BAB I PENDAHULUAN. Usaha Pemerintah dalam menegakan hukum dan memberantas korupsi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penduduk Indonesia yang sangat besar jumlah pertumbuhan penduduknya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

APLIKASI SISTEM PAKAR MENDIAGNOSIS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara

BAB I PENDAHULUAN. sebutan penjara kini telah berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. Negara indonesia adalah negara hukum rechstaats. 1 Sebagaimana tercantum

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Proklamasi Kemerdekaaan 17 Agustus 1945, pada hakikatnya bertujuan. untuk membangun manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB V PENUTUP. dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perilaku

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kepolisian

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

2015 KAJIAN TENTANG SIKAP EMPATI WARGA PEDULI AIDS DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS SEBAGAI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang menakutkan. Ketakutan akan penyakit HIV/AIDS yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

1 dari 8 26/09/ :15

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

PP 57/1999, KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengadilan, serta Lembaga Pemasyarakatan. Keempat subsistem tersebut

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga telah. yang dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang. Sebagian dari perkembangan itu bermakna positif dan sebagian yang lain bermakna negatif. Usaha Pemerintah dalam menegakan hukum dan memberantas korupsi merupakan usaha yang positif. Di sisi lain, akibat arus globalisasi dan modernisasi, mengakibatkan berbagai sosial dan persoalan kriminalitas yang terus bermunculan. Sebagaimana dikatakan oleh Barda Nawawi : bahwa dilihat dari sudut politik kriminal, masalah strategis yang justru harus ditanggulangi ialah menangani masalah-masalah atau kondisikondisi sosial secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan. Ini berarti, penanganan atau penggarapan masalah-masalah ini justru merupakan posisi kunci dan strategis dilihat dari sudut politik kriminal. Rantai peredaran narkoba yang sulit diputus merupakan satu dari banyak masalah pelik yang mendera Indonesia. Bahkan dengan hukuman mati yang mengancam para pelaku kejahatan narkotika dan psikotropika tampaknya belum mampu menghentikan laju bisnis narkoba dan psikotropika di Indonesia. Sudah banyak para pelaku tindak pidana narkotika dan psikotropika yang dianggap dan dibina di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Namun banyak juga yang kerap kembali melakukan tindak pidana yang sama. 1

Hal yang menarik ialah bahwa banyak dari narapidana kasus narkotika dan psikotropika yang menderita HIV/AIDS. Dapat ditarik kesimpulan bahwa narapidana yang terjangkit HIV/AIDS berasal dari mereka yang terlibat dalam tindak pidana narkotika dan psikotropika. Hal tersebut sangat wajar sebab salah satu proses penular HIV/AIDS, ialah melalui jarum suntik. Namun demikian narapidana yang menderita HIV/AIDS tidak selalu narapidana yang terjangkit kasus narkotika dan psikotropika. Sebab penularan HIV/AIDS tidak hanya melalui jarum suntik saja. Tapi tidak bisa juga HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsukng antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah. Air mani. Cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), tranfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan tubuh tersebut 1. Menanggulangi HIV/AIDS bukanlah hal yang mudah. Pasalnya penyakit ini belum bisa disembuhkan namun demikian dengan penanganan medik yang tepat maka dapat memperpanjang usia penderita. Kondisi Lapas dan rutan yang kotor dan tidak dappat memadai untuk menampung narapidana, memungkinkan terjadinya penularan HIV/AIDS. Kamar sel yang over capacity tanpa disadari bisa menularkan HIV/AIDS 1 AIDS, http://id.wikipedia.org/wiki/aids, 27 Nopember 2008 2

bilamana terjadi kontak darah atau kontak seksual. Bukan berita baru bila di dalam lembaga pemasyarakatan kerap terjadi hubungan seksual sesama jenis (sodomi). Berbicara mengenai narapidana dan pembinaan narapidana tentunya tidak akan terlepas dari teori-teori pemidanaan. Secara tradisioonal teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi dalam kelompok teori, yaitu : Teori absolute atau teori pembalasan (retributive/vergeldings theorieen) a) Teori relative atau teori tujuan (utilitarian/doeltheorieen) Ada juga teori rehabilitasi, bahwa tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki kembali. Di Indonesia kebanyakan dari kasus-kasus pidana selalu berujung pada pemidanaan penjara. Walau sebenarnya banyak juga alternatif pidana lain. Hal demikian itu menyebabkan penjara-penjara yang ada menjadi kelebihan penghuni. Bahkan beberapa rumah tahanan Negara berubash fungsi menjadi tempat untuk membina narapidana. Andi Hamzah dalam seminar tentang hukum pidana di semarang, senin 26 April 2004 mengungkapkan 2, ada seorang guru besar yang mengusulkan Negara tanpa penjara. Ide ini muncul karena pemenjaraan walaupun disebut pemasyarakatan- kurang berhasil mengurangi atau mencegah kejahatan. Lalu sistem apa yang menggantikannya? Inilah yang 2 Pidana Penjara Kurang Efektif, http://www2.kompas.com/kompas cetak/0404/28/politikhukum/995849.htm, 30 April 2009. 3

perlu dipikirkan pakar hukum pidana dan kriminolog. Menurut Andi Hamzah, sebenarnya, sejumlah Negara mulai meninggalkan pidana penjara terutama untuk hukuman singkat, karena ketidak efektifannya. Pidana bisa diganti dengan denda harian, seperti di Negara Skandinavia. Terkait dengan tujuan pemidanaan. Penting diketahui bagaimana seharusnya memperlakukan dan membina narapidana yang menderita HIV/AIDS. Disatu sisi mereka adalah warga binaan yang perlu mendapat binaan agar menjadi individu yang dapat diterima di masyarakat. Dengan demikian hukuman penjara sebagai bentuk hukuman harus dijalankan dengan sebaik-baiknya disisi lain, narapidana yang mengidap HIV/AIDS memerlukan suatu perawatan dan perlakuan khusus atas penyakit yang mereka derita. Kebutuhan khusus inilah yang seharusnya menjadi perhatian pihak-pihak pembuat kebijakan hukum pidana. Keberadaaan narapidana yang menderita HIV/AIDS secara tidak langsung menjadi ancaman bagi narapidana lain. Namun untuk menghindari hal-hal yang buruk yang mungkin terjadi narapidana penderita HIV/AIDS perlu untuk ditempatkan di sel tersendiri. Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan merngenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif 4

berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai dasar yang baik dan bertanggung jawab 3. Sesungguhnya arti penting pembinaan narapidana adalah agar narapidana menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah diperbuat. Agar tidak merasa didiskriminasikan maka narapidana penderita HIV/AIDS harus mendapatkan perlakuan yang layak. Berdasarkan ketentuan Undang-undang nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, khususnya pasal 14 mengenai hak-hak narapidana, narapidana harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang terpadu. Pembinaan dan pembimbingan narapidana meliputi program pembinaan dan bimbingan yang berupa kegiatan pembinaan kepribadian dan kegiatan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar narapidana menjadi manusia seutuhnya bertaqwa dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas bertanggung jawab. Perlu untuk disadari bahwa, pada hakikatnya masalah kebijakan hukum pidana bukanlah semata-mata pekerjaan teknik perundang-undangan yang dapat dilakukan secara yuridis-normatif dan sistematik-dogmatik. 3 Indonesia, Undang-Undang tentang Pemasyarakatan, UU No. 12 tahun 1995, LN No. 77 Tahun 1995, TLN No. 3614, Ps. 1 ayat (2) 5

Disamping pendekatan yuridis normatif, kebijakan hukum pidana juga memerlukan pendekatan yuridis faktual yang dapat berupa pendekatan sosiologis, historis, dan kompartif, bahkan memerlukan pendekatan komprehensif dari berbagai disiplin sosial lainnya dan pendekatan integral dengan kebijakan sosial dan pembangunan pada umumnya 4. B. Pokok Permasalahan Yang akan menjadi pokok pemasalahan skripsi ini adalah : 1. Bagaimana pengaturan terhadap narapidana yang menderita HIV/AIDS? 2. Bagaimana pelaksanaan pembinaan narapidana yang terjangkit HIV/AIDS? C. Tujuan Penelitian 1. untuk mengetahui bagaimana pengaturan terhadap narapidana yang menderita HIV/AIDS 2. untuk mengetahui, memahami, dan memperluas pelaksanaan pembinaan narapidana yang terjangkit HIV/AIDS. D. DEFINISI OPERASIONAL Untuk memudahkan penelitian, dipergunakan kerangka karangan pemikiran penelitian dalam skripsi ini akan menjelaskan beberapa definisi 4 Barda Nawawi, op.cit, hlm 22. 6

operasional yang terdapat dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1995 Tentang pemasyarakatan sebagai berikut: 1. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana 5. 2. Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batasan serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasrakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pemidanaan, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab 6. 3. Lembaga pemasrakatan yang selanjutnya di sebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan 7. 4. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan 8. 5. Warga Binaan 5 Indonesia, Undang-Undang tentang Pemasyarakatan, Loc.Cit, Ps.. 1 ayat (1) 6 Ibid, Ps.1 ayat (2) 7 Ibid, Ps. 1 ayat (3) 7

Pemasyarakatan adalah narapidana, Anak didik Pemasyarakatan, dan klien permasyarakatan 9. 6. Terpidana adalah seorang yang dipidanakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap 10. 7. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS 11. 8. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS 12. 9. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan 13. 10. Pembimbingan adalah pemberian tuntutan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan 8 Ibid, Ps.1 ayat (4) 9 Ibid, Ps.1 ayat (5) 10 Ibid, Ps. 1 ayat (6) 11 Ibid, Ps.1 ayat (7) 12 Ibid, Ps. 1 ayat (9) 13 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Kerja Sama Penyelengaraan Pembinaan dan Bimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, PP No. 57 tahun 1999, LN No. 111 Tahun 1999, TLN No. 3857, Ps. 1 ayat (2) 8

perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani klien Permasyarakatan 14. E. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini diperlukan data informasi yang objektif serta dapat di pertanggung jawabkan. Penelitian dilakukan terbatas pada halhal yang berhubungan dengan pembebasan bersarat sebagai bagian pembinaan narapidana. Adapun metode yang dilakukan yaitu tipe penelitian yang penulis gunakan adalah tipe penelitian Normatif dan Empiris. Tipe penelitian normatif adalah bentuk penelitian dengan meneliti studi kepustakaan, sering juga disebut penelitian kepustakaan atau studi dokumen, seperti udang-undang, buku-buku disebut sebagai Legal Research. Tipe penelitian empiris adalah penggumpulan materi atau bahan penelitian yang harus di upayakan atau dicari sendiri serta mewawancarai para informan sebagai penelitian lapangan Field Research menyusun kuisioner, dan melakukan pengamatan ( observasi ) yang berkaitan dengan permasalahannya. Alat yang digunakan untuk memperoleh data dalam metode penelitian ini adalah melalui penelusuran kepustakaaan (data sekunder) atau studi dokumen. Studi dokumen dilakukan dengan meneliti dokumen yang terkait dengan pokok permasalahan sehingga dibuktikan dari hasil penelitian dokumen tersebut, bahwa masalah tersebut layak diteliti. Data sekunder 14 Ibid, Ps. 1 ayat (3) 9

diperoleh dari studi dokumen tersebut yang merupakan bahan hukum yang terdiri dari : 1) Bahwa hukum primer, yaitu kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), undang-undang tentang permasyarakatan, undang-undang kesehatan, undang-undang tentang narkotika, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok pembahasan 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang menjelaskan bahan hukum primer, berupa buku, skripsi, dan tesis 3) Bahan hukum tersier, yaitu yang memberikan petunjuk pembahasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, atau bisa juga dikatakan sebagai penunjang berupa kamus, ensiklopedi, indeks dan juga bahanbahan yang berasal dari penulusuran literature. Metode pengolahan data yang digunakan dalam penilitian ini adalah kualitatif. Secara keseluruhan data-data ada ditujukan untuk mengerti, dan memahami gejala yang yuridis dan sosial dan sosial yang ada dalam proses pembinaan narapidana penderita HIV/AIDS. Sementara itu, dilihat dari sudut ilmu yang digunakan, penelitian ini termasuk penelitian mono disipliner karena hanya menggunakan satu kaedah ilmu, yaitu kaedah hukum. Tipe penelitian ini adalah deskriftif, karena bertujuan untuk menjelaskan permasalahan yang terjadi dan bagaimana pemecahan masalah yang sedang dihadapi tersebut, bentuk hasil penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian yang ingin dicapai dalam penelitiaan ini 10

adalah penelitian yang deskriptif-analitis. Yakni menguraikan permasalahanpermasalahan yang ada serta dianisis untuk menemukan pemecahannya. F. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai apa yang menjadi landasan pemikiran yang tertuangkan dalam latar belakang permasalahan, pokok masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka karangan, metode penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II. KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DAN LAPAS SEBAGAI LEMBAGA PEMIDANAAN NARAPIDANA Memperbandingan kaedah hukum dengan kenyataan sosial adalah bagian dari proses penelitian hukum. Untuk itu penting untuk mengetahui kaedah-kaedah mengenai pemidanaan. Namun sebelum itu semua ada baiknya untuk memahami lebih dalam mengenai pengertian kebijakan hukum pidana (criminal policy). Setelah itu dapat dilanjutkan dengan sejarah singkat mengenai sistem penjara dan sistem pemasyarakatan. BAB III. PROSES PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI LAPAS/RUTAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai keadaan lapas/ rutan pada umumnya. Serta bagaimana proses pemidaan narapidana berlangsung. 11

Lalu apa saja hak-hak narapidana dan tahanan. Karena skripsi ini mengenai pengawasan dan pembinaan narapidana/ tahanan pengidap HIV/ AIDS, maka perlu diketahui mengenai situasi HIV/ AIDS dan bagaimana penanggulangan HIV/ AIDS yang telah dilakukandi dalam lapas/ rutan. BAB IV PENANGGULANGAN NARAPIDANA YANG TERKENA HIV / AIDS DI LAPAS PRIA KLAS I TANGERANG Dalam bab ini penulis akan menjelaskan bagaimana penanganan terhadap narapidana yang terkena HIV/AIDS di Lapas Pria Klas I Tangerang. Tentunya penanggulangan HIV/ AIDS di dalam lapas/ rutan tak lepas dari berbagai kekurangan. Untuk itu perlu diketahui hal-hal apa saja yang menjadi kendala atau hambatan dalam penanggulangan HIV/AIDS di dalam lapas/ rutan. BAB V PENUTUP Bab ini berisikan mengenai kesimpulan singkat atas apa yang telah dibahas dan diuraikan pada Bab-bab sebelumnya. Serta tentukan sebagaimana tujuan dari skripsi agar dapat menjadi salah satu acuan dalam penanggulangan HIV/ AIDS di lapas/ rutan maka perlu di berikan saran-saran agar kebijakan penanggulangan HIV/ AIDS dapat berjalan lebih optimal 12