentang integrasi angkutan perdesaan pada kawasan strategis sebagai feeder. Hasil studi tersebut memberikan gambaran tentang rute angkutan perdesaaan Kabupaten Sleman yang disarankan untuk dikembangkan sebagai bagian dari angkutan umum yang terintegrasi di wilayah perkotaan Yogyakarta. Namun demikian dari trayek yang disarankan masih perlu diperjelas lagi tentang mekanisme subsidi yang perlu dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Sleman. Untuk itu diperlukan suatu kajian untuk mencari formulasi tentang subsidi terhadap angkutan perdesaan di Kabupaten Sleman melalui analisis biaya operasi kendaraan (BOK). TINJAUAN PUSTAKA Menurut Warpani, (2002) angkutan adalah kegiatan perpindahan orang dan barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan sarana (kendaraan). Menurut Munawar, (2005) angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Ciri-ciri Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 35 Tahun 2003 tentang penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum pasal 21 ayat (2) disebutkan bahwa pelayanan angkutan perdesaan diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut : a. Mempunyai jadwal tetap dan/atau tidak berjadwal, b. jadwal tetap diberlakukan apabila permintaan angkutan cukup tinggi, c. pelayanan angkutan bersifat lambat, berhenti pada setiap terminal, dengan waktu menunggu relatif cukup lama, d. terminal yang merupakan terminal asal pemberangkatan dan tujuan sekurang kurangnya terminal tipe C, e. dilayani dengan mobil bus kecil atau mobil penumpang umum. Faktor Muat (Load Factor) Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.687/AJ.206/DRJD/2002 Tanggal 16 Agustus 2002 tentang pedoman teknis penyelenggaraan angkutan penumpang umum di wilayah perkotaan dalam trayek tetap dan teratur disebutkan bahwa faktor muat atau load factor merupakan perbandingan antara kapasitas terjual dan kapasitas tersedia untuk satu perjalanan yang iasa dinyatakan dalam persen (%). Faktor muat untuk perhitungan tarif umumnya adalah 70 %. Biaya Operasi Kendaraan (BOK) Menurut Tamin (2008:158) Biaya Operasi Kendaraan (BOK) merupakan biaya yang penting. Perbaikan atau peningkatan mutu prasarana dan sarana transportasi kebanyakan bertujuan mengurangi biaya ini. Biaya Operasi Kendaraan (BOK) meliputi penggunaan bahan bakar, pelumas, biaya penggantian (misalnya ban), biaya perawatan kendaraan, dan upah atau gaji supir. LANDASAN TEORI Biaya Operasi Kendaraan Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang tentang pedoman teknis penyelenggaraan angkutan penumpang umum di wilayah perkotaan dalam trayek tetap dan teratur, biaya pokok per kendaraan-km dihitung dengan menjumlahkan biaya langsung dan biaya tidak langsung. a. Komponen Biaya Langsung 1) Penyusutan Kendaraan Penyusutan kendaraan angkutan umum dihitung dengan menggunakan metode garis lurus. Untuk kendaraan baru, harga kendaraan dinilai berdasarkan harga kendaraan baru, termasuk BBN dan ongkos angkut, sedangkan untuk kendaraan lama, harga kendaraan dinilai 292

berdasarkan harga perolehan. Nilai residu bus adalah 20% dari harga kendaraan 2) Bunga Modal Bunga modal dihitung dengan rumus Keterangan: n = masa pengembalian pinjaman 3) Gaji dan tunjangan awak kendaraan Awak kendaraan terdiri dari sopir dan kondektur. Penghasilan kotor awak kendaraan berupa gaji tetap, tunjangan sosial dan uangndinas jalan / tunjangan kerja operasi. 4) Bahan Bakar Minyak (BBM) Penggunaan BBM tergantung dari jenis kendaraan 5) Ban Ban yang digunakan sebanyak 10 unit untuk bus, dengan perincian 2 ban baru dan 8 vulkanisir dengan daya tempuh 24.000 km. Ban angkutan mobil penumpang umum sebanyak 4 buah ban baru dengan daya tempuh 25.000 km 6) Servis kecil Servis kecil dilakukan dengan patokan km tempuh antar- servis, yang disertai penggantian oli mesin dan penambahan gemuk serta minyak rem 7) Servis besar Servis besar dilakukan setelah beberapa kali servis kecil atau dengan patokan km tempuh, yaitu penggantian oli mesin, oli gardan, oli tranmisi, platina, busi, filter oli, kondensor. 8) Penambahan oli mesin Penambahan oli mesin dilakukan setelah kmtempuh pada jarak km tertentu. 9) Suku cadang dan body Biaya untuk keperluan suku cadang mesin, bagian rangka bawah (chassis) dan bagian bodi diperhitungkan per tahun sebesar 5 % dari harga bus. 10) Cuci bus Bus kota sebaiknya dicuci setiap hari. 11) Retribusi terminal Biaya retribusi terminal per bus diperhitungkan per hari atau per bulan. 12) STNK/Pajak kendaraan Perpanjangan STNK dilakukan setiap lima tahun sekali, tetapi pembayaran pajak kendaraan dilakukan setiap tahun dan biayanya sesuai dengan peraturan yang berlaku. 13) Kir Kir kendaraan dilakukan minimal sekali setiap enam bulan dan biayanya sesuai dengan peraturan yang berlaku. 14) Asuransi a) Asuransi kendaraan Asuransi kendaraan pada umumnya hanya dilakukan oleh perusahaan yang membeli kendaraan secara kredit bank. Namun, asuransi kendaraan perlu diperhitungkan sebagai pengamanan dalam menghadapi resiko. Biaya premi per bus per tahun. b) Asuransi Awak Kendaraan Pada umumnya awak kendaraan wajib diasuransikan oleh perusahaan angkutan. b. Komponen Biaya Tidak Langsung 1) Biaya pegawai selain awak kendaraan Tenaga selain awak kendaraan terdiri atas pimpinan, staf administrasi, tenaga teknis dan tenaga operasi. Jumlah tenaga pimpinan, staf administrasi, tenaga teknik dan tenaga operasi tergantung dari besarnya armada yang dikelola. Biaya pegawai ini terdiri atas gaji/upah, uang lembur dan jaminan sosial 2) Biaya Pengelolaan (a) Penyusutan bangunan kantor (b) Penyusutan bangunan dan peralatan bengkel Masa penyusutan butir (1) & (2) diperhitungkan selama 5 s/d 20 tahun tergantung dari keadaan fisik bangunan tanpa harga tanah. (c) Masa penyusutan inventaris/alat kantor (diperhitungkan 5 tahun) (d) Masa penyusutan sarana bengkel (diperhitungkan selama 3 s/d 5 tahun) (e) Administrasi kantor (f) Pemeliharaan kantor (misalnya, pengecatan kantor) (g) Pemeliharaan pool dan bengkel (h) Listrik dan air (i) Telepon dan telegram serta porto (j) Biaya perjalanan dinas Biaya perjalanan dinas meliputi perjalanan dinas pimpinan, staf administrasi, teknisi dan tenaga operasi (noncrew). (k) Pajak Perusahaan (l) Izin trayek Izin trayek ditentukan berdasarkan peraturan daerah dan rute 293

(m) Izin usaha (n) Biaya pemasaran (biaya promosi) (o) Biaya lain-lain. METODOLOGI PENELITIAN Bagan alir proses penelitian yang dilakukan adalah seperti tampak pada gambar berikut ini. Mulai Persiapan - Administrasi dan personel - Pemanfaatan metodologi dan rencana kerja - Kajian data sekunder, peraturan terkait dan studi terdahulu Persiapan dan Penanganan Survei - Diskusi dan Pengarahan - Mobilisasi Alat Survei - Penentuan Titik Survei - Persiapan Form Survei Pengenalan Wilayah Study - Kondisi sarana dan prasarana - Kondisi - Rencana Pengembangan - Kondisi kewilayahan Identifikasi Peraturan dan Studi Terdahulu - RTRW Kabupaten Sleman - Studi yang telah ada Survei Primer - Survei On Boarding - Survei Headway - Wawancara operator - Survei Biaya operasi kendaraan Survei Sekunder - Kondisi tata ruang eksisting - Kondisi sosio ekonomi - Data Jaringan jalan - Data angkutan perdesaan Identifikasi dan pemetaan trayek Analisis kinerja angkutan Analisis kebutuhan trayek yang akan datang Analisis Kinerja kondisi mendatang Penyusunan Biaya Operasi Kendaraan sesuai kinerja yang akan datang Menyusun mekanisme subsidi angkutan perdesaan Kesimpulan dan Saran selesai HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN On Boarding Survei pada penelitian ini dilakukan terhadap penumpang yang ada di angkutan perdesaan untuk keseluruhan trayek yang ada. Hasil survei dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Hasil Survei On Boarding Traye k Waktu Survei Trayek Kapasit as Kend. 294 Juml Kendara an Sesuai Ijin Wakt Temp uh Jumlah Pnp Rata-rata Kendaraan Beroperasi 23 pagi Terminal Pakem - Kranggan 8 19 1:44 19 7 4 23 siang Terminal Pakem - Kranggan 8 19 1:30 10 7 4 D6 pagi Terminal Jombor-UGM-Maguwo 14 23 2:11 20 12 4 D6 siang Terminal Jombor-UGM-Maguwo 14 23 2:20 22 12 4 16 pagi Godean-Terminal Jombor-Godean 8 8 1:29 8 3 3 16 siang Godean-Terminal Jombor-Godean 8 8 1:18 4 3 3 Terminal Jombor-UGM-Kadisoka- 17 A3 pagi Sidorejo 14 4:32 13 4 2 26 Pagi Terminal Jombor-Perum Minomartani- Pasar Sleman 8 26 1:28 8 3 3 26 siang Terminal Jombor-Perum Minomartani- Pasar Sleman 8 26 2:10 5 3 3 Rit ratarata per hari

30 pagi Terminal Pakem-Turi-Pasar Tempel 8 14 1:52 9 5 3 30 siang Terminal Pakem-Turi-Pasar Tempel 8 14 1:55 8 5 3 19 Pagi Terminal Prambanan-Piyungan-Terminal Prambanan 8 19 1:28 8 11 2 19 Siang Terminal Prambanan-Piyungan-Terminal Prambanan 8 19 1:10 6 11 2 D2 pagi Pasar Tempel-Morangan-Pasar Sleman 8 14 3:07 10 1 3 Usulan Pengembangan Berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar perencanaan trayek angkutan perdesaan di Kabupaten Sleman, maka pada bagian ini akan diusulkan beberapa trayek angkutan perdesaan yang akan melayani perjalanan masyarakat di Kabupaten Sleman sekaligus melengkapi trayek atau rencana trayek yang sudah ada seperti Kota Dalam Propinsi (AKDP) atau bus perkotaan Trans Jogja. Dalam pengembangan trayek angkutan perdesaan ini, karakteristik pelayanan trayek angkutan perdesaan yang diusulkan, yaitu : perdesaan dimana angkutan perdesaan Kabupaten Sleman akan terintegrasi dengan angkutan AKDP atau Trans Jogja atau rencana ke depan pengembangan Kereta api Komuter yang melewati Kabupaten Sleman. Secara umum trayek-trayek yang diusulkan diusahakan mempunyai titik transfer dengan trayek angkutan umum lain seperti AKDP, Trans Jogja maupun antar angkutan perdesaan yang telah ditentukan. Titik transfer bisa berada di terminal atau di luar terminal. Pada titik transfer apabila dipandang perlu dan memungkinkan lokasinya, maka dapat dibangun halte sederhana untuk transfer penumpang. Beberapa lokasi trayek yang diusulkan dijadikan sebagai titik henti angkutan perdesaan. Titik-titik henti pada masing-masing trayek diusulkan pada beberapa titik strategis di lokasi pasar, sekolah dan lokasi-lokasi lain yang dinilai strategis. Trayek-trayek yang diusulkan beserta panjang trayek, lokasi titik hentinya disajikan dalam tabel berikut ini: No Tabel 2. Usulan Trayek sebagai feeder Panjang Trayek Trayek Titik Transfer PP (km) 1 Pasar Tempel - Terminal Pakem 26,6 2 3 Pasar Piyungan - Pasar Prambanan Besi - Terminal Pakem Terminal Prambanan-Ngemplak- Perum Purwomartani-Tajem- Terminal Condongcatur 60,6 50,8 4 Terminal Condongcatur-Perum Minomartani-Kamdanen-Beran- Pasar Sleman-Jumeneng-Pasar Cebongan-Mlati-Terminal Jombor-PP 48,0 Terminal Pakem-Pulowatu- 5 Kayunan-Monjali-Terminal 30,0 Jombor PP Pasar Gamping - Bantulan - 6 Munggur - Pasar Cebongan - 25,4 Pasar Sleman PP Sumber : Studi angkutan perdesaan sebagai feeder 2014. Pasar Tempel, Terminal Pakem Pasar Piyungan, Pasar Prambanan, Terminal Pakem Terminal Prambanan, Terminal Condongcatur Terminal Jombor, Terminal Condongcatur Terminal Pakem, Terminal Jombor Pasar Gamping, Bantulan, Pasar Sleman Keterangan 295

Analisis Biaya Operasi Kendaraan Analisis perhitungan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) nantinya akan digunakan untuk mencari skema terbaik pembiayaan angkutan umum perdesaan di wilayah Kabupaten Sleman. Jenis kendaraan yang digunakan untuk analisis biaya operasi kendaraan (BOK) adalah bus kecil dengan kapasitas 16 tempat duduk dan bus sedang dengan kapasitas 22 tempat duduk. Kedua kendaraan tersebut dimensinya memungkinkan untuk bergerak dengan baik untuk melewati jalan-jalan di wilayah perdesaan di Kabupaten Sleman. Mekanisme Subsidi Penuh Mekanisme pemberian subsidi penuh ini memberikan tanggung jawab penuh terhadap pemerintah dalam pembiayaan angkutan perdesaan. Pembiayaan ini mensyaratkan kecukupan anggaran pemerintah daerah Kabupaten Sleman dalam pelaksanaannya. Kelebihan dari skema ini adalah tarif angkutan umum perdesaan bahkan bisa digratiskan guna merangsang masyarakat untuk beralih ke angkutan umum. Kekurangannya adalah kebutuhan dana yang cukup besar dan tidak mendidik masyarakat untuk mandiri. Berdasarkan Perhitungan biaya operasi kendaraan dengan subsidi penuh yang diperoleh dari hasil hitungan adalah Rp. 6.182,94 per bus kilometer apabila menggunakan bus kecil dan membutuhkan BOK sebesar Rp.6.776,88 per bus kilometer apabila menggunakan bus sedang. Karena disubsidi penuh oleh pemerintah, maka load factor tidak berpengaruh lagi pada hitungan anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka memberikan subsidi kepada angkutan umum perdesaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3 Analisis BOK dengan Subsidi Penuh Komponen Bus Kecil Bus Sedang Satuan I. Kilometer Tempuh: 1.Per Rit 41.44 41.44 km 2.Per Hari 255,67 255,67 km 3.Per Bulan 6,998.85 6,998.85 km 4.Per Tahun 83,986.17 83,986.17 km Jumlah Rit per hari 6,17 6,17 rit Jumlah Bus 52 52 kendaraan Kapasitas angkut 16 22 penumpang II BOK per km: III Subsidi penuh 6,182.94 6,776.88 Rp/km Kebutuhan anggaran per tahun Subsidi penuh 24,406,244,917 26,750,728,929 IV Subsidi Pemerintah Per Tahun: Subsidi penuh 24,406,244,917 26,750,728,929 Rp Sumber : Hasil analisis, 2015. Mekanisme Subsidi Selisih Operasional Pada mekanisme subsidi selisih operasional ini, pemerintah memberikan subsidi sejumlah kekurangan biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan yang masuk. Jadi, pengguna angkutan perdesaan tetap dikenakan tarif, yang dirancang tetap terjangkau oleh masyarakat. Pengenaan tarif seperti yang berlaku saat ini, selain membantu meringankan beban anggaran pemerintah apabila dibandingkan dengan subsidi penuh, juga akan mendidik masyarakat untuk tidak terbiasa dengan segala macam fasilitas yang sifatnya gratis. Dengan menggunakan asumsi bahwa load factor angkutan perdesaan sebesar 30% dan asumsi jumlah penumpang regular sebesar 80% dan jumlah penumpang pelajar sebesar 20%, maka didapatkan perhitungan seperti pada tabel di bawah ini. 296

Tabel 4. Analisis BOK dengan Subsidi Selisih Biaya Operasi Komponen Bus Kecil Bus Sedang Satuan I. Kilometer Tempuh: 1.Per Rit 41.44 41.44 km 2.Per Hari 255.67 255.67 km 3.Per Bulan 6,998.85 6,998.85 km 4.Per Tahun 83,986.17 83,986.17 km Jumlah Rit per hari 6.17 6.17 rit Jumlah Bus 52 52 kendaraan Kapasitas angkut 16 22 penumpang II. Tarif dan Asumsi: Tarif Reguler 4,000 4,000 Rp Tarif Pelajar 2,000 2,000 Rp Jumlah Penumpang per Hari (LF 30%) 5,636 7,750 Asumsi Jumlah Pnp Reguler 80% 80% Asumsi Jumlah Pnp Pelajar 20% 20% III. BOK per km: Total 6,182.94 6,776.88 Rp/km IV. Biaya Ditanggung Per Tahun: Total 24,406,244,917 26,750,728,929 V. Asumsi Pendapatan: Per Tahun 6,087,600,000 8,369,400,000 Rp VI. Subsidi Pemerintah Per Tahun: Subsidi Selisih Operasional 18,318,644,917 18,381,328,929 Rp Sumber : Hasil analisis 2015 mahal tetapi bukan berarti tidak baik, karena Mekanisme Hibah Bus Mekanisme hibah bus ini dilakukan dengan cara pemerintah memberikan bantuan berupa tidak semua operator di daerah sanggup melaksanakan secara langsung sistem buy the service terkait dengan ketersediaan modal awal bus kepada operator. Operator kemudian dan alasan-alasan lainnya. Hibah bus sangat mengoperasionalkan sendiri. Tetapi perlu baik sebagai pancingan awal untuk merangsang diingat bahwa disini tarif tetap dipertahankan pada level Rp.4.000,00 untuk penumpang regular dan Rp.2.000,00 untuk pelajar. Sisa beban subsidi menjadi beban operator. Hasil operator agar mau melaksanakan pelayanan angkutan umum perdesaan sesuai dengan standar operasional dan prosedur yang layak. Apabila bus sudah disediakan pemerintah, perhitungan biaya operasi kendaraan dengan biasanya operator mau untuk subsidi hibah bus adalah sebesar Rp.4,811.49 per bus kilometer untuk bus kecil dan mengoperasikannya karena mereka tinggal mengelola bus yang sudah ada tersebut. Rp.5,134.44 per bus kilometer untuk bus sedang. Skema pembiayaan dengan mekanisme hibah bus membutuhkan anggaran pemerintah sebesar Rp. 18,559,117,225,- untuk penggunaan bus kecil dan Rp. 19,804,815,861,- untuk penggunaan bus sedang. Lonjakan kebutuhan dana ini dikarenakan biaya tambahan pembelian bus, yang membutuhkan biaya yang cukup besar. Mekanisme hibah bus ini memang lebih 297 Mekanisme Subsidi BBM Pemerintah memberikan BBM untuk operasional bus. Artinya mekanisme ini BBM ditanggung oleh pemerintah. Operator tetap mendapat beban untuk menjaga harga tiket sesuai dengan ketentuan asumsi semula dengan catatan kondisi ceteris paribus. Skema pembiayaan dengan mekanisme subsidi BBM ini sebenarnya cara yang aman untuk

menghindari gejolak tarif akibat fluktuasi harga BBM, karena komponen terpenting dalam operasional angkutan umum ini dikeluarkan dari penghitungan BOK. Akan tetapi, mekanisme ini memang sangat dihindari, karena pelaksanaannya sangat rumit. Tingkat potensi penyalahgunaan yang sangat tinggi dan kewenangan distribusi BBM bukan pada pihak pemerintah daerah, adalah beberapa alasan mengapa skema ini tidak populer. Selain itu, besaran anggaran subsidi dari pemerintah menjadi sangat tergantung pada fluktuasi harga BBM. Perhitungan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) subsidi BBM secara rinci dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 152 dan analisis subsidi BBM dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5. Analisis Subsidi BBM Komponen Bus Kecil Bus Sedang Satuan I. Kilometer Tempuh: 1.Per Rit 41.44 41.44 km 2.Per Hari 255.67 255.67 km 3.Per Bulan 6,998.85 6,998.85 km 4.Per Tahun 83,986.17 83,986.17 km Jumlah Rit per hari 6.17 6.17 rit Jumlah rit total 37 37 Jumlah Bus 52 52 kendaraan Kapasitas angkut 16 22 penumpang II. Tarif dan Asumsi: Tarif Reguler 4,000 4,000 Rp Tarif Pelajar 2,000 2,000 Rp Jumlah Penumpang per Hari (LF 30%) 5,636 7,750 Asumsi Jumlah Pnp Reguler 80% 80% Asumsi Jumlah Pnp Pelajar 20% 20% III. BOK per km: Subsidi BBM 5,471.52 5,976.53 Rp/km IV. Biaya Ditanggung Per Tahun: Subsidi BBM 21,105,013,047 23,052,965,171 V. Asumsi Pendapatan: Per Tahun 6,087,600,000 8,369,400,000 Rp VI. Subsidi Pemerintah Per Tahun: Subsidi BBM 21,105,013,047 23,052,965,171 Rp Resume Perhitungan Pembiayaan Subsidi Dari hasil perhitungan skema pembiayaan subsidi dapat dirangkum pada tabel berikut ini. No. Skema Subsidi Tabel 6 Resume perhitungan BOK subsidi Bus Kecil (Rp/tahun) Bus Sedang (Rp/tahun) Bus Kecil (Persentase Subsidi) Bus Sedang (Persentase Subsidi) 1 BOK subsidi penuh 24.406.244.917 26.750.728.929 100 % 100 % 2 BOK selisih biaya 18.318.644.917 18.381.328.929 75,06 % 68,71 % operasi 3 BOK hibah bus 18.559.117.225 19.804.815.861 76,04 % 74,03 % 4 BOK subsidi BBM 21.105.013.047 23.052.965.171 86,47 % 86,18 % Dari hasil perhitungan diatas, mekanisme subsidi BOK selisih biaya operasi mempunyai kecenderungan untuk diterapkan pada angkutan perdesaan dengan sistem buy the service karena pemerintah menangggung biaya yang lebih rendah dari skema pembiayaan yang lain. 298

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kinerja pelayanan angkutan perdesaan saat ini kurang diminati, hal ini ditunjukkan dengan load factor yang kurang dari 70%, sehingga perlu adanya peningkatan pelayanan dengan merubah mekanisme pengelolaannya. 2. Pembiayaan angkutan perdesaan secara mandiri yang telah dilakukan pada saat sekarang ini di Kabupaten Sleman ternyata sangat memberatkan dari sisi operasional bagi operator. Keadaan ini terbukti pada pelayanan angkutan perdesaan yang menjalankan trayeknya tidak sesuai dengan izin trayek yang dimiliki sehingga mengganggu pelayanan kepada masyarakat pengguna angkutan perdesaan. Sembilan trayek yang di terbitkan izinnya oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Sleman, satu trayek yaitu trayek 21 tidak beroperasi lagi, tujuh trayek yaitu trayek A3, D6, 30, 19, 16, 23, D2, menjalankan trayeknya tidak utuh atau tidak sesuai izin trayek dan satu trayek yaitu trayek 26 masih menjalankan trayek sesuai izinnya. 3. di Kabupaten Sleman sangat membutuhkan bantuan dari Pemerintah berupa subsidi agar dapat melaksanakan pelayanan angkutan yang berkualitas sehingga dapat terwujud pelayanan yang aman, selamat, tertib, lancar, dapat diandalkan, murah dan tepat waktu. 4. Skema pembiayaan subsidi yang direkomendasikan karena cukup logis untuk dilaksanakan adalah subsidi biaya penuh, subsidi selisih biaya operasional, subsidi hibah bus dan subsidi BBM dengan dua pilihan yaitu menggunakan bus kecil atau bus sedang. Hasil analisis menunjukkan skema subsidi yang paling baik untuk dilaksanakan adalah subsidi selisih biaya operasional yang pengoperasiannya sama dengan bus trans jogja, dengan menggunakan bus kecil. Saran 1. Untuk mewujudkan angkutan perdesaan yang aman, nyaman, tertib, lancar, tepat waktu dan dapat diandalkan, serta tarifnya terjangkau daya beli masyarakat maka dibutuhkan campur tangan yang kuat dari pemerintah Kabupaten Sleman. 2. Memperhatikan kondisi angkutan perdesaan pada saat ini, disarankan pilihannya menggunakan bus kecil dengan skema pembiayaan mekanisme subsidi selisih biaya operasi dengan sistem buy the service adalah pilihan yang terbaik untuk dilaksanakan pemerintah Kabupaten Sleman. 3. Memaksimalkan potensi-potensi bangkitan dan tarikan perjalanan untuk pengembangan angkutan perdesaan di Kabupaten Sleman untuk menarik minat penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) di bidang transportasi di Kabupaten Sleman. 4. Untuk menekan kebocoran tarif yang dibayarkan penumpang, lebih efektif dan aman menggunakan mesin tiket yang dipasang di dalam bus. Pada saat naik di dalam bus, penumpang langsung membayar tarif yang dimasukkan ke dalam mesin tiket. Sehingga pendapatan diharapkan dapat meningkat. DAFTAR PUSTAKA Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014, Buku Laporan Akhir Studi Integrasi Pada Kawasan Strategis Sebagai Feeder, PT. Andalan Mitra Nusantara, Yogyakarta. Departemen Perhubungan Republik Indonesia, Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan, 2008, Pekerjaan Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Umum Berbasis Jalan Di Wilayah Perkotaan, Jakarta. Departemen Perhubungan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2007 Tentang Pemberian Subsidi Penumpang Umum Di Jalan, Jakarta. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2013, Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 98 Tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan Minimal Orang Dengan Kendaraan Umum Dalam Trayek, Jakarta. 299

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2015, Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 29 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 98 Tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan Minimal Orang Dengan Kendaraan Umum Dalam Trayek, Jakarta. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2003, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 35 Tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Orang Di Jalan Dengan Kendaraan Umum,Jakarta. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2002, Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.687/AJ.206.DRJD/2002 Tanggal 16 Agustus 2002 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Penumpang Umum Di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, Jakarta. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2002, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 89 Tahun 2002 Tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formula Perhitungan Biaya Pokok Penumpang Dengan Mobil Bus Umum Antar Kota Kelas Ekonomi, Jakarta Munawar, A., 2005, Dasar-Dasar Teknik Transportasi, Penerbit Beta Offset, Yogyakarta. Pranoto, B., 2005, Menghitung Kebutuhan Subsidi Pemerintah Terhadap Biaya Pengelolaan Umum Bus Damri Di Kota Semarang, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Retribusi Pengujian Kendaaan Bermotor. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Retribusi Terminal. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Trayek. Warpani, S., 2002, Pengelolaan Lalulintas dan Jalan, Penerbit ITB, Bandung Warpani, S., 1990, Merencanakan Sistem Perangkutan, Penerbit ITB, Bandung. 300