BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan dunia usaha saat ini telah membawa para pelaku dunia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dihindari dalam industri. Hal ini ditandai dengan perubahan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. bioskop, fashion, food court, tempat bermain anak, ruang pameran, fitness, meeting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri hiburan (entertainment) nasional maupun global

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini, Indonesia mengalami krisis moneter yang

Operation Quality Management [ Service Blueprint Cineplex 21 Group ]

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat perkotaan saat ini adalah hiburan perfilman.

BAB I PENDAHULUAN. pada E-CINEMA yang saat ini berpotensi cukup baik dalam perkembangan Cinema. Eresto, Ecinema, Elounge, 7 KTV dan Banquet Service.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bioskop berasal dari kata BOSCOOP (bahasa Belanda yang juga berasal dari Bahasa

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan adanya perkembangan globalisasi dan semakin ketatnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. merupakan pelopor jaringan Cineplex di Indonesia. Jaringan bioskop ini tersebar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya bagi mereka yang tinggal di kota besar seperti Bandung,

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. dengan 4 buah teater reguler dan 2 buah teater Premiere. Cinema XXI yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi persaingan bisnis yang sangat kompetitif dewasa ini menuntut

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah anak muda usia produktif membuat para peritel pun tidak akan kesusahan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jaman, persaingan dalam dunia usaha saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Suatu hal yang banyak menarik perhatian manusia dewasa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia hiburan pada kehidupan sekarang sudah semakin maju, maka

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, trend gaya hidup berolahraga sedang marak di kalangan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dari rutinitas yang mereka lakukan. Untuk menghilangkan ketegangan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber kebutuhan pokok bagi setiap orang. (Dalam Widjoyo dkk, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat. Banyak negara-negara didunia menjadikan pariwisata sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak pihak yang menaruh perhatian terhadap kepuasan atau

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pada sarana angkutan antar wilayah, kini tuntutan tersebut telah lebih berkembang.

BABA II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. yang sangat berarti pada kualitas pelayanan sehingga mempengaruhi pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan bahkan dapat mencapai target omset yang terus meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar dapat mencapai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. nasional menuju ke arah cara hidup dengan wawasan global. Globalisasi secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini orientasi pemasaran untuk setiap bidang usaha mulai terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kualitas pelayanan (service quality) dipandang sebagai salah satu alat

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kecenderungan menuntut kualitas pelayanan yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. Di negara mana pun, termasuk Indonesia, keadaan perekonomian sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat setiap bisnis film di bioskop tetap eksis dan mulai mampu bersaing

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1. Universitas Kristen Maranatha

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks teori perilaku konsumen, kepuasan lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pasar ritel di Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar

BAB I PENDAHULUAN. memposisikan produknya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasar. variabel yang mempengaruhi kepercayaan terhadap produk.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bernegara yang diorganisasi dalam bentuk republik,

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan bagi mereka untuk melepaskan penat dan kejenuhan dengan mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengambil sikap dalam menghadapi perkembangan teknologi dan informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. customer life value. Nilai seumur hidup pelanggan atau CLV (Customer Life Value)

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ini, semakin banyak pula pesaing yang dihadapi. Pada zaman sekarang ini

MANAJEMEN PEMASARAN NILAI PELANGGAN, KEPUASAN PELANGGAN LOYALITAS PELANGGAN

BAB I PENDAHULUAN. belakangan ini sangat menunjukan perkembangan yang sangat berarti, hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelaku bisnis tersebut lebih memilih memasarkan barangnya secara online

I. PENDAHULUAN. Situasi perekonomian dewasa ini berkembang dengan cepat dan pesat, terlebih

BAB I PENDAHULUAN. dari perusahaan. Hal ini disebabkan karena kualitas jasa dapat digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pemasaran saat ini menjadi sangat penting bagi usaha perhotelan, karena

BAB I PENDAHULUAN. karena konsumen terdiri dari beberapa segmen, gaya hidup dan kepribadian yang

BAB I PENDAHULUAN. waktu belakang ini, menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Produk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian maupun perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemulihan ekonomi Indonesia. Seiring dengan perkembangan bisnis toko ritel,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi yang terjadi saat ini telah membuat dunia bisnis mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan perbankan saat ini semakin berkembang di Indonesia.

LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Pemasaran dan Konsep Pemasaran. Menurut (Kotler, 2007), pemasaran adalah :

TINJAUAN PUSTAKA Pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. produk atau harapan-harapannya. Kotler (1997: 36). Meningkatnya derajat

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar bidang usaha dan bagian hidup sehari-hari. Di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. bertahan dipasaran. Dalam pemasaran, loyalitas tercipta diawali saat konsumen

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilihat dari banyaknya Coffee Shop saat ini yang bermunculan, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Pelanggan. membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.

1. PENDAHULUAN. Persaingan ini muncul karena semakin banyaknya perusahaan yang menawarkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan pesat industri seluler meningkatkan persaingan bisnis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA PENGARUH KUALITAS JASA TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ALFABANK DI SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui. Kotler, 2000) dalam bukunya (Tjiptono, 2007:2)

BAB 1 PENDAHULUAN. menentu, yang tidak hanya menyediakan peluang tetapi juga tantangan. Begitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kotler, 2000) Kotler et al (2002)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keunggulan atau keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh

BAB V PENUTUP. Berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil penelitian ini melalui penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. konsumen tidak mendapatkan merek yang memuaskan maka ia tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. mereka konsumsi dapat diterima atau dinikmatinya dengan pelayanan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat pada lingkungan bisnis. Oleh karena itu, setiap perusahaan yang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Soraya Desiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini sektor jasa mulai memegang peranan vital dalam. perekonomian dunia. Menurut Carlzon dalam Brown (1991) seperti yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia pun terus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahun selalu menjadi sorotan tajam oleh seluruh masyarakat selaku konsumen. Hal

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kemiskinan di Indonesia adalah program transmigrasi.

BAB I PENDAHULUAN. (Kotler, 2009:399) bahwa konsumen mendapatkan service expectation dari banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. merupakan asset jangka panjang. Hal ini didukung oleh Kotler (2000) yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis dalam bidang jasa dewasa ini bertumbuh

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia usaha saat ini yang mengalami persaingan begitu

BAB I PENDAHULUAN. Laju perkembangan dunia dewasa ini sangat pesat di segala bidang, terutama

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia usaha saat ini telah membawa para pelaku dunia usaha ke persaingan global yang tidak dapat dihindari, persaingan global sudah merupakan fenomena yang tidak dapat di hindari dalam suatu industri untuk memperebutkan para konsumen. Hal ini di tandai dengan berbagai perubahan yang terjadi begitu cepat di bidang komunikasi, informasi, dan teknologi. Salah satu perubahan yang dapat di lihat adalah perubahan dalam gaya hidup. Dengan banyaknya kesibukan yang di hadapi setiap manusia saat ini, menonton bioskop menjadi salah satu pilihan untuk memanjakan diri dari berbagai aktifitas yang di hadapi. Saat ini menonton bioskop sudah menjadi gaya hidup tersendiri khususnya untuk para mahasiswa sebagai tempat untuk menjalin relasi atau pun menghilangkan rasa jenuh dan juga sebagai sarana hiburan. Namun terkadang orang tua pun gemar menonton dan melepaskan rasa jenuh di bioskop. Berbagai macam film-film yang datang dari luar negri (Hollywood) ataupun film-film dalam negri. Hal ini menjadi daya tarik bagi masyarakat yang menginginkan hiburan, bioskop dapat memberikan rasa nyaman tersendiri bila di bandingkan dengan menonton TV di rumah. Berjamurnya bioskop-bioskop di Indonesia khususnya di kota Bandung, menjadikan bioskop salah satu pilihan hiburan buat masyarakat. Bioskop pertama di Indonesia didirikan pada tahun 1900 an di kawasan Tanah Abang, Universitas Kristen Maranatha 1

pada zamannya bioskop didirikan sebagai tempat hiburan buat bangsa Belanda, dan kebanyakan pelanggannya adalah orang Belanda. Perkembangan bioskop di Indonesia di buka pada tahun 1920an, pada saat itu tepatnya di tahun 1926 film lokal pertama diputar di berbagai bioskop di Bandung, antara lain di Elita dan Oriental Bioscoop. Film yang diproduksi NV Java Film Company itu juga diputar di Bioskop Majestic, di kawasan elit Jalan Braga, Bandung. Pada saat itu film bioskop sudah dapat di tonton oleh rakyat pribumi (Indonesia) bukan hanya bangsa Belanda saja. Berikutnya pada tahun 1950 an, bioskop di Indonesia semakin berkembang dengan beredarnya beberapa film Indonesia, pada tahun 1955 festival film Indonesia pertama di adakan dengan film berjudul Lewat Djam Malam sebagai film terbaik. Puncak kejayaan film Indonesia di mulai dari tahun 1970 an. Pada tahun 1980 an, Mulai diperkenalkan bioskop sinepleks yang dikenal sebagai 21 yang dikelola oleh perusahaan Subentra milik pengusaha Sudwikatmono. Cinema 21, merupakan jaringan bioskop terbesar di Indonesia yang memulai kiprahnya di industri hiburan sejak tahun 1987. Selama 25 tahun, Cinema 21 berkomitmen untuk senantiasa memberikan pengalaman dan kenikmatan menonton terbaik untuk masyarakat Indonesia. Tahun ini Cinema 21 memiliki total 667 layar tersebar di 135 lokasi di seluruh Indonesia. Cinema 21 dibangun di pusat perbelanjaan, kompleks pertokoan atau di dalam mall yang juga notabene menjadi tempat nongkrong anak muda. (http://www.21cineplex.com/21profile) Universitas Kristen Maranatha 2

Hingga sekarang ini di bandung sendiri memiliki sekitar 7 bioskop dalam mall khususnya XXI dan 21 yaitu Braga 21 (Braga City Walk Lt. 2, Jl. Braga 99-101), BSM XXI (Bandung Supermal Lt.3, Jl. Jend. GatotSubroto), CiWalk XXI (Cihampelas Walk Lt. 4, Jl. Cihampelas 160), Empire 21 (Bandung Indah Plaza Lt. 3, Jl. Merdeka 56), Galaxy 21 (Kings Shopping Centre Lt.3, Jl. Kepatihan No. 11-17), BTC XXI (Mall Bandung Trade Center). Festival Citylink XXI (Jl. Peta No. 241). Bioskop yang berada dalam mall mulai berkembang dan menjamur pada tahun 2000an, Cinema 21 memiliki jaringan bioskop terbanyak yang tersebar di seluruh Nusantara. Sebelum Cinema XXI berdiri, Cinema 21 menguasai keseluruhan pangsa pasar penonton bioskop Indonesia dengan memberlakukan harga tiket bervariasi dan jenis film yang diputar, sesuai dengan lokasi dan target yang dituju. Setelah Cinema XXI berdiri, perlahan Cinema 21 berubah menjadi jaringan bioskop kelas dua, dengan sebagian besar film yang diputar merupakan film-film karya negeri sendiri dan film-film asing yang tidak diputar di Cinema 21 lagi. Namun hal ini tidak berlaku di beberapa kota di luar Jakarta yang belum tersedia Cinema XXI dan tidak banyak terdapat Cinema 21. Mayoritas film-film yang diputar di Cinema XXI merupakan film-film Hollywood, baik yang terbaru, ataupun yang telah tersimpan lama. Namun beberapa XXI juga turut memutar film Indonesia, sesuai dengan lokasi dan pasar pengunjung pusat perbelanjaan yang bersangkutan. Beberapa Cinema 21 Universitas Kristen Maranatha 3

turut direnovasi menjadi Cinema XXI, dengan penambahan karpet, perubahan desain, dan penggantian kursi studio. Setiap tahunnya, kemunculan Cinema XXI di kota-kota besar terus meningkat, menggantikan kemunculan Cinema 21. Tidak hanya itu, beberapa Cinema XXI maupun 21 masih terus melakukan pembenahan. Di penghujung 2008, seiring dengan perkembangan teknologi 3D dan makin maraknya filmfilm berbasis format tersebut, Cinema XXI turut mengaplikasikan teknologi Dolby Digital Cinema 3D di beberapa XXI yang memadai. Jumlah bioskop XXI yang mengadakan fasilitas ini pun masih terus bertambah, seiring dengan perkembangan film-film berformat digital dan 3D yang makin meningkat jumlahnya. Perbedaan mencolok antara Cinema XXI dengan Cinema 21 adalah dengan disediakannya sejumlah fasilitas seperti games, cafe, lounge, hingga ruang merokok di sejumlah gerai XXI. Di tahun 2007, Cinema 21 dan XXI menghadapi persaingan pasar, dengan munculnya bioskop lain yang bernama Blitz Megaplex di beberapa kota besar dengan menawarkan sesuatu hal yang berbeda dibandingkan dengan cinema 21. Perbedaan yang mencolok terdapat pada kualitas layanan dan juga kapasitas bioskop, dimana bioskop Blitz Megaplax mempunyai kelebihan pelayanan yang lebih baik dan juga kapasitas bioskop yang lebih besar. Setelah mengetahui perubahan dan perkembangan yang dialami dalam kancah perbioskopan saat ini, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai bioskop, hal-hal yang menarik buat konsumen agar dapat selalu menyaksian film di bioskop. Dengan terjadinya persaingan bisnis antara dua perusahaan dalam bidang yang sama, dalam berbagai hal dapat membuat Universitas Kristen Maranatha 4

dampak positif bagi kedua perusahaan tersebut. Dampak positif yang terjadi antar lain, perusahaan akan saling mengalahkan dalam memberikan pelayanan dan service dengan kualitas yang menjanjikan kepada pelanggan sehingga dapat membuat pelanggan merasa puas setelah menerima jasa dan layanan yang diberikan dari perusahaan tersebut. Pelayanan yang berkualitas dan bermutu merupakan salah satu kunci keberhasilan untuk memuaskan pelanggan dalam berbagai usaha yang bersifat jasa (Lupiyoadi, 2006). Dalam bisnis jasa terutama kualitas pelayanan, yang dalam pembahasan ini adalah bioskop, menjadikan salah satu pemikiran yang sering digunakan dalam menilai kualitasnya, dan pelangganlah yang menilainya. Sulistiyono (2006) mengatakan bahwa unsur-unsur yang membentuk pelayanan yang berkualitas merupakan perpaduan dari kualitas manusia yang dicerminkan oleh perilaku atau sikap pribadi dalam berinteraksi dengan para pelanggan. Tetapi komponen dan unsur pelayanan sulit diinventorikan, jadi dapat dikatakan bahwa pelayanan adalah berkaitan dengan proses, dimana produk yang dinikmati oleh pelanggan berupa pengalaman. Masih senada, berdasarkan kesimpulan dari penelitian Gronroos (1988), persepsi kualitas pelayanan adalah fungsi dari apa yang diterima secara aktual oleh pelanggan (kualitas teknis) dan bagaimana cara pelayanan tersebut disampaikan (kualitas fungsional). Jika kinerja di bawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Menurut Kotler (2005) bahwa mutu jasa suatu perusahaan diuji dalam pertemuan jasa. Pelanggan membandingkan jasa yang dipersepsikan dengan jasa yang diharapkan. Jika jasa yang dipersepsikan berada di bawah jasa yang Universitas Kristen Maranatha 5

diharapkan, pelanggan akan kecewa. Berdasarkan model mutu jasa ini, para periset menemukan lima penentu mutu jasa, kelimanya disajikan menurut tingkat kepentingannya, yaitu 1. Keandalan, kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat. 2. Daya tanggap, kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. 3. Jaminan, pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan. 4. Empati, kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada masing-masing pelanggan. 5. Benda berwujud, penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, dan bahan komunikasi. Menurut Schnaars dalam Tjiptono (2000), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para konsumen yang merasa puas. Kepuasan konsumen merupakan hasil dari perbandingan antara harapan dan kenyataan yang diterima oleh pelanggan dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Terdapat dua kemungkinan untuk harapan yang terbentuk karena informasi dari penjual. Kemungkinan yang pertama adalah penjual menawarkan informasi yang berlebihan kepada pelanggan tentang suatu produk yang dijual, maka pelanggan akan mempunyai pengharapan yang terlalu tinggi, sehingga berakibat ketidakpuasan apabila penjual tidak dapat memenuhi janji sesuai dengan informasi yang diberikan. Kemungkinan kedua adalah apabila penjual kurang memberikan informasi kepada pelanggan, maka tingkat pengharapan pelanggan menjadi rendah terhadap suatu produk sehingga transaksi jual beli Universitas Kristen Maranatha 6

tidak akan terjadi. Kepuasan yang tinggi atau kesenangan yang meningkat cenderung berdampak langsung pada tingkah laku dan sikap pelanggan dengan menurunnya tingkat keluhan, penambahan kepercayaan dan pengulangan pembelian jasa juga terjadinya kelekatan emosional terhadap merek, dan juga preferensi rasional sehingga hasilnya adalah kesetiaan (loyalitas) pelanggan yang tinggi. Selain itu terciptanya loyalitas pelanggan dapat juga membentuk suatu rekomendasi dan mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono, 2000). Oliver (2010) dalam Risan dan Harun (2010), mendefenisikan loyalitas adalah suatu komitmen yang kuat untuk melakukan pembelian ulang atau berlangganan suatu produk atau pelayanan secara konsisten, serta tidak mudah terpengaruh pada lingkungan yang ada atau upaya aktivitas pemasaran pesaing, serta aspek aspek lain yang dapat mendorong pelanggan untuk beralih ke perusahaan lain. Di dalam penelitiannya Anderson (1994) juga mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan yang tinggi akan mengakibatkan loyalitas pelanggan meningkat kepada perusahaan, dan para pelanggan cenderung kurang berminat dengan tawaran perusahaan lain. Pelanggan yang merasa puas setelah terpenuhi kebutuhannya akan kembali lagi di masa mendatang. Dengan adanya kepuasan pelanggan tersebut akan mendatangkan pelanggan yang loyal. Pelanggan yang loyal merupakan asset yang menguntungkan bagi perusahaan dalam jangka panjang disebabkan pelanggan yang loyal tersebut akan menghabiskan uang lebih banyak dan menyebabkan hal hal yang positif kepada calon pelanggan lainnya, sehingga menambah calon pelanggan baru yang ingin mencoba produk yang ditawarkan. Ciri-ciri pelanggan yang loyal antara lain : Universitas Kristen Maranatha 7

1.Melakukan pembelian berulang secara teratur (Repeat Purchase) 2.Membeli antar lini produk dan jasa (Pay More) 3.Mereferensikan kepada orang lain (Advocate) 4.Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing (Retention) Untuk memperjelas latar belakang masalah dalam penelitian ini, maka penulis mengadakan survey awal kepada 50 orang responden. Survey awal ini untuk mengetahui tanggapan dari para pelanggan mengenai kualitas pelayanan yang diberikan XXI BTC dan apakah pelanggan loyal menonton di bioskop XXI BTC. Hasil survey awal dalam data yang di dapat menunjukkan bahwa (100%) responden pernah menonton di XXI BTC, sebagian besar responden mendapatkan fasilitas yang nyaman (68%) dan pelayanan yang baik (70%). Meskipun XXI BTC sudah memberikan fasilitias yang nyaman dan pelayanan yang baik, namun sebagian besar responden (64%) tidak selalu menonton di XXI BTC. Dari hasil survey awal di atas, kita dapat melihat bahwa kualitas layanan di XXI BTC tidak berpengaruh pada tingkat loyalitas pelanggan. Hal tersebut berbeda dengan penelitian sebelumnya dari Dwi Aryani dan Febrina Rosinta (2010) yang mengatakan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadap tingkat loyalitas pelanggan. Melihat perbedaan dan permasalahan di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan topik Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan di Bioskop XXI BTC. Universitas Kristen Maranatha 8

1.2. Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang sudah dijelaskan diatas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah variabel reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas pelanggan? 2. Seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menguji apakah variabel reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas pelanggan. 2. Untuk mengetahui dan menguji seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian tentang pengujian hubungan kualitas pelayanan terhadap loyalitas. Penelitian diharapkan memiliki manfaat : 1. Manfaat bagi akademisi Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan, serta bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya mengenai gambaran tentang hubungan antara kualitas pelayanan terhadap loyalitas. Dapat menjadi Universitas Kristen Maranatha 9

wawasan baru dalam mengembangkan model kualitas pelayanan terhadap loyalitas, serta dapat dijadikan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat bagi praktisi bisnis Dapat dijadikan sebagai bahan untuk meningkatkan kualitas layanan terhadap loyalitas. Dengan mengimplementasikan variabel-variabel dalam konstruk kualitas layanan yang membangun hubungan kuat di benak para konsumen. Universitas Kristen Maranatha 10