BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Patologi Klinik.

PERBEDAAN NEUTROPHIL LYMPHOCYTE RATIO PADA SUBJEK BUKAN PEROKOK, PEROKOK RINGAN DAN PEROKOK SEDANG- BERAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan salah satu gaya hidup masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Jus Noni terhadap Jumlah Total Leukosit. kontrol mempunyai rata-rata 4,7x10 3 /mm 3, sedangkan pada kelompok

PERBEDAAN NEUTROPHIL-LYMPHOCYTE RATIO PADA SUBJEK BUKAN PEROKOK, PEROKOK RINGAN DAN PEROKOK SEDANG- BERAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Tembakau pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bangsa Belanda

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Merokok diartikan sebagai aktivitas merokok, sedangkan perokok adalah orang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

UJI DIAGNOSTIK PLATELET LYMPHOCYTE RATIO DAN FIBRINOGEN PADA DIAGNOSIS TUMOR PADAT GANAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

THE COMPARISON OF HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (hs- CRP) LEVELS IN ACTIVE HEAVY SMOKERS, ACTIVE LIGHT SMOKERS, AND NONSMOKERS

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN. darah, efek terhadap paru, kekebalan tubuh hingga sistem reproduksi. 1 Meski

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. PERBANDINGAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (hs-crp) PADA PEROKOK AKTIF BERAT, PEROKOK AKTIF RINGAN, DAN NONPEROKOK

Gambaran Diff Count Pada Perokok Di Kecamatan Cibeureum. Undang Ruhimat STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronis. Keluhan pruritus yang

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Rokok mengandung

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. adalah hasil dari non-perokok yang terpapar asap rokok. Hampir 80% dari lebih 1

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR FIBRINOGEN PLASMA PADA PEROKOK AKTIF RINGAN DAN BERAT DENGAN NON PEROKOK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. kalangan masyarakat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

PENGARUH PEMBERIAN ASAM LEMAK TRANS TERHADAP DERAJAT PERSEBARAN SEL RADANG PADA HEPAR TIKUS SPRAGUE DAWLEY LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Global Adults Tobacco Survey (GATS) Indonesia, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam. kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN JUMLAH LEUKOSIT PADA TUKANG OJEK YANG MEROKOK DI PASAR KM 5 PALEMBANG TAHUN 2013

JUS NONI UNTUK MENURUNKAN JUMLAH LEUKOSIT DAN NEUTROFIL SEBAGAI INDIKATOR INFLAMASI PADA PAPARAN ASAP ROKOK

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan gaya hidup dan gaya hidup negatif dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

BAB 1 : PENDAHULUAN. negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Structural Equation Modeling (SEM) merupakan teknik analisis multivariat

BAB 1 PENDAHULUAN. 600 ribu kematian dikarenakaan terpapar asap yang ditimbulkan. Hampir 80%

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

I. PENDAHULUAN. dapat ditemui pada kalangan remaja (Fatimah, 2006). kimia yang akan menimbulkan berbagi penyakit (Partodiharjo, 2008).

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan problem kesehatan yang serius yang menyebabkan angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1 Merokok adalah penyebab kematian satu dari sepuluh orang dewasa di seluruh dunia, dengan angka kematian 5.000.000 orang per tahunnya. 2 Merokok merupakan masalah kesehatan yang mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2013, orang dewasa yang merokok di Indonesia setiap harinya mencapai 29%. Sedangkan laporan selanjutnya menurut sensus penduduk tahun 2015 perokok di Indonesia mencapai 23,88 % dari 252.370.792 penduduk Indonesia. Penggunaan rokok pada rentang usia dewasa muda mencapai 38 %, persentase ini cukup tinggi bila dibandingkan rentang usia remaja yang hanya 23,63 %. 3 Penggunaan rokok pada mahasiswa, menurut riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 mencapai persentase 16,3 %. Apabila dilihat dari jenis kelamin perokok pada rentang usia dewasa muda, menurut laporan Badan Pusat Statistik tahun 2013 perokok pria jumlahnya jauh lebih tinggi dibanding perokok wanita, dengan persentase 97,4 %. Hal ini masih diperparah dengan peningkatan jumlah perokok di kalangan remaja rentang usia 15-19 tahun yang mencapai persentase 32,8 %. 4 Jumlah perokok diperkirakan akan meningkat terus bila tidak ada usaha mengendalikan produksi tembakau. 5

2 Sitepoe (1999) melakukan klasifikasi perokok menurut jumlah rokok yang dikonsumsi tiap hari. Klasifikasi ini membagi perokok menjadi perokok ringan, perokok sedang dan perokok berat. Perokok ringan mengonsumsi satu hingga sepuluh batang rokok per hari. Perokok sedang mengonsumsi sebelas hingga dua puluh empat batang per hari. Sedangkan perokok berat mengonsumsi lebih dari dua puluh empat batang rokok per hari. Klasifikasi lain menggunakan keterkaitan antara jumlah rokok yang dikonsumsi dengan lamanya konsumsi rokok semasa hidup. Klasifikasi ini menggunakan Indeks Brinkman. 6 Indeks Brinkman menggunakan hasil perkalian antara rerata jumlah batang rokok yang dihisap tiap hari dan lama merokok dalam tahun. Paparan asap rokok yang berlangsung lama dapat memicu inflamasi pada saluran napas dan parenkim paru perokok. 7 Onset merokok yang lebih awal akan mempengaruhi status inflamasi yang terjadi pada perokok, terlepas dari jumlah paparan asap rokok yang dialami perokok. 8 Tak hanya itu, paparan asap rokok dapat mengubah fungsi organ dalam, efektivitas sistem imun dan komponen hemostasis pada perokok. 1 Paparan asap rokok mempengaruhi jumlah leukosit total dan komponen differential count yang merupakan tanda terjadinya inflamasi. Hal ini terjadi karena adanya komposisi tertentu pada asap rokok seperti Reactive Oxygen Species (ROS) dan fenol-rich glycoprotein yang memberi stimulus secara langsung pada makrofag, memicu produksi sitokin pro-inflamasi seperti interleukin 6 (IL-6), interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis factor alfa (TNF-α) dan C-reactive protein (CRP), baik pada paparan akut maupun kronik. 9,10 Paparan asap rokok menyebabkan peningkatan pelepasan sitokin pro-inflamasi oleh sel epitel, yang

3 kemudian mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi dan aktivasi leukosit. Hal tersebut menyebabkan inflamasi dan leukositosis menjadi hal yang lazim ditemui pada perokok. Neutrofilia terjadi pada perokok karena konstituen nikotin pada asap rokok menstimulasi neutrofil untuk memproduksi IL-8 yang merupakan kemoatraktan dan aktivator neutrofil. 11 Sedangkan limfositosis berkaitan dengan kerusakan sel kronik yang terjadi akibat paparan asap rokok yang terus menerus. White Blood Cell Count (WBC) adalah hal yang mendasar dan murah, namun sangat sensitif bila digunakan sebagai indikator status inflamasi. 12 Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio (NLR) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah antara neutrofil absolut dan limfosit absolut yang didapat dari sampel darah perifer. 13 Neutrophil lymphocyte ratio adalah salah satu penerapan dari WBC yang berguna sebagai biomarker yang berguna pada penilaian status inflamasi, infeksi, penilaian post-operasi, prognosis penyakit kardiovaskular dan marker pada keganasan. 13 15 Neutrophil lymphocyte ratio menggambarkan perbedaan jumlah antara neutrofil dan limfosit pada darah perifer pada saat inflamasi berlangsung. Saat inflamasi, neutrofil dalam darah dapat meningkat empat kali hingga lima kali jumlah normal, sedangkan jumlah limfosit cenderung konstan karena adanya daur ulang yang terus menerus oleh jaringan limfoid, limfe dan darah. Perbedaan persebaran sel saat inflamasi inilah yang menjadi dasar penggunaan NLR. Pemeriksaan NLR banyak dilakukan pada kasus-kasus yang berkaitan dengan inflamasi. Umut et al menggunakan NLR sebagai instrumen pengukuran inflamasi sistemik pada pasien dengan pulmonary embolism, didapatkan hasil bahwa NLR

4 merupakan biomarker yang sensitif serta menguntungkan untuk menentukan prognosis pada pasien dengan pulmonary embolism. 16 Melihat adanya keterkaitan antara proses inflamasi dengan merokok, maka perlu dicari cara yang cepat dan mudah yang dapat menjadi pemeriksaan rutin untuk mengetahui gambaran proses inflamasi pada seseorang, dalam hal ini pada subjek perokok untuk selanjutnya dilakukan penatalaksanaan yang sesuai. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dalam penelitian ini akan diteliti perbedaan NLR pada subjek bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang-berat. 1.2 Perumusan Masalah berikut: Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai Apakah terdapat perbedaan NLR pada subjek bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang-berat? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya perbedaan NLR antara subjek bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang-berat. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengukur NLR pada subjek yang bukan merupakan perokok.

5 2. Mengukur NLR pada subjek yang merupakan perokok ringan. 3. Mengukur NLR pada subjek yang merupakan perokok sedang-berat. 4. Menganalisis perbedaan NLR pada subjek yang bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang-berat. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keilmuan di bidang kedokteran, terutama pada bidang patologi klinik. 2. Dapat memberikan informasi tentang gambaran NLR pada subjek nonperokok, perokok ringan serta perokok berat. 3. Dapat memberikan informasi analisis perbedaan NLR pada subjek non-perokok, perokok ringan, serta perokok berat. 4. Dapat menjadi sumber informasi dan referensi untuk penelitian lebih lanjut.

6 1.5 Orisinalitas Penelitian Tabel 1. Orisinalitas Penelitian Peneliti dan Judul Lashmi V et al Neutrophil Lymphocyte Ratio as a Predictor of Systemic Inflammation A Sectional Study in a Preadmission Setting (F1000. 2015 : 123) sectional n=1117 pasien preoperasi Fauzia Imtiaz, Kashif Shafique, Saira Saeed Mirza et al Neutrophil- Lymphocyte Ratio as A Measure of Systemic Inflammation in Prevalent Chronic Diseases in Asian Population Islam MM, Amin R, Rahman A, Akhter D Erythrocyte Sedimentation Rate in Male Adult Smoker Frohlich M, Sund M, Lowel H, Imhof A, Hoffmeister A, Koenig W Independent Association of Various Smoking Characteristics with Marker of Systemic Inflammation in Men Rancangan Penelitian Sectional n=1070 sectional n=105 sectional n=4516 Hasil Penelitian NLR meningkat pada 26,6 % populasi target Pada analisis multivariat, congestive cardiac failure, diabetes mellitus dan malignancy adalah faktor risiko independen peningkatan NLR Korelasi positif antara NLR dan Anesthesia risk scoring tools ASA dan RCRI (p=0,0063) Inflamasi sistemik yang diukur dengan NLR memiliki korelasi yang signifikan dengan kondisikondisi kronik yang prevalen di Asia (cardiovascular disease, cancer dan diabetes mellitus) ESR berebeda secara signifikan pada kelompok bukan perokok dan perokok ESR merupakan petanda yang baik untuk menggambarkan status inflamasi pada perokok Kebiasaan merokok memiliki korelasi positif dengan peningkatan pada petandapetanda inflamasi seperti hitung jenis leukosit, fibrinogen dan CRP Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena penelitian ini akan dilakukan dengan populasi yang berbeda, yakni mahasiswa Universitas Diponegoro. Selain itu, penelitian ini akan menganalisis perbedaan NLR pada tiga

7 klasifikasi subjek, yakni subjek bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang-berat.