Perbedaan Efektivitas Antara Kacamata dan Soft lens TerhadapProgesivitas Derajat Miop.

dokumen-dokumen yang mirip
KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN MIOPIA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

Hubungan Gaya Hidup dengan Miopia Pada Mahasiswa Fakultas. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Lensa kontak merupakan suatu cangkang lengkung

Hubungan Kebiasaan Melihat Dekat dengan Miopia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Sahara Miranda* Elman Boy**

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

Keluhan Mata Silau pada Penderita Astigmatisma Dibandingkan dengan Miopia. Ambient Lighting on Astigmatisma Compared by Miopia Sufferer

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).:

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN MIOPI PADA MURID SMA NEGERI 3 BANDA ACEH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak

Pengaruh Aktivitas Luar Ruangan Terhadap Prevalensi Myopia. di Desa dan di Kota Usia 9-12 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik numerik

BAB III METODE PENELITIAN

PERBEDAAN PENGLIHATAN STEREOSKOPIS PADA PENDERITA MIOPIA RINGAN, SEDANG, DAN BERAT LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KOMPUTER DENGAN KEJADIAN MIOPIA DI FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI DEPARTEMEN TEKNOLOGI

ALAT-ALAT OPTIK. Beberapa jenis alat optik yang akan kita pelajari dalam konteks ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

HUBUNGAN ANTARA DIOPTRI LENSA KACAMATA DENGAN JARAK DAN LAMA MEMBACA PADA PELAJAR FK USU DI AUCMS PENANG TAHUN 2011

OPTIKA CERMIN, LENSA ALAT, ALAT OPTIK. PAMUJI WASKITO R, S.Pd GURU MATA PELAJARAN FISIKA SMK N 4 PELAYARAN DAN PERIKANAN

KMN Klinik Mata Nusantara

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

Tingkat Pengetahuan Pengguna Lensa Kontak

fisika CAHAYA DAN OPTIK

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan. adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita

maka dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60.

*cermin datar terpendek yang diperlukan untuk dapat melihat seluruh bayangan adalah: SETENGAH dari TINGGI benda itu.

Tatalaksana Miopia 1. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. hampir 25% populasi atau sekitar 55 juta jiwa (Anma, 2014). Hasil Riset

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS

KELAINAN REFRAKSI PADA ANAK DI BLU RSU PROF. Dr. R.D. KANDOU

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

g. Lensa Cembung Jadi kalau pada cermin pembahasan hanya pada pemantulan maka pada lensa pembahasan hanya pada pembiasan

Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang. menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda

AKURASI KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA PASIEN MIOPIA AKSIAL MENGGUNAKAN ALAT OPTICAL BIOMETRY

HUBUNGAN TINGKAT PENGGUNAAN SMARTPHONE DENGAN KEJADIAN MIOPIA PADA MAHASISWA KEPERAWATAN ANGKATAN VII STIKES CITRA HUSADA MANDIRI KUPANG

BAB I PENDAHULUAN. dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa

PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ZAMILAH ASRUL

HANG TUAH MEDICAL JOURNAL

BAHAN AJAR. 1. Mata. Diagram susunan mata dapat dilihat pada gambar berikut.

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010).

ALAT - ALAT OPTIK. Bintik Kuning. Pupil Lensa. Syaraf Optik

PERBEDAAN TAJAM PENGLIHATAN PASCAFAKOEMULSIFIKASI ANTARA PASIEN KATARAK SENILIS EMETROP DAN MIOPIA DERAJAT TINGGI DI RSUD DR.

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN

HUBUNGAN KURVATURA KORNEA DAN PANJANG SUMBU BOLA MATA PADA PENDERITA MIOPIA ANAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TESIS

PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF PADA PENDERITA PRESBYOPIA DENGAN STATUS REFRAKSI MYOPIA. Karya Tulis Ilmiah

CLINICAL SCIENCE SESSION MIOPIA. Preseptor : Erwin Iskandar, dr., SpM(K)., Mkes.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REFRAKSI. Oleh : Dr. Agus Supartoto, SpM(K) / dr. R. Haryo Yudono, SpM.MSc

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada kehidupan sehari-hari. Pekerjaan dan segala hal yang sedang. saatnya untuk memperhatikan kesehatan mata.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan April 2015.

JARAK FOKUS LENSA TIPIS

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 18% kebutaan di dunia disebabkan oleh kelainan refraksi. Di Asia,

JURNAL PRAKTIKUM FISIKA DASAR MENENTUKAN FOKUS LENSA

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan adalah observasional analitik yaitu penelitian yang menjelaskan

PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULER (TIO) ANTARA MATA MIOPIA DAN MATA EMETROPIA PADA MAHASISWA KEDOKTERAN UNS SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak menimbulkan efek berbahaya bagi manusia. Lamanya radiasi komputer

OPTIKA. Gb.1. Pemantulan teratur. i p. Gb.3. Hukum pemantulan A A B B C C. Gb.4. Pembentukan bayangan oleh cermin datar A.

ALAT-ALAT OPTIK B A B B A B

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta * ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pada iritasi mata bahkan kemungkinan katarak mata (Fazar, 2011).

ALAT-ALAT OPTIK B A B B A B

2. Lup (Kaca Pembesar) Pembesaran bayangan saat mata berakomodasi maksimum

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN LENSA KONTAK TERHADAP KEJADIAN DRY EYE SYNDROME PADA SISWA SMA BATIK 2 SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adanya permainan audiovisual yang sering disebut dengan video game.

kacamata lup mikroskop teropong 2. menerapkan prnsip kerja lup dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi

PELATIHAN PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN PADA SISWA KELAS 5 SD GEDONGAN I, COLOMADU, KARANGANYAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Latihan Soal Optik Geometrik SMK Negeri 1 Balikpapan Kelas XI Semua Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA BERKACAMATA TENTANG KELAINAN REFRAKSI DI SMA NEGERI 3 MEDAN TAHUN Oleh : RAHILA

Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Derajat Kelainan Refraksi pada Anak di RS Mata Cicendo Bandung

HUBUNGAN TINGGI BADAN (TB) DENGAN MIOPIA PADA SISWA SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

KEAKURATAN TAJAM PENGLIHATAN HASIL BIOMETRI DENGAN HASIL KOREKSI KACAMATA BERDASARKAN AXIAL LENGTH

KARYA TULIS ILMIAH PERILAKU PEMAKAIAN LENSA KONTAK PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2010, 2011 DAN 2012

Kondisi Mata By I Nengah Surata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci : kecemasan dental, tanaman bunga berwarna biru muda, pencabutan gigi

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEJADIAN HIPERMETROPIA DI POLIKLINIK MATA RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2009

Transkripsi:

Perbedaan Efektivitas Antara Kacamata dan Soft lens TerhadapProgesivitas Derajat Miop. Effectiveness of Spectacles and Soft lens in Myopia Progession Linda Setiasih 1, Yunani Setyandriana Sp.M 2, 1 Program Study Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Departemen Ilmu Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Backround : Myopia is a refractive error in which rays entering the eye parallel to the optic axis are brought into focus in front of the retina it is do to the longer eyeball or increased in refractive power of the eye. It is also known as nearsightedness, because the point is much less close than in emetropia or normal eyes. Treatment of myopia may involve spectacles or softlens. The use of spectacles is intended to reduce the refraction that too high on the surface of the eye or if the eyeball is too long as in myopia.concave lens will divergen the light before it enters the eye, thereby the focus of the shadow can be backdated to the retina. The special nature of the soft lens is eliminating almost all of refractions that occur on the anterior surface of the cornea. Objective : The objective was to determine the effectiveness of spectacles and soft lens in myopia progression. Efectiveness of spectacles and soft lens are see from myopia preogession before and after 6 months use. Method : observational analytic with cross sectitional method Results : Analysis of Mann-Whitney Test involving 40 subjek (20 subjek spectacless and 20 subjek soft lens) showed P value 0.119 between spectacles and soft lens in the right eye myopia and p value 0.119 between spectacles and soft lens in the left eye myopia. Conclusions : there was no significant difference of effectiveness of spectacles and soft lens in myopia progession. Keywords: Myopia - Spectacles Soft lens - Myopia progesston. i

INTISARI Latar belakang : Miop adalah kesalahan refraksi dengan berkas sinar memasuki mata yang sejajar dengan sumbu optik dibawa ke fokus di depan retina sebagai akibat bola mata yang terlalu panjang dari depan kebelakang atau peningkatan kekuatan daya refraksi media mata. Disebut juga nearsightedness, karena titik dekatnya kurang jauh dibandingkan pada emetropia atau mata normal. Terapi pada miop dapat dilakukan dengan mengggunaan kacamata dan soft lens. Penggunaan kacamata dimaksudkan untuk mengurangi daya bias yang terlalu tinggi pada permukaan mata atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miop. Lensa cekung akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina. Sifat khusus dari soft lens adalah menghilangkan hampir semua pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas antara kacamata dan soft lens pada penderita miop pada 40 (20 subjek kacamata dan 20 subjek soft lens) subjek penelitian. Dengan melihat perbandingan anatara derajat miop sebelum dan setelah menggunakan kacamata atau soft lens minimal 6 bulan pemakaian. Metode : Observsional analitik dengan pendekatan cross sectional Hasil : Analisi uji Mmann-Whithney menunjukan nilai signifikansi 0.119 pada perbandingan antara kacamata dan soft lens pada miop mata kanan dan 0.119 pada perbandingan antara kacamata dan soft lens pada miop mata kiri. Kesimpulan : Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa antara kacamata dan soft lens tidak memiliki perbedaan signifikan efektivitas terhadap progesivitas derajat miop. Kata kunci : Miop Kacamata Softlens Progesivitas derajat miop. ii

Pendahuluan Miop adalah kesalahan refraksi dengan berkas sinar memasuki mata yang sejajar dengan sumbu optik dibawa ke fokus di depan retina sebagai akibat bola mata yang terlalu panjang dari depan kebelakang atau peningkatan kekuatan daya refraksi media mata. Disebut juga nearsightedness, karena titik dekatnya kurang jauh dibandingkan pada emetropia atau mata normal 1. Miop merupakan salah satu penyebab turunnya penglihatan pada anak usia sekolah 2. Miop merupakan salah satu dari lima besar penyebab kebutaan di seluruh dunia. Pada penderita miop tekanan intraokular (TIO) mempunyai kecenderungan meninggi pada tingkat keparahan miop. Saat ini miop juga merupakan masalah global dimana insidensinya makin meningkat di berbagai negara terutama di asia. Miop memiliki insidensi 2,1% di amerika serikat dan menjadi peringkat ke- 7 penyebab kebutaan. Cara yang paling umum di gunakan untuk terapi miop adalah dengan menggunakan kacamata dan soft lens. Kacamata berfungsi untuk membantu mata mencapai penglihatan normalnya. Koreksi dilakukan dengan cara menambahkan lensa (kaca) di depan mata yang bertujuan untuk mengumpulkan bayangan atau sinar mendekati sentral lensa mata, sehingga dapat difokuskan oleh lensa mata dengan lebih baik ke retina mata. Kacamata masih merupakan metode paling aman untuk memperbaiki kelainan refraksi 3. Alternative lain untuk mengoreksi kelainan refraksi mata miop yaitu dengan menggunakan Lensa kontak atau soft lens. Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa ini tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa kontak dan permukaan depan mata 4. BAHAN DAN CARA Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dimana pengamatan pada subjek dilakukan pada satu waktu tertentu. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas alat bantu penglihatan yaitu kacamata dan soft lens terhadap progesivitas derajat miop, dengan melihat perbandingan atau selisih derajat miop sebelum dan sesudah pemakaian alat bantu penglihatan minimal 6 bulan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada maret 2013. Sampel berjumlah 40 subjek yang terdiri dari 20 subjek kacamata dan 20 subjek soft lens. Sebagai kriteria inklusi adalah Mahasiswa adalah penderita miop, Telah menggunakan kacamata minimal 6 bulan, telah menggunakan soft lens minimal 6 bulan, usia 17-25 tahun dan Bersedia menjadi subjek penelitian. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Sebagai variabel bebas adalah kacamata dan soft lens. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Sebagai variabel terikat adalah perbedaan efektivitas antara kacamata dan soft lens terhadap progesivitas miop. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Pada jenis penelitian yang menggunakan kuisioner ini peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk menjawab pertanyaan secara tertulis. Pertanyaan yang diajukan dapat juga dibedakan menjadi pertanyaan terstruktur, peneliti hanya menjawab sesuai dengan pedoman yang sudah ditetapkan dan tidak terstruktur, yaitu subjek menjawab secara bebas tentang sejumlah pertanyaan yang diajukan peneliti 5. 1

Penilitian diawali dengan membagikan questionaire pada responden penelitian. Sebelum mengisi questionire reponden terlebih dahulu meberikan pernyataan inform consent. Kemudian setelah data terkumpul data di pilih sesuai kriteria inklusi. Data yang terkumpul kemudian di olah dengan menggunakan uji komputer. HASIL PENELITIAN Hasil pengamatan yang di lakukan dengan mencatat selisih derajat miop antara pertama kali menggunakan dengan setelah penggunaan minimal 6 bulan. Penelitian ini menggunakan skala ordinal dimana derajat miop di bagi menjadi 3 kelompok yaitu meningkat, menurun, dan tetap. Dari data hasil penelitian di dapatkan bahwa pada 20 subjek penelitian kacamata terdiri dari 7 (35%) responden laki-laki dan 13 (65%) responden perempuan sedangkan pada responden soft lens seluruhnya adalah perempuan. 20 15 10 Kacamata Soft lens 5 0 Laki-laki Perempuan Grafik 1. Jumlah Pengguna Soft lens dan Kacamata Berdasarkan Kelamin. Jenis Data menunjukan dari 40 subjek penelitian terdapat 29 (72%) responden menderita miop ringan (1-3 dioptri), 11 (28%) responden menderita miop sedang (3-6 dioptri) dan pada penelitian ini tidak terdapat responden yang menderita miop tinggi ( >6 dioptri). Tabel 1. Progesivitas Derajat Miop Menurut Jenis Kelamin Pada Responden Kacamata. Jenis Kelamin Kacamata Menurun Menetap Meningkat Laki-Laki 0 2 5 Perempuan 2 3 8 Total 2 5 13 Pada tabel 1 dapat di lihat pada 20 subjek yang menggunakan kacamata yang berjenis kelamin laki laki terdapat 2 (29%) responden miopnya menetap, dan 5 (71%) responden derajat miopnya meningkat. Pada subjek yang berjenis kelamin perempuan 2 (15%) responden mengalami penurunan derajat miop, 3 (23%) responden derajat miopnya menetap dan 8 (62%) responden derajat miopnya meningkat. 2

Tabel 2. Progesivitas Derajat Miop Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Responden Soft Lens. Jenis Soft lens Kelamin Menurun Menetap Meningkat Laki-Laki 0 0 0 Perempuan 1 11 8 Total 1 11 8 Pada tabel 2 menunjukan Pada 20 subjek penelitian yang menggunkan soft lens seluruh subjek berjenis kelamin perempuan dan terdapat 1 Tabel 3. Jumlah Penderita Miop Berdasarkan Usia. Pada tabel 3 dapat di lihat jumlah penderita miop berdasarkan usia. Pada subjek yang menggunakan kacamata terdiri dari 2 (10%) responden berusia 19 tahun, 3 (15%) responden berusia 20 tahun, 7 (35%) Tabel 4. Perubahan Derajat Miop. Usia Kacamata Soft lens Total 19 2 1 3 20 3 5 8 21 7 5 12 22 6 7 13 23 1 2 3 24 1 0 1 (5%) responden yang derajat miopnya menurun, 11 (55%) derajat miopnya menetap, dan 8 (40%) derajat miopnya meningkat. responden berusia 21 tahun, 6 (30%) responden berusia 22 tahun, 1 (5%) responden berusia 23 tahun dan 1 (5%) responden berusia 24 tahun. Pada subjek yang menggunakan soft lens terdiri dari 1(5%) responden berusia Alat bantu Progesivitas miop Nilai penglihatan Menurun Menetap Meningkat Signifikan Kacamata 2 5 13 Soft lens 1 11 8 P = 0,119 Total 3 15 22 Tabel 4 menunjukan dari subjek penelitian pada pengguna kacamata 13 (65%) subjek mengalami peningkatan derajat miop, 5 (25%) subjekmenetap, dan 2 (10%) subjek mengalami penurunan derajat miop. Sedangkan pada subjek softlens 8 (40%) subjek mengalami peningkatan derajat miop, 11 (55%) tetap, dan 1 (5%) mengalami penurunan derajat miop. Dari uji analisis mann withney test di dapatkan nilai P 0,119 (P>0,005)pada perbandingan antara kacamata dan softe lens pada derajat miop mata kiri dan P 0.119 pada perbandingan antara kacamata dan soft lens pada derajat miop mata kanan. Hasil tersebut menunjukan bahwa antara kacamata dan soft lens tidak memiliki perbeedaan signifikansi terhadap progesivitas miop. 3

Tabel 10. Riwayat Keluarga Alat Bantu Keluarga Tidak Penglihatan Miop Miop Kacamata 14 6 Soft lens 12 8 Total 26 14 Pada tabel10 Dapat dilihat jumlah penderita miop berdasarkan riwayatkeluarga. Dari 40 responden yang menderita miop 65% respon den memiliki riwayat keluarga miop dan 35% reponden tidak memiliki riwaya tkeluarga miop. DISKUSI Banyaknya subjek dalam penelitian ini adalah 40 orang. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa adanya perbedaan penderita miop antara laki-laki 7 (35%) dan perempuan 13 (65%) pada responden pengguna kacamata dan pada soft lens 20 (100%)responden adalah perempuan hal ini menunjukanpenderita miop perempuan lebih mendominasi. Meskipun miop lebih sering terjadi pada perempuan, akan tetapi jenis kelamin tidak mempengaruhi pertambahan derajat miop 2. Pada anak-anak yang usianya lebih muda khususnya yang berusia 6-7 tahun dengan miop minimal 1,25 D mempunyai progesivitas lebih cepat dibandingkan dengan usia yang lebih tua 6. Progesivitas ini mungkin berhubungan dengan perubahan sumbu axial di karenakan pertambahan usia. Panjang sumbu saat lahir adalah pendek (17,3 mm) Penelitian yang di lakukan di Universitas Gajah Mada pada mahasiswa kedokteran umum menunjukan bahwa membaca lebih dari 30 menit tanpa beristrahat dan posisi lampu yang tidak sesuai dapat mempercepat progesivitas miop. memanjang dengan cepat dalam 2-3 tahun pertama menjadi 24,1mm, kemudian dengan sedang (0,4 mm pertahun) sampai usia 6 tahun 3. Insidensi miop meningkat pada tahun-tahun pertama,terutama sebelum dan pada saat usia sepuluh tahunan 7. Perubahan penglihatan (kelainan refraksi) dapat berkembang cepat atau lambat dan berangsur angsur memburuk selama masa kanakkanak dan remaja, tetapi biasanya cenderung menjadi setabil setelah memasuki usia dewasa. Faktor keturunan juga mempengaruhi insiden miop, pada penelitian yang telah di lakukan oleh American Optometric Association, menunjukan bahwa 33% -60% penderita miop memiliki riwayat keluarga miop, 23%- 40% miop terjadi pada anak dengan salah satu orang tuanya menderita miop, dan hanya sekitar 6% - 15% terjadi pada anak tanpa riwayat miop dalam keluarga 8. Begitu juga dengan posisi membaca sambil tiduran bagi mata minus maupun plus akan mempercepat kerusakan mata yang berakibat pada pertambahan derjat miop 9. Dari hasil penelitian yang telah di lakukan oleh peneliti pada 40 subjek 4

di dapatkan 7,5% responden yang membaca dengan posisi badan tegak dan kepala menunduk derajat miopnya mengalami penurunan, 35% responden derajat miopnya meningkat, dan 17,5% responden derajat miopnya menetap. Responden yang membaca dengan posisi tidur telungkup kepala mendongak 10% reponden derajat miopnya meningkat dan 12,5% responden derajat miopnya tetap, responden yang membaca dengan posisi tidur telentang 5% responden derajat miopnya tetap dan 7,5% responden derajat miopnya meningkat. Responden yang membaca dengan posisi badan tegak kepala tegak 5% responden derajat miopnya meningkat dan 2,5% derajat miopnya tetap. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah di lakukan sebelumnya bahwa ada pengaruh antara posisi membaca dengan derajat miop. Jarak membaca yang dekat dan lama penggunaan komputer juga akan mempercepat menginduksi kecepatan progesivitas derajat miop. Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan pada 40 subjek terhadap lama waktu yang di gunakan dan jarak antara layar monitor dengan mata di dapatkan responden yang menggunakan 2-4 jam waktu/hari dengan jarak < 30% dengan layar monitor 7,5% responden derajat miopnya meningkat dan pada responden yang menggunakan waktu 2-4 jam/hari dengan jarak 30 50 cm terhadap layar monitor 35% responden derajat miopnya tetap. pada responden yang menggunakan waktu > 4 jam/hari dengan jarak 30 50 cm, 20% responden derajat miopnya meningkat. Pada responden yang menggunakan waktu < 2 jam/hari dengan jarak terhadap monitor 30 50cm, 5% responden derajat miopnya menurun, dan dengan waktu > 4jam/hari dengan jarak >50cm, 2,5% responden derajat miopnya menurun. Hasil ini menunjukan bahwa ada pengaruh antara lama waktu dan jarak antara mata dengan monitor terhadap derajat miop responden. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Universitas Pembangunan Nasional Jakarta, hasil penelitian menunjukan secara keseluruhan tidak ada hubungan antara jarak membaca dengan kejadian miop, hanya lamanya waktu membaca yang dapat mempengaruhi derajat miop. Lamanya waktu yang di gunakan untuk membaca dapat menyebabkan tonus otot siliaris menjadi tegang yang menyebabkan lensa menjadi cembung sehingga menyebabkan bayangan jatuh di depan retina dan mengakibatkan terjadinya miop 10. Dahulu kacamata menjadi satusatunya pilihan untuk penderita rabun jauh maupun rabun dekat. Dewasa ini masyarakat lebih suka menggunakan lensa kontak dibandingkan kacamata. Salah satu alasan yang penting karena lensa kontak dapat mengurangi masalah penampilan atau sebagai kosmetik khususnya bagi perempuan. Hasil yang diperoleh dari penelitrian ini prevelensi pengguna lensa kontak lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria yaitu 100% pada wanita dan 0% pada laki-laki. Dengan demikian hasil tersebut sesuai dengan fungsi lensa kontak sebagai kosmetik. Tetapi hal tersebut tidak terlepas juga dari pengaruh prevelensi penderita miop antara wanita dan laki-laki. Miop lebih sering terjadi pada wanita daripada pria sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Universitas Gajah Mada di kota Yogyakarta dengan jumlah responden sebanyak 2268. Hasil dari penelitian tersebut perempuan lebih banyak menderita miop dari pada laki-laki, dengan perbandingan perempuan 5

terhadap laki-laki 1,4 : 1.Dari data hasil penelitian yang di lakukan oleh peneliti di dapatkan sebesar 55% penderita miop yang menggunakan lensa kontak derajat miopnya menetap dan sebesar 65% penderita miop yang menggunakan kacamata mengalami peningkatan derajat miop. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Jane, yang melakukan penelitian pada 116 anak yang menggunakan kacamata, lensa kontak jenis RGP (Rigid Gas Permiable) dan soft lens, hasil dari penelitian tersebut pada responden yang menggunakan kacamata menunjukan adanya peningkatan derajat miop dan penambahan panjang sumbu axial, dan terdapat perlambatan progesivitas miop pada pengguna RGPdan soft lens 10. KESIMPULAN Dari hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan efektivitas antara kacamata dan soft lens terhadap progesivitas derajat miop dengan P value 0.119 pada perbandingan antara kacamata dan soft lens pada derajat miop mata kanan dan P value 0.119 pada perbandingan antara kacamata dan soft lens pada derajat miop mata kiri. Kacamata dan SARAN soft lens tidak cukup efektiv untuk menurunkan derajat miop namun dapat membantu memperjelas penglihatan. Sehingga pasien tidak perlu kawatir untuk memilih alat bantu penglihatan sesuai dengan keinginan pengguna. Kelebihan dan kekurangan pada masing-masing alat dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan ketika memilih alat bantu penglihatan. Bagi penderita miop baik yang menggunakan kacamata maupun soft lens diharapkan dapat merubah cara membaca, lama waktu yang digunakan untuk membaca, dan jarak antara mata dan objek ketika membaca karena semua itu dapat berpengaruh terhadap progresivitas miop. Bagi mahasiswa yang ingin mengembangkan penelitian ini diharapkan mampu menjadikan Bagi penderita miop baik yang memilih menggunakan soft lens maupun pengguna kacamata yang beralih menggunakan soft lens harus memperhatikan perawatan soft lens penelitian lebih baik dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada dalam penelitian ini. Bagi produsen yang memebuat lensa kontak dan kacamata diharapakan dapat menciptakan inovasi baru dalam hal produksi alat bantu penglihatan dengan memperhatikan kenyamanan konsumen dan tidak lupa pula memperhatikan efektivitas alat bantu penglihatan (kacamata dan soft lens). karena meski penggunaan soft lens lebih nyaman namun juga dapat menimbulkan komplikasi yang serius jika penggunanya tidak memperhatikan perawatan soft lens. 6

DAFTAR PUSTAKA 1. Saudees, W.b. (2002). Kamus kedokteran Dorland (edisi 29).jakarta : EGC (buku asli diterbitkan tahun 2000). 2. Tiharyo, Imam, dkk (2008). Pertambahan Miopia Pada Anak Sekolah Dasar Daewrah Perkotaan dan Pedesaan Daerah Iatimewa Yogyakarta. www.journal.unair.ac.id/.../06.ok- Lap.%20Penlt.%20Dr 3. Vaughan et all. (2000).Optalmology Umum.edisi 14.Jakarta: Widya Medika. 4. Israr,Yayan.(2010, 31 Januari). Kelainan Refraksi Mata-Myopia (Rabun Jauh) http://kelainan Refraksi Mata-Mypia (rabun jauh). belibis A-17html 5. Nursalam.(2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi Ke-1. Jakarta: Salemba Medika. 6. Hyman,Leislie,et all.(2005.relationship Of Age,Sex and Ethnicity With Myopia Progreession and Axial Elongation in The Correction of Myopia Evaluation Trial.http//Bjo.Bmj/archive.html. 7. Nealson, W.E. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-2. Jakarta : EGC. 8. American Optometri Asosiation (1997). Care Of Patients With Myopia. CPG-15. www.aoa.org/documents/optometri sts/cpg-15. 9. Ilyas, S. (2007). Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ke-2. Jakarta: FK UI. 10. Jane, Gwinzard (2008). Treatment Option For Myopia. Di akses pada 2 september 2013 dari www. Pubmed.com 7