akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

Telaah Budi Pekerti dalam Pembelajaran di Sekolah (Implementasi Konsep dan Prinsip Tatakrama dalam Kehidupan Berbasis Akademis) Oleh: Yaya S.

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

Oleh: DUSKI SAMAD. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung

Kekuasaan & Proses Pembuatan Kebijakan

Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas

APAKAH AGENDA KEBIJAKAN ITU?

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

I. PENDAHULUAN. menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Secara keseluruhan penerapan retribusi daerah DKI Jakarta pada tahun 2008-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak dalam

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dan pembahasan yang telah. diuraikan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan pada saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis pada Bab VI dan V, dapat disimpulkan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, yang

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pemberdayaan Pemuda Melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jadi masih mengandung kemiskinan dimana-mana, baik di kota maupun di desa.

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

BAB I. PENDAHULUAN A.

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. penelitian yang dirumuskan dari gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

LAPORAN AKHIR PENELITIAN PROGRAM HIBAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta caracara

Tim Analisis Isi Media. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Medan Kementerian Komunikasi dan Informatika

MENGULAS KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH. DI ERA OTONOMI Oleh: Dr. H. Yoyon Bahtiar Irianto, M.Pd. (FIP-UPI)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam suatu organisasi/instansi dipandang sebagi sumber daya.

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi semakin menyuguhkan dinamika perubahan yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Hampir di setiap sudut kota Yogyakarta dapat dijumpai lukisan-lukisan yang

BAB V. Kesimpulan. Identitas ini menentukan kepentingan dan dasar dari perilaku antar aktor. Aktor tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan

PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

VI. SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Way Panji yang terletak di Kabupaten Lampung Selatan maka dapat

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok manusia sangat diperlukan untuk dapat bersosialisasi dan bekerja

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

SOEKARWO, Pelaksana Tugas yang Sarat Pertimbangan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

BAB IV ANALISIS DATA. menjelaskan dan memastikan kebenaran temuan penelitian. Analisis data

I. PENDAHULUAN. tanpa ada satu pun aparat keamanan muncul untuk mengatasinya. Selama ini publik Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan

2015 KONTRIBUSI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERHADAP KEPEDULIAN SOSIAL DI KALANGAN SISWA SMA.

115 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. aman belajar bagi dirinya sendiri, sekaligus bagi siswa lain yang berada di

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERAN PENDIDIKAN KARAKTER DITENGAH PUDARNYA NILAI-NILAI MORAL DIKALANGAN ANGGOTA MASYARAKAT DALAM MENJAGA KEUTUHAN NKRI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Konflik sosial cenderung dinilai banyak orang sebagai sesuatu yang buruk.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing,

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat kegiatan belajar mengajar. Belajar dan mengajar tidak hanya dimaknai sebagai

Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga kini belum ada upaya kongkrit untuk mengatasi tawuran pelajar di Kota Yogya, akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang terjadi disebabkan oleh berbagai macam hal, diantaranya kecemburuan sosial antara pelajar yang dicap bermasalah di sekolahnya terhadap pelajar yang berprestrasi, karena mereka tidak diberi ruang dan kesempatan untuk mengapresiasikan dirinya seperti pelajar-pelajar yang berprestasi. Prosedur pendidikan di Indonesia turut mempengaruhi maraknya keberadaan tawuran pelajar yang terjadi, pendidikan di Indonesia cenderung memaksakan pelajar untuk mengekploitasi kemampuan berfikirnya dengan mengkonstruksi pemikiran bahwa pelajar yang berprestasi ialah pelajar yang telah meraih rangking satu sampai sepuluh, sedangkan yang lainnya anggap saja mereka pelajar yang biasa-biasa saja atau bahkan pelajar yang bodoh. Akibatnya para pelajar merasa dipenjara oleh fakta sosial pendidikan yang ada, yang kemudian memunculkan ikatan kelompok yang cukup kuat seperti genk-genk dll. Kelompok-kelompok inilah yang menyebabkan meletusnya tawuran antar pelajar karena faktor spontanitas kolektif untuk membela kelompok mereka masing-masing. Kasus tawuran antar pelajar merupakan dampak dari kurangnya peranan keluarga dan masyarakat, hal ini merupakan bagian yang paling penting dalam membentuk kepribadian para pelajar untuk berpikir terbuka dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang ada. Tawuran pelajar bisa terjadi sebagai akibat dari tiga hal, yakni ekspresi kegelisahan kaum muda Indonesia 83

terhadap sistem pendidikan yang terlalu memaksa otak mereka untuk selalu diperas. Padahal diluar negeri, belajar isinya tidak hanya melulu dengan teori-teori, tetapi melibatkan praktek dilapangan dengan cara yang menyenangkan. Kedua, ialah negara mulai abai terhadap hukum, ini kemudian mencontohkan kepada para generasi muda untuk meneruskan jejak abai terhadap hukum yang ada. Ketiga adalah bukti kegagalan Dunia pendidikan Indonesia, carut marut sistem pendidikan tidak lepas dari sistem politik yang turut mencampuri persoalan pendidikan di negara kita. Atribut (badge) lokasi sekolah menjadi simbol utama dalam memunculkan identitas para pelajar, bahwa ketika badge lokasi sekolah masih dipakai, identitas itu yang akan selalu melekat terhadap para pelajar yang memakainya. Identitas yang menjadi simbol ini kemudian menimbulkan konflik. Tawuran ini berusaha diselesaikan oleh Dinas Pendidikan sebagai aktor yang memiliki kekuatan untuk menjalankan aturan/sistem, dimunculkan suatu sistem yang dirancang oleh Dinas Pendidikan untuk meredakan tawuran tersebut, yakni dengan penghilangan simbol (penyeragaman atribut identitas sekolah). Penelitian terhadap salah satu kebijakan pendidikan di Kota Yogya ini, yakni Kebijakan penyeragaman atribut sekolah dimaksudkan untuk mengetahui apakah kebijakan tersebut bisa menjadi solusi untuk menyelesaikan tawuran antar pelajar yang ada di Kota Yogya. Karena tawuran pelajar sudah menjadi momok utama yang meresahkan kita semua, terlebih ancaman bagi stabilitas keamanan dunia pendidikan. Bukan hanya karena akibat yang ditimbulkan pasca tawurannya saja, tetapi bagaimana koordinasi dari para aktor untuk bisa bekerja sama dengan baik dalam menyelesaian konflik/tawuran pelajar ini. Tawuran pelajar saat ini memang sudah mulai mereda, tapi tidak bisa dipungkiri, bisa kita dengar kasus tawuran pelajar masih saja terjadi. 84

Setelah kebijakan penyeragaman badge sekolah diterapkan di tiap-tiap sekolah di wilayah Kota Yogyakarta sejak tahun 2008, tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap tawuran pelajar yang berada di Kota Yogyakarta. Kebijakan penyeragaman badge sekolah ini belum bisa dikatakan berhasil dalam mengatasi masalah, buktinya adalah tawuran yang masih berkembang hingga saat ini. Kebijakan ini termasuk kebijakan yang belum berhasil dalam implementasinya. Memang beberapa implementor dengan cepat mengimplementasikan kebijakan, tetapi SMA- SMA di Kota Yogyakarta teryata belum sepenuhnya menerapkan kebijakan penyeragaman badge sekolah ini dan kebijakan ini belum dapat mengatasi persoalan tawuran di wilayah Kota Yogyakarta. Indikatornya adalah tingkat tawuran di Kota Yogyakarta yang masih belum berkurang, serta SMA-SMA di Kota Yogyakarta teryata belum sepenuhnya menerapkan kebijakan penyeragaman badge sekolah, sekitar 40% SMA swasta di Yogyakarta belum menerapkan kebijakan ini. Kebijakan ini termasuk gagal karena beberapa faktor, diantaranta ialah : 1. Kekurangan yang terletak pada target group, target group dalam pelaksanaan kebijakan ini memang sudah ada, yakni para pelajar SMA di Kota Yogya. Tetapi dalam proses implementasinya, target group dirasa kurang mendapatkan apresiasi yang baik. Karena bersifat top-down maka target group sebagai sasaran kebijakan dipaksa untuk tunduk patuh terhadap aturan yang ada tanpa proses sosialisasi yang jelas terlebih dahulu. 2. Implementor yang belum maksimal dalam mengimplementasikan kebijakan, tidak semua sekolah mendukung adanya kebijakan ini dengan tidak menerapkannya di beberapa sekolah swasta di Kota Yogyakarta. 3. Kebijakan ini masih lemah dalam mengatasi tawuran pelajar, karena tujuan utamanya yang masih kurang jelas. Ada dua tujuan dikeluarkannya kebijakan ini, yang pertama 85

sebagai pemersatu pelajar Kota Yogya agar lebih erat dengan siswa sekolah lainnya. Sedangkan tujuan utama menjadi faktor yang sangat penting dalam mensuskseskan suatu kebijakan. Kebijakan ini akan sangat mengena ketika tawuran yang terjadi timbul akibat dari sistem klitih, kebijakan ini bekerja dengan mengecoh para pelaku tawuran yang sedang mengincar musuhnya agar tidak mengenali pelajar dari sekolah musuh yang sedang diincar. 4. Kebijakan tidak berhasil karena penyebab tawuran pelajar yang terjadi di Kota Yogya tidak hanya diakibatkan oleh identitas pelajar saja, tapi lebih kompleks dari itu. Identitas pelajar hanyalah salah satu dari segelintir masalah penyebab terjadinya peristiwa tawuran pelajar di Kota Yogya, jadi kebijakan yang bertujuan hanya untuk menghilangkan identitas pelajar tidak akan efektif dalam mengatasi tawuran pelajar yang terjadi. Karena pada kenyataannya, masalah tawuran pelajar yang terjadi tidak diakibatkan oleh sebatas identitas pelajar saja, tapi lebih kompleks dari itu. 5. Dalam permasalahan tawuran pelajar, banyak yang harus berperan aktif dalam proses pencegahannya, menangani, serta mengendalikan tingkat konflik agar tidak terus menerus terjadi. Peran orang tua dalan melakukan pendidikan karakter dan perilaku sejak dini dapat dibentuk dalam lingkup keluarga yang merupakan lingkungan terkecil ini. Selanjutnya guru sebagai mata para orangtua disekolah dalam mengawasi tindak tanduk para anak didiknya, sekolah sebagai lingkungan terbesar yang mempertemukan pelajar yang satu dengan yang lain dengan berbagai karakter, sifat serta perilakunya harus mengawasi betul-betul para siswanya. Adanya aturan sekolah yang ditegakkan dengan benar, maka akan menciptakan situasi yang kondusif, aman serta nyaman dalam dunia pendidikan. Bisa dibayangkan jika Dinas Pendidikan saja yang berusaha mengatur 86

tawuran pelajar dengan regulasi tidak akan memberikan efek yang signifikan bila tidak didukung oleh peran serta orang tua, guru serta masyarakat sekitar. B. Saran Rekomendasi yang ditawarkan adalah dengan meningkatkan ajaran pendidikan masingmasing agama di tiap-tiap sekolah guna meningkatkan keimanan para pelajar terhadap agamanya. Karena keinginan untuk tawuran berasal dari diri sendiri yang didukung dengan adanya peluang untuk melakukan. Kebijakan yang dikeluarkan pun untuk mengatasi tawuran antar pelajar sebaiknya meliputi aspek-aspek sebagai berikut : - Pemerintah sebaiknya meningkatkan koordinasi antar kementerian/lembaga lainnya untuk menggali permasalahan dan merumuskan kebijakan dalam untuk mengatasi tawuran pelajar - Pembaruan kebijakan pendidikan melalui konsensus antara birokrat dan komunitas masyarakat sekolah tampaknya harus dijadikan prioritas oleh para pembuat kebijakan. Dan hal ini harus dijadikan bingkai dialog secara terbuka antar birokrasi di tingkat pusat dan daerah dalam mencermati dan membuat rancangan program pembaharuan pendidikan yang selanjutnya. - Kebijakan yang dibuat sebaiknya dapat mendorong institusi pendidikan untuk lebih memperhatikan masalah tawuran pelajar ini. - Kesepakatan dalam bidang pendidikan sangat diperlukan untuk mengetahui harapan (expectations) masyarakat terhadap suatu isu dan bagaimana melakukannya, dengan tidak lupa memberi peran kepada para civitas akademika untuk terlibat secara 87

langsung dalam memecahkan masalah. Apa yang menjadi janji-janji birokrat dalam menangani isu tersebut dapat dievaluasi dan dimonitoring secara bersama. - Kebijakan sebaiknya memiliki beberapa komponen-komponen pendukung, karena satu komponen dirasa kurang cukup efektif untuk memerangi aksi tawuran pelajar ini. - Kebijakan yang dikeluarkan sebaiknya dimulai sejak tingkat yang paling rendah dengan maksud untuk dapat mendeteksi serta mengatasi masalah perilaku para pelajar sejak dini, misal mulai dari lembaga pendidikan tingkat Sekolah Dasar, dsb.. - Tidak hanya kebijakan dari tingkat pusat, sekolah pun memegang peranan penting dalam menerapkan tiap-tiap kebijakan yang dikeluarkan. Menegakkan aturan dan tata tertib sekolah secara tegas, konsisten dan adil. Jika peraturan ditegakkan, bukan hal yang mustahil, keteraturan dan ketertiban para pelajar akan terwujud. - Upaya-upaya yang dilakukan sebaiknya diarahkan pada institusional daripada pada perubahan individual, yang menjadi titik berat disini adalah meningkatkan kualitas pendidikan, bukan kuantitas, bagi anak-anak yang bermasalah. - Mengadakan pelatihan-pelatihan secara kontinu dan terprogram terhadap para guru untuk meningkatkan kepekaan dan inovasi seorang guru dalam proses pembelajaran untuk melihat karakter positif apa saja yang bisa dikembangkan dari siswa-siswanya. - Memberi perhatian yang intensif pada setiap individu pelajar dan merancang program-program yang bermanfaat bagi tiap anak merupakan salah satu cara yang cukup efektif dalam menangani anak-anak yang beresiko untuk berkonflik. - Kebijakan juga didukung dengan adanya kerja sama antara aparat kepolisian dengan masyarakat sekitar dalam rangka membangun sistem keamanan dan pengawasan 88

terpadu. Hal ini dapat diwujudkan dengan melakukan patroli ketempat-tempat berkumpul pelajar dan titik-titik rawan kekerasan. - Evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan pendidikan yang hanya fokus pada pembelajaran kognitif saja, perlu adanya keseimbangan untuk membangun karakter dan kepribadian para pelajar. - Perlu dikembangkannnya kebijakan yang berkesinambungan untuk mendapatkan manfaat yang berkelanjutan dari suatu kebijakan agar tidak menghilang begitu saja. Jika selama ini kita melihat bahwa kekuatan pengambilan kebijakan publik lebih banyak ada pada level eksekutif dan legislatif, sudah saatnya kita membuat lembaga-lembaga nonpemerintah yang kuat sebagai pressure group terhadap masalah pendidikan. Dari perspektif politik pendidikan, semakin banyak lembaga dan perorangan terlibat dalam urusan kebijakan publik bidang pendidikan, maka akan semakin baik kualitas pendidikan di Indonesia. 89