HUBUNGAN KEJADIAN STUNTING DENGAN FREKUENSI PENYAKIT ISPA DAN DIARE PADA BALITA USIA BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DAN JUMLAH ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA BULAN DI PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA

Linda Yunitasari 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN PERILAKU HIGIENE SANITASI TERHADAP KEJADIAN STUNTED PADA BALITA USIA 7-24 BULAN DI DESA HARGOREJO KULON PROGO

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN STUNTING

Perbedaan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dan Status Gizi (BB/TB) dengan Kejadian Bronkopneumonia

Jurnal Darul Azhar Vol 5, No.1 Februari 2018 Juli 2018 : 17-22

HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN ASI DAN MP-ASI DENGAN PERTUMBUHAN BADUTA USIA 6-24 BULAN (Studi di Kelurahan Kestalan Kota Surakarta)

HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA

METODE PENELITIAN 1 N

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

EFEKTIVITAS PROGRAM PMT PEMULIHAN TERHADAP KENAIKAN BERAT BADAN PADA BALITA STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN BANYUMAS

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

Kata Kunci: Status Gizi Anak, Berat Badan Lahir, ASI Ekslusif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

STATUS GIZI BALITA DI LINGKUNGAN BONTO MANAI KELURAHAN ALLEPOLEA WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAU KABUPATEN MAROS

BAB III METODE PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

METODE PENELITIAN Data yang Digunakan

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

Yelli Yani Rusyani 1 INTISARI

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaian Program Studi Stara 1 pada JurusanIlmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan.

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Immawati, Ns., Sp.Kep.,A : Pengaruh Lama Pemberian ASI Eklusif

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KELUARGA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS KARTASURA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT PENYAKIT INFEKSI DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK BATITA DI DESA MOPUSI KECAMATAN LOLAYAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

METODE PENELITIAN. n= z 2 1-α/2.p(1-p) d 2

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI DAN ANAK USIA 7 BULAN 5 TAHUN

HUBUNGAN UMUR PENYAPIHAN DAN POLA ASUH MAKAN TERHADAP STATUS GIZI ANAK BALITA USIA BULAN DI DESA PURWOSARI KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KADER DENGAN PELAYANAN POSYANDU DI DESA SIDOREJO GODEAN SLEMAN

STUDI DETERMINAN KEJADIAN STUNTED PADA ANAK BALITA PENGUNJUNG POSYANDU WILAYAH KERJA DINKES KOTAPALEMBANG TAHUN 2013

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dipilih lokasi di Kecamatan Susukan, Kabupaten

CHMK NURSING SCIENTIFIC JOURNAL Volume 1. No 1 APRIL 2017

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 2, No 4 April 2017

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

PENGARUH PENYULUHAN MP ASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU DALAM PEMBERIAN MP ASI DI PUSKESMAS SAMIGALUH I

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

PENINGKATAN PERILAKU IBU DALAM PENGATURAN POLA MAKAN BALITA DI POSYANDU MELATI DESA BINTORO KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER Susi Wahyuning Asih*

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian studi akhir pada Program Studi Gizi FIK UMS. Disusun Oleh :

BAB III METODE PENELITIAN. analitik cross-sectional dan menggunakan pendekatan observasional.

ABSTRAK SHERLY RACHMAWATI HERIYAWAN

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11

PERBANDINGAN STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN INDEXS ANTROPOMETRI BB/ U DAN BB/TB PADA POSYANDU DI WILAYAH BINAAN POLTEKKES SURAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALIJAMBE

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

METODE PENELITIAN. d 2. dimana n : Jumlah sampel Z 2 1-α/2 : derajat kepercayaan (1.96) D : presisi (0.10) P : proporsi ibu balita pada populasi (0.

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DENGAN STATUS GIZI BATITA UMUR 1-3 TAHUN DI DESA MOPUSI KECAMATAN BOLAANG MONGONDOW INDUK SULAWESI UTARA 2014

Jurnal Care Vol. 4, No.3, Tahun 2016

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI

TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS PLERET

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan penelitian observasional dengan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Sikap dan Perilaku Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi di Desa Penatih Dangin Puri

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN DAN DISIPLIN KERJA DENGAN KINERJA PETUGAS SURVEILANS DIARE DI DINAS KESEHATAN KOTA SALATIGA

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN, TINGKAT PENGETAHUAN DAN POLA ASUH IBU DENGAN WASTING DAN STUNTING PADA BALITA KELUARGA MISKIN

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK GAMBARAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SD SUKASARI I BANDUNG PERIODE

FIRDA MAULIDA MAGHFIROH J

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB II TINJAUAN TEORITIS

HUBUNGAN PERAN IBU DALAM PEMBERIAN MAKANAN TERHADAP OVERWEIGHT PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MERGANGSAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI TAMAN KANAK KANAK DENPASAR SELATAN

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

MAULANA WIJAYA NIM. J

BAB III METODE PENELITIAN. Cross Sectional dimana pengukuran variabel bebas dan variabel terikat

HUBUNGAN PERILAKU IBU TENTANG PEMBERIAN MAKANAN SEIMBANG DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN BALITA DI POSYANDU LOTUS YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

Persetujuan Pembimbing. Jurnal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA HUIDU KECAMATAN LIMBOTO BARAT KABUPATEN GORONTALO

PROFIL STATUS GIZI ANAK BATITA (DI BAWAH 3 TAHUN) DITINJAU DARI BERAT BADAN/TINGGI BADAN DI KELURAHAN PADANG BESI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

HUBUNGAN ANTARA PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS GAJAHAN SURAKARTA DENGAN KEPUASAN PASIEN PESERTA PKMS (PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT SURAKARTA)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan metode

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK SD

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DAN IMBALAN DENGAN KINERJA KADER POSYANDU DI KECAMATAN MODOINDING KABUPATEN MINAHASA SELATAN

FREKUENSI PENIMBANGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

PENGARUH AKTIFITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN OBESITAS PADA MURID

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN PERILAKU HIGIENE SANITASI TERHADAP KEJADIAN STUNTED PADA BALITA USIA 7-24 BULAN DI DESA HARGOREJO KULON PROGO

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PANGAN-NON PANGAN KELUARGA DENGAN STATUS GIZI ANAK PRASEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI

HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN MP-ASI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA BULAN DI DESA TAMANMARTANI KALASAN SLEMAN YOGYAKARTA

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Semuel Sandy, M.Sc*, Maxi Irmanto, M.Kes, ** *) Balai Litbang Biomedis Papua **) Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ROKOK DAN TERJADINYA ISPA PADA BALITA DI DUSUN PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN PERTUMBUHAN BALITA DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

Muhammadiyah Semarang ABSTRAK ABSTRACT

Transkripsi:

HUBUNGAN KEJADIAN STUNTING DENGAN FREKUENSI PENYAKIT ISPA DAN DIARE PADA BALITA USIA 12-48 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : ARI EFENDHI J 31 11 49 PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 215 i

JudulPenelitian Nama Mahasiswa HALAMAN PERSETUJUAN ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Nomorlnduk Mahasiswa : J 31'11 49 : Hubungan Kejadian Slurflrg dengan Frekuensi Penyakit ISPA dan Diare pada Balita Usia 12-48 Bulan di Wilayah Keria Puskesmas G,lingan Surakarta : Ari Efendhi Telah disetujuioleh Pembimbing Skripsi Program Studi llmu Gizi Fakultas llmu Kesehatan Universilas Muhammadiyah Surakarta pada ianggal 15 Oktober 215 dan layak untuk dipublikasikan. Menyetujui Dr. Mutalazimah. SKM.. M.Kes Fitriana Mustikaninarum S.Gz M.Sc Nlt(/NtDN. 786 / &1711-731 NlK. 11.161 l\4engetahui, Ketua Program Studi llmu Gizi Fakultas llmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Suraka(a /^ fin-xt^ Setvaninqrum Rahmawatv. A-. M.Kes.. Ph.D Nl&NIDN : 74416-2312-731

HUBUNGAN KEJADIAN STUNTING DENGAN FREKUENSI PENYAKIT ISPA DAN DIARE PADA BALITA USIA 12-48 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA Ari Efendhi J311149 Pembimbing : 1. Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes 2. Fitriana Mustikaningrum, S.Gz., M.Sc Program Studi Ilmu Gizi Jenjang S1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57162 Email : arhy.orkien@gmail.com ABSTRACT The prevalency of stunting incident in Indonesia remained, so does the prevalency of ISPA diseases and diarrhea vincrease. Malnutrition children will easy to suffer ISPA and diarrhea than normal children. And the contrary, the more frequency children got ISPA and diarrhea the worse nutrient status. The aim of the study was investigate the relationship of stunting incident with ISPA and diarrhea frequency in children age 12-48 months old in public health service Gilingan Surakarta. Quantitative research with cross-sectional approach used number of respondent 47 persons that was got by simple random sampling technique. The frequency data of ISPA and diarrhea was gotten by interview, while the high of body was gotten from antropometry measurement. The data analysis used the data figure that person product moment and rank spearman. The incident of ISPA and diarrhea were more often than in stunting children than normal children. Mean while, correlation value of the relationship between stunting incident and ISPA and diarrhea were more than,5 The stunting children 85,2% and 14,8% the normal children. The children who have diarrhea incident with often frequency, it occurs to the stunting children 68,7% and 31,3% the normal children. Based on the result above was known that there is not relationship of stunting incident with ISPA to the children, with the correlation value,411>α=,5. There is not relationship of stunting incident with diarrhea frequency to the children, with the correlation value,548>α=,5. To sum up there was no correlation between stunting incident with frequency of ISPA and diarrhea in children with age 12-48 month in Public Health Service Gilingan Surakarta. Prevalensi Kejadian Stunting di Indonesia masih tinggi, begitu juga dengan prevalensi Frekuensi penyakit ISPA dan Diare. Semakin buruk status gizi balita maka akan meningkatkan frekuensi terjadinya penyakit ISPA dan diare. Dan sebaliknya semakin sering frekuensi balita terkena penyakit ISPA dan Diare maka status gizi semakin buruk (dalam jangka waktu lama). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kejadian stunting dengan frekuensi penyakit ISPA dan diare pada balita usia 12-48 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Gilingan Suralkarta. Penelitian kuantitatif menggunakan pendekatan crosssectional dengan jumlah responden 47 orang yang diperoleh dengan teknik simple random sampling. Data Frekuensi ISPA dan diare di dapatkan melalui wawancara sedangkan tinggi badan balita di dapatkan dari pengukuran secara langsung. Analisis data menggunakan uji statistik pearson product moment dan iii

rank spearman. Kejadian ISPA lebih sering terjadi pada balita stunting 85.2% dibandingkan dengan balita normal 14.8%. hal serupa terjadi pada kejadian diare dimana sering terjadi pada balita stunting 68.7% dibandingkan balita normal 31.3%. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan kejadian stunting dengan frekuensi ISPA pada balita, dengan nilai korelasi sebesar.411 > α =,5. Tidak ada hubungan kejadian stunting dengan frekuensi diare pada balita, dengan nilai korelasi sebesar.548 > α =,5. Tidak ada hubungan kejadian stunting dengan frekuensi ISPA maupun diare pada balita usia 12-48 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Gilingan Surakarta. Kata Kunci: kejadian Stunting, Frekuensi ISPA, Frekuensi Diare, Balita usia 12-48 bulan. Kepustakaan: 53 (1996-215) PENDAHULUAN Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah kekurangan energi protein seperti merasmus, kwarsiorkor, dan stunting. Kekurangan energi protein dapat berdampak pada perkembangan otak, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, durasi keadaan kekurangan gizi, pemulihan menuju keadaan normal, lingkungan, serta terdapat atau tidaknya penyakit (Poskitt, 23). Hasil Riskesdas 213 prevalensi pendek (stunting) menurut provinsi, prevalensi pendek adalah 37,2%, yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 21 (35,6%) dan 27 (36,8%). Prevalensi stunting sebesar 37,2% terdiri dari 18,% sangat pendek dan 19,2% pendek. Pada tahun 213 pravalensi sangat pendek menunjukan penurunan dari 18,8% pada tahun 27 dan 18,5% pada tahun 21. Berbeda dengan prevalensi sangat pendek yang mengalami penurunan, pravalensi pendek justru fluktuatif dari 18,% pada tahun 27, dan turun pada angka 17,1% pada tahun 21, kemudian naik kembali menjadi 19,2 % pada tahun 213 (Riskesdas, 213). Prevalensi pendek (stunting) pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait, antara lain keadaan gizi ibu ketika masa kehamilan, asupan gizi yang kurang pada bayi, kekurangan konsumsi makanan yang berlangsung lama sehingga status gizi balita rendah. Keadaan stunting dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, diantarannya penyakit yang sering menyerang balita seperti halnya diare dan ISPA. Penyakit infeksi ini merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian, 21% dari 15 juta orang yang meninggal karena penyakit diare adalah balita (WHO, 211). Berdasarkan data survey pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 22 Juni 214 di wilayah kerja Puskesmas Gilingan Surakarta didapatkan bahwa prevalensi balita pendek dan sangat pendek pada tahun 213 sebesar 12,5%, (139 balita) dari jumlah balita 834 balita. Menurut data dari UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta (214), mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei 214 terdapat kejadian diare pada 41 balita dengan rata-rata 8 balita terjangkit diare per bulan. Sedangkan kejadian ISPA pada balita di lingkungan Puskesmas iv

Gilingan ini lebih banyak yaitu 374 balita terjangkit penyakit ISPA dalam kurun waktu 5 bulan sejak Januari dengan rata-rata 75 balita per bulan terkana penyakit ISPA. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian obsevasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 215, sedangkan lokasi penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Gilingan Surakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah balita usia 12-48 bulan yaitu sebanyak 683 balita. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sistem simple random sampling. Kriteria inklusi yaitu balita tidak dalam kondisi cacat fisik, balita tidak dalam kondisi sakit parah, keluarga dapat berkomunikasi dengan baik, dan bersedia menjadi responden penelitian. Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data tinggi badan dan data frekuensi ISPA dan Diare. Data sekunder meliputi data identitas responden, Data frekuensi ISPA dan Diare diperoleh dari wawancara secara langsung yang dikategorikan sangat sering > 5 kali, yang dikategorikan sering 2-5 kali, Jarang < 2 kali. Data antropometri TB/U 1. Analisis Univariat diperoleh dari pengukuran antropometri secara langsung. Antropometri TB/U dikategorikan stunting apabila nilai z-score <-2 SD dan <-3 SD dan tidak stunting apabila nilai z-score>-2 SD. Pengolahan dan analisis data menggunakan program komputer yaitu software SPSS 17 for windows. Mengetahui hubungan kejadian stunting dengan frekuensi ISPA menggunakan analisis pearson product momen, sedangkan untuk hubungan kejadian stunting dengan frekuensi penyakit diare pada balita menggunakan analisis rank spearman. HASIL DAN PEMBAHASAN Puskesmas Gilingan merupakan salah satu dari 17 Puskesmas yang berada di wilayah Surakarta. Letaknya yang berada di sebelah utara Kota Surakarta dengan wilayah kerja di Kecamatan Banjarsari dan lebih tepatnya berada di alamat Bibis Wetan RT 3 / XIX, Gilingan, Banjarsari. Wilayah kerja Puskesmas Gilingan memiliki 32 posyandu dengan jumlah balita 162 balita. Balita usia 12-48 bulan yang tersebar diseluruh posyandu sebanyak 683 balita. Wilayah Puskesmas Gilingan termasuk dalam salah satu wilayah dengan balita stunting yang cukup tinggi yaitu 12,5% pada tahun 213. Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Laki-laki 28 59.6% Perempuan 19 4.4% Total 47 1% Tabel 1 menunjukkan bahwa balita yang mengalami kejadian stunting didominasi oleh balita berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28 (61,7%). Kejadian stunting dapat terjadi pada balita berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan, jenis kelamin bukanlah faktor yang 5

mempengaruhi (Wartini, 213). terjadinya stunting Tabel 2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Balita Usia Balita (Bulan) Frekuensi Persentase (%) 12-23 2 4.3% 24-35 2 42.5% 36-47 25 53.2% Total 47 1% Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar balita berusia 36-47 bulan sebesar 53.2%. Balita yang menjadi sampel pada penelitian ini termuda berusia 22 bulan sebanyak 1 (2.1%) dan yang tertua berusia 47 bulan sebayak 1 (2.1%). Usia 12-48 bulan merupakan usia pertumbuhan dan perkembangan awal balita baik fisik maupun psikomotorik (Soetjiningsih, 212). Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Tingkat Stunting Kejadian Stunting Frekuensi Persentase(%) Sangat Pendek 3 6.4% Pendek 29 61.7% Normal 15 31.9% Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 61.7% balita di wilayah Puskesmas Gilingan Surakarta memiliki status gizi pendek, dan 6.4% balita memiliki status gizi sangat pendek. Sedangkan 31.9% balita memiliki status gizi normal. Kejadian stunting sangat pendek dan pendek pada balita di wilayah kerja Puskesmas Gilingan berdasarkan hasil penelitian disebabkan karena kurangnya asupan gizi balita tersebut. Stunting atau Severely Stunting merupakan keadaan gizi dimana tubuh tidak bisa tumbuh dengan optimal yang diukur berdasarkan indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) (Depkes, 211). Distribusi karakteristik statistik deskriptif berdasarkan tingkat stunting dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Deskriptif Statistik Balita Berdasarkan Tingkat Stunting Statistik Deskriptif Z-Score Mean -1.992 Standar Deviasi 1.12822 Nilai Minimum -3.33 Nilai Maksimum.54 Mean atau rata-rata dari z-score balita -1.992 diartikan bahwa data TB/U pada penelitian ini rata-rata balita dengan status tidak stunting berdasarkan nilai z-score TB/U. Nilai minimum dari z-score balita menunjukkan angka -3.33 yang berarti bahwa terdapat balita stunting berdasarkan nilai z-score <- 2 SD dan <-3 SD, dan memiliki 6

status gizi sangat pendek dengan nilai z-score >-3 SD, sedangkan nilai maksimum dari z-score diatas menunjukkan angka.54 yang berarti bahwa status gizi balita berdasarkan TB/U memiliki status gizi normal berdasarkan berdasarkan nilai z-score <-2 SD. Data tingkat stunting balita diatas yang menunjukkan bahwa sebagian besar balita dalam kondisi stunting yaitu 68.1%, sedangkan 31.9% balita dalam kondisi tidak stunting. Partisipasi tidak baik ini selain dapat dipengaruhi dari persepsi ibu, juga dapat dipengaruhi oleh aktifitas sekolah balita yang memang sudah memasuki usia sekolah. Distribusi deskriptif dari partisipasi balita ke posyandu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Statistik Deskriptif Berdasarkan Frekuensi ISPA Statistik Deskriptif Partisipasi Balita Mean 1.689 Standar Deviasi 1.3251 Nilai Minimum. Nilai Maksimum 4. Rata-rata frekuensi ISPA balita berdasarkan Tabel 5 termasuk dalam kategori jarang yaitu dengan angka 1.689. Nilai minimum dari frekuensi ISPA balita yaitu. yang berarti ada balita yang tidak terkena penyakit ISPA, sedangkan nilai maksimum dari frekuensi ISPA balita pada penelitian ini adalah 4. yang menunjukkan bahwa ada balita yang terkena ISPA dengan frekuensi sering dalam tiga bulan terakhir. Kategori frekuensi ISPA adalah sebagai beriukut: balita mengalami penyakit ISPA dalam 3 bulan terakhir > 5 kali adalah sangat sering, 2-5 kali adalah sering, dan > 2 kali adalah jarang. (Depkes, 24). Distribusi statistik deskriptif berdasarkan frekuensi diare dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Statistik Deskriptif Berdasarkan Frekuensi Diare Statistik Deskriptif Nilai TB/U Mean 1.1277 Standar Deviasi 1.2897 Nilai Minimum. Nilai Maksimum 4. Rata-rata frekuensi diare pada balita berdasarkan Tabel 6 termasuk dalam kategori jarang yaitu dengan angka 1.1277. Nilai minimum dari frekuensi diare balita yaitu. yang berarti ada balita yang tidak terkena penyakit diare, sedangkan nilai maksimum dari frekuensi diare balita pada penelitian ini adalah 4. yang menunjukkan bahwa ada balita yang terkena diare dengan frekuensi sering dalam tiga bulan terakhir. Kategori frekuensi diare adalah sebagai beriukut: balita mengalami penyakit diare dalam 3 bulan terakhir > 5 kali adalah sangat sering, 2-5 kali adalah sering, dan > 2 kali adalah jarang. (Depkes, 24). 7

2. Analisis Bivariat a. Hubungan Kejadian Stunting dengan Frekuensi ISPA Tabel 7. Hubungan Kejadian Stunting berdasarkan Frekuensi ISPA Kejadian Stunting Total Variabel Tidak Stunting Stunting Frekuensi ISPA Sangat Sering Sering Jarang N % N % N % 4 11 14.8 55. 23 9 85.2 45. 27 2 1 1 1 Nilai p,41 1 Tabel 7 diatas dapat dilihat, bahwa balita yang mengalami ISPA dengan frekuensi sering terjadi paling banyak pada balita stunting yaitu sebesar 23 (85.2%), dibandingkan balita yang tidak stunting hanya 4 (14.8%). dan sebanyak 9 (45.%) balita stunting mengalami ISPA dengan frekuensi jarang lebih sedikit dibandingkan balita yang tidak stunting mengalami frekuensi ISPA sebanyak 11 (55,5%). Frekuensi ISPA tidak memiliki hubungan dengan kejadian stunting, hal ini dibuktikan dengan signifikan korelasinya sebesar.411 > α =,5. Frekuensi ISPA yang terjadi pada balita stunting di wilayah kerja Puskesmas Gilingan tidak ada hubungannya dengan kejadian stunting. Dimungkinkan kejadian ISPA yang dialami balita disebabkan oleh faktor lain, bukan karena balita yang mengalami stunting. Balita stunting lebih rentan terkena penyakit infeksi seperti ISPA. Sedangkan pada balita tidak stunting juga dapat mengalami ISPA, hal ini dapat disebabkan oleh faktor lain seperti kondisi lingkungan yang tidak bersih, polusi udara dan pencemaran. Hal ini sejalan dengan penelitian Dina (214) dimana tidak ada hubungan antara kejadian stunting dengan riwayat penyakit infeksi ISPA maupun diare pada anak usia 13-36 bulan di wilayah kerja Puskesmas Tuminting kota Manado. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bayu (213) menyatakan bahwa, kejadian stunting pada anak usia 12-6 bulan tidak ada hubungan secara bermakna dengan frekuensi penyakit infeksi yang terjadi di Desa Kembangan, Kecamatan Kebomas Gresik. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Hadiana (213) dimana diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan frekuensi ISPA. b. Hubungan Kejadian Stunting dengan Frekuensi Diare Tabel 8. Hubungan Kejadian Stunting berdasarkan Frekuensi ISPA Kejadian Stunting Total Variabel Tidak Stunting Stunting Frekuensi Diare Sangat Sering Sering Jarang N % N % N % 5 1 31.3 32.3 11 21 68.7 67.7 16 31 1 1 1 Nilai p,548 8

Tabel 8 dapat disimpulkan bahwa frekuensi diare lebih banyak terjadi pada balita stunting, hal ini dibuktikan dengan 11 (68.7%) balita stunting mengalami frekuensi diare sering dan 21 (67.7%) balita stunting mengalami frekuensi diare jarang. Sedangkan sebanyak 5 (31.3%) balita tidak stunting di wilayah Puskesmas Gilingan Surakarta mengalami diare dalam 3 bulan terakhir dengan frekuensi jarang, dan 1 (32.3% ) balita tidak stunting mengalami diare dengan frekuensi sering. Frekuensi diare tidak memiliki korelasi atau hubungan dengan kejadian stunting, dibuktikan dengan nilai signifikan korelasinya sebesar.548 > α =,5. Frekuensi diare yang terjadi pada balita di wilayah kerja Puskesmas Gilingan tidak ada hubungannya dengan kejadian stunting. Diare yang terjadi pada balita stunting bukan disebabkan karena kekurangan gizi tetapi disebabkan oleh faktor lain. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Darmawati (213) bahwa, tidak ada hubungan antara kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan dengan penyakit infeksi (diare) di Kecamatan Marioriwawo Soppeng. Sebanyak 3 (86.7%) balita pada umumnya sering menderita diare, berdasarkan observasi pada waktu penelitian diketahui bahwa keadaan lingkungan dilokasi penelitian kurang bersih dan masih ada masyarakat yang tidak memiliki jamban keluarga. KESIMPULAN Frekuensi ISPA dan diare lebih sering terjadi pada balita stunting dibandingkan dengan balita normal. Balita stunting mengalami kejadian ISPA dengan frekuensi sering sebanyak 85,2%. Sedangkan Sebanyak 68.7% balita stunting mengalami kejadian diare dengan frekuensi sering. Tidak terdapat hubungan antara kejadian stunting pada balita di wilayah Puskesmas Gilingan Surakarta dengan frekuensi ISPA, dengan nilai p =,411. Tidak terdapat hubungan antara kejadian stunting pada balita di wilayah Puskesmas Gilingan Surakarta dengan frekuensi diare, dengan nilai p =,548. Sebagian besar Ibu balita kurang mengetahui tentang stunting dan gizi pada balita, pengetahuan sangat penting bagi kehidupan untuk diamalkan (HR. Tirmidzi). SARAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka disarankan untuk meningkatkan pemanfaatan posyandu terutama fungsi dari penyuluhan agar ibu balita paham akan fungsi dari penyuluhan tersebut dan mengerti faktor faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA dan diare ke posyandu sehingga dapat mempengaruhi status gizi TB/U, BB/U dan BB/TB. DAFTAR PUSTAKA Bayu, Dwi. 213. Beberapa faktor yang berhubungan dengan status gizi balita stunting. Jurnal Public Health Vol 8 No. 3.. Darmawati. 213. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada Anak Balita DI Kecamatan Marioriwawo Soppeng. Jurnal Media Gizi Pangan Vol XV Edisi 1. Badan Litbangkes. 213. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 213). Depkes RI. Jakarta. 9

Departemen Kesehatan RI. 24. Sistem Kesehatan Nasional24. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta. Dina, V. Rombot. 214. Hubungan Antara Kejadian Stunting DenganRriwayat Penyakit Infeksi Pada Anak Usia 13-36 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumining Kota Manado. Jurnal kesehatan masyarakat USR Manado vol 1 No. 18. Hadiana, Susman Yus 213.Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya ISPA Pada Balita di puskesmas Pajang Surakarta. Poskitt, EM. 23. Early history of iron deficiency. British journal of haematology, 122 (4). pp. 554-62. ISSN 7-148 Soetjiningsih. 212. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Wartini, N. Ayu. 213. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Usia 6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Banguntapan III, Bantul, Yogyakarta. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. WHO.211. Acute Respiratory Infection in Children [internet}. Tersedia dalam:www.who.int/fch/dept s/cah/resp_infections/en/ [telah diakses pada tanggal 14 Agustus 214]. 1