BAB I PENDAHULUAN. Berdasar data rangking Human Development Index beberapa negara,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. membawa konsekuensi terhadap pembangunan manusia di seluruh dunia. Segala

PENGARUH PENERAPAN PENDIDIKAN BERBASIS KARAKTER TERHADAP PENGEMBANGAN SOFT SKILL MAHASISWA CALON TEKNISI ALAT BERAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja merupakan salah satu upaya manusia dalam memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tertib, teratur, dan efisien dapat menghasilkan sesuatu yang mampu mempercepat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

LATAR BELAKANG. Ideal: Realita:

BAB I PENDAHULUAN. Soft skill mahasiswa menurut pendapat Setditjend Dikti (2010)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eka Kartikawati,2013

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

ETIK UMB MANFAAT SOFT SKILL. Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.Sc. Ekonomi. Manajamen. Modul ke: Fakultas. Program Studi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

ARIS RAHMAD F

Kurikulum Berbasis TIK

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masa depan pembangunan bangsa mengharapkan penduduk yang

Interpersonal Skills Communications

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi diiringi dengan produk yang dihasilkannya

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama guru adalah meningkatkan mutu pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh. umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

(Development of Soft Skills Learners in Schools)

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

PENGARUH PENERAPAN MODEL PARTICIPANT CENTERED LEARNING TERHADAP PRES TAS I BELAJAR AKUNTANS I S IS WA (S

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan studi di universitas. Pada saat menjalani studi, mahasiswa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN. muncul masalah lain yang kadang tidak kalah rumitnya. Begitu pula hasil dari sebuah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman.

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

MENJADI GURU AGAMA KATOLIK YANG EFEKTIF DALAM PERSPEKTIF DELAPAN HABITUS MENURUT STEPHEN R. COVEY Oleh: Lastiko Runtuwene

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia dan watak bangsa (Nation Character Building). Harkat dan

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman.

BAB I PENDAHULUAN. Global artinya seluas dunia (world wide), sedangkan prosesnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang terjadi ternyata menampakkan andalan pada. kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas, melebihi potensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dara Pricelly Rais,2013

BAB I PENDAHULUAN. Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm Fathul Mu in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan

BAB I PENDAHULUAN. bidang humanistic skill dan professional skill. Sehingga nantinya dapat

Oleh: Anik Ghufron FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2005

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab II Kedudukan, Fungsi dan Tujuan pasal 6 menyatakan bahwa: Pendidikan mensyaratkan adanya kompetensi pedagogik, kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Persaingan antara perusahaan semakin meningkat diiringi berbagai

UPAYA MAHASISWA, DOSEN DAN PIHAK UNIVERSITAS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTERISTIK MAHASISWA YANG IDEAL. Oleh : Annisa Ratna Sari, S. Pd

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memenuhi tuntutan pembangunan bangsa diberbagai bidang,

PROFES PRO SIONALISM

Building Up PROFESSIONAL ATTITUDE SOFT SKILLS. Membangun Karakter Sukses & Mulia

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 SOFT SKILL PADA PEMBELAJARAN DI KAMPUS DAN PELAKSANAAN PROGRAM LATIHAN PROFESI MAHASISWA PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan saat ini masih banyak orang yang cenderung

melalui Tridharma, dan; 3) mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan nilai Humaniora.

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh dan perubahan yang besar dalam dunia pendidikan. Begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang mampu bersaing di era globalisasi. Negara dengan kualitas

DINAMIKA KEMAHASISWAAN DAN ARAH KEBIJAKAN UNY DALAM PEMBINAAN KEMAHASISWAAN. Oleh Herminarto Sofyan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN, seperti AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour

BAB I PENDAHULUAN. karyawan. Sayangnya penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang

Biro Konsultasi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam

BAB I PENDAHULUAN. Banyak perusahaan saat ini dihadapkan pada suatu percepatan perubahan ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prihantini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tantangan berat bangsa Indonesia adalah menyiapkan sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Muhammad Iqbal Radhibillah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang kehidupan, yaitu politik, ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan

PENGELOLAAN SEKOLAH BERDASARKAN SEKOLAH STANDAR NASIONAL (SSN) (Studi Kasus Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Cepu) TESIS.

BAB I PENDAHULUAN. acuan dari kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu perlu ditingkatkan, di

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan diri, pendidikan merupakan upaya meningkatkan derajat. kompetensi dengan tujuan agar pesertanya adaptable

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rizkika Fitri, 2014

PERAN PUSAT KARIR DALAM MENYIAPKAN KARIR MAHASISWA. Oleh: Prof. Dr. Ir. Nuni Gofar, M.S. (Kepala UPT Pusat Pengembangan Karakter dan Karir Unsri)

NUR ENDAH APRILIYANI,

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak masyarakat yang kesulitan dalam mendapatkan penghasilan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan efisiensi, bersikap mental dan berwawasan (Wiratno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dibandingkan. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dampak globalisasi dan arus informasi yang sangat pesat telah membawa konsekuensi terhadap pembangunan manusia di seluruh dunia. Segala upaya telah dipersiapkan dalam menghadapi berbagai perubahan dan tantangan, diantaranya dengan berupaya meningkatkan potensi diri agar menjadi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Berdasar data rangking Human Development Index beberapa negara, SDM Indonesia pada tahun 2007 menduduki posisi ke-107. Sedangkan data yang bersumber dari IMD World Competitiveness Yearbook (Hendarman, 2009) menunjukkan daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia pada tahun 2008 menduduki peringkat 51 dari 55 negara, lebih rendah dari Malaysia (peringkat 19), Thailand (27), Philipina (40). Data perguruan tinggi sedunia menunjukkan bahwa dari sekian banyak perguruan tinggi (PT) di Indonesia, hanya tiga PT yang masuk dalam kategori 400 besar dunia, dan tiga PT lagi yang masuk dalam 500 besar dunia. Dengan memperhatikan data-data tersebut, bisa disimpulkan bahwa kualitas SDM Indonesia masih harus ditingkatkan. Sejumlah pandangan terhadap permasalahan kualitas SDM Indonesia adalah bahwa kurikulum pendidikan kita lebih terfokus pada aspek kognitif atau 1

2 intelektual yang menekankan pengembangan otak kiri. Aspek lainnya seperti afeksi, emosi, imajinasi, nilai-nilai humaniora yang merupakan fungsi dari otak kanan kurang diperhatikan. Kalaupun ada, maka orientasinya baru sebatas kognitif berupa hafalan, dan belum disertai apresiasi dan penghayatan yang mendalam (Megawangi, 2004; Setyawan, 2006). Padahal Gardner dalam teorinya multiple intelligence (Megawangi, 2004) menjelaskan bahwa potensi akademik hanyalah sebagian saja dari potensi-potensi lainnya. Ketimpangan pendidikan Indonesia dapat pula dilihat dari sejumlah pandangan yang kurang menyetujui adanya Ujian Nasional (UN) sebagai standar keberhasilan belajar sekaligus sentralisasi standar mutu. Hasil UN dipandang sebagai satu-satunya ukuran keberhasilan siswa, maka tidak heran jika orientasi siswa, orang tua, bahkan guru adalah semata-mata untuk meraih kelulusan atau nilai tinggi sehingga memunculkan budaya instan yang kadang-kadang dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan hati nurani (Hidayat, 2008; Setyawan, 2006). Di sisi lain, siswa yang memiliki peringkat rendah namun memiliki kecerdasan sosial dan emosi yang tinggi dianggap sebagai pecundang dan sejenis limbah' bidang pendidikan (Setyawan, 2006). Sarwono (2006) menjelaskan bahwa secara umum sistem pendidikan di Asia yang mengutamakan prestasi sekolah sebagai satu-satunya tolok ukur menjadi penyebab stres mental. Stres mental remaja sering menimbulkan keputusasaan, sikap acuh tidak acuh, bahkan sampai dengan agresi berupa kenakalan sampai dengan kriminalitas remaja. Mata pelajaran yang bersifat subject matter juga makin merumitkan permasalahan karena para siswa tidak melihat bagaimana keterkaitan antara satu

3 mata pelajaran dengan yang lainnya, dan kadang-kadang tidak relevan dengan kehidupan nyata. Akibatnya, para siswa tidak mengerti manfaat dari materi yang dipelajarinya bagi kehidupan nyata. Sistem pendidikan seperti ini membuat manusia berpikir secara parsial, terkotak-kotak (Megawangi, 2004) Lebih lanjut kepincangan sistem pendidikan ini memunculkan problema baru berupa peningkatan pengangguran terdidik hingga mencapai 4,5 juta orang, padahal 30% lowongan kerja dalam bursa kerja tidak terisi (Kompas, 22 Agustus 2008). Survei yang dilakukan NACE USA (Putra dan Pratiwi, 2005) menemukan bahwa Indeks Prestasi (IP) menduduki posisi 17 dari 20 kualitas yang dianggap penting dari lulusan. Kualitas utama dan selebihnya adalah kemampuan komunikasi, integritas, dan lain sebagainya yang merupakan kualitas intangible atau tidak terlihat namun menentukan kesuksesan seseorang. Jadi bisa disimpulkan bahwa paradigma pendidikan yang selama ini lebih menekankan intelektualitas maupun kemampuan akademik seringkali tidak berjalan seiring dengan kemampuan yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Oleh karena itu, Departemen Pendidikan Nasional kemudian memfokuskan perhatian pada pendidikan jalur kejuruan untuk mengurangi pengangguran terbuka tersebut (Kompas, 23 Agustus 2008). Di samping pendidikan diarahkan pada penyiapan tenaga siap kerja, keluhan dari para pengguna kerja Indonesia adalah lulusan PT kualitasnya payah karena tidak tangguh, cepat bosan, kurang bisa bekerja sama, tidak memiliki integritas dan sering Mun-Ta-Ber atau mundur tanpa berita (Harmoni, 2007). Jadi disinyalir ada kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia industri di

4 mana dunia pendidikan memandang lulusan yang mempunyai kompetensi yang tinggi adalah mereka yang lulus dengan IP tinggi dalam waktu cepat, sedangkan dunia industri menginginkan lulusan yang high competence yaitu lulusan dengan kemampuan teknis dan sikap yang baik. Jika dijabarkan maka kompetensi lulusan yang dibutuhkan terbagi dalam dua aspek: 1. Aspek teknis yang berhubungan dengan latar belakang keilmuan yang dipelajari atau keahlian yang diperlukan di dunia kerja, yang kemudian disebut technical skill atau hard skill; 2. Aspek non teknis yang mencakup motivasi, adaptasi, komunikasi, kerja sama tim, problem solving, manajemen stres, kepemimpinan, dan lain-lain, yang kemudian disebut soft skill (Harmoni, 2007; Santoso, 2008; Suherman, 2005; Putra & Pratiwi, 2005; Hary, 2008). COMPONENT OF SUCCESS OUR EDUCATION SYSTEM 20% Softskills 10 80% Hardskills 90 Technical Mindset 0 20 40 60 80 100 Gambar 2. 1 Kontribusi Soft Skill pada Dunia Kerja dan Pendidikan di Perguruan Tinggi (Sumber: Harmoni, 2007) Pada gambar 1.1 dijelaskan bahwa peran soft skill atau disebut dengan mind set pada dunia kerja berkisar sekitar 80%, sedangkan technical skill berkisar 20%. Sistem pendidikan kita baru menyentuh 10% soft skill dan 90% hard skill,

5 sehingga diasumsikan bahwa lulusan pendidikan kita belum siap pakai sebagaimana yang diinginkan oleh dunia usaha dan industri. Tingginya persentase soft skill ini salah satunya dikarenakan soft skill bersifat umum dan dibutuhkan pada semua pekerjaan, sedangkan hard skill cenderung context specific (Wahid, 2005) UNESCO dengan istilah yang kurang lebih sama, menekankan bahwa tujuan belajar harus dilandaskan pada empat pilar yaitu learning how to know, learning how to do, learning how to be, dan learning how to live together (Hary, 2008). Ke dua pilar yang pertama adalah hard skill, sedangkan dua pilar berikutnya adalah soft skill. Jika dinyatakan dalam persentase ternyata kontribusi hard skill terhadap kesuksesan seseorang hanya 40%, sedangkan soft skill mencapai 60%. Kecerdasan intelektual berkontribusi untuk kesuksesan individu sebesar 20%, sedangkan kecerdasan emosional 40%, sedangkan sisanya sebanyak 40% dipengaruhi hal-hal lainnya (Suherman, 2005). Smith (Campus Asia, 2008) menjelaskan bahwa kualifikasi & kemampuan teknis tidaklah cukup untuk memuaskan tuntutan dunia kerja. Lulusan yang dicari adalah yang mampu belajar cepat, mengidentifikasi dan memecahkan setiap permasalahan, membuat keputusan dari sejumlah informasi yang tak beraturan, berpikir outside the box, dan memiliki employability skill yaitu communication skill, problem solving skill, dan lain-lain. Berbagai literatur menjelaskan makna soft skill, namun hampir semuanya memiliki kemiripan yaitu bahwa pada intinya soft skill adalah atribut yang dimiliki setiap orang namun dalam jumlah dan kadar yang berbeda, dan berisi

6 sekumpulan karakteristik kepribadian, daya tarik sosial, kemampuan berbahasa, kebiasaan pribadi, kepekaan/kepedulian, serta optimisme, dan lain-lain yang diperlukan agar seseorang dapat meraih sukses (Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/soft_skills, 2009). Literatur yang menjelaskan tentang soft skill cukup banyak, salah satunya dikemukakan oleh Stephen Covey dalam teorinya 7 th habits of highly effective people. Covey (1997) menjelaskan bahwa soft skill yang diperlukan untuk mencapai sukses meliputi proaktif, kebiasaan merujuk pada tujuan akhir, mendahulukan yang utama, selalu mencari pemecahan menang-menang, berusaha mengerti terlebih dahulu baru kemudian dimengerti, sinergi, dan pembaharuan diri yang seimbang. Mengingat pentingnya soft skill ini berperan terhadap kesuksesan individu maka dalam penelitian ini ingin dikaji lebih dalam tentang pengembangan soft skill di kalangan mahasiswa, khususnya pada pendidikan kejuruan yang notabene selama ini diasumsikan lebih menekankan pada pencapaian technical skill saja. Hal ini dengan pertimbangan bahwa posisi masalah cukup sesuai dengan ruang lingkup bidang studi yang ditekuni peneliti yaitu pendidikan teknologi dan kejuruan. Penelitian yang mengkaji secara spesifik tentang soft skill pada pendidikan kejuruan belum terlalu banyak. Dengan mengetahui bagaimana pengembangan soft skill diharapkan akan dapat membawa manfaat bagi penciptaan lulusan yang siap kerja dan diterima di dunia kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran terdidik. Sangat disayangkan jika kesenjangan yang selama ini dirasakan, tidak dicari jalan pemecahannya.

7 Pendidikan macam apa yang sebaiknya dilakukan untuk menciptakan SDM yang unggul, baik soft skill maupun hard skill? Presiden Indonesia SBY dalam dialognya dengan Bill Gates tentang e-learning dan character building (Republika, 10 Mei 2008) mengatakan: Teknologi informasi itu sangat penting. Kita perlu mempersiapkan masyarakat ke perkembangan teknologi. Presiden mengakui bahwa tantangan besar yang dihadapi yaitu kondisi masyarakat. Bagi saya, untuk mengajar anak-anak dan masyarakat adalah bagaimana membangun pemahaman teknologi. Kita butuh membangun karakter dengan pendidikan, sosial, etika, dan norma. Kita harus bekerja dengan semua pihak untuk mencegah dampak negatifnya. Pendidikan yang menggabungkan konsep teknologi dan karakter ini disebut dengan konsep holistik atau kesatuan (Megawangi, 2004). Bloom dengan teorinya Taksonomi Perilaku menjelaskan bahwa pendidikan dipandang sebagai kesatuan meliputi tiga domain yaitu yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor (Makmun, 2005). Ketiga domain tersebut tidak dapat dipisahkan maupun ditiadakan salah satu unsurnya. Sebagai contoh, jika kognitif saja yang ditekankan namun domain lain diabaikan, maka hasil belajar yang diperoleh hanya sebatas pencapaian pengetahuan saja tanpa pendalaman makna dan realisasi dalam bentuk perilaku. Marshal dan Zohar (Agustian, 2005) menambahkan bahwa pendidikan perlu menyeimbangkan antara IQ (Intelectual), EQ (Emotional), dan SQ (Spiritual) guna mewujudkan individu yang berkualitas. Abeng (Campus Asia, 2008) mengemukakan betapa pentingnya penyiapan aset bangsa berupa human talents sehingga harus dididik dan dilatih dengan pendidikan yang tepat, termasuk pembentukan karakter yang tepat, perkembangan sikap, untuk memperoleh hasil

8 dan ritme maksimum yaitu integritas profesional. Artinya, kemampuan profesional yang disertai kemampuan manajerial & kepemimpinan akan membawa pada keberhasilan maksimal di mana pun individu berada. Megawangi (2007a) secara khusus menyebutkan bahwa sistem pendidikan yang berhasil adalah yang dapat membuat manusia menjadi berkarakter. Pandangan demikian disebut dengan istilah pendidikan holistik berbasis karakter, artinya pendidikan yang membentuk manusia secara utuh (holistik) dengan cara mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial, kreativitas, spiritual dan intelektual siswa secara optimal, dan membentuk manusia yang pembelajar sejati atau lifelong learner. Pendidikan karakter ini harus dilaksanakan secara sistematis, berkesinambungan, dan terus menerus dengan melibatkan aspek knowledge, feeling, loving, and acting. Covey (1997) menyebutnya dengan istilah knowledge, skill, and motivation, Salah satu contoh negara Asia yang berhasil menerapkan pendidikan berbasis karakter untuk mengangkat perekonomiannya adalah negara China. Masyarakat China mampu menggabungkan antara pengetahuan dan keahlian berkelas dunia, pembentukan karakter dan menumbuhkan sisi spiritual sebagai kunci utama pembentukan perilaku profesional dan integritas pemimpin masa depan (Mooy, 2008). Dari sejumlah pemikiran tersebut di atas, Lembaga Bantuan Pendidikan (LBP) Mitratama bersama dengan PT Trakindo Utama (PTTU) dan Politeknik TEDC Bandung yang menyelenggarakan program pendidikan sistem ganda Alat Berat setingkat Diploma III, mengkaji kembali kurikulum yang selama ini

9 diterapkan. Saat ini, konsep pendidikan berbasis karakter dimasukkan ke dalam kurikulum, dan hal tersebut nampak pada sasaran yang ingin dicapai yaitu melengkapi mahasiswa dengan pengetahuan, keterampilan, dan karakter (Makmur, 2008). Output yang diharapkan adalah terbentuknya 23 kebiasaan dasar lulusan Politeknik yang meliputi soft skill (7 th habits of highly effective people dan leadership), dan technical skill, yang nantinya selalu diperlukan untuk dapat meraih sukses pada jenjang apa pun di bidang alat berat. Jadi kesimpulannya paradigma baru dunia pendidikan sat ini sudah mulai memperhatikan unsur hard skill maupun soft skill. Pendidikan sudah dipandang sebagai konsep yang holistik, yang salah satu diantaranya menekankan pada pendidikan berbasis karakter. Dalam penelitian ini ingin dikaji lebih dalam bagaimana penerapan pendidikan karakter di Politeknik TEDC Bandung dalam mengembangkan soft skill Mahasiswa Konsentrasi Otomotif Alat Berat calon teknisi alat berat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, diasumsikan bahwa soft skill mahasiswa berperan dalam menentukan kualitas lulusan dan kesuksesan di masa yang akan datang. Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, maka permasalahan penelitian dibatasi hanya pada bagaimana pengaruh penerapan pendidikan berbasis karakter terhadap pengembangan soft skill mahasiswa calon teknisi alat berat.

10 Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pendidikan berbasis karakter terhadap pengembangan soft skill mahasiswa?. Pertanyaan lanjutan yang bersifat khusus dan ingin pula diketahui yaitu bagaimana pengaruh pendidikan berbasis karakter terhadap pengembangan soft skill mahasiswa yang terdiri dari proaktif, kebiasaan merujuk pada tujuan akhir, prioritas, pemecahan menang-menang, komunikasi empatik, sinergi, dan pembaharuan diri yang seimbang?. C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pendidikan berbasis karakter terhadap pengembangan soft skill mahasiswa calon teknisi alat berat di Politeknik TEDC Bandung. Peneliti ingin pula mengetahui seberapa besar kontribusi pendidikan berbasis karakter untuk mengembangkan soft skill mahasiswa. Secara khusus, tujuan penelitian ini juga ingin mengetahui bagaimana pengaruh PBK terhadap pengembangan masing-masing soft skill mahasiswa (proaktif, kebiasaan merujuk pada tujuan akhir, prioritas, pemecahan menangmenang, komunikasi empatik, sinergi, dan pembaharuan diri yang seimbang). D. Manfaat Penelitian Penelitian ini pada dasarnya ingin mengungkap bagaimana penerapan pendidikan berbasis karakter dan kaitannya dengan pengembangan soft skill mahasiswa calon teknisi alat berat.

11 Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis untuk memperkaya khasanah keilmuan khususnya dalam bidang pendidikan teknologi dan kejuruan. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai bahan rujukan dalam literatur pendidikan, dan sebagai rujukan untuk penelitian lebih lanjut. Secara praktis, hasil penelitian ini menjadi bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam upaya menyempurnakan dan memperbaiki penyelenggaraan pendidikan berbasis karakter di Politeknik TEDC Bandung dan institusi pasangan sekaligus pengguna lulusan yaitu PT Trakindo Utama.