V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

dokumen-dokumen yang mirip
VIII MODEL KONSEPTUAL HUBUNGAN ANTARA PROSES LIMPASAN DENGAN KETERSEDIAAN AIR DAN PENCUCIAN UNSUR HARA

VII HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI DEBIT (C-Q) PADA SAAT HUJAN DENGAN PENCUCIAN UNSUR HARA

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI ANALISIS CAMPURAN (MIXING ANALYSIS) DALAM HIDROLOGI UNTUK PENENTUAN SOURCE AREA

Dinamika Aliran Bawah Permukaan pada Berbagai Kandungan Kimia Air secara Spasial dan Temporal di dalam Daerah Aliran Sungai

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS MODEL CAMPURAN (MIXING MODEL) UNTUK MENENTUKAN SUMBER LIMPASAN DI DALAM DAERAH ALIRAN SUNGAI

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

HIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA TERHADAP BANJIR JAKARTA 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

Tahun Penelitian 2005

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODA ANALISIS

L A M P I R A N D A T A H A S I L A N A L I S I S

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI APRIL 2012

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

Materi kuliah dapat didownload di

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990

PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI NOVEMBER 2011

BAB II LANDASAN TEORITIS

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

Pentingnya Monitoring Parameter Parameter Hidrograf

PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH. Karst Research Group Fak. Geografi UGM

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

FLUKTUASI GENANGAN AIR LAHAN RAWA LEBAK DAN MANFAATNYA BAGI BIDANG PERTANIAN DI OGAN KOMERING ILIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU. Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

VARIASI TEMPORAL KANDUNGAN HCO - 3 TERLARUT PADA MATAAIR SENDANG BIRU DAN MATAAIR BEJI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN DAN KECAMATAN GEDANGAN

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA

Surface Runoff Flow Kuliah -3

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

BAB IV ANALISA DATA Ketersediaan Data

Gambar 1. Diagram TS

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... ix. A Latar Belakang...1

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

Irigasi Dan Bangunan Air. By: Cut Suciatina Silvia

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI FEBRUARI 2012

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

BAB IV PENGOLAHAN DATA

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

PENGARUH HUJAN EKSTRIM DAN KONDISI DAS TERHADAP ALIRAN

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN... 1

Bab V Analisa dan Diskusi

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

PROSEDUR DALAM METODA RASIONAL

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya airtanah terbentuk akibat adanya proses siklus hidrologi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

Transkripsi:

55 V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 5.1 Pendahuluan Di beberapa negara, penelitian tentang proses limpasan dalam suatu daerah tangkapan atau DAS berdasarkan perunut hidrokimia sudah banyak dilakukan. Keragaman hidrokimia yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh proses-proses hidrokimia spesifik lokasi, namun juga karena adanya proses transport aliran airnya. Pemahaman tentang proses limpasan penting karena diperlukan dalam upaya pengelolaan DAS dan implikasinya dalam pengendalian banjir dan kesehatan lingkungan sungai. Pengetahuan tentang dinamika jalur aliran air termasuk transpor hara/pelarut sangat diperlukan dalam upaya mempelajari perubahan kandungan hidrokimia dalam suatu DAS yang terjadi pada saat hujan. Secara alami, produksi pelarut melalui pembentukan batuan seimbang dengan yang terbawa oleh aliran air dan hilang selama terjadinya reaksi kimia. Proses-proses ini menyebabkan perubahan komposisi kimia di dalam tanah sama seperti perubahan hidrokimia di dalam suatu DAS, dengan besaran yang bervariasi sesuai dengan jenis tanahnya. Memahami hubungan antara proses limpasan dengan perilaku hidrokimia di dalam DAS tidak hanya dalam jangka pendek pada saat kejadian hujan, namun keragaman berdasarkan musim juga akan mempengaruhi perubahan hidrokimia sebagai bagian dari proses hidrologi. Aliran air di dalam suatu DAS bervariasi secara spasial dan temporal sehingga akan berpengaruh terhadap kandungan kimia air di dalam DAS tersebut. Hal ini terjadi karena adanya transpor pelarut (solute transport) di dalam aliran air yang menyebabkan pelarut menyebar secara spasial dan temporal, sehingga keragaman transpor pelarut merupakan faktor penting dalam menentukan keragaman pelarut. Tidak hanya aliran permukaan yang berkontribusi terhadap proses limpasan tetapi juga kandungan kimia yang terdapat di dalamnya. Proses perubahan komposisi kimia dalam aliran selama terjadinya hujan dipelajari pada bagian ini dengan menggunakan data pada tanggal 14 Pebruari 21.

: 2: 4: 6: 8: 1: 12: 14: 16: 18: 2: 22: : 2: 4: 6: 8: 1: Debit (L dtk -1 ) 56 5.2 Karakteristik Curah Hujan Karakteristik curah hujan pada tanggal 14 Februari 21 yang digunakan dalam mempelajari dinamika aliran bawah permukaan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 16. Curah hujan maksimum pada episode hujan ini mencapai 3.6 mm 5 mnt -1 atau 42.7 mm jam -1., 12 1 8 6 4 2 intensitas hujan Debit 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, Intensitas hujan (mm 5 mnt -1) 1, Waktu Gambar 16 Intensitas hujan dan debit sesaat pada episode 14 Pebruari 21 di DAS mikro Cakardipa, Sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu. 5.3 Dinamika Aliran Bawah Permukaan Pada Saat Hujan Aliran air bervariasi secara vertikal dan lateral dalam skala waktu. Data-data tinggi hidrolik berdasarkan pengamatan melalui tensiometer dan piezometer menunjukkan bahwa aliran air ke bawah dan aliran di lereng ke arah sungai berfluktuasi dalam skala waktu (Gambar 17). Pada saat terjadi aliran air secara vertikal unsur hara akan terangkut ke lapisan tanah yang lebih dalam, sedangkan pada saat terjadi aliran air secara lateral unsur hara akan terangkut ke alur sungai. Untuk menggambarkan dinamika aliran bawah permukaan digunakan episode hujan tanggal 14 Februari 21. Pada saat awal terjadinya hujan, aliran air mengalir secara vertikal. Aliran kemudian menjadi aliran lateral karena adanya penambahan

57 curah hujan. Terdapat pola aliran yang berbeda pada segmen-segmen tertentu di sepanjang lereng pada saat debit mencapai puncaknya. Pola aliran tersebut (Gambar 18) terdiri dari: 1) Aliran vertikal di dekat punggung bukit. Aliran air yang cepat jelas terjadi di lereng selama terjadi hujan sehingga memungkinkan unsur kimia tercuci dari bagian lereng ini. Potensial air dan jalur aliran dimana air mengalir juga mempengaruhi perbedaan konsentrasi yang melalui lereng hingga ke sungai. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa di area yang memiliki lereng curam, tanah tipis, air akan bergerak secara vertikal, lalu tertahan pada lapisan antara tanah dan batuan (soil-bedrock interface), dan kemudian bergerak secara lateral (McDonnell 199, Peters et al 1995, Tani 1997, Sidle et al 2, Freer et al 22, Uchida et al 22). Di daerah lereng air akan terinfiltrasi dengan cepat ke dalam tanah diikuti oleh meningkatnya tingkat kebasahan pada zone bawah permukaan yang dangkal, sehingga di daerah lereng tidak terjadi aliran permukaan. Menurut Subagyono (22) air akan terdistribusi ke dalam profil tanah dan sebagian akan bergerak ke lereng bagian bawah pada kedalaman 1 meter dan ini merupakan aliran bawah permukaan, Gradien tinggi hidrolik secara vertikal -,2 -,4 -,6 -,8-1 Gradien tinggi hidrolik secara lateral -,4 -,8-1,2-1,6-1,2 Agu Sep Okt Nop Des Jan Peb Mar 29 21-2 Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Jan Peb Mar 29 21 Gambar 17 Fluktuasi tinggi hidrolik bulanan airbumi secara lateral dan vertikal di DAS mikro Cakardipa, Sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu.

58 2) Adanya perubahan arah aliran pada lereng bagian tengah (antara jaring pengamatan L 2 dan L 3 ) menjadi aliran lateral. Adanya perubahan arah aliran yang konsisten dengan adanya penambahan curah hujan dan tingkat kebasahan tanah sangat dipengaruhi oleh ketajaman lereng. Kondisi topografi merupakan faktor fisik yang dominan dan sangat mempengaruhi arah aliran (Beven dan Kirby 1979) dan O Loughlin (1986). Beberapa model hujan-aliran permukaan memperhitungkan indeks topografi untuk melihat distribusi dan dinamika hubungan air-tanah secara spasial di dalam DAS. Indeks topografi baru (TWI * d ) yang dikemukakan oleh Lanni et al (211) merupakan salah satu indeks yang dapat dipergunakan untuk menggambarkan proses aliran bawah permukaan, paling tidak pada saat topografi (dalam hal ini aliran lateral) merupakan faktor penentu dalam mekanisme aliran bawah permukaan. 3) Adanya aliran yang bervariasi (vertikal dan lateral) antara batas lereng bagian bawah dengan daerah di dekat aliran sungai (antara jaring pengamatan L 4 dan L 6 ). Menurut McGlynn et al (1999) adanya perbedaan ketinggian yang jelas di lereng akan terdapat aliran yang bervariasi. 4) Adanya aliran lateral di dekat daerah aliran sungai dengan aliran sungai. Pergerakan air secara lateral dalam tanah (Tsuboyama et al 1994, McDonnell 199, dan Uchida et al 1999) merupakan proses penting dalam pendistribusian air, hara, dan larutan. Aliran secara lateral juga berperan pada pencucian hara/nutrient flushing (Buttle et al 21), serta pendistribusian aliran ke sungai (Freer et al 22, McDonnell 199) dan ke zone riparian (McGlynn dan McDonnell 23a). Menurut Subagyono (22), Tanaka dan Ono (1998) perubahan arah aliran air tanah di lereng dipengaruhi oleh ketebalan (kedalaman) tanah dan keadaan lereng. Pada penelitian ini lereng bagian bawah memiliki ketebalan tanah dan kedalaman batuan yang jauh lebih kecil dibandingkan lereng atas. Perbedaan kedalaman tanah dan batuan serta posisi titik pengamatan yang sangat berbeda ketinggiannya terdapat pada titik L4 dan L5, L5 dengan L6 serta L5 dan L6 dengan alur sungai. Akumulasi unsur hara pada umumnya meningkat di titik L5 dibandingkan dengan L4.

59

6 Gambar 18 Dinamika Aliran Bawah Permukaan pada Kejadian Hujan 14 Pebruari 21 di DAS Mikro Cakardipa, Sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu Aliran air secara perlahan menjadi aliran vertikal selama penurunan kurva hidrograf (saat resesi). Air yang mengalir secara perlahan ke dalam aliran sungai selama kurva resesi menunjukkan adanya penurunan jumlah (proporsi) aliran yang bertahap pada hydrograf. Perbedaan ketinggian tempat dan ketebalan tanah dan kedalaman batuan antar pengamatan ke 4 dan ke 5 demikian juga pengamatan ke 6 dan ke 5 mengakibatkan peningkatan unsur hara di segmen ini. 5.4 Keragaman Hidrokimia secara Spasial Keragaman konsentrasi hidrokimia (kation dan anion) secara spasial dilihat dari standar deviasi dan koefisien keragaman dari konsentrasi masing-masing unsur selama musim kemarau dan musim hujan. Konsentrasi unsur hara di lereng bagian atas dan bawah menunjukkan trend yang khas (Gambar 18,19, dan 2). Trend ini erat kaitannya dengan proses aliran, dimana aliran ke segmen lereng bagian bawah

61 menyebabkan akumulasi hara di segmen tersebut. Karena aliran yang sangat cepat terjadi di segmen lereng bagian atas pada saat terjadi hujan, biasanya konsentrasi unsur hara tercuci dari segmen ini. Pada Tabel 7 dapat dilihat terdapat keragaman konsentrasi pelarut (hidrokimia) secara spasial (pada beberapa sumber limpasan) dan temporal (musim). Pada musim kemarau pada umumnya konsentrasi hidrokimia di dalam air tanah lebih besar dari pada air bumi. Konsentrasi pelarut yang tinggi pada air tanah diduga karena pada musim kemarau pelarut tidak dapat mengalir sampai kedalaman air bumi. Pada musim kemarau air hujan tidak menjadi sumber limpasan bagi DAS mikro Cakardipa. Hal ini menunjukkan bahwa analisis campuran (end member mixing analysis) tidak dapat menggambarkan air hujan sebagai sumber limpasan pada musim kemarau. Bernal et al (26) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa hillslope, airtanah riparian, dan air hujan (event wáter) sebagai tiga end members aliran sungai, namun kimia aliran tidak dapat dijelaskan oleh end members selama musim kemarau. Berbeda dengan unsur hidrokimia lainnya yang konsentrasinya lebih besar pada air tanah dibandingkan air bumi baik pada musim kemarau maupun musim hujan, namun konsentrasi SiO 2 ternyata lebih besar pada air bumi dibandingkan air tanah yaitu 2,51 dan 15,164 mg l -1 berturut-turut pada air bumi dan air tanah pada MK, dan 1,964 dan 9,58 mg l -1 berturut-turut pada air bumi dan air tanah pada MH. Konsentrasi pelarut pada air hujan pada umumnya lebih kecil dibandingkan yang terdapat pada air bumi maupun air tanah. Konsentrasi kalsium pada umumnya dominan pada air bumi maupun pada air tanah, baik pada musim hujan maupun kemarau. Keragaman pelarut juga tinggi sesuai dengan koefisien keragamannya. Untuk mempelajari keragaman konsentrasi hidrokimia secara spasial di lereng (di titik-titik pengamatan) dan sekitar alur sungai disajikan pada Gambar 19 dan 2. Hasil analisis terhadap sampel air pada musim kemarau menunjukkan bahwa fluktuasi kandungan kation dan anion air bumi memiliki pola yang serupa, meskipun pada titik pengamatan L5 (posisinya di lereng bagian bawah) dan transek di dekat sungai unsur-unsur tersebut memiliki konsentrasi yang lebih tinggi. Menurut Subagyono (27) kecenderungan konsentrasi yang lebih tinggi adalah berkaitan

Konsentrasi (mg L -1 ) 62 dengan proses aliran dimana aliran ke bawah di zone lereng bagian bawah menyebabkan terjadinya akumulasi unsur kimia tersebut. Aliran air yang cepat jelas terjadi di lereng selama terjadi hujan sehingga memungkinkan unsur kimia tercuci dari bagian lereng ini. Potensial air dan jalur aliran dimana air mengalir juga mempengaruhi perbedaan konsentrasi yang melalui lereng hingga ke sungai. Konsentrasi Ca di lereng lebih rendah karena adanya proses pencucian dan Ca yang terlarut mengalir ke daerah transek/perpotongan antara lereng dan sungai, dapat menjelaskan adanya hubungan antara zone lereng dan zone bukan lereng selama proses limpasan. Hal ini sejalan dengan penemuan McGlynn et al (1999) dan Subagyono (22) yang menyatakan bahwa aliran yang bervariasi (lateral dan vertikal) terjadi karena adanya perbedaan ketinggian daerah lereng. Gambar 19 dan 2 menyajikan kandungan anion dan kation utama di dalam air bumi di beberapa titik pengamatan berturut-turut pada musim kemarau (periode Juni-September 29) dan musim hujan (periode Oktober 29 April 21). 35 3 25 2 15 1 5 K+ Na+ Ca2+ Mg2+ SiO2 Cl- NO3- L3 L4 L5 Transek sungai Titik Pengamatan Sungai SO42- Gambar 19 Kandungan Kation dan Anion utama di dalam Air Bumi di Beberapa Titik Pengamatan (Musim Kemarau 29).

Konsentrasi (mg L -l ) 63 2 18 16 14 12 1 8 6 4 2 L3 L4 L5 Transek Sungai L6 L7 Titik Pengamatan K+ Na+ Ca2+ Mg2+ SiO2 Cl- NO3- SO42- Gambar 2 Kandungan Kation dan Anion Utama di dalam Air Bumi di Beberapa Titik Pengamatan (Musim Hujan 29/21)

64 Tabel 7 Keragaman konsentrasi hidrokimia secara spasial pada musim kemarau dan hujan di DAS mikro Cakardipa, DAS Ciliwung hulu Musim End- Konsentrasi (mg l -1 ) member K + Na + Ca 2+ Mg 2+ SiO2 SO4 2- NO3 - Cl - HCO3 - MK Air Bumi Rerata 1,92 6,665 14,617 3,295 2,51 6,365 4,81 2,784,768 SD,535 2,84 6,78 1,643 14,364 8,69 2,999 3,366,573 CV(%) 48,966 42,79 41,584 49,874 7,33 135,26 73,56 12,886 74,637 N 12 12 12 12 12 12 12 12 12 Air Tanah Rerata 6,645 73,172 49,485 3,761 15,164 19,98 15,95 23,856 1,635 SD 8,22 94,855 2,39 2,256 8,722 15,852 14,612 1,369,47 CV(%) 123,437 129,633 41,25 59,983 57,519 79,339 96,798 43,467 24,897 N 11 11 11 11 11 11 11 5 11 MH Air Bumi Rerata,647 4,928 13,457 4,134 1,964 2,829 3,979 4,439,925 SD,551 1,593 5,717 1,543 8,286 3,2 5,768 1,278,385 CV(%) 85,198 32,327 42,488 37,332 75,58 16,746 144,964 28,795 41,677 N 126 126 126 126 126 117 123 12 118 Air Tanah Rerata 1,468 7,371 25,669 4,837 9,58 5,436 5,341 9,116 1,474 SD 2,384 8,161 12,67 3,128 5,358 7,115 6,545 13,697 1,222 CV(%) 162,361 11,71 47,1 64,671 55,931 13,875 122,549 15,254 82,896 N 14 15 15 15 14 97 79 93 74 Air hujan Rerata,576 1,118 3,77,724 1,89 1,44 7,114 3,987 4,929 SD,67 1,424 4,127 1,277 5,371 1,64 7,27,444 3,376 CV(%) 15,271 127,39 19,48 176,414 284,154 73,917 11,313 11,129 68,481 N 14 14 14 14 14 14 14 14 14 Keterangan: MK: musim kemarau, MH: musim hujan, SD: standar deviasi, CV: koefisien keragaman, n: jumlah contoh 64

65 Gambar 21 a-e menyajikan fluktuasi konsentrasi kation dan anion air tanah pada beberapa kedalaman. Pada kedalaman 25 cm di titik pengamatan L4 konsentrasi kation dan anion lebih tinggi dibandingkan dengan L3 dan L6, hal ini terlihat nyata pada Na, Cl, Ca yang jauh lebih tinggi dibandingkan unsur yang lain (Gambar 21 a). Pada kedalaman lainnya (gambar 21 b-e) konsentrasi Ca juga rata-rata lebih tinggi dari unsur lainnya. Ca juga meningkat pada titik pengamatan di lereng yang tinggi dan menurun pada titik pengamatan di daerah lereng bawah dan mendekati sungai. Menurut Subagyono et al (25) perubahan yang mencolok pada konsentrasi Ca dibandingkan unsur lain adalah berkaitan erat dengan proses aliran. Karena aliran secara lateral di lereng berjalan lebih dalam, maka konsentrasi Ca di dalam air tanah dan air bumi dapat meningkat. 5.5 Keragaman Hidrokimia Secara Temporal Untuk melihat dinamika konsentrasi pelarut secara time series biasanya menggunakan fungsi autokorelasi. Plot fungsi autokorelasi air bumi, air tanah, dan air hujan pada angka lagnya disajikan pada Gambar 22, 23, dan 24. Pada Gambar 22 dapat dilihat bahwa hampir semua unsur hidrokimia memiliki pola acak (random). Hampir semua unsur hidrokimia di dalam air bumi memiliki dinamika yang cukup besar kecuali NO3, hal ini menggambarkan bahwa NO3 ini mudah tercuci. Fungsi autokorelasi pada air hujan lebih besar dibandingkan dengan air bumi dan air tanah. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman konsentrasi hidrokimia secara temporal di air bumi dan air tanah berbeda dengan di air hujan. Air hujan akan bergerak secara vertikal pada awal kejadian hujan di wilayah lereng bagian atas dan berpotensi menyebabkan terjadinya pencucian unsur hara. Pada saat menjelang puncak hujan air bumi bergerak secara vertikal dan lateral di lereng bagian bawah, dan memungkinkan terjadi akumulasi unsur hara di lereng bagian bawah.

Konsentrasi (mg L -1 ) Konsentrasi (mg L -1 ) Konsentrasi (mg L -1 ) Konsentrasi (mg L -1 ) Konsentrasi (mg L -1 ) 66 3 25 2 15 1 5 L3 L4 L6 Titik Pengamatan (a) 25 cm K Na Ca Mg SiO2 SO4 NO3 Cl 35 3 25 2 15 1 5 2 cm L3 L4 L6 L7 Titik Pengamatan (b) K Na Ca Mg SiO2 SO4 NO3 Cl 4 35 3 25 2 15 1 5 15 cm L3 L4 L7 Titik Pengamatan K Na Ca Mg SiO2 SO4 NO3 Cl 3 25 2 15 1 5 1 cm L3 L4 L5 Titik Pengamatan L6 K Na Ca Mg SiO2 SO4 NO3 Cl (c) (d) 5 4 3 2 1 K Na Ca Mg SiO2 SO4 NO3 Cl L1 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 Titik Pengamatan (e) Gambar 21 Distribusi Kation dan Anion pada Air Tanah Pada Beberapa Kedalaman secara spasial di DAS Mikro Cakardipa

67 land conservation. ------- limit kepercayaan Gambar 22 Korrelogram Beberapa Unsur Hidrokimia pada Air Bumi di DAS Mikro Cakardipa, sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu periode Juni 29-April 21

68 ------- limit kepercayaan Gambar 23 Korrelogram Beberapa Unsur Hidrokimia pada Air Tanah di DAS Mikro Cakardipa, sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu periode Juni 29-April 21

69 ------- limit kepercayaan Gambar 24 Korrelogram Beberapa Unsur Hidrokimia pada Air Hujan di DAS Mikro Cakardipa, Sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu periode Juni 29-April 21.

7