47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuuhan tertinggi diperoleh pada eksplan biji panili yang ditanam dalam medium tomat. Pada perlakuan tersebut persentase rata-rata respons pertumbuhan eksplan yang terbanyak yaitu respons pembentukan kalus 74%, respons pembentukan tunas 8% dan respons pembentukan akar 2% (Tabel 4.1). Eksplan biji yang ditanam dalam mediun MS+BAP 2,5 mg/l menunjukkan respons yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan hasil yang ditunjukkan oleh eksplan biji pada medium tomat. Pada perlakuan MS+BAP 2,m mg/l persentase ratarata respons pertumbuhan eksplan terbanyak yaitu respons pembentukan kalus 20%, respons pembentukan tunas 0% dan respons pembentukan akar 0% (Tabel 4.1). Faktor penggunaan medium yang berbeda kemungkinan besar menjadi penyebab munculnya respons yang berbeda-beda pada kedua medium tersebut. Hasil menunjukkan bahwa pada perlakuan medium tomat, dari sepuluh botol ulangan terdapat sebanyak tujuh botol yang mampu memberikan respons pertumbuhan baik melalui pembentukan kalus, pembentukan tunas, dan pembentukan akar. Sedangkan pada medium MS+BAP 2,5 mg/l, dari sepuluh botol ulangan hanya dua botol saja yang memberikan respons dan respons yang diberikan pun hanya berupa
48 pembentukan kalus saja tanpa adanya pembentukan tunas atau pun pembentukan akar (Tabel 4.1). Tabel 4.1 Persentase Respons Pertumbuhan Eksplan yang Ditanam Pada Medium Tomat dan Medium MS + BAP 2,5 mg/l Perlakuan Persentase respons pertumbuhan (%) Botol kemedium Kalus Tunas Akar 1 50 6 0 2 6 0 0 3 18 6 0 4 14 4 0 Tomat 5 74 8 2 6 0 0 0 7 4 2 0 8 0 2 0 9 0 0 0 10 20 4 0 Rata-Rata 18,6 3,2 0,2 1 0 0 0 2 0 0 0 3 6 0 0 4 0 0 0 MS 5 0 0 0 + 6 0 0 0 BAP 2,5 mg/l 7 20 0 0 8 0 0 0 9 0 0 0 10 0 0 0 Rata-Rata 2,6 0 0 Tabel 4.1 menunjukkan adanya perbedaan persentase respons pertumbuhan yang relatif besar antara medium tomat dan medium MS+BAP 2,5 mg/l. Pada perlakuan medium tomat, diperoleh persentase rata-rata respons pembentukan kalus sebesar 18,6%, rata-rata respons pembentukan tunas sebesar 3,2% dan rata-rata respons pembentukan akar sebesar 0,2%. Sementara pada perlakuan medium
49 MS+BAP 2,5 mg/l, hanya diperoleh respons berupa persentase rata-rata respons pembentukan kalus saja yaitu sebesar 2,6%. Besarnya perbedaan perolehan persentase rata-rata respons pertumbuhan ini dapat dilihat jelas pada Gambar 4.1 di bawah ini. Gambar 4.1 Persentase Respons Pertumbuhan Biji Panili Terhadap Medium Alami (Tomat) dan Medium MS + BAP 2,5 mg/l Berdasarkan hasil pengamatan, respons yang mula-mula muncul yaitu pembesaran jaringan pada eksplan biji. Gejala pembesaran jaringan ini mulai teramati pada saat kultur berusia empat minggu. Struktur biji mulai mengalami penambahan ukuran yang cukup besar jika dibandingkan dengan pada saat awal penanaman. Hanya saja tidak seluruh biji mengalami pembesaran jaringan. Sebagian besar biji
50 pada usia kultur empat minggu ini stukturnya masih sama dengan pada saat awal penanaman (Gambar 4.2). Gambar 4.2 Pembesaran Jaringan Pada Biji Panili Setelah Usia Penanaman 4 minggu. (pj) Respon Pembesaran Jaringan Biji; (bp) Biji Panili yang Tidak Mengalami Pembesaran Jaringan. A. Respons Pembentukan Kalus Setelah umur penanaman mencapai 7 minggu, mulai muncul tanda-tanda respons pembentukan kalus. Respons ini teramati baik pada medium tomat maupun pada medium MS+BAP 2,5 mg/l.
51 Kalus yang muncul mempunyai karakteristik padat, meremah, dan berwarna putih. Respons ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mariska et al., (1997) dimana dilaporkan bahwa eksplan biji panili yang ditanam pada medium ½MS+BA 1mg/l mampu memberikan respons berupa kalus. Pertumbuhan kalus yang baik dicirikan dari penampakan kalus yang berwarna bening/keputihan dan mempunyai struktur yang remah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3. Kalus dengan struktur meremah seperti itu biasanya mengandung air sehingga mempunyai bobot segar yang lebih tinggi. Kalus demikian berpotensi untuk digunakan sebagai kalus untuk menghasilkan embrio somatik melalui embriogenesis (George, 1993). Tanda kalus yang diregenerasikan dapat membentuk tunas antara lain terjadinya perubahan warna dari kecoklatan atau dari kuning menjadi putih kekuningan selanjutnya menjadi kehijauan, perubahan warna tersebut merupakan tanda adanya morphogenesis. Perubahan warna kalus menjadi hijau tersebut mengindikasikan terjadi perubahan fase kalus yaitu fase meristemoid. Fase meristenoid merupakan suatu fase dimana terjadi suatu proses determinasi, yaitu perubahan dari induksi sel ke diferensiasi sel. Dengan adanya nutrisi dalam jumlah yang cukup dan seimbang serta tersedianya sitokinin dalam konsentrasi yang optimun maka tunas akan terbentuk (George, l993). Namun dari hasil penelitian ini, persentase respons pembentukan kalus pada medium MS+BAP 2,5 mg/l yang teramati setelah waktu penanaman selama 7 minggu tidak sebesar persentase respons pembentukan kalus pada medium tomat yang
52 mencapai 74% (Gambar 4.3). Hal ini kemungkinan besar terkait dengan keseimbangan komposisi hormon dalam medium tersebut. Gambar 4.3 Respons Pembentukan Kalus (k) Setelah Penanaman Selama 7 Minggu. (A) Medium tomat, (B) Medium MS + BAP 2,5 mg/l George & Sherington (1984) mengatakan bahwa untuk proses morfogenesis akar dan tunas dari kultur kalus biasanya dibutuhkan imbangan taraf zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin. Dalam perkembangan teknik kultur jaringan dengan adanya zat pengatur tumbuh perlu dicari konsentrasi dan imbangan atau interaksi antara dua zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media perlakuan dan yang diproduksi sel/jaringan secara endogen akan menentukan perkembangan dari suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen mengubah level/taraf zat pengatur tumbuh endogen sel, level/taraf zat pengatur tumbuh ini kemudian menjadi faktor pemicu atau penggerak dalam proses morfogenesis. Untuk penggunaan medium tomat, LaRue (1949 dalam Bhojwani & Razdan, 1983) menyatakan bahwa medium tomat mampu memaksimalkan pertumbuhan pada
53 kultur biji. Sternheimer (1954 dalam Bhojwani & Razdan, 1983) juga menyatakan bahwa kandungan tomat pada medium pertumbuhan biji mampu menghasilkan pertumbuhan kalus. Pada buah tomat yang sudah matang, terdapat kandungan sitokinin yang aktif sehingga kemungkinan besar hal inilah yang menyebabkan peningkatan pertumbuhan pada eksplan biji yang ditanam dalam medium yang mengandung ekstrak tomat (Bhojwani & Razdan, 1983). Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil respons yang ditunjukkan oleh biji panili yang ditanam dalam medium alami sehingga dalam waktu 7 minggu penanaman, biji panili sudah mampu memberikan respons pembentukan kalus yang relatif tinggi. Respons pembentukan kalus yang relatif lebih lambat ditunjukkan oleh biji panili yang ditanam dalam medium MS+BAP 2,5 mg/l. Ditinjau dari kandungan mediumnya, medium MS mengandung konsentrasi garam mineral yang tinggi. Pada penelitian sebelumnya, Kalimuthu et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan garam yang tinggi dalam medium MS lebih berpengaruh kearah inisiasi dan multiplikasi tunas panili kemungkinan hal inilah yang menyebabkan respons pembentukan kalus pada medium MS+BAP 2,5 mg/l lebih rendah jika dibandingkan dengan respons pembentukan kalus pada medium tomat. Hasil ini membuktikan bahwa medium tomat yang selama ini umumnya hanya digunakan pada kultur jaringan tanaman anggrek (Wahyuningsih, 2008) ternyata mampu diaplikasikan pada kultur biji tanaman panili dan memberikan respons pertumbuhan kalus yang cukup tinggi yaitu sebesar 74%.
54 B. Respons Pembentukan Tunas Setelah masa penanaman selama 8 minggu, respons pembentukan tunas dapat teramati dengan baik pada medium tomat namun tidak demikian halnya dengan medium MS+BAP 2,5 mg/l. Pada medium tomat, persentase respons pembentukan tunas yang paling tinggi adalah sebesar 8% sedangkan pada medium MS+BAP 2,5 mg/l belum terbentuk tunas sama sekali atau persentase pembentukan tunasnya sebesar 0%. Setelah masa penanaman selama 12 minggu, pertumbuhan tunas tersebut nampak lebih jelas (Gambar 4.4). Gambar 4.4 Respons Pembentukan Tunas (t) Setelah Penanaman Selama 12 Minggu. (A) Medium Tomat, (B) Medium MS + BAP 2,5 mg/l
55 Keberhasilan pembentukan tunas pada medium tomat menunjukkan bahwa kandungan dalam medium ini yang terdiri dari sari tomat ditambah dengan air kelapa dan zpt growmore telah mengandung nutrisi-nutrisi yang cukup lengkap untuk pembentukan tunas oleh biji panili. Hal ini kemungkinan besar berkaitan dengan ketersediaan hormon pertumbuhan yang cukup lengkap dalam berbagai bahan tersebut. Pertumbuhan tunas memerlukan bantuan hormon-hormon pertumbuhan untuk merangsang perkembangan dan diferensiasi selnya. Kombinasi sitokinin dan auksin yang tepat dalam medium kultur dapat merangsang diferensiasi sel sehingga kalus dapat berkembang dan berdiferensiasi membentuk tunas (McMahon et al, 2002). Komposisi auksin dan sitokinin dalam medium kultur in vitro memainkan peranan penting dalam induksi dan regenerasi kalus menjadi tunas. Interaksi antara sitokinin dan auksin merupakan hal yang krusial dalam mengontrol proses pertumbuhan dan perkembangan dalam kultur in vitro. Walaupun auksin berperan utama dalam pembelahan sel, namun pada beberapa tanaman sitokinin juga sangat dibutuhkan untuk proliferasi kalus. Nisbah antara sitokinin dan auksin yang akan menentukan apakah kalus akan beregenerasi membentuk tunas, akar atau tunas dan akar (George, 1993). Medium tomat merupakan salah satu medium alami yang mengandung hormon sitokinin yang tinggi. Sementara pada air kelapa Bey et al. (2005) menyatakan bahwa di dalam air kelapa terkandung hormon seperti sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberelin sedikit sekali serta senyawa lain yang dapat
56 menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan. Hasil penelitian Katuuk (2000) menyatakan bahwa pemberian 250ml/l air kelapa menunjukkan waktu yang paling cepat dalam perkecambahan biji anggrek macan (Grammatohyllum scriptum). Rao et al. (1993) juga menyatakan bahwa penggunaan substansi organik seperti air kelapa pada media pertumbuhan untuk kultur jaringan panili dapat mempercepat respon pertumbuhan karena dalam air kelapa mengandung substansi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan seperti d-biotin and Ca-pantothenate. Kedua zat ini dapat mempercepat proliferasi dan pembentukan tunas sehingga pertumbuhan eksplan dapat ditingkatkan tanpa harus menggunakan hormon sintetik terlalu banyak. Adapun respons pembentukan tunas pada medium MS+BAP 2,5 mg/l, respons pembentukan tunas terlihat cukup lambat. Hal ini kemungkinan besar berkaitan dengan ketersediaan hormon-hormon lain seperti auksin dan giberelin yang sangat sedikit sehingga dibandingkan dengan kandungan hormon-hormon lain, kandungan hormon sitokininnya masih terlalu tinggi akibatnya respons yang ditunjukkan hanya berupa pembentukan kalus saja. Seswita et al. (2003) juga menyatakan bahwa dibutuhkan waktu penyimpanan selama 14 bulan bagi panili yang ditanam pada medium MS+BAP untuk mengalami pertumbuhan tunas paling banyak. Keadaan ini menunjukkan bahwa biakan panili memiliki sifat pertumbuhan dan proliferasi yang agak lambat.
57 Dari hasil penelitian ini, keberhasilan pembentukan tunas menunjukkan bahwa kultur in vitro dengan menggunakan eksplan biji cukup efektif untuk upaya perbanyakan bibit panili. Menurut Lestari et al. (2006) perbanyakan panili melalui kultur in vitro biji cukup efektif karena bibit yang dihasilkan relatif bebas dari penyakit. C. Respons Pembentukan Akar Dari hasil pengamatan terlihat bahwa hampir semua perlakuan belum mampu membentuk akar. Respons akar hanya ditemukan pada perlakuan medium tomat dalam rentang waktu 12 minggu setelah pengulturan. Hal ini terjadi kemungkinan karena kandungan auksin pada biji masih terlalu rendah sehingga rasio kandungan auksin jauh lebih rendah dibandingkan dengan kandungan sitokinin. Adapun respons pembentukan akar pada medium alami dimungkinkan karena pada perlakuan medium tomat terkandung air kelapa, dimana seperti diketahui bahwa dalam air kelapa disamping mengandung giberelin dan zeatin juga mengandung auksin. Penambahan sumber auksin selain dari auksin yang terdapat dalam biji kemungkinan merangsang pertumbuhan akar pada biji yang ditanam dalam medium tomat (Gambar 4.5).
58 Gambar 4.5 Respons Pembentukan Akar (a) Pada Biji Panili yang Ditanam Dalam Medium Tomat. D. Pengaruh Medium Terhadap Respons Pertumbuhan Biji Panili Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya pada rumusan masalah, bahwa biji panili sangat sulit untuk ditumbuhkan secara alami karena bijinya tidak mempunyai cadangan makanan sehingga harus dikecambahkan di dalam medium kultur jaringan (Hadipoentyanti et al., 1998). Menurut McMahon et al. (2002) salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan persentase daya pertumbuhan biji adalah dengan cara in vitro, yaitu dengan menggunakan medium tumbuh. Salah satu contoh medium yang paling umum digunakan yaitu medium MS. Medium ini banyak digunakan untuk kultur in vitro berbagai jenis tanaman termasuk tanaman panili.
59 Selain medium, hormon juga memegang peranan penting dalam pertumbuhan biji. Hormon tumbuh ada yang bersifat alami dan ada yang bersifat sintetis. BAP merupakan salah satu contoh hormon sintetis yang dapat merangsang pembelahan sel (sitokinesis). Penggunaan BAP untuk merangsang pertumbuhan panili secara in vitro sudah banyak dilakukan dan terbukti mampu mempercepat pertumbuhan panili. Hal tersebut dilaporkan oleh Mariska et al. (1997) yang berhasil mengecambahkan eksplan biji panili pada medium MS+BAP. Berdasarkan hasil penelitian ini, biji panili yang ditanam pada medium tomat menunjukkan respons yang lebih tinggi dibandingkan dengan respons pertumbuhan dengan menggunakan medium MS+BAP 2,5 mg/l. Hal ini kemungkinan besar karena adanya penambahan air kelapa pada medium tomat. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa dalam tomat dan air kelapa terdapat berbagai macam hormon pertumbuhan alami yang sangat dibutuhkan oleh biji untuk tumbuh. Kandungan lengkap pada medium tomat dan air kelapa yang mengandung makronutrien, mikronutrien, mineral, vitamin, hormon pertumbuhan serta substansi organik lainnya kemungkinan lebih sesuai untuk pertumbuhan biji panili. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa dalam kultur jaringan dibutuhkan nutrisi dan hormon yang sangat spesifik baik untuk spesies, jaringan atau unsur fisiologis lainnya (George, 1993). Dari hasil penelitian ini juga dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan medium tomat melalui teknik in vitro, biji panili telah mampu memberikan respons pertumbuhan berupa respons pembentukan kalus, tunas, dan akar. Sehingga dapat
60 dikatakan bahwa medium tomat yang digunakan berpotensi untuk digunakan sebagai salah satu alternatif medium dalam upaya perbanyakan tanaman panili khususnya secara in vitro.