BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang sesuai untuk perkecambahan pada biji Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kg, Papua sebanyak 7000 kg dan Yogyakarta sebanyak 2000 kg. Faktor yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

Regenerasi Tanaman secara In Vitro dan Faktor-Faktor Yang Mempenaruhi

SKRIPSI. Oleh : RATRIANA RINDA FITRISWARI NPM :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

BAB I PENDAHULUAN. dan siklamat semakin meningkat. Hal ini nampak pada industri makanan, meningkatkan gizi makanan, dan memperpanjang umur simpan.

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Alfalfa termasuk tanaman kelompok leguminose yang berkhasiat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1)

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi, termasuk puncak gunung yang bersalju (Sugeng, 1985)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Fabaceae. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gunung Merapi. Bunga Anggrek dengan warna bunga putih dan totol-totol merah

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang unik adalah hibrida Phalaenopsis Sogo Vivien yang merupakan hasil

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan komoditas pangan sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai salah satu bumbu

I. PENDAHULUAN. di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis

I. PENDAHULUAN. Bunga anggrek memiliki pesona yang menarik penggemar baik di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Asia Tenggara, dan telah tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tanaman

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anggrek adalah tanaman hias yang banyak diminati oleh para kolektor

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK

I. PENDAHULUAN. Ekosistemnya dalam pasal 20 ayat 1 dan 2 serta Peraturan Pemerintah No. 77

TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Pertama BBP2TP Surabaya

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi. Sebagai buah segar,

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN

I. PENDAHULUAN. energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya

PENDAHULUAN Latar Belakang

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

BAB II LANDASAN TEORI

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

III. INDUKSI DAN PERBANYAKAN POPULASI KALUS, REGENERASI TANAMAN SERTA UJI RESPON KALUS TERHADAP KONSENTRASI PEG DAN DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ada sekitar jenis anggrek spesies tersebar di hutan-hutan Indonesia

KULIAH DASAR BIOTEKNOLOGI

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

I. PENDAHULUAN. keberadaan obat-obatan kimiawi juga semakin meningkat. Kemajuan dalam

Transkripsi:

47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuuhan tertinggi diperoleh pada eksplan biji panili yang ditanam dalam medium tomat. Pada perlakuan tersebut persentase rata-rata respons pertumbuhan eksplan yang terbanyak yaitu respons pembentukan kalus 74%, respons pembentukan tunas 8% dan respons pembentukan akar 2% (Tabel 4.1). Eksplan biji yang ditanam dalam mediun MS+BAP 2,5 mg/l menunjukkan respons yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan hasil yang ditunjukkan oleh eksplan biji pada medium tomat. Pada perlakuan MS+BAP 2,m mg/l persentase ratarata respons pertumbuhan eksplan terbanyak yaitu respons pembentukan kalus 20%, respons pembentukan tunas 0% dan respons pembentukan akar 0% (Tabel 4.1). Faktor penggunaan medium yang berbeda kemungkinan besar menjadi penyebab munculnya respons yang berbeda-beda pada kedua medium tersebut. Hasil menunjukkan bahwa pada perlakuan medium tomat, dari sepuluh botol ulangan terdapat sebanyak tujuh botol yang mampu memberikan respons pertumbuhan baik melalui pembentukan kalus, pembentukan tunas, dan pembentukan akar. Sedangkan pada medium MS+BAP 2,5 mg/l, dari sepuluh botol ulangan hanya dua botol saja yang memberikan respons dan respons yang diberikan pun hanya berupa

48 pembentukan kalus saja tanpa adanya pembentukan tunas atau pun pembentukan akar (Tabel 4.1). Tabel 4.1 Persentase Respons Pertumbuhan Eksplan yang Ditanam Pada Medium Tomat dan Medium MS + BAP 2,5 mg/l Perlakuan Persentase respons pertumbuhan (%) Botol kemedium Kalus Tunas Akar 1 50 6 0 2 6 0 0 3 18 6 0 4 14 4 0 Tomat 5 74 8 2 6 0 0 0 7 4 2 0 8 0 2 0 9 0 0 0 10 20 4 0 Rata-Rata 18,6 3,2 0,2 1 0 0 0 2 0 0 0 3 6 0 0 4 0 0 0 MS 5 0 0 0 + 6 0 0 0 BAP 2,5 mg/l 7 20 0 0 8 0 0 0 9 0 0 0 10 0 0 0 Rata-Rata 2,6 0 0 Tabel 4.1 menunjukkan adanya perbedaan persentase respons pertumbuhan yang relatif besar antara medium tomat dan medium MS+BAP 2,5 mg/l. Pada perlakuan medium tomat, diperoleh persentase rata-rata respons pembentukan kalus sebesar 18,6%, rata-rata respons pembentukan tunas sebesar 3,2% dan rata-rata respons pembentukan akar sebesar 0,2%. Sementara pada perlakuan medium

49 MS+BAP 2,5 mg/l, hanya diperoleh respons berupa persentase rata-rata respons pembentukan kalus saja yaitu sebesar 2,6%. Besarnya perbedaan perolehan persentase rata-rata respons pertumbuhan ini dapat dilihat jelas pada Gambar 4.1 di bawah ini. Gambar 4.1 Persentase Respons Pertumbuhan Biji Panili Terhadap Medium Alami (Tomat) dan Medium MS + BAP 2,5 mg/l Berdasarkan hasil pengamatan, respons yang mula-mula muncul yaitu pembesaran jaringan pada eksplan biji. Gejala pembesaran jaringan ini mulai teramati pada saat kultur berusia empat minggu. Struktur biji mulai mengalami penambahan ukuran yang cukup besar jika dibandingkan dengan pada saat awal penanaman. Hanya saja tidak seluruh biji mengalami pembesaran jaringan. Sebagian besar biji

50 pada usia kultur empat minggu ini stukturnya masih sama dengan pada saat awal penanaman (Gambar 4.2). Gambar 4.2 Pembesaran Jaringan Pada Biji Panili Setelah Usia Penanaman 4 minggu. (pj) Respon Pembesaran Jaringan Biji; (bp) Biji Panili yang Tidak Mengalami Pembesaran Jaringan. A. Respons Pembentukan Kalus Setelah umur penanaman mencapai 7 minggu, mulai muncul tanda-tanda respons pembentukan kalus. Respons ini teramati baik pada medium tomat maupun pada medium MS+BAP 2,5 mg/l.

51 Kalus yang muncul mempunyai karakteristik padat, meremah, dan berwarna putih. Respons ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mariska et al., (1997) dimana dilaporkan bahwa eksplan biji panili yang ditanam pada medium ½MS+BA 1mg/l mampu memberikan respons berupa kalus. Pertumbuhan kalus yang baik dicirikan dari penampakan kalus yang berwarna bening/keputihan dan mempunyai struktur yang remah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3. Kalus dengan struktur meremah seperti itu biasanya mengandung air sehingga mempunyai bobot segar yang lebih tinggi. Kalus demikian berpotensi untuk digunakan sebagai kalus untuk menghasilkan embrio somatik melalui embriogenesis (George, 1993). Tanda kalus yang diregenerasikan dapat membentuk tunas antara lain terjadinya perubahan warna dari kecoklatan atau dari kuning menjadi putih kekuningan selanjutnya menjadi kehijauan, perubahan warna tersebut merupakan tanda adanya morphogenesis. Perubahan warna kalus menjadi hijau tersebut mengindikasikan terjadi perubahan fase kalus yaitu fase meristemoid. Fase meristenoid merupakan suatu fase dimana terjadi suatu proses determinasi, yaitu perubahan dari induksi sel ke diferensiasi sel. Dengan adanya nutrisi dalam jumlah yang cukup dan seimbang serta tersedianya sitokinin dalam konsentrasi yang optimun maka tunas akan terbentuk (George, l993). Namun dari hasil penelitian ini, persentase respons pembentukan kalus pada medium MS+BAP 2,5 mg/l yang teramati setelah waktu penanaman selama 7 minggu tidak sebesar persentase respons pembentukan kalus pada medium tomat yang

52 mencapai 74% (Gambar 4.3). Hal ini kemungkinan besar terkait dengan keseimbangan komposisi hormon dalam medium tersebut. Gambar 4.3 Respons Pembentukan Kalus (k) Setelah Penanaman Selama 7 Minggu. (A) Medium tomat, (B) Medium MS + BAP 2,5 mg/l George & Sherington (1984) mengatakan bahwa untuk proses morfogenesis akar dan tunas dari kultur kalus biasanya dibutuhkan imbangan taraf zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin. Dalam perkembangan teknik kultur jaringan dengan adanya zat pengatur tumbuh perlu dicari konsentrasi dan imbangan atau interaksi antara dua zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media perlakuan dan yang diproduksi sel/jaringan secara endogen akan menentukan perkembangan dari suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen mengubah level/taraf zat pengatur tumbuh endogen sel, level/taraf zat pengatur tumbuh ini kemudian menjadi faktor pemicu atau penggerak dalam proses morfogenesis. Untuk penggunaan medium tomat, LaRue (1949 dalam Bhojwani & Razdan, 1983) menyatakan bahwa medium tomat mampu memaksimalkan pertumbuhan pada

53 kultur biji. Sternheimer (1954 dalam Bhojwani & Razdan, 1983) juga menyatakan bahwa kandungan tomat pada medium pertumbuhan biji mampu menghasilkan pertumbuhan kalus. Pada buah tomat yang sudah matang, terdapat kandungan sitokinin yang aktif sehingga kemungkinan besar hal inilah yang menyebabkan peningkatan pertumbuhan pada eksplan biji yang ditanam dalam medium yang mengandung ekstrak tomat (Bhojwani & Razdan, 1983). Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil respons yang ditunjukkan oleh biji panili yang ditanam dalam medium alami sehingga dalam waktu 7 minggu penanaman, biji panili sudah mampu memberikan respons pembentukan kalus yang relatif tinggi. Respons pembentukan kalus yang relatif lebih lambat ditunjukkan oleh biji panili yang ditanam dalam medium MS+BAP 2,5 mg/l. Ditinjau dari kandungan mediumnya, medium MS mengandung konsentrasi garam mineral yang tinggi. Pada penelitian sebelumnya, Kalimuthu et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan garam yang tinggi dalam medium MS lebih berpengaruh kearah inisiasi dan multiplikasi tunas panili kemungkinan hal inilah yang menyebabkan respons pembentukan kalus pada medium MS+BAP 2,5 mg/l lebih rendah jika dibandingkan dengan respons pembentukan kalus pada medium tomat. Hasil ini membuktikan bahwa medium tomat yang selama ini umumnya hanya digunakan pada kultur jaringan tanaman anggrek (Wahyuningsih, 2008) ternyata mampu diaplikasikan pada kultur biji tanaman panili dan memberikan respons pertumbuhan kalus yang cukup tinggi yaitu sebesar 74%.

54 B. Respons Pembentukan Tunas Setelah masa penanaman selama 8 minggu, respons pembentukan tunas dapat teramati dengan baik pada medium tomat namun tidak demikian halnya dengan medium MS+BAP 2,5 mg/l. Pada medium tomat, persentase respons pembentukan tunas yang paling tinggi adalah sebesar 8% sedangkan pada medium MS+BAP 2,5 mg/l belum terbentuk tunas sama sekali atau persentase pembentukan tunasnya sebesar 0%. Setelah masa penanaman selama 12 minggu, pertumbuhan tunas tersebut nampak lebih jelas (Gambar 4.4). Gambar 4.4 Respons Pembentukan Tunas (t) Setelah Penanaman Selama 12 Minggu. (A) Medium Tomat, (B) Medium MS + BAP 2,5 mg/l

55 Keberhasilan pembentukan tunas pada medium tomat menunjukkan bahwa kandungan dalam medium ini yang terdiri dari sari tomat ditambah dengan air kelapa dan zpt growmore telah mengandung nutrisi-nutrisi yang cukup lengkap untuk pembentukan tunas oleh biji panili. Hal ini kemungkinan besar berkaitan dengan ketersediaan hormon pertumbuhan yang cukup lengkap dalam berbagai bahan tersebut. Pertumbuhan tunas memerlukan bantuan hormon-hormon pertumbuhan untuk merangsang perkembangan dan diferensiasi selnya. Kombinasi sitokinin dan auksin yang tepat dalam medium kultur dapat merangsang diferensiasi sel sehingga kalus dapat berkembang dan berdiferensiasi membentuk tunas (McMahon et al, 2002). Komposisi auksin dan sitokinin dalam medium kultur in vitro memainkan peranan penting dalam induksi dan regenerasi kalus menjadi tunas. Interaksi antara sitokinin dan auksin merupakan hal yang krusial dalam mengontrol proses pertumbuhan dan perkembangan dalam kultur in vitro. Walaupun auksin berperan utama dalam pembelahan sel, namun pada beberapa tanaman sitokinin juga sangat dibutuhkan untuk proliferasi kalus. Nisbah antara sitokinin dan auksin yang akan menentukan apakah kalus akan beregenerasi membentuk tunas, akar atau tunas dan akar (George, 1993). Medium tomat merupakan salah satu medium alami yang mengandung hormon sitokinin yang tinggi. Sementara pada air kelapa Bey et al. (2005) menyatakan bahwa di dalam air kelapa terkandung hormon seperti sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberelin sedikit sekali serta senyawa lain yang dapat

56 menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan. Hasil penelitian Katuuk (2000) menyatakan bahwa pemberian 250ml/l air kelapa menunjukkan waktu yang paling cepat dalam perkecambahan biji anggrek macan (Grammatohyllum scriptum). Rao et al. (1993) juga menyatakan bahwa penggunaan substansi organik seperti air kelapa pada media pertumbuhan untuk kultur jaringan panili dapat mempercepat respon pertumbuhan karena dalam air kelapa mengandung substansi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan seperti d-biotin and Ca-pantothenate. Kedua zat ini dapat mempercepat proliferasi dan pembentukan tunas sehingga pertumbuhan eksplan dapat ditingkatkan tanpa harus menggunakan hormon sintetik terlalu banyak. Adapun respons pembentukan tunas pada medium MS+BAP 2,5 mg/l, respons pembentukan tunas terlihat cukup lambat. Hal ini kemungkinan besar berkaitan dengan ketersediaan hormon-hormon lain seperti auksin dan giberelin yang sangat sedikit sehingga dibandingkan dengan kandungan hormon-hormon lain, kandungan hormon sitokininnya masih terlalu tinggi akibatnya respons yang ditunjukkan hanya berupa pembentukan kalus saja. Seswita et al. (2003) juga menyatakan bahwa dibutuhkan waktu penyimpanan selama 14 bulan bagi panili yang ditanam pada medium MS+BAP untuk mengalami pertumbuhan tunas paling banyak. Keadaan ini menunjukkan bahwa biakan panili memiliki sifat pertumbuhan dan proliferasi yang agak lambat.

57 Dari hasil penelitian ini, keberhasilan pembentukan tunas menunjukkan bahwa kultur in vitro dengan menggunakan eksplan biji cukup efektif untuk upaya perbanyakan bibit panili. Menurut Lestari et al. (2006) perbanyakan panili melalui kultur in vitro biji cukup efektif karena bibit yang dihasilkan relatif bebas dari penyakit. C. Respons Pembentukan Akar Dari hasil pengamatan terlihat bahwa hampir semua perlakuan belum mampu membentuk akar. Respons akar hanya ditemukan pada perlakuan medium tomat dalam rentang waktu 12 minggu setelah pengulturan. Hal ini terjadi kemungkinan karena kandungan auksin pada biji masih terlalu rendah sehingga rasio kandungan auksin jauh lebih rendah dibandingkan dengan kandungan sitokinin. Adapun respons pembentukan akar pada medium alami dimungkinkan karena pada perlakuan medium tomat terkandung air kelapa, dimana seperti diketahui bahwa dalam air kelapa disamping mengandung giberelin dan zeatin juga mengandung auksin. Penambahan sumber auksin selain dari auksin yang terdapat dalam biji kemungkinan merangsang pertumbuhan akar pada biji yang ditanam dalam medium tomat (Gambar 4.5).

58 Gambar 4.5 Respons Pembentukan Akar (a) Pada Biji Panili yang Ditanam Dalam Medium Tomat. D. Pengaruh Medium Terhadap Respons Pertumbuhan Biji Panili Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya pada rumusan masalah, bahwa biji panili sangat sulit untuk ditumbuhkan secara alami karena bijinya tidak mempunyai cadangan makanan sehingga harus dikecambahkan di dalam medium kultur jaringan (Hadipoentyanti et al., 1998). Menurut McMahon et al. (2002) salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan persentase daya pertumbuhan biji adalah dengan cara in vitro, yaitu dengan menggunakan medium tumbuh. Salah satu contoh medium yang paling umum digunakan yaitu medium MS. Medium ini banyak digunakan untuk kultur in vitro berbagai jenis tanaman termasuk tanaman panili.

59 Selain medium, hormon juga memegang peranan penting dalam pertumbuhan biji. Hormon tumbuh ada yang bersifat alami dan ada yang bersifat sintetis. BAP merupakan salah satu contoh hormon sintetis yang dapat merangsang pembelahan sel (sitokinesis). Penggunaan BAP untuk merangsang pertumbuhan panili secara in vitro sudah banyak dilakukan dan terbukti mampu mempercepat pertumbuhan panili. Hal tersebut dilaporkan oleh Mariska et al. (1997) yang berhasil mengecambahkan eksplan biji panili pada medium MS+BAP. Berdasarkan hasil penelitian ini, biji panili yang ditanam pada medium tomat menunjukkan respons yang lebih tinggi dibandingkan dengan respons pertumbuhan dengan menggunakan medium MS+BAP 2,5 mg/l. Hal ini kemungkinan besar karena adanya penambahan air kelapa pada medium tomat. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa dalam tomat dan air kelapa terdapat berbagai macam hormon pertumbuhan alami yang sangat dibutuhkan oleh biji untuk tumbuh. Kandungan lengkap pada medium tomat dan air kelapa yang mengandung makronutrien, mikronutrien, mineral, vitamin, hormon pertumbuhan serta substansi organik lainnya kemungkinan lebih sesuai untuk pertumbuhan biji panili. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa dalam kultur jaringan dibutuhkan nutrisi dan hormon yang sangat spesifik baik untuk spesies, jaringan atau unsur fisiologis lainnya (George, 1993). Dari hasil penelitian ini juga dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan medium tomat melalui teknik in vitro, biji panili telah mampu memberikan respons pertumbuhan berupa respons pembentukan kalus, tunas, dan akar. Sehingga dapat

60 dikatakan bahwa medium tomat yang digunakan berpotensi untuk digunakan sebagai salah satu alternatif medium dalam upaya perbanyakan tanaman panili khususnya secara in vitro.