I.PENDAHULUAN. Amfibi merupakan hewan berdarah dingin yang suhu tubuhnya tergantung pada suhu

dokumen-dokumen yang mirip
Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: ( Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

I. PENDAHULUAN. polifiletik (Pethiyagoda, Meegaskumbura dan Maduwage, 2012). Spesies Puntius

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Biogeografi Daluga Untuk Prospek Ketahanan Pangan Nasional

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

DISTRIBUSI VERTIKAL ANURA DI GUNUNG SEBLAT KABUPATEN LEBONG, BENGKULU VERTICAL DISTRIBUTION OF ANURA IN SEBLAT MOUNT LEBONG REGENCY, BENGKULU

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. secara luas. Selain memiliki peran yang sangat penting dalam bidang ekologi,

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU. A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT*

A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian di Youth Camp terdapat

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati hidupan liar lainnya (Ayat, 2011). Indonesia merupakan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

I. PENDAHULUAN. Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan

2016 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA UNTUK TANAMAN ENDEMIK JAWA BARAT MENGGUNAKAN GISARCVIEW

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jenis-Jenis Anura (Amphibia) Di Hutan Harapan, Jambi. The Anuran species (Amphibia) at Harapan Rainforest, Jambi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

INVENTARISASI ANURA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG SUKABUMI

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Tengah tepatnya di kabupaten Karanganyar. Secara geografis terletak

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

2. KERABAT DUGONG. Gambar 2.1. Taksonomi dugong dan kerabatnya

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 1. Januari 2014 (21 30)

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) PESISIR BARAT LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi fauna melimpah yang tersebar di

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal di seluruh dunia dengan kekayaan anggreknya yang

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan, 2018 Pengenalan Lingkungan dan Potensi Daerah (Sumatera)

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoae batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato atau dalam bahasa

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

SPECIES AMPHIBIA PADA ZONA PEMANFAATAN TNKS JORONG PINCURAN TUJUH KECAMATAN SANGIR KABUPATEN SOLOK SELATAN. Mita Ria Azalia, Jasmi, Meliya Wati.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEHATI & KLASIFIKASI KELAS LINTAS MINAT

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

SPESIES AMPHIBIA YANG DITEMUKAN DI KEBUN GAMBIR MASYARAKAT KENAGARIAN SIGUNTUR MUDA KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. secara vegetatif mempunyai kemiripan dengan alga dan jamur. Thallus ini ada yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riska Lisnawati, 2015

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak. SMK Hang Tuah 2

DESKRIPSI MORFOLOGI, IDENTIFIKASI MOLEKULER DAN POSISI FILOGENI BERUDU DI PULAU JAWA BERDASARKAN GEN 12S rrna DAN 16S rrna LUTHFIA NURAINI RAHMAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa DNA Barcode dapat memberikan kontribusi yang kuat. untuk penelitian taksonomi dan keanekaragaman hayati.

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1)

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem

SEBARAN FLORA DAN FAUNA DI PERMUKAAN BUMI

Inventarisasi Jenis-jenis Amfibi (Ordo Anura) di Areal Lahan Basah Sekitar Danau Sebedang Kecamatan Sebawi Kabupaten Sambas

SPESIES ANURA YANG DITEMUKAN DI KEBUN KARET MASYARAKAT KENAGARIAN SIMPANG TONANG KECAMATAN DUA KOTO KABUPATEN PASAMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah

KUNCI IDENTIFIKASI AMFIBI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Hewan primata penghuni hutan tropis

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

Transkripsi:

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Amfibi merupakan hewan berdarah dingin yang suhu tubuhnya tergantung pada suhu lingkungan. Keberadaan amfibi tersebut dipengaruhi oleh faktor iklim, topografi, dan vegetasi (Mistar, 2003). Kebanyakan amfibi berkembangbiak di habitat perairan dan pindah ke daratan untuk melakukan kegiatan hidupnya (Trenham dan Shaffer, 2005). Amfibi terdiri dari tiga ordo yaitu Caudata, Gymnophiona dan Anura. Ordo Anura memiliki jumlah spesies yang terbanyak (Iskandar, 1998). Di Indonesia terdapat 10 famili Anura dan enam diantaranya terdapat di Sumatera Barat yaitu Bufonidae, Megophrydae, Microhylidae, Dicroglossidae, Ranidae dan Rhacoporidae ( Iskandar, 1998; Endri, Nopiansyah, Gusman, 2010). Bufonidae merupakan salah satu famili dari kelompok Anura yang kosmopolit memiliki sekitar 33 genus dan 400 spesies (Grismer, 2002). Menurut AmphibiaWeb (2014), Bufonidae memiliki 50 genus dengan 587 spesies. Bufonidae memiliki ciri khas dengan kulit berbintil-bintil agak kasar dan dilengkapi dengan sepasang kelenjer yang berada di belakang matanya yaitu kelenjer paratoid. Kelenjer tersebut mengeluarkan cairan berwarna putih dan berbau tidak sedap (Grismer, 2002; Endri, Nopiansyah, Gusman, 2010). Panjang tubuh bervariasi dari 25 mm sampai 25 cm (Iskandar, 1998). Di Indonesia, famili Bufonidae diwakili oleh genus Bufo, Leptophryne, Pelophryne, Ansonia, Pedostibes dan Pseudobufo (Endri, Nopiansyah, Gusman, 2010). Di Sumatera terdapat genus Bufo, Leptophryne, Pelophryne, Pedostibes dan

2 Ansonia (Mistar, 2003). Salah satu genus Bufonidae adalah Bufo yang memiliki sekitar 212 spesies, terdistribusi di sebagian besar daratan utama didunia termasuk Amerika, Eurasia, dan Afrika (Duellman and Sweet, 1999). Semenjak tahun 2006, genus Bufo telah direvisi menjadi Phrynoidis, Ingerophrynus dan Duttaphrynus (Frost et al., 2006; AmphibiaWeb, 2014). Distribusi Bufonidae terdapat di seluruh daerah, mulai dari beriklim sedang, subtropis dan tropis dengan ketinggian 150-4000 mdpl (VanKampen, 1923; Scott, 1996). Distribusi Bufonidae yang terbesar di Indonesia adalah Kalimantan dan Sumatera (Iskandar, 1998). Sumatera merupakan bagian dari Asia yang telah mengalami pemisahan. Pemisahan tersebut akibat adanya kenaikan permukaan air laut pada zaman interglasial yang menyebabkan flora dan fauna juga terpisah, sehingga dapat mempengaruhi penyebaran flora dan fauna (Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation, 2003). Sumatera merupakan pulau terbesar ke lima didunia dan pulau paling besar yang dimilki oleh Indonesia (Comber, 2001; Supriatna, 2008). Pulau ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan pulau lainnya yaitu memilki pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari ujung Pulau Sumatera (Aceh) hingga ke selatan (Lampung). Akibatnya, pulau Sumatera terbagi menjadi dua sisi yaitu sebelah barat dan timur Bukit Barisan (Whitten et al., 1997). Sumatera Barat sebagai bagian dari pulau Sumatera memiliki geografis yang bervariasi terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi yang merupakan bagian dari Bukit Barisan yang membagi pulau Sumatera. Akibatnya, ada sungai yang bermuara ke arah barat dan timur (Setda Sumbar, 2008). Hal ini dapat menjadikan Pegunungan Bukit Barisan sebagai barier bagi amfibi yang ada di Sumatera Barat. Kondisi

3 tersebut menyebabkan terjadinya isolasi geografi dan isolasi reproduksi, sehingga menghambat terjadinya aliran gen ( gen flow). Berdasarkan penelitian Nesti (2013), Bukit Barisan dapat berperan sebagai barier terhadap populasi Duttaphrynus melanostictus di Sumatera Barat yang menyebabkan terjadinya variasi morfologi Duttaphrynus melanostictus pada masing-masing populasi di wilayah Barat dan Timur. Filogenetik merupakan studi mengenai hubungan kekerabatan suatu organisme berdasarkan evolusinya (Brinkman dan Leipe, 2001). Elrod dan Stansfield (2002), Campbell, Reece, Mitchell (2003) melaporkan bahwa sekuen DNA dapat digunakan untuk analisis filogenetik dengan melihat perubahan basa nukleotida berdasarkan waktu untuk memperkirakan kecepatan evolusi yang terjadi. Gales, Hindell, Kirkwood (2003) melaporkan salah satu gen yang sering digunakan untuk studi filogenetik pada tingkat spesies adalah gen sitokrom b. Freeland (2005) dan Linacre (2009) melaporkan g en sitokrom b tersebut berada di dalam genom mitokondria dan diturunkan melalui garis induk (maternal). Freeland (2005), Hemming (2012) melaporkan bahwa gen tersebut memiliki variasi dan mutasi yang cukup tinggi karena selalu digunakan untuk respirasi, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui evolusi dan hubungan filogenetik suatu spesies Penelitian filogenetik Bufonidae berdasarkan gen 16 S rrna dan sitokrom b yang dilakukan oleh Mulcahy dan Mendelson (2000) membuktikan bahwa Bufo valliceps dan Bufo nebulifer di bagian utara dan tengah Amerika tidak berkerabat dekat. Liu et al. (2000) melaporkan bahwa Bufonidae Asia timur dikelompokkan kedalam 2 klaster utama. Klaster pertama terdiri dari B. andrewsi, B. bankorensis, B.

4 gargarizans, B. tibetanus, B. tuberculatus yang berkerabat dengan B. cryptotympanicus, dan 2 species dari Torrentophryne. Klaster kedua terdiri dari B. galeatus, B. himalayanus, B. melanostictus, dan spesies baru dari Vietnam. Shaffer et al. (2000) melaporkan bahwa B. canorus dengan B. exsul dan B. boreas di Sierra Nevada, California adalah monofiletik yaitu spesies yang memiliki nenek moyang yang sama. Tjandra (2012) melaporkan bahwa berdasarkan gen sitokrom b, B. melanostictus dan B. asper yang terdapat pada kawasan Sumatera Barat dan Asia adalah monofiletik. Penelitian mengenai hubungan filogenetik spesies-spesies dari Bufonidae yang ada di Sumatera masih sedikit, untuk itulah dilakukan penelitian mengenai hubungan filogenetik spesies-spesies dari Bufonidae yang ada di Sumatera dan Asia. 1.2 Perumusan masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah hubungan filogenetik Bufonidae yang ada di Sumatera Barat? 2. Bagaimanakah hubungan filogenetik Bufonidae yang ada di Sumatera dengan Asia? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui hubungan filogenetik Bufonidae di Sumatera Barat.

5 2. Mengetahui adanya hubungan filogenetik Bufonidae antara Sumatera dengan Asia. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi masyarakat ilmiah mengenai keanekaragaman dan asal usul amfibi khususnya Bufonidae di Sumatera Barat serta menjadi referensi dalam kajian seperti evolusi dan taksonomi.