IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI DALAM KONTEKS PROGRAM PENDIDIKAN LIFE SKILLS Oleh: Yoyon Bahtiar Irianto, Dr., M.Pd.

dokumen-dokumen yang mirip
MANAJEMEN PENDIDIKAN BERORIENTASI KETRAMPILAN HIDUP (Konsep dan Penerapannya pada Jalur Pendidikan Luar Sekolah)

MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. kepribadian individunya dan kegunaan masyarakatnya, yang diarahkan demi

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

Tristanti PLS UNY

PEMBAHASAN PETA KONSEP KETERAMPILAN UNTUK PENULISAN BUKU SD, SMP, DAN SMA. Disusun Oleh : Prof. Dr. Arifah A. Riyanto, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. semangat reformasi pendidikan, diawali dengan munculnya kebijakan

FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. H. Deden Mulyana, SE., MSi. Disampaikan Pada: DIKLAT KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI 12 JULI 2017

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam

bagi warga masyarakat dalam menemukan kebutuhan belajarnya berupa

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN LANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

KKN Terintegrasi Multisektoral BUKU PANDUAN KKN STAIN KUDUS TAHUN 2018

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

I. PENDAHULUAN. mengkaji berbagai aspek kehidupan masyarakat secara terpadu, karena memang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat dirumuskan

FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. Deden Mulyana, SE., MSi.

II. PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BIOLOGI. A. Identitas Program Studi

PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

MENGULAS KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH. DI ERA OTONOMI Oleh: Dr. H. Yoyon Bahtiar Irianto, M.Pd. (FIP-UPI)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Muhammad Iqbal Radhibillah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu

TELAAHAN PENINGKATAN KAPASITAS PENYULUHAN PERIKANAN: TUGAS PUSAT ATAU TUGAS DAERAH?

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

MODEL PEMBERDAYAAN SEKOLAH MANDIRI DALAM KONTEKS MANAJEMEN BERBASIS MASYARAKAT

KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd

STANDAR PROSES PROGRAM S1 PGSD IKATAN DINAS BERASRAMA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 10

PENTINGNYA PERAN SERTA ORANG TUA DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI SMK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lusi Anzarsari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. umumnya dan anak pada khususnya. Sebenarnya pendidikan telah dilaksanakan

2014 PEMBELAJARAN TARI YUYU KANGKANG DALAM PROGRAM LIFE SKILL DI SMK KESENIAN PUTERA NUSANTARA MAJALENGKA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

MENGINTEGRASIKAN MUATAN LOKAL DALAM KURIKULUM 2013 DI SEKOLAH DASAR

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan model pelatihan yang

UNIT 1 PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENGEMBANGAN KECAKAPAN HIDUP

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN. BNP2TKI TKI dantki purna. Kamaruddin Hasan Fisip Unimal HP

BAB V KEMISKINAN DAN PENDIDIKAN

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. satu kompetensi keahlian lagi, yaitu kompetensi keahlian multimedia.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III. PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN IPA. A. Identitas Program Studi

MODEL PENGEMBANGAN MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL. SD/MI/SDLB - SMP/MTs/SMPLB SMA/MA/SMALB/SMK

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. kegunaan penelitian. Pembahasan secara rinci masing-masing kajian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. perngorganisasian yang dilakukan dengan cara melibatkan narapidana

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

S K R I P S I Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi. Oleh : MEGA ANDRIATI A

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dibidang pendidikan merupakan upaya untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dan informasi yang ditandai oleh perubahan sosial, budaya dan

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Program Kreativitas Mahasiswa

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR: 16 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN KURIKULUM MUATAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agus Komar, 2013

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Landasan Pengembangan Kurikulum. Farida Nurhasanah, M.Pd Sebelas Maret University Surakarta-2012

WALIKOTA TASIKMALAYA

Transkripsi:

1 1 IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI DALAM KONTEKS PROGRAM PENDIDIKAN LIFE SKILLS Oleh: Yoyon Bahtiar Irianto, Dr., M.Pd. A. HAKEKAT PROGRAM PENDIDIKAN LIFE SKILLS Pendidikan yang berorientasi pada keterampilan/kecakapan hidup pada hakekatnya merupakan pendidikan yang diarahkan pada penguasaan bidang keterampilan, keahlian dan kemahiran kerja yang dapat diandalkan sebagai bekal hidup dan ditandai oleh: (1) Kemampuan membaca dan menulis secara fungsional baik dalam bahasa Indonesia maupun salah satu bahasa asing; (2) Kemampuan merumuskan dan memecahkan masalah yang diproses lewat pembelajaran berpikir ilmiah; penelitian (explorative), penemuan (discovery) dan penciptaan (inventory); (3) Kemampuan menghitung dengan atau tanpa bantuan teknologi guna mendukung kedua kemampuan tersebut di atas; (4) Kemampuan memanfaatkan beraneka ragam teknologi diberbagai lapangan kehidupan (pertanian, perikanan, peternakan, kerajinan, kerumahtanggaan, kesehatan, komunikasi-informasi, manufaktur dan industri, perdagangan, kesenian, pertunjukkan dan olahraga); (5) Kemampuan mengelola sumberdaya alam, sosial, budaya dan lingkungan; (6) Kemampuan bekerja dalam tim/kelompok baik dalam sektor informal maupun formal; (7) Kemampuan memahami diri sendiri, orang lain dan lingkungannya; (8) Kemampuan untuk terus menerus menjadi manusia belajar; (9) Kemampuan memadukan pendidikan dan pembelajaran dengan etika sosio-religius bangsa berlandaskan nilai-nilai Pancasila. B. TUNTUTAN KOMPETENSI Life Skills bermaksud memberi kepada seseoang bekal pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan fungsional praktis serta perubahan sikap untuk bekerja dan berusaha mandiri, membuka lapangan kerja dan lapangan usaha serta memanfaatkan peluang yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kualitas kesejahteraannya. Life Skills memiliki cakupan yang luas, berinteraksi antara pengetahuan dan keterampilan yang diyakini sebagai unsur penting untuk hidup lebih mandiri. Program Life Skills dirancang untuk membimbing, melatih dan membelajarkan warga belajar agar mempunyai bekal dalam menghadapi masa depannya dengan memanfaatkan peluang dan tantangan yang ada. Pendidikan Life Skills berpegang pada prinsip belajar untuk memperoleh pengetahuan (learning to learn), belajar untuk dapat berbuat/bekerja (learning to do), belajar untuk menjadi orang yang berguna (learning to be) dan belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain (learning to live together). Kompetensi-kompetensi yang terkandung dalam program pendidikan Life-Skills, terdiri dari: (1) Personal skill, secara praktis dapat diidentifikasi dari sifat-sifat seperti: percaya terhadap diri sendiri, berani dalam mengambil resiko, bersemangat dalam bekerja, murah hati terhadap sesama, penyabar, empathy, dan Perilakunya dapat diteladani. (2) Thinking skill, yang sering diintegrasikan dengan Academic Skills atau disebut kemampuan berfikir ilmiah (scientific method); Variabel-variabel yang termasuk dalam kecakapan ini mencakup: (a) identifikasi variabel, (b) merumuskan hipotesis, dan (c) melaksanakan penelitian. Secara praktis bisa diidentifikasi misalnya: keterampilan menggali dan menemukan data, keterampilan mengolah data menjadi informasi, 1

2 2 keterampilan merumuskan persoalan, keterampilan mengidentifikasi dan menganalisis alternatif pemecahan masalah, keterampilan memberikan alasan-alasan pertimbangan yang rasional dan objektif dalam memutuskan, dan keterampilan memilih alternatif pemecahan masalah. (3) Social skill, secara praktis bisa diidentifikasi misalnya: keterampilan memahami karakteristik orang lain, keterampilan berhubungan pribadi dengan orang lain dengan penuh pengertian, Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok, keterampilan menemukan dan membina jaringan/saluran serta media komunikasi, keterampilan bekerjasama dalam melaksanakan pekerjaan (kooperatif), keterampilan dalam memberikan tugas dan kepercayaan pada orang lain (delegatif), dan keterampilan dalam mengkoordinasikan pekerjaan (koordinatif). (4) Vocational skill (keterampilan kejuruan), yaitu keterampilan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu dan bersifat spesifik dan teknis yang terdapat di masyarakat. Secara umum, keterampilan kejuruan terbagi ke dalam tiga aspek, yaitu: (a) Keterampilan yang berkenaan dengan aspek persiapan usaha atau produksi (pra-produksi), misalnya: keterampilan menganalisis dan menentukan peluang usaha yang dapat menghasilkan nafkah, keterampilan dalam memilih dan menyiapkan bahan baku, keterampilan menyiapkan sarana dan prasarana usaha, keterampilan dalam menghitung anggaran usaha, permodalan atau ongkos produksi, keterampilan menentukan tempat dan saat yang tepat untuk berusaha atau berproduksi; (b) Keterampilan melaksanakan usaha atau berproduksi (produksi); misalnya: keterampilan mengolah bahan baku, keterampilan menggunakan peralatan produksi, keterampilan merawat dan memelihara bahan produksi, keterampilan mengembangkan dan meningkatkan kemampuan diri; (c) Keterampilan memasarkan hasil usaha atau produksi (pasca produksi), misalnya: keterampilan menentukan saat yang tepat untuk memetik/memanen hasil produksi, keterampilan mengemas hasil produksi, keterampilan menentukan pasar (konsumen) untuk memasarkan hasil-hasil produksi, keterampilan membina jaringan usaha dan pemasaran, keterampilan melayani dan memelihara pelanggan. C. PRINSIP DAN KARAKTERISTIK KURKULUM Perubahan yang paling mendasar adalah pendidikan harus mampu mengoptimalkan semua potensi kelembagaan yang ada dalam masyarakat, baik itu lembaga pendidikan luar sekolah, lembaga yang didirikan oleh individu, sekolah, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan, ataupun lembaga swasta yang mempelopoei aktivitas pengembangan sumber daya manusia, dengan dilandasi prinsip kurikulum: (1) Kurikulum disusun dan dikembangkan dengan orientasi kompetensi, (2) Evaluasi difokuskan pada kompetensi warga belajar yang mengikuti kegiatan pembelajaran, (3) Metode pembelajaran variatif menerapkan prinsip menguatkan (re-inforcement). Warga belajar dilatih mencapai tingkat keberhasilan tertentu, dituntut untuk tidak mudah puas, sehingga tetap didorong untuk mencapai hasil yang lebih tinggi (optimal), (4) Peningkatan mutu dan pembentukan keunggulan sebagai bekal menghadapi berbagai perubahan yang berkembang semakin cepat, (5) Wawasan, pola pikir dan sikap mental warga masyarakat dikembangkan sehingga mampu mengoptimalkan potensi yang ada, merubah tantangan menjadi peluang bagi kehidupannya, (6) Peningkatan mutu tim fasilitasi terhadap pelaksanaan program Life Skills guna memantau dan memberikan supervisi terhadap program sehingga mencapai tujuan yang diharapkan, (7) Bentuk pendampingan dikembangkan guna mendukung program Life Skills, (8) Optimalisasi peran berbagai instansi untuk melaksanakan dan mengembangkan program Life Skills, sesuai dengan karakteristik dan potensi daerah/local, (9) Peningkatan 2

3 3 kerjasama antara pengelola program Life Skills dengan unit kerja terkait, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat dalam mendukung pelaksanaan pelestarian dan pelembagaan program Life Skills. Persyaratan dasar penetapan jenis kurikulum antara lain: (1) Kurikulum dikembangkan berdasarkan minat dan bakat kelompok sasaran, (2) Terkait dengan karakteristik potensi wilayah setempat misalnya sumber daya alam, ekonomi, pariwisata dan sosial-budaya, (3) Dapat dikembangkan secara nyata sebagai dasar penguatan sektor usaha kecil atau industri rumah (home industry) dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, (4) Pembelajaran berorientasi pada peningkatan kompetensi keterampilan untuk berusaha dan bekerja, lebih bersifat aplikatif dan operasional, (5) Jenis keterampilan ditetapkan oleh pengelola program bersama-sama dengan siswa atau warga belajar, mitra kerja terkait, tokoh masyarakat, dan lainnya yang berhubungan dengan program Life Skills. D. SISTEM PEMBELAJARAN Pendekatan pendidikan berbasis luas dalam program pendidikan Life Skills mendasarkan konsep atau gagasan secara menyeluruh tentang pendidikan untuk pengembangan manusia secara utuh. Untuk mengetahui secara komprehensif proses pembelajaran pendidikan Life Skills, dapat dilihat pada Bagan 1. Bagan 1: Sistem Pembelajaran pada Pendidikan Life Skills Pola Pembelajaran: Masyarakat: Pendapatan rendah (miskin) Lemah dalam sikap dan keterampilan Kurang pengetahuan Kurang produktif Lemah dalam investasi Lemah dalam saving Teori 30%, praktek 70%, Kurikulum didasarkan kebutuhan belajar, Metode partisipatif, Evaluasi refleksi diri Penyelenggaraan Program: Berkelompok, Manajemen kemitraan, Kerjasama antar lembaga. Pendampingan Program: Pengetahuan meningkat Sikap positif Keterampilan meningkat Siap bekerja Siap berusaha Siap mandiri Bekerja Berusaha Mandiri Kewirausahaan, Manajemen, Permodalan, Pemasaran. Siap bermitra E. PENDEKATAN Life Skills, terdiri atas tiga aspek orientasi penyiapan, yakni pemberian orientasi yakni: mendasar, kuat, dan lebih luas. Ketiga aspek orientasi tersebut secara bersama-sama memberikan kemampuan kepada siswa/warga belajar untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai kemungkinan kondisi potensi dan peluang yang ada dilingkungannya. Mendasar, terkait dengan pemberian kemampuan dalam upaya memenuhi kebutuhan mendasar 3

4 4 siswa/warga belajar sebagai individu maupun anggota masyarakat. Dalam konteks pendidikan Life Skills kebutuhan mendasar tersebut adalah mendapatkan pendidikan dan sumber mata pencaharian atau pendapatan. Dalam proses pemampuannya kedua kebutuhan mendasar tersebut dirancang secara luluh dan terpadu. Kuat, terkait dengan isi dan proses pembelajaran atau penyiapan siswa/warga belajar untuk menguasai pengetahuan, sikap dan keterampilan yang kuat. Sehingga dengan itu mereka memiliki kemampuan untuk secara mandiri meningkatkan kualitas upaya pemenuhan kebutuhan mendasarnya. Dalam konteks pendidikan Life Skills kemampuan dimaksud adalah kemampuan untuk belajar dan berusaha secara mandiri. Belajar diartikan luas, tidak terbatas hanya pada kegiatan yang terprogram tetapi belajar sepanjang hayat termasuk didalamnya belajar dalam kegiatan berusaha. Luas, terkait dengan pemanfaatan dan pendayagunaan potensi dan peluang yang ada dilingkungan sekitar maupun dilingkungan lain yang dapat dijangkau oleh siswa/warga belajar. Potensi dan peluang tersebut didayagunakan baik pada saat proses pembelajaran maupun pada saat penerapan hasil pembelajaran. Dalam konteks pendidikan Life Skills orientasi luas ini diartikan sebagai kemampuan siswa/warga belajar untuk menjangkau (accessibility) secara luas sumber-sumber baik yang ada dilingkungan sekitarnya maupun di luar lingkungan sekitarnya. Sumber-sumber tersebut dimanfaatkan dan didayagunakan secara optimal oleh siswa/warga belajar baik untuk kebutuhan belajarnya maupun usahanya dalam mencari nafkah. Merujuk kepada konsep, landasan dan lingkup dari pendidikan Life Skills dan pendekatan pendidikan berbasis luas, dari sisi kelompok sasaran pada dasarnya tidak hanya terbatas untuk usia dewasa yang siap untuk berusaha mencari nafkah. Nilai yang terkandung dan arah dari orientasi dari kedua konsep tersebut memungkinkan juga untuk dikuasai oleh usia anak-anak dan pra dewasa. Hal ini didasarkan pada aspek filosofis, sosial-budaya dan psikologi yang dijadikan landasan dari dua tahap tersebut. Filosofis, pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilakukan dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sosial Budaya, nilai-nilai berikut kelembagaannya sosial dan budaya yang ada dan berkembang di masyarakat dijadikan sumber untuk isi pembelajaran dan arena penerapan hasil pembelajaran. Psikologis, pendidikan adalah proses untuk mengoptimalkan segenap potensi yang dimiliki individu. Manusia sebagai mahluk sosial membutuhkan berbagai nilai yang dapat menuntun dalam berinteraksi baik dengan individu lain maupun dengan lingkungannya. Penerapan ketiga konsep tersebut kepada kelompok sasaran melalui proses pendidikan mulai dari usia anak hingga usia dewasa sudah barang tentu perlu mempertimbangkan karakteristik kesiapan belajar masing-masing. Secara sederhana pola penerapan kedua konsep kepada tiga kelompok sasaran usia digambarkan pada Bagan 2. Bagan 2: Pola Life Skills dalam Konteks Pendidikan Berbasis Luas Usia Pra Sekolah Usia Pendidikan Dasar Usia Dewasa Kemampuan personal dan sosial Kemampuan mencari nafkah 4

5 5 Pada usia pra sekolah, isi dan proses pembelajaran lebih diarahkan kepada pembentukan dan penguatan kemampuan yang terkait dengan keterampilan personal dan sosial. Hal ini diharapkan dapat memberikan landasan kesiapan yang kuat untuk melakukan interaksi dengan individu lain dan lingkungannya secara efektif. Kemampuan ini menjadi bekal untuk memasuki usia pendidikan dasar. Isi dan proses pembelajaran untuk kelompok sasaran usia pendidikan dasar lebih berorientasi kepada dua kemampuan sekaligus secara berimbang, yakni kemampuan yang terkait dengan keterampilan personal dan sosial serta kesiapan untuk trampil dalam mencari nafkah. Oleh karena itu pengenalan langsung terhadap berbagai jenis pekerjaan dan usaha serta penguasaan keterampilan kejuruan tertentu akan dapat membantu warga belajar menetapkan pilihan jenis pekerjaan dan usaha yang sesuai dengan potensi diri dan lingkungannya. Keterampilan yang terkait dengan kecakapan kerja dijadikan orientasi dalam menetapkan isi dan proses pembelajaran bagi kelompok sasaran usia dewasa. Penguatan terhadap berbagai teknologi dan manajemen yang terkait dengan jenis pekerjaan atau usaha yang ditekuninya memungkinkan untuk memperkuat kecakapan kerja yang telah dimilikinya. Sehingga tuntutan tanggung jawab memberikan nafkah bagi dirinya dan keluarganya dapat dipenuhi. F. KERANGKA PEMBELAJARAN Penetapan usia dewasa sebagai prioritas kelompok sasaran pendidikan Life Skills melalui pendekatan pendidikan berbasis luas, pola penerapan ini perlu disesuaikan baik dari sisi isi maupun proses pembelajaran. Tuntutan ini muncul karena usia dewasa yang menjadi sasaran prioritas tersebut tidak mengalami proses penyiapan sejak dini usia seperti pada pola penerapan di atas. Bagan 3 berikut memberikan gambaran tentang kerangka penerapan pembelajaran KBK dalam konteks program Life Skills melalui pendekatan pendidikan berbasis luas bagi sasaran prioritas dimaksud. Bagan 3: Kerangka Pembelajaran KBK HASIL BELAJAR CALON SISWA/WARGA BELAJAR MISKIN: - harta - harti POLA PEMBELAJARAN - Melalui orang lain (berguru) - Bersama orang lain (saling membelajarkan) Memanfaatkan potensi diri, alam dan lingkungan TAHU-MAU-TRAMPIL Mendayagunakan potensi dan peluang, dilingkungannya: Belajar - dirinya - orang lain Mencari bekal - dirinya - keluarganya - orang lain Calon siswa/warga belajar memiliki karakteristik miskin dari sisi pendapatan (harta) dan pendidikan (harti). Berdasarkan karakteristik ini maka kegiatan memotivasi warga belajar akan menggunakan pendekatan individual. Pola pembelajaran yang 5

6 6 diterapkan akan meliputi (1) pola belajar melalui sumber belajar dan nara sumber, dan (2) pola saling membelajarkan di antara siswa/warga belajar. Potensi dan peluang yang tersedia di lingkungan siswa/warga belajar Kedua pola belajar ini dirancang sedemikian rupa agar siswa/warga belajar dan guru/tutor/nara sumber teknis memanfaatkan segenap potensi dan peluang yang tersedia di lingkungan sekitarnya. Hasil pembelajaran yang diharapkan terjadi adalah siswa/warga belajar memiliki kemampuan (tahu mau trampil) mendayagunakan potensi dirinya dan peluang yang ada di lingkungan sekitarnya baik untuk belajar maupun untuk jadikan sumber mencari bekal kehidupan atau mata pencaharian yang dapat diandalkan. Hasil pembelajaran tersebut untuk diterapkan pada diri sendiri, lingkungan keluarganya, maupun orang lain di lingkungan sekitarnya. Sehingga disamping dimanfaatkan oleh diri dan keluarganya juga dapat dimanfaatkan oleh orang lain. G. STRATEGI PEMBELAJARAN Merujuk kepada landasan pemikiran dan kerangka pembelajaran di atas maka strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan dan sekaligus menjadi acuan dalam penyelenggaraan, pelatihan, pendampingan dan pengembangan kemitraan/kerjasama yang dibutuhkan, digambarkan pada Bagan 4 berikut. Bagan 4: Strategi Pembelajaran SISWA/WARGA BELAJAR FASILITATOR/GURU/ TUTOR/NST MENGENAL POTENSI DIRI MEMBEKALI ALAT UNTUK TAHU, MAU MENGUASAI PEMAHAMAN BERBAGAI KOMPETENSI MEMBEKALI PEMAHAMAN TENTANG BERBAGAI KOMPETENSI MAMPU/TRAMPIL MENERAPKAN KOMPETENSI POTENSI DAN PELUANG MEMBEKALI KETRAMPILAN KEJURUAN: - TEKNOLOGI - MANAJEMEN Pengenalan diri siswa/warga belajar, dimaksudkan agar siswa/warga belajar memahami secara benar dan menyeluruh tentang potensi yang dimilikinya dan potensi serta peluang yang ada di lingkungan sekitarnya. Potensi diri difokuskan kepada potensi yang dapat didayagunakan untuk belajar dan berusaha untuk mencari bekal hidup atau mencari 6

7 7 nafkah. Potensi ini sekaligus dijadikan sumber motivasi agar siswa/warga belajar mau melibatkan diri secara aktif dalam proses pembelajaran yang telah diprogramkan dan/atau merekayasa sendiri proses pembelajaran yang dibutuhkannya. Potensi dan peluang yang ada di lingkungan sekitar siswa/warga belajar meliputi segenap potensi dan peluang yang ada dan diperkirakan dapat dicapai dan didayagunakan untuk pembelajaran dan penerapan hasil pembelajaran yang diikutinya. Berdasarkan pemahaman ini, siswa/ warga belajar difasilitasi untuk memiliki dan mengembangkan kerangka atau pola pikir yang komprehensif tentang pendayagunaan dan pengembangan potensi diri dan potensi serta peluang yang ada di lingkungan sekitarnya bagi peningkatan hidup dan kehidupannya. Kerangka pikir ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam memecahkan permasalahan hidupnya dan mengadaptasi pendayagunaan potensi yang dimiliki sesuai dengan kondisi peluang yang dihadapinya. Kegiatan utama fasilitator pada strategi ini adalah (1) merancang proses pembelajaran yang mengarah kepada penghayatan (internalization) dan pertentangan nilai (value clrification), dan (2) membekali siswa/ warga belajar dengan berbagai alat (instrument) yang dapat digunakan secara mandiri oleh baik secara individual ataupun berkelompok. Pemahaman berbagai kompetensi diarahkan agar siswa/warga belajar memiliki kemampuan dalam mendayagunakan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya, dan potensi serta peluang yang ada di lingkungan sekitarnya. Kompetensi dalam pengertian tuntutan kemampuan yang dibutuhkan oleh warga belajar sesuai dengan kondisi potensi dan peluang yang dimiliki dan dihadapinya. Aspek kemampuan akan meliputi pengetahuan, sikap dan ketrampilan baik yang terkait dengan kegiatan belajar maupun berusaha. Berbagai kompetensi perlu dikaji oleh siswaq/warga belajar, sampai mereka memiliki cukup pilihan dalam menetapkan kompetensi mana yang paling dibutuhkan sesuai kondisi potensi dan peluang yang sedang berlaku. Proses pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh fasilitator berorientasi kepada belajar menemukan (learning discovery) sehingga kebutuhan kemapuan kemampuan yang ditemukan dapat terhayati prosesnya oleh siswa/warga belajar. Hal ini penting, karena (1) proses penemuan yang dialami akan membentuk pengalaman bagi dirinya, dan (2) kebutuhan kemampuan yang dipilih benarbenar atas dasar kebutuhannya sendiri bukan didasarkan pada kepentingan sesaat atau hanya karena mengikuti teman-temannya. Dengan demikian, kompetensi yang ditemukannya akan dipahami baik substansinya maupun alasan pemilihannya, sehingga memiliki landasan yang kuat dan mendasar dalam menetapkan jenis kompetensi mana yang perlu dipilih dan diterapkan sesuai dengan kondisi potensi dan peluang yang ada. Penerampilan penerapan kompetensi akan merupakan muara penerapan kompetensi-kompetensi yang telah dimiliki siswa/warga belajar melalui proses pembelajaran pada tahap sebelumnya. Arah pembelajaran pada tahap ini adalah memfasilitasi siswa/warga belajar untuk trampil menerapkan suatu kompetensi tertentu berdasarkan hasil penetapan dari berbagai kompetensi yang telah dipahaminya pada proses pembelajaran tahap kedua. Lingkup substansi yang perlu dikuasai siswa pada tahap ini adalah yang terkait dengan teknologi dan manajemen dari jenis ketrampilan yang akan dilakukannya. Substansi ini dari sisi penerapan kompetensi merupakan instrumen kerja utama bagi warga belajar. H. LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN Langkah-langkah penerapan yang diuraikan berikut ini dirancang untuk dilakukan oleh penyelenggara program pendidikan Life Skills. Pada dasarnya langkah-langkah 7

8 8 penyelenggaraan program ini sama dengan penyelenggaraan program pendidikan lainnya. Perbedaannya terletak pada penonjolan aspek-aspek yang menjadi ciri dan prinsip dari program KBK, yaitu: Pertama, pengadaan data dasar. Data dasar dimaksud terutama yang dapat memberikan gambaran ciri dan jumlah: (1) Calon sasaran siswa/warga belajar dan nara sumber teknis; (2) Lembaga usaha, lembaga pendidikan dan program pendidikan baik yang dimiliki masyarakat, yayasan/organisasi dan pemerintah yang dapat didaya gunakan sebagai sumber belajar dan calon mitra usaha; (3) potensi dan sumber daya alam yang dapat dijadikan bekal dasar untuk kehidupan atau sumber pendapatan unggulan oleh calon siswa/warga belajar. Kedua, orientasi Guru/Tutor dan Nara Sumber Teknis dan memotivasi siswa. Orientasi dilakukan untuk memberikan (1) pemahaman: (a) tentang gambaran seluruh proses dan hasil penyelenggaraan program pendidikan life skills, sehingga guru/tutor dan nara sumber teknis mengetahui (b) peran atau tugas yang patut dilakukannya dalam proses tersebut, dan (2) keterampilan dasar metodologi fasilitasi pembelajaran. Memotivasi siswa/warga belajar dimaksudkan untuk memberikan kesiapan siswa/warga belajar dalam melibatkan diri pada seluruh proses penyelenggaraan program. Ketiga, penetapan jenis keterampilan. Kegiatan ini termasuk di dalamnya penyusunan program pembelajaran. Aspek utama yang patut dipertimbangkan dalam penetapan jenis keterampilan adalah: (1) kesesuaian dengan kesiapan calon siswa/warga belajar, (2) keterkaitan dengan potensi atau sumberdaya yang tersedia, (3) dapat dikembangkan lebih luas dan berlangsung relatif lama, (4) dapat memberikan penghasilan dalam relatif singkat. Penetapan jenis keterampilan seyogianya dilakukan bersama, paling tidak penyelenggara, calon siswa/warga belajar, calon nara sumber teknis, dan calon mitra. Keempat, pengorganisasian pembelajaran. Kegiatan ini meliputi pengorganisasian: siswa/warga belajar, nara sumber teknis, tempat dan fasilitas pembelajaran. Pengorganisasian diperlukan agar sarana dan prasarana pembelajaran dapat terdayagunakan secara efektif dan efisien. Kelima, penjalinan kemitraan. Hal utama yang patut terjadi pada kegiatan ini adalah kesepakatan antara penyelenggara dan mitra dalam proses pembelajaran dan pemanfaatan hasil pembelajaran siswa/warga belajar. Keenam, pendampingan siswa/warga belajar dan nara sumber teknis. Pendampingan ini dilakukan selama program pembelajaran berlangsung. Pendampingan terhadap siswa/warga belajar lebih diarahkan pada pemotivasian belajar dan berusaha sehingga mereka dapat mengikuti seluruh pembelajaran yang telah diprogramkan. Adapun pendampingan terhadap nara sumber teknis diarahkan untuk membantu mereka dalam melakukan proses pembelajaran yang memudahkan siswa/warga belajar menguasai kemampuan yang dibutuhkannya. Ketujuh, penilaian proses dan hasil pembelajaran. Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran tingkat keberhasilan penguasaan kemampuan oleh siswa/warga belajar selama mengikuti program. Kemampuan dimaksud termasuk peningkatan pengetahuan sikap dan keterampilan (belajar) dan kemampuan praktis dalam bekerja dan berusaha. Kedelapan, pendampingan kemandirian. Kegiatan ini dilakukan setelah siswa/warga belajar menyelesaikan program pembelajarannya dan siap untuk menerapkan 8

9 9 kemampuannya secara nyata dan mandiri. Pendampingan terutama diarahkan untuk menguatkan kemampuan mereka dalam menjalin kemitraan usaha. I. EVALUASI PROGRAM Dalam langkah penerapan program telah disebutkan bahwa tujuan utama kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran tingkat keberhasilan penguasaan kemampuan oleh siswa/warga belajar selama mengikuti program. Kemampuan dimaksud termasuk peningkatan pengetahuan sikap dan keterampilan (belajar) dan kemampuan praktis dalam bekerja dan berusaha. Evaluasi proses kegiatan pembelajaran tidak hanya mengukur dan mengevaluasi hasil belajar siswa/warga belajar saja, namun sistem kegiatan pembelajaran pun harus dievaluasi. Hal ini mengandung arti evaluasi diarahkan pada evaluasi produk dan evaluasi terhadap proses dari kegiatan pembelajaran itu sendiri. Evaluasi produk berkenaan dengan penilaian hasil belajar berfungsi sebagai alat ukur tercapai-tidaknya tujuan belajar. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam penilaian ini, yakni (1) norma yang dijadikan tolok ukur keberhasilan, (2) alat penilaian, dan (3) prosedur pelaksanaan penilaian. Evaluasi proses pada pokoknya adalah untuk mengetahui nilai sistem kegiatan pembelajaran dan hasil-hasilnya. Oleh karena itu, evaluasi harus berlangsung selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Dalam beberapa hal, evaluasi yang dilakukan sebagian, dibuat dengan menggunakan test-test kuantitatif atau pertimbangan-pertimbangan berdasarkan pengalaman. Para Pengelola Kegiatan Pembelajaran harus memahami nilai-nilai yang bersifat relatif yang diterapkan pada berbagai tujuan yang telah ditetapkan. Di samping itu juga harus mengetahui nilai-nilai yang ada di belakangnya, yang tidak boleh diabaikan pada saat tujuan dapat dicapai. Faktor kuncinya adalah bagaimana seorang guru/tutor dipersiapkan untuk mengorbankan hasil pencapaian tujuan, agar dapat mencapai tujuan lain secara lebih menyeluruh. Evaluasi ini pada dasarnya akan kembali ke masalah evaluasi sistem secara menyeluruh. Evaluasi proses kegaiatan pembelajaran, lebih ditekankan pada: (1) Keseluruhan komponen program kegiatan, baik menyangkut input, proses, dan hasil-hasil yang diperoleh; (2) Kesungguhan menggunakan tujuan pembelajaran sebagai tolok ukur keberhasilan; (3) Efisiensi sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui; (4) Kepraktisan dari program kegiatan pembelajaran itu sendiri, baik dari aspek politis maupun finansial. Implikasinya, bahwa penyelenggaraan program pendidikan life skills menuntut penyesuaian-penyesuaian pemahaman konsepsi pembelajaran yang berkembang, pelaksanaan pembelajaran yang lebih bervariasi, media dan teknologi yang lebih relevan dengan kebutuhan, keinginan dan harapan siswa/warga belajar. Karenanya, proses manajemen kegiatan pembelajaran life skills memerlukan landasan yang memungkinkan kegiatan tersebut berlangsung dengan efektif dan efisien. Sebagai bagian dari proses evaluasi terhadap hasil program yang dijalankan sekaligus purna program, maka perlu ditindaklanjuti adanya suatu indikator keberhasilan dari program secara menyeluruh sehingga output program dapat tercapai sesuai harapan. Dari beberapa indikator tersebut, masih diperlukan berbagai asumsi yang perlu dipertimbangan untuk mengukur keberhasilan program diantaranya: (1) Motivasi siswa/warga belajar untuk belajar dan berusaha tinggi; (2) Memiliki modal awal yang cukup untuk memulai dan merintis usaha; (3) Terjalin koordinasi antar instansi terkait termasuk dengan lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembelajaran dalam membina kesinambungan (sustainability) program. 9

10 10 RUJUKAN Finch, Curtis R and John R. Crunkilton, (1979), Curriculum Development in Vocational and Technical Education: Planning, Content, and Implementation, Boston: Allyn and Bacon, Inc. Soedijarto, (1997), Memantapkan Kinerja Sistem Pendidikan Nasional Dalam Menyiapkan Manusia Indonesia Memasuki Abad ke-21, Jakarta: Proyek Perencanaan Terpadu dan Ketenagaan Diklusepora. Sukamto, (1988), Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. 10