BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

PEMBAHASAN Dalam masyarakat Sasak, mengenal beberapa cara pelaksanaan perkawinan yaitu:

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras,

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB IV PENUTUP. atau maskawin. Nikah sirri artinya nikah secara rahasia atau dirahasiakan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

BAB IV ANALISIS DATA

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

PENETAPAN Nomor : 04/Pdt.P/2010/PA.Gst BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal

dan Pertunangan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. besar.segala hal yang menyangkut tentang perkawinan haruslah dipersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upacara biasanya diiringi dengan syair, dan pantun yang berisi petuahpetuah

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : meliputi, Himpun (meliputi : Himpun Kemuakhian dan Himpun Pemekonan),

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

Kang, sebenarnya khitbah sama tunangan itu sama gak sih?

BAB II GAMBARAN UMUM DESA MUARA JALAI

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB IV ANALISIS MASALAH. A. Analisis Fungsi Manifes Terhadap Pengaruh Weton dalam Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah satu desa dari 13

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

Penjelasan lebih lanjut mengenai mahar dan prosesi pertunangan akan dibahas di bab selanjutnya.

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 09 TAHUN 2003 TENTANG PELANGGARAN HUBUNGAN SUAMI ISTRI DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu dijadikan tuhan berpasang-pasangan. Begitupun manusia dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

SIMULASI PELAKSANAAN AKAD NIKAH

Salinan P E N E T A P A N Nomor: 0020/Pdt.P/2010/PA.Dmk. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PERKAWINAN DAN PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KEC. PRAJURIT KULON KOTA MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk berbudaya dan secara biologis mengenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ANGKAT DI KUA KEC. SAWAHAN KOTA SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

Munakahat ZULKIFLI, MA

AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Menikah

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

Salinan. P E N E T A P A N Nomor : 0023/Pdt.P/2010/PA.Dmk. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai-nilai keagamaan sebagai wujud ibadah kepada Allah. SWT, dan mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.

I. PENDAHULUAN. Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai Saibatin dan

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang

P E N E T A P A N Nomor 21/Pdt.P/2012/PA. Skh. BISMILLAH HIRRAHMAAN NIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto)

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi yang tidak pernah putus, sama halnya dengan masyarakat pada umumnya. Karena memang pernikahan adalah peristiwa yang sakral baik dari segi kebudayaan sosial dan kemasyarakatan ditubuh masyarakat Suku Anak Dalam, selain itu pernikahan ini adalah kebutuhan lahiriah dan batiniah guna mempertahankan keturunan keluarga agar bisa membangun rumah tangga yang kelak melahirkan keturunan yang baik. Pada dasarnya pernikahan yang terjadi baik antar sesama masyarakat SAD maupun masyarakat SAD dengan orang di luar SAD tidak jauh berbeda dengan kebudayaan yang tumbuh pada kebanyakan budaya pernikahan yang terjadi di melayu Sumatera Selatan yakni dengan proses dasar cinta yang tumbuh dikalangan pemuda-pemudi itu sendiri dan juga atas dasar perjodohan yang dilakukan kedua orang tua. Memang harus kita akui bahwa dalam membentuk rumah tangga itu perlu dilandasi dasar kasih dan sayang sehingga timbullah cinta. Pada pemuda dan pemudi SAD sendiri juga seperti itu mereka sering berkumpul saat ada acara

43 muda-mudi sehingga dapat berkenalan dan timbul rasa kasih sayang dan berlanjut ke proses peminangan. 34 Pada umumnya adat perkawinan masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Tiku (berdasarkan wawancara dengan bapak Hambali P3N Muara Tiku 12 September 2014) terjadi dengan cara Berasan dan Belarian. a. Perkawinan Berasan Adalah proses suatu kegiatan untuk membicarakan kemungkinan adanya suatu perkawinan. Kegiatan ini oleh orang Kubu disebut sebagai berasan. Untuk itu, setelah dikirim utusan pihak laki-laki untuk tahapan penjajakan maka ayah sang pemuda menemui ayah sang gadis untuk memastikan apakah anak laki-lakinya dapat ditunangkan dengan anak gadisnya. Jika dalam pembicaraan itu keduanya sepakat, maka mereka menemui tetua tenganai terdekat. Kemudian, mereka menentukan kapan pertunangan dilakukan. Ketika hari yang disepakati untuk bertunangan tiba, maka pihak keluarga laki-laki datang ke rumah keluarga perempuan dengan membawa bawaan yang terdiri atas: pakaian perempuan seperlunya, sirih pinang selengkapnya, dan selemak-semanis (beras dan lauk-pauk). Dengan diterimanya bawaan tersebut berarti sepasang remaja yang berlainan jenis telah bertunangan menurut adat mereka. 34 Wawancara Kepala Suku. 10 September 2014

44 Pada acara melamar dibicarakan juga masalah yang berkaitan dengan dengan mahar, uang belanja dan waktu pernikahan. Adapun mahar umumnya adalah berupajika terjadi kesepakatan maka calon mempelai lakilaki memberikan barang titipan kepada perempuan yang ia cintai yakni berupa emas (kalung atau cincin) peristiwa ini dalam bahasa SAD disebut meletakkan Mad (tanda jadi) namun apabila keduabelah pihak ingkar janji untuk melangsungkan pernikahan pada waktu yang ditentukan maka dikembalikan ganti rugi dua kali lipat. Sebelum acara pernikahan dilangsungkan oleh pengantin laki-laki dan pengantin perempuan dilarang untuk bertemu, hal ini untuk menjaga suatu hal yang tidak diinginkan. Selanjutnya calon pengantin laki-laki ataupun pihak keluarganya menginformasikan kepada Kepala Suku bahwa laki-laki dan perempuan ini akan melaksanakan pernikahan sekaligus meminta izin dan do a restu dari kepala suku. Kemudian calon mempelai laki-laki menemui orang-orang yang dituakan dari pihak calon mempelai perempuan untuk meminta do a restu sebagai anggota baru dalam keluarganya apabila semua persiapan telah dilaksanakan, maka pihak keluarga yang akan melangsungkan pernikahan mengundang keluarga dan kerabat terdekat untuk menikahkan anaknya pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kesepakatan pihak keluarga. Dalam hal ini menurut penulis bahwa berasan adalah sama pengertiannya dengan meminang yakni usaha pendahuluan sebelum

45 dilakukan perkawinan agar keduabelah pihak saling mengenal sehingga pelaksanaan pernikahan berdasarkan pada pandangan dan nilai yang jelas. Meskipun Peminangan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tidak diatur secara tertulis, tetapi pada pasal 2 dikatakan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu. Dengan kata lain bentuk perkawinan diserahkan kepada hukum masingmasing agama. b. Perkawinan Belarian Adalah suatu system pernikahan yang dianggap kurang baik, karena system ini diakibatkan oleh tidak adanya kemufakatan antara kedua belah pihak, baik pihak keluarga laki-laki maupun perempuan. Pada umumnya hal ini terjadi karena orang tua laki-laki maupun perempuan tidak setuju dengan hubungan yang terjalin diantara anak-anak mereka. Pada perkawinan belarian, laki-laki membawa lari calon pengantin perempuan pergi kerumah pemerintah desa yang mereka kehendaki, seperti rumah Kepala Desa, Kadus dan P3N untuk dinikahkan. Hal ini terjadi karena pihak keluarga laki-laki atau perempuan tidak setuju atas perkawinan itu. Biasanya calon pengantin perempuan menghadap pemerintah desa tersebut dengan membawa benda milik calon mempelai laki-laki seperti emas (kalung atau cincin) yang besarnya tidak ditentukan dan benda tersebut adalah merupakan bukti antara mereka berdua sudah terjalin hubungan. Kemudian dalam perkawinan ini biasanya P3N dan Kepala Sukulah yang

46 bertanggung jawab atas kedua calon mempelai karena dalam perkawinan belarian ini orang tua kedua belah pihak tidak mengetahui bila perkawinan tersebut telah terjadi. Orang tua telah beranggapan bahwa anaknya telah hilang atau tidak diakui lagi sebagai anak. Sebagai hukuman dari orangtuanya adalah keduanya tidak boleh pulang kerumah karena sudah dianggap durhaka, atau melanggar adat, jika sianak tetap pulang maka mereka akan diusir. (Wawancara dengan Bapak Hambali tanggal 12 September 2014), sedangkan hukuman dari kepala suku, mereka akan dikenakan denda adat yaitu memotong kambing untuk membersihkan desa, apabila yang bersangkutan tidak mau membayar maka mereka akan diusir dari desa karena dianggap telah mengotori desa. 35 Hal ini menurut penulis berkaitan erat dengan apa yang dijelaskan dalam hukum adat bahwa terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan-hubungan keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami istri, harta bersama kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hubungan-hubungan adat istiadat, kewarisan kekeluargaan, dan kekerabatan dan ketetanggaan serta menyangkut upacaraupacara adat dan keagamaan. Begitu juga menyangkut kewajiban mentaati perintah dan larangan keagamaan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhannya (Ibadah) maupun hubungan manusuia dengan manusia (Mu amalah) dalam pergaulan hidup agar selamat di dunia dan selamat di akhirat. 35 Wawancara Kepala Suku 10 September 2014

47 Kemudian juga menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan bahwa perkawinan bukan hanya sebagai perbuatan hukum saja akan tetapi merupakan suatu perbuatan yang diatur agama, sehingga sah tidaknya perkawinan tergantung sepenuhnya pada hukum masing-masing agama dan kepercayaan yang berlaku. Kesimpulannya bahwa pelaksanaan perkawinan pada masyarakat SAD pada dasarnya sama dengan kebiasaan masyarakat umumnya, bila ada seorang anggota masyarakat melaksanakan perkawinan maka diadakanlah suatu upacara meskipun dengan tata cara dan pelaksanaan berbeda. Dalam masyarakat SAD acara perkawinan diawali dengan kegiatan mengundang kerabat dekat yang dilakukan oleh pihak orang tua pengantin laki-laki ataupun perempuan untuk meberitahukan bahwa adanya rencana hajatan atau persedekahan untuk mengawinkan anaknya pada waktu yang telah ditentukan. Setelah upacara akad nikah dilaksanakan maka orangtua laki-laki memberikan bekal kepada anaknya yang baru saja melangsungkan perkawinan. Bekal itu biasanya berupa tombak, keris dan parang. Tujuannya agar bekal tersebut dapat digunakan anaknya untuk membina rumah tangga, khususnya sebagai sarana untuk mencukupi keperluan hidup dalam mencari nafkah, walaupun sifatnya masih sangat sederhana dan tradisional. Kemudian setelah semua rangkaian mulai dari proses peminangan dan akad nikah selanjutnya adalah resepsi yang juga merupakan rangkaian perkawinan.

48 Upacara perkawinan atau resepsi ialah perayaan yang diadakan oleh keluarga yang ingin menikah dan dilaksanakan sesudah akad nikah dengan mengajak orang makan-makan bersama di hari pelaksanaan upacara perkawinan dengan makanan seadanya. Namun apabila kedua belah pihak merasa kesulitan dan tidak sanggup untuk membiayai resepsi perkawinan tersebut, maka dalam perkawinan tersebut boleh tidak ada resepsi mengingat resepsi perkawinan pada SAD bukanlah suatu hal yang diwajibkan. 36 B. Adat Pernikahan SAD Setelah UU NO.1/1974 Adat Pernikahan Suku Anak Dalam di desa Muara Tiku seperti yang telah dijelaskan diatas dilaksanakan dari beberapa tahapan yakni tahap perkenalan kemudian berasan atau meminang dan dialanjutkan dengan Upacara Perkawinan yang dilakukan secara sederhana serta resepsi pernikahannya. Sehubungan dengan prosesi pernikahan adat yang baik dan tidak bertentangan dengan Agama masih dipertahankan oleh masyarakat SAD seperti berasan (meminang) kemudian syarat-syarat mempelai laki-laki yang dididik untuk menjadi dewasa agar mampu menafkahi keluarga dan juga resepsi perkawinan. Selain itu ada juga beberapa prosesi perkawinan yang mereka tinggalkan karena bertentangan dengan Agama yang mereka anut saat ini seperti halnya perwalian yang dipegang oleh kepala Suku dan dibantu Dukun. 37 Adapun resepsi perkawinan adat masyarakat suku anak dalam di Desa Muara Tiku terdapat upacara adat yakni Arakan Pengantin. Arakan pengantin ini 36 Wawancara Bapak Mulyadi 12 September 2014 37 Wawancara Kepala Suku. 10 September 2014

49 dilakukan jika seluruh rangkaian kegiatan-kegiatan perkawinan sudah dilaksanakan. Pada saat ini kedua mempelai diarak yang diiringi keluarga dekat kedua mempelai dan kepala suku, untuk melakukan upacara penyerahan (dari keluarga pengantin laki-laki kepada perempuan). Upacara penyerahan ini dilaksanakan dengan tata cara sebagai berikut: kedua mempelai duduk di depan rumah pengantin laki-laki yang diringi dengan acara pencak silat dan diadakan hiburan panjat pinang dengan diiringi oleh rebana (terbangan) beserta gong. Dengan berakhirnya upacara penyerahan ini, maka selesai pula rangkaian upacara tersebut. 38 Jika diperhatikan secara seksama upacara perkawinan yang dilaksanakan oleh masyarakat Suku Anak Dalam dilaksanakan secara sederhana dan terdapat kesamaan pada pernikahan-pernikahan adat di luar Komunitas adat suku anak dalam itu sendiri, kemudian juga tata cara pelaksanaannya sudah mengikuti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan hukum Islam secara tehnis meskipun memang dilaksanakan sederhana dan dengan pengetahuan yang terbilang masih rendah. 39 Sebenarnya perkawinan yang dilaksanakan secara adat masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Tiku dipimpin oleh Kepala Suku dan dibantu oleh dukun. Sedangkan wali dari pengantin perempuan yang berhak untuk menikahkan anaknya tidak diberikan kewenangan. Pernyataan diatas dilaksanakan sebelum mereka menganut ajaran agama Islam, tetapi semenjak 38 Wawancara Bapak Nurudin 12 September 2014 39 Wawancara dengan bapak Hambali P3N Desa Muara Tiku 12 September 2014

50 akhir-akhir ini (Tahun 1999 keatas ) setelah adanya penyuluhan tentang Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang dilakukan oleh pegawai KUA Kecamatan dan Alim Ulama sekitarnya maka tata cara tersebut ditinggalkan dan pelaksanaan adat nikahnya dilaksanakan menurut ajaran Islam dan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 C. Sistem Perwalian Dalam Pernikahan Adat SAD Setelah UU NO.1/1974 Perkawinan yang dilaksanakan secara adat masayarakat Suku Anak Dalam di Desa Muara Tiku Kecamatan Karang Jaya dipimpin oleh Kepala Suku dan dibantu oleh Dukun. Sedangkan wali dari pengantin perempuan yang berhak menikahkan anaknya tidak diberikan kewenangan jika dinikahkan secara adat, hal ini dilaksanakan sesuai dengan tuntunan adat bagi masayarakat yang taat terhadap adat yang ada di dalam kehidupan sehari-hari. 40 Sebenarnya perkawinan yang dilaksanakan secara adat seperti pernyataan di atas dilaksanakan sebelum mereka menganut ajaran agama Islam, tetapi semenjak akhir-akhir ini (Tahun 1999 ke-atas ) setelah adanya penyuluhan tentang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang dilakukan oleh pegawai KUA Kecamatan dan Alim Ulama sekitarnya maka tata cara tersebut ditinggalkan dan pelaksanaan adat nikahnya dilaksanakan menurut ajaran Islam dan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974. Dengan kata lain bahwa wali yang merupakan rukun nikah sudah didasarkan 40 Wawancara Kepala Suku SAD 10 September 2014

51 pada ajaran agama yakni orang-orang yang berhak menjadi wali nikah yakni wali nasab, wali hakim, wali muhakkam 41 41 Wawancara Dengan Bapak Hambali P3N Desa Muara Tiku. 12 September 2014