BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 BAHAN DAN METODA

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

BAB 2 BAHAN DAN METODA

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel di Pulau Pramuka

BAB III BAHAN DAN METODE

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Tabel 3. Alat-alat Penelitian

STUDI SEBARAN SEDIMEN BERDASARKAN TEKSTUR SEDIMEN DI PERAIRAN SAYUNG, DEMAK

BAB III METODELOGI PENELITIAN

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

BAB 2 BAHAN DAN METODA

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung.

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

PANTAI BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan

BAB III BAHAN DAN METODE

III. MATERI DAN METODE

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed

III. METODE PENELITIAN. zona intertidal pantai Wediombo, Gunungkidul Yogyakarta.

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

JENIS SEDIMEN PERMUKAAN DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PULAU GILI LABAK KABUPATEN SUMENEP

BAB III BAHAN DAN METODE

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2017), Hal ISSN :

3. METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1. Spesifikasi bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Pb, Cd, dan Hg di Pantai perairan Lekok Kabupaten Pasuruan.

3. METODOLOGI PENELITAN

III. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

III. METODE PENELITIAN. Gambar 3.1. Lokasi Penelitian (Google Map, 2014)

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum. B. Maksud dan Tujuan

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode eksploratif pada setiap

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. kerapu macan ini berada di perairan sekitar Pulau Maitam, Kabupaten Pesawaran,

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU

III. METODE PENELITIAN

BAB 2 BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DI PERAIRAN SEPANJANG JEMBATAN SURAMADU KABUPATEN BANGKALAN

II. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 April 2014 pada areal lahan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tangga 24 Agustus 5 Oktober 2014.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

BAB IV METODE PENELITIAN

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 BAHAN DAN METODA

METODE PENELITIAN. 7. Tongkat berskala Mengukur kedalaman cm 8. Van Dorn Water Mengambil sampel air -

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

III. METODOLOGI PENELITIAN. di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS KUALITAS SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU. oleh: Hardi Sandro Situmeang 1) dan Rifardi 2) Abstrak

Fisheries and Marine Science Faculty Riau University ABSTRACT. 1). Students of the Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau

3. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Bintan Timur, Kepulauan Riau dengan tiga titik stasiun pengamatan pada bulan Januari-Mei 2013. Pengolahan data dilakukan pada bulan Mei di Laboratorium Sedimentografi Institut Teknologi Bandung dan Laboratorium Ilmu Teknologi Kelautan Universitas Padjadjaran. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian 15

16 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Tabel 2. Alat penelitian dan fungsi Alat Satuan Fungsi GPS (Global Positioning System) - Penentuan titik koordinat Floating drogue - Penentuan arah arus Kompas tembak Derajat Penentuan arah kemiringan floating drogue Stopwatch Menit Menghitung kecepatan Termometer berpindahnya floating drogue 0 C Pengukuran suhu Refraktometer Ppt Pengukuran salinitas Alat tulis - Mencatat data pengamatan Grab Sampler - Pengambilan sampel sedimen Tali penduga Meter Pengukuran kedalaman Plastik sampel - Wadah menyimpan sampel sedimen Alkohol 10% Ml Pengawetan sampel benthos Kaca luv Mm Pengamatan jenis makrozoobenthos Oven Celcius Pengeringan sampel sedimen Sieve shaker µm Pemisahan jenis sedimen berdasarkan ukuran Kamera digital Megapixel Dokumentasi PC/Laptop - Pengolahan data dan penulisan skripsi Software Surfer v.10 - Pengolahan data arus Ms Excel - Perhitungan dan pengolahan data

17 3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan untuk penelitian ini meliputi data primer yaitu data pengukuran yang dilakukan pada bulan Mei 2013 seperti pengambilan sampel sedimen di tiga titik stasiun berbeda sedangkan data sekunder yang digunakan tertera pada Tabel 3 : Tabel 3. Bahan penelitian dan sumber Bahan Arah dan kecepatan arus bulan Mei 2013 Peta sebaran sedimen Pasang surut bulan Mei 2013 Sumber BRKP, Jakarta PPGL, Bandung TMD 1.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei berupa observasi lapangan untuk penentuan stasiun penelitian, arus permukaan, pengambilan sampel sedimen, dan parameter pendukung yang dilakukan pada 3 titik stasiun penelitian. Setelah itu, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data besaran butir sedimen di Laboratorium Sedimentografi Institut Teknologi Bandung. Observasi dan pengambilan data dilakukan berdasarkan titik titik stasiun yang telah ditentukan berdasarkan kedalaman dan jenis sedimen yang dianggap mewakili keseluruhan kondisi perairan Bintan Timur. Untuk pengambilan sampel sedimen menggunakan metode observasi yang diambil dengan jarak interval waktu yang seragam dan pengukuran arus yang dilakukan berdasarkan pasang surut dengan kriteria kedalaman yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kelimpahan makrozoobenthos, sedimen, dan arus terhadap kedalaman yang berbeda. Sampling dilakukan di tiga titik stasiun dengan sembilan sub stasiun pengamatan dengan kriteria seperti pada Tabel 4 :

18 Tabel 4. Kriteria stasiun pengamatan Stasiun Kriteria Lokasi I II III Sedimen jenis pasir lumpuran Sedimen jenis lumpur Sedimen jenis pasir dan pecahan kerang Bintan Timur bagian Tenggara Bintan Timur bagian Tenggara Bintan Timur bagian Timur Laut Sub Stasiun Keterangan 1.1 Kedalaman 2 meter 1.2 Kedalaman 5 meter 1.3 Kedalaman 8 meter 2.1 Kedalaman 2 meter 2.2 Kedalaman 5 meter 2.3 Kedalaman 8 meter 3.1 Kedalaman 2 meter 3.2 Kedalaman 5 meter 3.3 Kedalaman 8 meter 3.4 Prosedur Penelitian Adapun prosedur penelitian ini diawali dengan penentuan titik stasiun penelitian yang dianggap dapat mewakili keseluruhan kondisi perairan pulau Bintan Timur. Penentuan titik stasiun diambil secara vertikal dari garis pantai dengan kedalaman 2 meter, 5 meter, dan 8 meter yang juga didasarkan dengan jenis sedimen di perairan ini. Penentuan tiga titik stasiun dilakukan berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh BRKP pada tahun 2003 yang menyatakan bahwa arus di perairan Bintan Timur cukup kuat dan penelitian yang dilakukan oleh PPGL pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa perairan Bintan Timur memiliki sebaran sedimen yang beranekaragam jenisnya dengan cakupan sebaran yang cukup luas begitu juga dengan makrozoobenthos di perairan tersebut. Pada tiap-tiap stasiun dilakukan pengukuran arah arus permukaan dan kecepatan, pengukuran kedalaman, pengambilan sedimen, dan pengukuran parameter pendukung seperti suhu dan salinitas. Masing-masing dari parameter ini akan diolah menggunakan software surfer untuk dipetakan.

19 Gambar 2. Bagan Alir Prosedur Penelitian Pada analisis spasial, hal pertama yang akan dilakukan ialah perhitungan kecepatan dan arah arus berdasarkan luasan yang telah diukur pada tiap stasiun penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kelimpahan makrozoobenthos yang disebabkan oleh kecepatan arus. Adapun software yang digunakan dalam pengolahan data adalah software surfer untuk arah dan

20 kecepatan arus yang hasilnya ditampilkan berupa peta vektor. Selain arus, parameter pendukung seperti suhu, salinitas, dan kedalaman juga diolah menggunakan software surfer yang hasilnya ditampilkan berupa peta vektor. 3.4.1 Pengukuran Arus Pengukuran arus menggunakan GPS, floating drouge, stopwatch, dan kompas tembak. Cara kerjanya menurut Purba (2013) : 1. Lepaskan floating drogue. Catat posisi waktu pelepasan dengan GPS. Biarkan floating drogue hanyut mengikuti arus. Setelah rentang waktu selama 5 menit catat kembali posisi floating drogue dengan GPS, hal ini dilakukan sebanyak 3 kali di setiap sub titik stasiun. 2. Catat semua kondisi lokal seperti cuaca (hujan, cerah) dan laut yang dilihat secara visual. 3. Bila floating drogue berhenti karena pembeban mengenai dasar perairan, maka floating drogue dapat dipindahkan kembali kembali ke posisi pencatatan terakhir. Kemudian floating drogue dilepas kembali. Demikian seterusnya hingga pada pencatatan terakhir yang telah ditentukan. Setelah pengamatan arus di lapangan kemudian dilakukan pengumpulan data sekunder sebagai data pendukung untuk pengolahan dan analisis data. 3.4.2 Pengamatan Sedimen Pengambilan sedimen dilakukan dengan menggunakan grab sampler yang cara kerjanya menurut Emiyarti (2004) : 1. Lepaskan batu penduga sebagai pengukur kedalaman di sub stasiun. Jika kedalamannya sesuai, catat posisi waktu pelepasan dengan GPS. 2. Lepaskan grab sampler untuk mengambil sedimen. Pengambilan sedimen basah sebanyak ± 200 gram yang kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik. Lakukan hal yang sama di setiap titik stasiun. 3. Sampel substrat yang telah dipisahkan dengan makrozoobenthos kemudian dianalisis besar butirnya dengan penyaringan sieve shaker di Laboratorium

21 Sedimentografi Institut Teknologi Bandung yang selanjutnya diolah kembali menggunakan klasifikasi dan ukuran sedimen berdasarkan skala Wentworth (Tabel 5) untuk mengetahui secara spesifik jenis fraksi yang terkandung pada setiap stasiun. Tabel 5. Klasifikasi dan ukuran sedimen berdasarkan skala Wentworth No. Nama Partikel Ukuran (mm) 1. Batuan (Boulder) 256 2. Batuan bulat (Coble) 256 64 3. Batuan kerikil (Pebble) 64 4 4. Butiran (Granule) 4 2 5. Pasir paling kasar (Very coarse sand) 2 1 6. Pasir kasar (Coarse sand) 1-0.5 7. Pasir sedang (Medium sand) 0.5 0.25 8. Pasir halus (Fine sand) 0.25 0.125 9. Pasir sangat halus (Very fine sand) 0.125 0.0625 10. Debu (Silt) 0.0625 0.0039 11. Liat (Clay) Kurang dari 0.0039 (Sumber: Holme dan Melntire 1971) 3.4.3 Kelimpahan Makrozoobenthos Proses identifikasi makrozoobenthos dilakukan dengan mengamati ciri-ciri morfologi dengan mengacu pada petunjuk Colin dan Arneson (1995) sampai tingkat taksa terdekat yaitu genus. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jenis makrozoobenthos yang dipengaruhi oleh arus. Adapun cara kerjanya antara lain: 1. Pemisahan makrozoobenthos dari sedimen yang kemudian dicuci terlebih dahulu untuk mengidentifikasi jenisnya melalui ciri-ciri morfologi dengan mengacu pada petunjuk Colin dan Arneson (1995) sampai tingkat taksa terdekat yaitu genus. 2. Makrozoobenthos yang telah dipisahkan kemudian diberi alkohol 10% yang berfungsi sebagai pengawet selanjutnya melakukan identifikasi makrozoobenthos yang dihitung jumlah dan jenisnya per sub stasiun.

22 3.4.4 Parameter Pendukung Arus laut penting dalam kaitannya dengan kehidupan hewan atau organisme, karena arus dapat menyebabkan perubahan suhu dan salinitas serta dapat menyebarkan makanan, membawa dan menyebarkan larva hewan ke tempat lain (Wulansari 2001). Sebagian besar dari makrozoobenthos dapat melakukan toleransi pada suhu air di bawah 35 0 C (Ward 1992). Suhu yang berada di atas 35 0 C merupakan ambang batas bagi hewan makrozoobenthos untuk berkembang. Adapun cara kerjanya yaitu mencelupkan termometer langsung ke air selama ± 5 menit. Catat skala yang tertera pada termometer dan lakukan hal yang sama pada setiap sub stasiun. Ihlas (2001) menyatakan bahwa salinitas yang ditolerir oleh makrozoobenthos dalam hidup dan kehidupannya berkisar antara 30 35 ppt. Adapun cara kerjanya yaitu pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Sampel air diteteskan pada refraktometer kemudian dibaca skala salinitasnya. Catat skala yang tertera pada refraktometer dan lakukan hal yang sama pada setiap sub stasiun. 3.5 Pengolahan Data Data yang didapatkan dari pengamatan lapangan dan pengumpulan data sekunder diproses dengan menggunakan program Ms. Excel adapun kecepatan dan arahnya diolah menggunakan software surfer agar dapat dipetakan. Pengolahan data akhir untuk mendapatkan hubungan antara arus terhadap kelimpahan makrozoobenthos yang dijelaskan secara deskriptif dalam bentuk data kuantitatif. Dari sinilah dapat dianalisis pengaruh arus terhadap kelimpahan makrozoobenthos. 3.5.1 Arus Data arus yang didapat berdasarkan arus menjelang pasang dan arus menjelang surut. Pengolahan data arus akan dipetakan menggunakan software surfer berupa peta kontur yang mana berasal dari data lapangan berupa arah dan

23 kecepatan tiap sub stasiun. Sebelumnya satuan kecepatan arus dikonversi terlebih dahulu dari meter per menit menjadi meter per detik. Setelah dikonversi, baik arah maupun kecepatan tiap sub stasiun akan diolah dan dirata-ratakan nilainya untuk diolah kembali yang hasilnya akan ditampilkan menjadi peta arus menjelang pasang dan arus menjelang surut. 3.5.2 Makrozoobenthos Sampel makrozoobenthos sendiri ditentukan oleh arus yang terdapat di perairan tersebut. Hal ini akan dikaji secara deskriptif berdasarkan kecepatan arus dan jenis sedimen. Sehingga dari sini kita dapat mengetahui kelimpahan makrozoobenthos yang terdapat di suatu perairan dengan kecepatan yang seberapa besar dan sejauh mana pengaruhnya. Kelimpahan makrozoobenthos dihitung dengan menggunakan formula Azis (1998) dalam Rani dan Arifin (2006) : Dengan: Y = jumlah individu (ind/m 2 ) a = jumlah makrozoobenthos yang tersaring (ind) b = luas bukaan grap sampler (cm 2 ) 10000 = nilai konversi dari cm 2 ke m 2 Menghitung kelimpahan relatif makrozoobenthos dengan menggunakan formula Azis (1998) dalam Rani dan Arifin (2006) : Dengan: KR = Kelimpahan Relatif (%) ni = jumlah individu setiap spesies (ind) N = jumlah seluruh individu (ind) 3.5.3 Sedimen Sedimen yang telah diayak dalam sieve seeker kemudian dihitung presentasi jenis fraksi tiap sub stasiun yang kemudian dianalisis kembali menggunakan klasifikasi dan ukuran sedimen berdasarkan skala Wentworth

24 (Tabel 5) untuk mengetahui secara spesifik jenis fraksi yang terkandung pada setiap stasiun. 3.5.4 Suhu dan Salinitas Data suhu dan salinitas yang telah didapat akan diolah dan dipetakan dalam bentuk peta kontur menggunakan software surfer sebagai data pendukung dalam menganalisis kelimpahan makrozoobenthos terhadap arus. Peningkatan suhu dan salinitas di atas ambang batas berpengaruh terhadap proses, fisik dan kimiawi suatu perairan dimana arus dapat menyebabkan perubahan suhu dan salinitas serta dapat menyebarkan makanan, membawa dan menyebarkan larva hewan ke tempat lain. 3.6 Analisis Korelasi Arus Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos Data yang diperoleh dikelompokkan menurut stasiun dan disajikan dalam bentuk tabel dan peta kontur, kemudian dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Data arus yang didapat dikombinasikan dengan data sedimen, makrozoobenthos, dan parameter pendukung untuk melihat keterkaitan arus terhadap kelimpahan makrozoobenthos dengan melakukan analisis korelasi Pearson. Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mencari hubungan antara arus terhadap kelimpahan makrozoobenthos. Nilai korelasi antara dua variabel yang diperoleh dengan menggunakan analisis korelasi Pearson akan berada di antara 1 sampai -1. Korelasi bernilai negatif menunjukkan arah hubungan negatif dan korelasi bernilai positif menunjukkan arah hubungan positif. Apabila nilai yang diperoleh semakin mendekati nilai nol maka semakin lemah pula korelasinya (Usman dan Purnomo 2000). Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien korelasi Pearson adalah sebagai berikut :

25 Dimana : = variabel x = rata-rata variabel x = variabel y = rata-rata variabel y Prinsip korelasi pearson (Usman dan Purnomo 2000) : 1. Korelasi Linear Positif (+) Perubahan salah satu nilai variabel diikuti perubahan nilai variabel yang lainnya secara teratur dengan arah yang sama. Jika nilai variabel x mengalami kenaikan, maka variabel y akan ikut naik, begitu juga sebaliknya. Apabila nilai koefisien korelasi mendekati +1 (positif satu) berarti pasangan data variabel x dan y memiliki korelasi linier positif yang kuat. 2. Korelasi Linear Negatif (-) Perubahan salah satu nilai variabel diikuti perubahan nilai variabel yang lainnya secara teratur dengan arah berlawanan. Jika nilai variabel x mengalami kenaikan, maka variabel y akan turun, begitu juga sebaliknya. Apabila nilai koefisien korelasi mendekati -1 (negatif satu) berarti pasangan data variabel x dan y memiliki korelasi linier negatif yang kuat. 3. Tidak Berkorelasi (0) Kenaikan nilai variabel yang satunya terkadang diikuti dengan penurunan variabel lainnya atau terjadang diikuti dengan kenaikan variabel yang lainnya. Arah hubungannya tidak teratur, terkadang searah, terkadang berlawanan. Apabila nilai koefisien korelasi mendekati 0 (nol) berarti pasangan data variabel x dan y memiliki korelasi yang sangat lemah atau kemungkinan tidak berkorelasi.