induced astigmatism yang rendah. Sayangnya dalam beberapa kondisi teknik operasi fakoemulsifikasi tidak bisa dilakukan, misalnya pada daerah dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesehatan indera. penglihatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menjadi penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

BAB I PENDAHULUAN. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI,

JST Kesehatan, Januari 2015, Vol.5 No.1 : ISSN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata

BAB I PENDAHULUAN. Sembilan puluh persen dari 285 juta penderita gangguan penglihatan tinggal

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

BAB I PENDAHULUAN. yang paling efisien dan ekonomis untuk negara-negara berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Global Data on Visual Impairment 2010, WHO 2012, estimasi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katarak umumnya didefinisikan sebagai kekeruhan lensa. Katarak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KATARAK SENIL DAN KOMPLIKASI KEBUTAAN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2009 DESEMBER 2011

PERBANDINGAN KEJADIAN ASTIGMATISMA PASCA OPERASI KATARAK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK FAKOEMULSIFIKASI DAN SMALL INCISION CATARACT SURGERY TESIS.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Mata merupakan bagian pancaindera yang sangat penting dibanding

BAB I PENDAHULUAN. Air mata merupakan salah satu alat proteksi mata. atau daya pertahanan mata selain alis dan bulu mata.

BAB I PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya

BAB I PENDAHULUAN. pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

SKRIPSI PERBANDINGAN ASTIGMATISMA PRA DAN PASCA OPERASI KATARAK DENGAN TEKNIK FAKOEMULSIFIKASI DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB I PENDAHULUAN UKDW. berbagai kegiatan. Apabila mata menderita kelainan atau gangguan seperti low vision

BAB I PENDAHULUAN. global yang harus segera ditangani, karena mengabaikan masalah mata dan

Tatalaksana Miopia 1. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Katarak adalah suatu kekeruhan lensa yang. menyebabkan gangguan penglihatan. Katarak berasal dari

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelaku pembangunan dapat merasakan dan menikmati hasil dari pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. diabetes retinopati (1%), penyebab lain (18%). Untuk di negara kita, Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization penyebab kebutaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Katarak adalah keadaan terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di

BAB I PENDAHULUAN. kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang mengalami low vision. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Kornea merupakan dinding depan bola mata yang transparan dan

BAB I PENDAHULUAN. (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm

SITUASI GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN

Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Departemen Mata, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkembang. Laser-Assisted insitu Keratomileusis (LASIK) adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jasmani merupakan hal yang penting, karena saat keadaan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau. gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik dengan melihat

BAB I PENDAHULUAN. Edema sistoid makula atau cystoid macular edema (CME) merupakan komplikasi patologis retina yang sering terjadi dan terdapat

PROFIL GLAUKOMA SEKUNDER AKIBAT KATARAK SENILIS PRE OPERASI DI RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2011 DESEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. sebagai katarak sekunder atau after cataract yang disebabkan oleh lensa sel

ENTROPION PADA KUCING

BAB I PENDAHULUAN. nekrosis, dan terganggunya keseimbangan normal serabut-serabut lensa. uveitis, retinitis pigmentosa, dan kebutaan (Ilyas, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

Katarak adalah : kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur-angsur, penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara)

BAB I PENDAHULUAN. dan produktifitas tenaga kerja serta perbaikan mutu produk dalam suatu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STANDAR OPERATING PROCEDURE (SOP) PELAYANAN KESEHATAN MATA

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

BAB I PENDAHULUAN. kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar 285 juta orang mengalami gangguan penglihatan dan 39 juta orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

WHO : Prevalensi Kebutaan : 1. < 0.5 % Clinical Problem % % PH Problem 3. > 1 %

BAB I PENDAHULUAN. Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehidupan manusia tidak terlepas dari ruang lingkup komunikasi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Luka bakar derajat II (partial thickness) merupakan kerusakan pada kulit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. panjang, sehingga fokus akan terletak di depan retina (Saw et al., 1996). Miopia

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam pelayanan kesehatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang menderita katarak mempunyai pengelihatan yang kabur seolah-olah dibatasi oleh

Imagine your life without CONTACT LENSES & GLASSES Bayangkan hidup anda tanpa lensa kontak & kacamata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan. adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun medial dan pertumbuhannya mengarah ke kornea (Tan, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. Keratitis ulseratif atau ulkus kornea adalah suatu kondisi inflamasi yang

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Mata.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya katarak sangat berhubungan dengan faktor usia. Meningkatnya usia

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak

B A B PENDAHULUAN. seperti hernia inkarserata, masih merupakan perdebatan. Jaringan yang edema,

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global. World Health Organization. pembedahan pada tahun Di negara bagian AS yang hanya berpopulasi

Biopsi payudara (breast biopsy)

BAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lahir (Ilyas S, 2006). Orang tua akan menyadari untuk pertama kali dengan

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebutaan saat ini masih merupakan masalah gangguan penglihatan di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO) tentang angka kebutaan global, didapatkan kurang lebih 38 juta orang buta diseluruh dunia, dan 110 juta orang dengan low vision yang berisiko untuk mengalami kebutaan. Katarak, terutama yang terkait usia, mencakup kurang lebih separuh dari seluruh angka kebutaan di dunia, dan sebagian besar berada di negara berkembang. WHO juga melaporkan bahwa terdapat backlog katarak kurang lebih 15,8 juta orang dengan peningkatan sekitar 2 juta penderita katarak baru setiap tahunnya (Khan et al., 2010; Gogate et al., 2014). Operasi katarak merupakan salah satu jenis operasi yang paling banyak dilakukan di bagian bedah mata. Operasi katarak sangat berbeda dengan operasi lainnya, karena tujuan utama yang ingin dicapai baik oleh dokter maupun pasien adalah visus pasca operasi yang optimal, dan ini sangat bergantung dari kemampuan operator, teknik operasi yang digunakan serta fungsi makula dan saraf mata pasien. Beberapa teknik operasi dikembangkan untuk mengurangi berbagai efek samping yang timbul. Tujuan yang ideal dari operasi katarak terus dikembangkan untuk memenuhi 5 kriteria yaitu: prosedur operasi yang aman, efektifitas dan prediktabilitas yang tinggi, hasilnya stabil untuk jangka panjang, serta memberikan kepuasan yang baik bagi penderita (Sukardi and Hutahuruk, 2004). Surgical-induced astigmatism merupakan salah satu komplikasi terbanyak yang terjadi pasca operasi katarak. Saat ini teknik operasi sudah berkembang luas dengan tujuan mengurangi kejadian astigmatisma pasca operasi. Teknik operasi katarak pertama kali dilakukan dengan irisan di kornea, kemudian dikembangkan dengan irisan kornea sklera dan yang terakhir dengan teknik tanpa sayatan ditujukan untuk meminimalkan perubahan bentuk kontur kornea. Teknik fakoemulsifikasi, dimana massa lensa dihancurkan didalam bilik mata depan dan disedot dengan mesin, menjadi pilihan terbaik dengan efek terjadinya surgical 1

2 induced astigmatism yang rendah. Sayangnya dalam beberapa kondisi teknik operasi fakoemulsifikasi tidak bisa dilakukan, misalnya pada daerah dengan keterbatasan alat, keterbatasan biaya, keterbatasan keahlian operator atau karena jenis katarak yang sulit dilakukan operasi dengan teknik fakoemulsifikasi. Teknik yang dikembangkan dan diharapkan bisa mengurangi kejadian astigmatisma dan relatif memungkinkan dilakukan pada berbagai kondisi adalah teknik MSICS atau Manual Small Incision Cataract Surgery, dimana irisan dilakukan di sklera sehingga sedikit mempengaruhi kontur dan meredian kornea yang bisa menyebabkan astigmatisma. (Adio and Aroatu, 2011), mengemukakan bahwa walaupun dengan teknik operasi yang lebih modern, komplikasi astigmatisma kadang tidak bisa dihindari. Pada teknik MSICS dengan sayatan yang lebih dari 3 mm, hasil penglihatan pasca operasi yang buruk kemungkinan didapatkan dari astigmatisma yang timbul pasca operasi. Hal ini dikarenakan pada luka operasi yang cukup besar diperlukan jahitan yang menimbulkan tegangan pada permukaan meredian kornea, selain itu lokasi jahitan serta diambil tidaknya jahitan akan mempengaruhi kejadian astigmatisma pasca operasi. Teknik operasi MSICS dilaporkan menimbulkan kejadian astigmatism yang dilaporkan bervariasi pada berbagai penelitian dengan rerata antara 0,13 Dioptri - 2,27 Dioptri (Parikshit, 2009; Lemagne and Kallay, 2007; Marlinda, 2012; Shepherd, 1989). Sementara itu, Tariq Khan et al., tahun 2010 melaporkan terdapat 50% kejadian astigmatisma derajat sedang dan tinggi pasca MSICS tanpa jahitan dari 150 mata yang dilakukan operasi MSICS. Natchiar (2000), menyatakan bahwa pada sayatan standar untuk teknik MSICS yang berkisar 6-8 mm tidak mungkin akan menghindari timbulnya astigmatisma. Bahkan, walaupun ukuran sayatan kurang dari 6 mm, astigmatisma tetap sulit dihindari karena alasan utama terjadinya surgical induced astigmatism adalah adanya pintu internal yang luas. Kejadian surgical induced astigmatism, juga dipengaruhi oleh kekencangan jahitan, yang pada teknik MSICS dipengaruhi oleh banyaknya jahitan, dan diduga juga karena jenis bahan benang yang dipakai. Beberapa hal seperti teknik operasi, bentuk sayatan, arsitektur luka sayatan, panjang sayatan,

3 skar kauterisasi, banyak jahitan, kekencangan benang dan jenis benang akan mempengaruhi hasil akhir operasi (Sukardi and Hutahuruk, 2004; Sharma and Panwar, 2012). (Sela, Spierer and Spierer, 2007), membandingkan penggunaan benang Vicryl yang terabsorpsi dan Mersilene yang tidak terabsorbsi pada teknik operasi MSICS katarak kongenital. Didapatkan hasil derajat astigmatisma pasca operasi yang lebih kecil, yaitu 2,3 Dioptri dan 1,4 Dioptri, dengan nilai p= 0,037. Selain itu, penggunaan benang Vicryl juga mengurangi komplikasi inflamasi dan neovaskularisasi pada kornea. Manna et al. (1994) meneliti penggunaan benang Vicryl 8/0 pada operasi ECCE. Didapatkan hasil bahwa penggunaan benang Vicryl 8/0 aman untuk penutupan luka pada operasi katarak, walaupun dengan adanya astigmat yang muncul pasca operasi (Manna, et al., 1994). Penggunaan benang absorbable Polyglactin juga lebih dianjurkan pada operasi fakoemulsifikasi karena menimbulkan reaksi inflamasi jaringan lebih baik dibandingkan dengan nonabsorbable Nylon, walaupun tidak terdapat perbedaan bermakna pada astigmatisma pasca operasi yang terjadi (Bainbridge et al., 1998). Luka operasi MSICS pada sklera merupakan luka yang bersifat teratur dan watertight sehingga penjahitan pada flap sklera tidak memerlukan penutupan rapat dan ketat seperti layaknya luka karena laserasi atau perforasi. Sklera sendiri merupakan jaringan yang memerlukan waktu penyembuhan luka lebih lama dan tidak bisa menutup sempurna seperti kulit. Oleh sebab itu, pemilihan material benang penting untuk dipertimbangkan pada luka sklera, dimana pemilihan benang ini tergantung pada ukuran luka, lokasi anatomis luka dan bentuk luka. Luka yang teratur sebaiknya ditutup dengan jahitan absorbable, misalnya Vicryl, karena jahitan absorbable akan meningkatkan respon selular pada luka dan mempercepat penutupan luka. Diharapkan juga setelah bahan benang terserap habis, derajat astigmatisma akan berkurang (Moya, A.Quisor and A.Cruz, 2006). Pada operasi katarak senilis matur dengan teknik MSICS, sayatan operasi yang dilakukan cukup lebar dan memerlukan penjahitan untuk menutup sayatan operasi tersebut, sehingga mutlak diperlukan pemilihan material benang yang digunakan untuk penjahitan. Berdasarkan kajian pustaka, sampai saat ini belum

4 didapatkan penelitian yang membandingkan penggunaan bahan benang terhadap perbedaan nilai keratometri dan derajat astigmatisma pasca operasi MSICS pada katarak senilis matur, sehingga peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai hal ini. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pemilihan benang yang lebih baik sehingga didapatkan hasil akhir operasi katarak yang lebih baik pula. B. Rumusan Masalah Dari uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Surgical induced astigmatism masih merupakan komplikasi terbanyak yang terjadi pasca operasi MSICS yang memerlukan penanganan lebih lanjut. 2. Berbagai faktor telah diidentifikasi sebagai faktor risiko munculnya surgical induced astigmatism, diantaranya: teknik operasi, jenis sayatan operasi, lokasi sayatan operasi, lebar sayatan operasi, jarak sayatan operasi dengan limbus kornea serta kekencangan jahitan operasi. 3. Kekencangan jahitan operasi dipengaruhi oleh jumlah jahitan dan bahan benang yang digunakan dalam penjahitan luka operasi. 4. Belum didapatkan penelitian yang membandingkan penggunaan bahan benang terhadap perbedaan nilai keratometri dan derajat astigmatisma pasca operasi MSICS pada katarak senilis matur, sehingga dianggap perlu untuk dilakukan penelitian mengenai hal ini. C. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat perbedaan nilai keratometri yang bermakna pada pasca operasi katarak dengan teknik Manual Small Incision Cataract Surgery yang dilakukan penjahitan dengan benang absorbable Vicryl 8/0 dibandingkan nonabsorbable Nylon 10/0.

5 D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan nilai keratometri pasca Manual Small Incision Cataract Surgery yang dilakukan penjahitan dengan benang absorbable Vicryl 8/0 dibandingkan dengan benang non-absorbable Nylon 10/0. 2. Tujuan Khusus Mengetahui perbedaan perubahan nilai keratometri pasca MSICS pada kedua jenis penjahitan antara pra operasi, pasca operasi hari ke-5 dan pasca operasi hari ke-60 pada penjahitan dengan benang absorbable Vicryl 8/0 dibandingkan dengan benang non-absorbable Nylon 10/0. E. Manfaat Penelitian Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam pemilihan jenis benang pada teknik operasi Manual Small Incision Cataract Surgery dengan perubahan nilai keratometri paling rendah. Diharapkan pula dengan pemilihan jenis benang yang tepat, didapatkan hasil operasi MSICS yang lebih baik dengan derajat astigmatisma paling rendah. F. Keaslian Penelitian Penulis meneliti tentang penggunaan benang absorbable dibandingkan dengan benang non-absorbable, terhadap kejadian astigmatisma pasca operasi MSICS pada katarak senilis matur, yang dalam hal ini digambarkan dengan perubahan nilai keratometri pra dan pasca operasi. Berdasarkan telaah pustaka yang penulis lakukan, sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian seperti yang penulis lakukan.

6 katarak: 2. 3. 4 5. Beberapa penelitian terdahulu mengenai astigmatisma pasca operasi No Peneliti Tahun Desain Hasil 1. Marlinda 2013 Randomized Controlled Trial Sela, et al. Shepherd M Tariq Khan et al. J.W.B. Brainbridge et al. 2007 1989 2010 1998 Randomized Controlled Trial Observasional Observasional Randomized Controlled Trial Tidak ada perbedaan kejadian astigmatisma yang bermakna antara teknik fakoemulsifikasi dan MSICS. Terdapat perbedaan derajat astigmatisma yang bermakna antara penggunaan benang non absorbable dan absorable pada katarak kongenital yang dioperasi dengan teknik MSICS (70 mata), dengan nilai p= 0,038. Terdapat perbedaan derajat astigmatisma yang bermakna antara operasi MSICS dengan panjang sayatan 4 mm dibandingkan 6 mm. Terdapat kejadian astigmatisma derajat sedang dan tinggi pada 50% pasien pasca MSICS (150 mata) yang tidak dilakukan penjahitan. Terdapat komplikasi yang lebih minimal pada penggunaan polyglactin dibandingkan Nylon pada fakoemulsifikasi, walaupun tidak terdapat perbedaan bermakna pada derajat astigmatisma pasca operasi.