BAB II KEDUDUKAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT LELANG KELAS II APAKAH BERTENTANGAN DENGAN UUJN. meningkat sebagai salah satu kebutuhan hukum Masyarakat.

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

Kewenangan Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II dalam Memberikan Penyuluhan Hukum atas Akta Risalah Lelang yang Dibuatnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lela

TINJAUAN HUKUM PENDIRIAN BADAN HUKUM KOPERASI MEIDYA ANUGRAH / D

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB III KEABSAHAN AKTA HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM)

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

2017, No Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51); 4. P

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

2017, No Instruksi Lelang (Vendu Instructie, Staatsblad 1908:190 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1930:85)

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kedudukan notaris dianggap sebagai suatu fungsionaris dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (Margono Slamet, 1985:15). Sedangkan W.J.S Poerwadarminta

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat : : : : : : : Jamlat : : :

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN

PENGAMBILAN FOTO COPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan perjanjian adalah tindakan jual-beli. Jual-beli berasal dari. maupun barang yang tidak berwujud.

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.06/2013 TENTANG

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

2017, No Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 175/PMK.06 /2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS II DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KAJIAN HUKUM KEKUATAN AKTA RISALAH LELANG YANG DIBUAT OLEH NOTARIS SEBAGAI PEJABAT LELANG KELAS II DALAM PERKARA PERDATA DWI NURUL AMALIA ABSTRACT

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin yaitu action yang berarti

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

Transkripsi:

39 BAB II KEDUDUKAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT LELANG KELAS II APAKAH BERTENTANGAN DENGAN UUJN A. Notaris Sebagai Pejabat Lelang Kelas II Notaris Merupakan Jabatan tertentu yang menjalani profesi dalam pelayanan hukum kepada Masyarakat, perlu mendapat perlindungan dan Jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Jasa Notaris dalam proses pembangunan makin meningkat sebagai salah satu kebutuhan hukum Masyarakat. 27 Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk menyimpan akta, memberikan grosse salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang perbuatan aktaakta itu tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang (pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004). Pejabat Lelang (Vendumeester Sebagaimana dimaksud dalam Vendureglemen) adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan Penjualan Barang secara lelang berdasarkan peraturan Perundangundangan yang berlaku. 27 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia ; Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 6. 39

40 Notaris diangkat sebagai Pejabat Lelang dasar hukumnya adalah pasal 3 VR yang menyatakan Pebajat Lelang dibedakan dalam 2 (dua) tingkatan dan Gubernur Jendral (sekarang Menteri Keuangan) menentukan orang-orang dalam jabatan mana yang termasuk dalam masing-masing tingkatan dan tempat kedudukannya. Pasal 7 VI memberikan penjelasan orang-orang yang termasuk dalam tiap tingkatan pejabat lelang. Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut di atas Pejabat Lelang Kelas yang dapat diangkat salah satunya adalah Notaris. Pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II didasarkan pada pertimbangan bahwa di wilayah tersebut, biasanya kota kecil, tidak terdapat Pejabat Lelang Kelas I tetapi ada kegiatan lelang yang dilakukan oleh masyarakat seperti lelang tanah dan atau bangunan atau inventaris perusahaan dalam rangka penghapusan inventaris perusahaan. Untuk menghindarkan pelanggaran peraturan lelang yang menyatakan pelelangan harus dilakukan di hadapan Pejabat Lelang kecuali dengan Peraturan Pemerintah atau peraturan perundang-undangan dibebaskan dan campur tangan Pejabat Lelang apabila tidak akan mengakibatkan pembatalan penjualan, ditunjuk dan diangkatlah Notaris sebagai Pejabat Lelang. Pengangkatan Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II adalah dengan pertimbangan mempunyai kemampuan dan pengetahuan lelang yang cukup serta tempat kedudukan dan wilayah kerjanya mencakup atau meliputi tempat lelang akan diselenggarakan, sehingga tidak melanggar aturan mengenai wilayah kerja Notaris.

41 Pengangkatan Notaris sebagai Pejabat Lelang diatur dalam Kepmenkeu Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II dan Keputusan DJPLN Nomor 36/PL/2002 tentang Juknis Pejabat Lelang. di dalam keputusan-keputusan tersebut dinyatakan bahwa Notaris termasuk orang-orang khusus yang dapat diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II dengan tempat kedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II atau di Balai Lelang. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Kepmenkeu Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II yang dimaksud dengan Pejabat Lelang kelas II adalah : Orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang atas permohonan balai lelang selaku kuasa dari pemilik barang yang berkedudukan di kantor pejabat lelang kelas II. Notaris yang diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II oleh Menteri Keuangan dilakukan pengawasan oleh Pengawas Lelang yaitu DJPLN/ Kanwil/Kepala KP2LN di dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai Notaris, diadakan pengawasan oleh Majelis Pengawas, dan dalam menjalankan jabatannya sebagai Pejabat Lelang Kelas II pengawasan dilakukan oleh DJPLN/Kanwil/Kepala KP2LN, jadi pengawasan terhadap Notaris yang merangkap jabatan sebagai Pejabat Lelang dilakukan oleh beberapa pihak, yaitu Majelis Pengawas dan DJPLN/Kanwil/Kepala KP2LN, selain itu juga oleh organisasi profesi karena bertanggung jawab telah memberikan surat rekomendasi untuk pengangkatan Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas D. Organisasi profesi yang bertanggung jawab atas pemberian rekomendasi bagi Notaris adalah INI (Ikatan Notaris Indonesia) dengan mengingat Kepmenkeh dan

42 HAM Nomor M- 1.HT.03.01 tahun 2003 Pasal 1 ayat (11) yang menyatakan bahwa organisasi Notaris adalah Ikatan Notaris Indonesia sebagai satu-satunya organisasi pejabat umum yang profesional yang telah disahkan sebagai badan hukum. Penunjukan Notaris sebagai salah satu dan orang-orang tertentu yang dapat diangkat sebagai Pejabat Lelang, diasumsikan karena Notaris mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai perjanjian, pengalihan hak dan pembuatan akta otentik, karena dalam lelang ada perjanjian jual beli, pengalihan hak yang dibuktikan dengan akta otentik berupa Risalah Lelang, selain itu juga karena Notaris dalam menjalankan jabatannya harus memiliki sifat dan sikap jujur, adil, tidak memihak atau independent dan menjunjung tinggi martab at Sifat dan sikap yang ada pada Notaris tersebut juga harus dimiliki oleh Pejabat Lelang, karena Pejabat Lelang harus adil dan tidak memihak serta menjunjung tinggi martabat sebagai Pejabat Lelang. Tujuan Notaris diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II adalah agar jual beli yang dilakukan masyarakat dengan cara Lelang, dimana mernurut aturannya harus dilakukan di depan Pejabat Lelang tetapi karena di daerah tersebut tidak ada Pejabat Lelang Kelas I atau KP2LN tetap terlaksana tetapi tidak melanggar peraturan Lelang yang ada, sehingga diangkatlah Pejabat Lelang Kelas II di antaranya Notaris untuk melaksanakan lelang di daerah tersebut. Notaris diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II dengan pertimbangan mempunyai pengetahuan yang cukup karena semasa pendidikan notariat telah diberi pengetahuan lelang dengan adanya mata kuliah lelang, sehingga dianggap

43 mengetahui tata cara pelaksanaan lelang yang sesuai men unit peraturan Lelang yang berlaku. Pejabat Lelang telah mempunyai organisasi profesi yang bernama IPLI yaitu Ikatan Pejabat Lelang Indonesia yang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya tengah disusun. Berkaitan dengan organisasi profesi tersebut, orang-orang mengajukan permohonan pengangkatan sebagai Pejabat Lelang Kelas II harus menyerahkan bukti telah menutup asuransi profesi, tentunya yang dimaksud adalah asuransi profesi sebagai Pejabat Lelang, tetapi berdasarkan keterangan dan orangorang yang telah diangkat sebagai Pejabat Lelang asuransi profesi itu sampai sekarang belum pernah dilaksanakan atau dengan kata lain belum pernah ada tagihan dan organisasi profesi Pejabat Lelang agar para anggotanya membayar asuransi profesi, sehingga persyaratan untuk menutup asuransi profesi harus ditinjau ulang atau ditindaklanjuti dengan dimulainya pembayaran asuransi profesi tersebut. B. Akta Risalah Lelang Risalah Lelang merupakan Legal Output dari Pejabat Lelang kelas II. Menurut pasal 1868 Jo Pasal 37,38 dan 39 VR, Risalah Lelang termasuk akta otentik. Selanjutnya menurut pasal 1870 akta otentik merupakan bukti yang sempurna. 28 Risalah lelang juga merupakan salah satu bentuk perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, Persetujuan-persetujuan itu tidak 28 R. Subekti, R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1990. Hal. 15.

44 dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak dan persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pasal 35 VR mengatur Risalah Lelang sama artinya dengan Berita Acara Lelang. Berita Acara Lelang merupakan landasan otentifikasi penjualan lelang, berita acara lelang mencatat segala peristiwa yang terjadi pada penjualan lelang. 29 Menurut pasal 35 VR mengatakan Tiap penjualan di muka umum oleh juru lelang atau kuasanya dibuat berita acara tersendiri yang bentuknya ditetapkan seperti dimaksud dalam pasal 37, 38 dan 39 VR Namun dalam perkembangannya istilah berita acara lelang tersebut berubah menjadi risalah lelang. Sejak kapan penggunaan risalah lelang tersebut resmi belum diketahui akan tetapi istilah risalah lelang itu menurut Pedoman Administrasi Umum Departemen Keuangan dapat diartikan sebagai berikut : a. Berita acara adalah risalah mengenai suatu peristiwa remsi dan kedinasan yang disusun secara teratur dimaksudkan untuk mempunyai kekuatan bukti tertulis bilamana diperlukan sewaktu-waktu. Berita acara ini ditandatangani oleh pihakpihak yang bersangkutan. b. Risalah adalah laporan mengenai jalannya suatu pertemuan yang disusun secara teratur dan dipertanggungjawabkan oleh si pembuat dan/atau pertemuan itu sendiri, sehingga mengikat sebagai dokumen resmi dari kejadian/peristiwa yang disebutkan didalamnya. 29 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, PT. Gramedia, Jakarta, 1994, hal. 187.

45 Dari kedua pengertian tentang berita acara dan risalah tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa risalah lelang adalah : Berita acara yang merupakan dokumen resmi dari jalannya penjualan dimuka umum atau lelang yang disusun secara teratur dan dipertanggungjawabkan oleh pejabat lelang dan para pihak (penjualan dan pembelian sehingga pelaksanaan lelang yang disebut didalamnya mengikat. Pasal 37 VR yaang selanjutnya diatur dalam pasal 43 Permenkeu Nomor 40/PMK.07/2006, mengatur lebih teknis hal-hal yang harus tercantum dalam risalah lelang, yang diberi nomor urut tersendiri, adapun risalah lelang terdiri dari: a. Bagian Kepala. b. Bagian Badan dan c. Bagian Kaki Selanjutnya pasal 44, 46, dan 47, mengatur bagian kepala risalah lelang memuat sekurang-kurangnya : a. Hari, tanggal, dan jam lelang ditulis dengan huruf dan angka b. nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal/domisili dari pejabat lelang. c. Nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal/domisili penjual. d. Nomor/tanggal surat permohonan lelang. e. Tempat pelaksanaan lelang. f. Sifat barang yang dilelang dan alasan barang tersebut dilelang. g. Dalam hal yang dilelang barang-barang tidak bergerak berupa rumah atau tanah dan bangunan harus disebutkan: 1. Status hak tanah atau surat-surat lain yang menjelaskan bukti kepemilikan.

46 2. Surat keterangan tanah dari kantor pertanahan, dan. 3. Keterangan lain yang membebani tanah tersebut. h. Cara bagaimana lelang tersebut telah diumumkan oleh penjual, dan. i. Syarat-syarat umum lelang. Bagian Badan risalah lelang memuat sekurang-kurangnya : a. Banyaknya penawaran lelang yang masuk dan sah. b. Nama barang yang dilelang. c. Nama pekerjaan dan alamat pembeli, sebagai pembeli atas nama sendiri atau sebagai kuasa atas nama orang lain. d. Bank Kreditor sebagai pembeli untuk orang atau badan hukum atau badan usaha yang akan ditunjuk namanya (dalam hal bank kreditor sebagai pembeli lelang). e. Harga lelang dengan angka dan huruf, dan. f. Daftar barang yang laku terjual/ditahan memuat nilai, nama, alamat pembeli. Bagian Kaki Risalah Lelang memuat sekurang-kurangnya : a. Banyaknya barang yang ditawarkan/dilelang dengan angka dan huruf. b. Jumlah nilai barang-barang yang telah terjual dengan angka dan huruf. c. Banyaknya surat-surat yang sudah dilampirkan pada risalah lelang dengan angka dan huruf. d. Jumlah nilai barang-barang yang ditahan dengan angka dan huruf. e. Jumlah perubahan yang dilakukan (catatan, tambahan, coretan dengan penggantinya).

47 f. Tandatangan pejabat lelang, penjual/kuasa penjual dalam hal lelang barang tidak bergerak, atau. g. Tandatangan pejabat lelang, penjual/kuasa penjual dan pembeli/kuasa pembeli lelang hal lelang barang tidak bergerak. Sebagai suatu akta, maka penandatanganan risalah lelang dilakukan oleh pejabat lelang, penjual/kuasa pembeli/kuasa pembeli dalam hal lelang barang tidak bergerak. Apabila penjual tidak menghendaki menandatangani risalah lelang atau tidak hadir setelah risalah lelang ditutup, hal ini dinyatakan oleh pejabat lelang sebagai tanda tangan, pihak yang berkepentingan dapat memperoleh salinan/petikan/grosse yang otentik dari minut risalah lelang yaitu : pembeli, penjual, instansi pemerintah untuk kepentingan dinas, kantor lelang. Grosse risalah lelang yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa:, dapat diberikan atas permintaan pembeli atau kuasananya. Risalah Lelang sebagai perjanjian yang mengikat para pihak dalam lelang. Klausul risalah lelang yang merupakan hukum khusus yang berlaku bagi para pihak dalam lelang yang berfungsi sebagai perjanjian baku, perjanjian baku atau standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrok ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, syarat-syarat baku adalah:

48 syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang akan masih dibuat, yang jumlahnya tidak tentu tanpa membicarakan isisnya terlebih dahulu. 30 B.1. FUNGSI RISALAH LELANG Risalah Lelang Sebagai Akta Otentik Suatu peristiwa penting yang mempunyai akibat hukum, misalnya suatu transaksi atau suatu perikatan, perlu adanya pembuktian sebagai bukti bisa digunakan kesaksian dari yang melihat peristiwa itu, akan tetapi saksi hidup ini mempunyai kelemahan-kelemahan yaitu bila suatu peristiwa akan dibuktikan kebenarannya, saksi-saksi itu sudah tidak ada lagi. Oleh karena adanya kelemahan untuk pembuktian dengan saksi hidup tersebut, pihak-pihak yang berkepentingan mulai mencari dan menyadari pentingnya bukti-bukti tertulis. Mereka mulai mencatat dalam suatu surat (dokumen) dan ditandatangani oleh pihak yang berkepentingan berikut saksi-saksinya. Disinilah awal kesadaran perlunya pembuktian tertulis walaupun masih dibawah tangan. Sedangkan pengertian tentang akta otentik seperti yagn dikenal dalam KUH Perdata belum ada. Menurut hukum, risalah lelang termasuk kategori akta otentik sebelum membahas apa itu akta otentik, terlebih dahulu diuraikan/dijelaskan mengenai pengertian akta. Istilah akta dalam bahasa belanda disebut acte dan dalam bahasa Inggris act atau deed sedangkan menurut R. Subekti dan Tjitrosudibyo dalam hal. 2. 30 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1986,

49 bukunya kamus hukum bahwa acte merupakan bentuk jamak dari actum dari bahasa latin yang artinya perbuatan-perbuatan. Selanjutnya beberapa ahli memberikan pengertian akta sebagai berikut ; 1. Menurut R. Subekti dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata, kata akta dalam pasal 108 KUH Perdata bukanlan berarti surat melainkan harus diartikan dengan perbuatan hukum. 2. A. Pitlo mengartikan akta sebagai bukti surat-surat yagn ditandatangani dan dibuat untuk dipakai sebagai bukti dan untuk dipergunakan oelh orang untuk siapa suarat itu dibuat. 3. Vegeen, Openhein, dan Polak berpendapat bahwa akata adalah suatu tulisan yang ditandatangani, dibuat dan dipergunakan sebagai bukti. 4. Selanjutnya Sudikno mertokusumo dalam bukunya Hukum Acara Perdata di Indonesia mengatakan bahwa akta adala surat yang diberi tanda tangan, yagn memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daru suatu hak atas perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 5. Mr. Tresna dalam bukunya Komentar Atas Reglement Hukum Acara Dalam Pemeriksaan di muka Pengadilan Negeri/HIR mengatakan bahwa akta adalah suatu surat yang ditandatangani yang memuat keterangan tentang kejadiankejadian atau yagn merupakan dasar dari suatu hak atau suatu perjanjian. Dari beberapa defenisi tersebut diatas, berarti tidak setiap surat disebut akta, melainkan yang memenuhi syarat sebagai berikut ;

50 1. Surat harus ditandatangani Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1869 KUH Perdata : Suatu akta yagn karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pejabat umum atau karena sesuatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan jika ditandatangani oleh pihak: Maksud keharusan ditandatanganinya suatu akta adalah untuk memberi ciri tersendiri dari suatu akta sebab suatu tandatangan seseorang mempunyai sifat individual. 2. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atas suatu perikatan. 3. Surat itu diperuntukkan sebagai alat bukti Menurut anggapan masyarakat menandatangani atau pemberian sidik jarimerupakan tidakan yang penting, misalnya orang yang akan menandatangani atau memberikan tanda sidik jari kadang-kadang kelihatan gemetaran atau kelihatan diam sejenak seolah-olah ada sesuatu yang terucap dengan lirih keluar dari bibirnya. Hal-hal tersebut sebagai tanda-tanda bahwa menandatangani atau membubuhkan sidik jari bukan saja sesuatu yang penting akan tetapi jauh dari itu ia merasa akan teikat dirinya atas apa yang ditandatangani atau yang diberikan sidik jari tersebut.

51 Arti kata menandatangani secara Ethymologis (ilmu asal suku kata) yaitu memberi tanda (teken) dibahaw sesuatu yang istilah dalam bahas Belanda disebut Onder Tenenen atau hand tekening yang berarti membuat tanda dibawah sesuatu dan sesuatu itu adalah tulisan, perlu ditambahkan bahwa Indonesia cap jembol disamakan dengan tanda tangan (Pasal 1874 KUH Perdata). 31 Menurut hukum, penandatanganan adalah suatu fakta hukum. Mr.C.I.I. De Johncheere dalam disertasinya dikatakan Suatu pernyataan kemauan dari pembuat tandatangan bahwa ia membubuhi tanda tangannya dibawah suatu tulisan menghendaki agar tulisan itu dalam hukum dianggap sebagai tulisan sendiri. 32 C. Tumpang Tindih Pengaturan Kewenangan Membuat Akta Risalah Lelang Antara Peraturan Lelang dan UUJN. Dalam kehidupan masyarakat, Notaris telah menjadi profesi yang memegang peranan penting karena mempunyai tugas memberikan pelayanan dan penyuluhan hukum kepada masyarakat dan juga mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis dari suatu keadaan, peristiwa hukum atau perbuatan hukum. Notaris menuangkan segala kejadian ataupun kehendak para pihak ke dalam akta otentik tersebut sehingga isi dari akta otentik tersebut secara formil mengikat para pihak dan menjadi alat bukti yang sempurna bagi pihak-pihak yang terkait. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 31 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Tentag Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung, 1996. 32 Ibid, Hal 28.

52 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, ada beberapa hal yang diatur, salah satu diantaranya dapat dijumpai pada ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf g dimana Notaris berwenang pula membuat akta Risalah Lelang. Hal ini tentu sangat menarik karena dengan diberlakukannya Undang-Undang Jabatan Notaris berarti Notaris mempunyai kewenangan yang sama dengan Pejabat Lelang untuk membuat akta Risalah Lelang yang merupakan berita acara yang dibuat oleh Pejabat Lelang dalam suatu pelaksanaan lelang. Untuk Notaris, acuan yang digunakan untuk membuat sebuah akta otentik adalah Undang-Undang Jabatan Notaris, sedangkan untuk Pejabat Lelang acuan hukumnya adalah Peraturan Lelang (Vendu Reglement, Stbl. 1908 : 189 sebagaimana telah diubah dengan Stbl. 1940 : 56). Sehingga dapat dikatakan telah timbul banyak pertanyaan terkait dengan Risalah Lelang dan akta otentik yang dibuat Notaris tersebut. Dalam hal untuk menemukan bagaimana kedudukan notaris dalam pembuatan risalah lelang dan bagaimana kedudukan risalah lelang tersebut dan belum adanya penyelesaian yang signifikan akan tumpang tindih semacam ini pada saatnya nanti akan menimbulkan satu konflik norma yang akan mengarah kepada satu bentuk ketidakpastian hukum akan risalah lelang. Menilai fakta-fakta hukum tersebut, maka dibutuhkan adanya keseriusan dari pembuat undang-undang untuk dengan segera mengakhiri tumpang tindih semacam ini. Maka penulis akan berusaha menjabarkan kewenangan Notaris dari dua peraturan tersebut.

53 1. Undang ungdang Jabatan Notaris Menurut Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris: Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, penyimpanan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semua itu sepanjang perbuatan aktaakta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang. Unsur-unsur Pasal 15 Jabatan Notaris tersebut adalah : 1. Yang berwenang membuat akta otentik harus Pejabat Umum. 2. Akta otentik dibidang keperdataan, notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuatnya, kecuali akta-akta tertentu secara tegas disebutkan dalam peraturan perundangan. Jadi wewenang notaris bersifat umum sedangkan pejabat umum lainnya bersifat khusus. 3. Pejabat umum harus berwenang sepanjang akta yang dibuat 4. Pejabat umum harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat. Wewenang pejabat umum meliputi : 1. Pejabat umum harus berwenang sepanjang akta yang dibuat.

54 2. Pejabat umum harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat. 3. Pejabat umum harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta itu dibuat. 4. Pejabat umum harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. Pasal 1869 KUH Perdata yang mengatakan : Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud diatas atau karena suatu cacat dalam bentuknya tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik akan tetapi mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan.... Menurut Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris: Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, penyimpanan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semua itu sepanjang perbuatan aktaakta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang. Unsur-unsur Pasal 15 Jabatan Notaris tersebut adalah : 1. Yang berwenang membuat akta otentik harus Pejabat Umum. 2. Akta otentik dibidang keperdataan, notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuatnya, kecuali akta-akta tertentu secara tegas disebutkan dalam

55 peraturan perundangan. Jadi wewenang notaris bersifat umum sedangkan pejabat umum lainnya bersifat khusus. 3. Pejabat umum harus berwenang sepanjang akta yang dibuat 4. Pejabat umum harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat. Wewenang pejabat umum meliputi : 1. Pejabat umum harus berwenang sepanjang akta yang dibuat. 2. Pejabat umum harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat. 3. Pejabat umum harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta itu dibuat. 4. Pejabat umum harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. Pasal 1869 KUH Perdata yang mengatakan : Suatau akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud diatas atau karena suatu cacat dalam bentuknya tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik akan tetapi mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan.... Dengan demikian maka jika suatu akta otentik yang dibuat oleh pejabat umum yang tidak berwenang untuk itu, akta itu tidak lagi mempunyai pembuktian sebagai akta otentik yaitu kekuatan pembuktian sempurna, maka akan menjadi akta dibawah tangan. Selanjutnya Pasal 15 ayat (2) UUJN menyatakan :

56 a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya. e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau g. Membuat akta risalah lelang Huruf g pasal 15 ayat (2) tersebut di atas menyebutkan salah satu kewenangan Notaris adalah Membuat akta risalah lelang, hal ini dapat diartikan bahwa Notaris secara otomatis dapat membuat akta risalah lelang secara independen, tanpa harus mendapat penunjukan atau pengangkatan dari instalansi lain. Didalam penjelasan pasal demi pasal pada UUJN di nyatakan bahwa pasal 15 ayat (2) huruf g Cukup jelas, tidak ada penjabaran atau penjelasan lebih lanjut mengenai pengaturan kewenangan Notaris dalam membuat akta risalah lelang. 2. Peraturan Lelang. Akta Risalah Lelang akan di buat apabila telah dilaksanakan penjualan barang secara lelang, Pasal 1a VR menyebutkan tanpa mengurangi ketentuan alinea berikut

57 dalam pasal ini, penjualan dimuka umum tidak boleh dilakukan selain dihadapan juru lelang. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang pada Bab I Ketentuan Umum pasal 1 angka 32 menyatakan Risalah Lelang adalah Berita Acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. Selanjutnya pasal 7 VI menyatakan : (s.d.u.t dg. S. 1908-537 dan S. 1919-448) Yang termasuk Juru Lelang kelas I ialah: 1. Pejabat Pemerintah yang diangkat khusus untuk itu ; 2. Kepala kas negara yang ditugaskan untuk memegang jabatan juru lelang sebagai jabatan tambahan. Yang termasuk juru lelang kelas II ialah : 1. Pejabat Negara, selain yang disebut dalam alinea pertama pasal ini, yang memegang jabatan yang dirangkapkan dengan juru lelang. 2. Orang-orang yang khusus diangkat untuk jabatan ini. Untuk penjelasan juru lelang kelas II pada angka 2 diatas yakni orang-orang yang khusus diangkat untuk jabatan ini di jelaskan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.01/2002 tentang pejabat lelang yang dirubah oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor 451/KMK.01/2002 pada pasal 1 menyatakan : Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang diubah sebagai berikut:

58 1. Ketentuan Pasal 4 ayat (3) diubah dengan menambah huruf d dan menambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (4), sehingga keseluruhan Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 (1) Pejabat Lelang Kelas I adalah pegawai DJPLN yang diangkat untuk jabatan itu. (2) Pejabat Lelang Kelas II adalah orang-orang tertentu yang diangkat untuk jabatan itu. (3) Orang-orang tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), berasal dari: a. Notaris; b. Penilai; c. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) DJPLN diutamakan yang pernah menjadi Pejabat Lelang Kelas I; atau d. lulusan Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Lelang yang diselenggarakan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan. (4) Pejabat Lelang Kelas I dan Kelas II berkedudukan di wilayah kerja tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Kewenangan untuk membuat Akta risalah lelang di atur dalam VR pasal 35 (s.d.u. dg. S. 1940 56 Jo. S. 1941 3) Dari tiap-tiap penjualan Umum yang dilakukan oleh juru lelang atau kuasanya, selama penjualan, untuk tiap-tiap hari pelelangan atau penjualan harus dibuat berita acara tersendiri.

59 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.01/2002 Tentang Pejabat Lelang dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (4) menyatakan Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna bagi para pihak. Selanjutnya dalam pasal 18 ayat (2) huruf g menyatakan Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II mempunyai kewajiban sebagai berikut: g. membuat dan menandatangani Risalah Lelang; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II pasal 12 ayat (1) menyebutkan pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan Lelang atas permohonan Balai Lelang dan Penjual/Pemilik Barang, selanjutnya pada pasal 14 ayat (1) huruf f menyebutkan pejabat lelang kelas II dalam melaksanakan jabatannya berkewajiban membuat bagian kepala risalah lelang sebelum pelaksanaan lelang. Dari Penjabaran-penjabaran di atas dapat penulis simpulkan bahwa untuk membuat Akta risalah lelang harus dilakukan oleh Pejabat Lelang dan Pejabat Lelang itu sendiri dikenal ada dua yaitu Pejabat Lelang kelas I dan Pejabat Lelang Kelas II. Notaris sendiri diperbolehkan untuk merangkap jabatan menjadi Pejabat Lelang Kelas II. Jakarta, MP. DIRJEN Kekayaan Negara Kementerian Keuangan mengatakan, terkait dengan pembuatan akta Risalah Lelang, yang berwenang membuat Risalah Lelang (akta lelang) adalah pejabat lelang. Menurutnya, Notaris yang bukan pejabat

60 lelang tidak berwenang membuat Risalah Lelang. Pengaturan tentang lelang merupakan kewenangan Menteri Keuangan. Untuk itu, Risalah Lelang seharusnya tidak diatur dalam Undang-undang Notaris. Jadi, jika Notaris berwenang membuat akta risalah lelang adalah bertentangan dengan UU Lelang, kecuali telah diangkat sebagai Pejabat lelang. 33 Menurut Hanugrahardini Pemberian kewenangan kepada Notaris dalam pembuatan akta risalah lelang sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, menyebabkan timbulnya ketidakpastian hukum dalam pelaksanaannya di bidang lelang. Hal ini dikarenakan pemberian kewenangan tersebut tumpang tindih dengan kewenangan Pejabat Lelang sebagai pelaksana lelang berdasarkan Peraturan Lelang (Vendu Reglement) dan Instruksi Lelang (Vendu Instructie). 34 3. Analisis Penulis sendiri melihat bahwa kewenangan notaris dalam pasal 15 ayat (2) huruf (g) UUJN bukanlah suatu hal yang baru atau ada yang mengatakan suatu perluasan kewenangan bagi notaris dan bahkan beranggapan bahwa notaris tanpa melalui pengangkatan sebagai pejabat lelang dapat secara langsung berwenang membuat akta risalah lelang dengan pertimbangan bahwa yang mengatur kewenangan tersebut UU yang secara hirarki kedudukannya lebih tinggi dari peraturan menteri 33 Megapolitan Pos.com, Notaris Tidak Berwenang Membuat Akta Lelang, Kamis, 17 Maret 2011 15:09 34 Amri Syamsuddin, Pro dan Kontra Pengaturan Kewenangan Notaris Sebagai Pejabat Lelang, amrisyamsuddin.blogspot.com, Senin 16 Maret 2009.

61 yang mengatur mengenai kewenangan pejabat lelang (lex superior derogat legi inferiori) atau vendu reglement dan vendu instructie yang dikesampingkan dengan alasan asas lex posterior derogat lege priori, kedua asas tersebut baru dapat digunakan hanya untuk menyelesaikan suatu peraturan perundang-undangan yang saling bertentangan dan penulis melihat pengaturan kewenangan tersebut bertentangan bahkan satu sama lain saling mengatur tanpa adanya penjelasan tersendiri sehingga tidak menunjukan konsistensi hukum. Dimana seharusnya peraturan menteri tersebut merupakan lex specialis yang mengatur mengenai pengankatan notaris sebagai pejabat lelang. Sebagai bahan perbandingan kewenangan notaris dalam pasal 15 ayat (2) huruf (f) UUJN, mengenai kewenangan membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan juga bukan berarti notaris dapat secara langsung membuat akta di bidang pertanahan tanpa didahului pengangkatan sebagai PPAT dengan alasan yang sama bahwa profesi PPAT hanya diatur dalam Peraturan pemerintah. Hal tersebutpun seharusnya dijelaskan dengan penelasan tertentu karena peraturan pemerintah tersebut juga merupakan lex specialis dalam pengankatan notaris sebagai PPAT agar dapat menjalankan kewenangannya tersebut sebagaimana yang diatur dalam UUJN. Namun pengangkatan notaris sebagai pejabat lelang juga bukan termasuk larangan rangkap jabatan bagi notaris sebagaimana dalam pasal 17 UUJN karena pengaturan hukum pengangkatan tersebut diatur dalam vendu reglement, vendu instructie, dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

62 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang juncto Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II yang juga merupakan lex specialis dari kewenangan notaris dalam pasal 15 ayat (2) huruf (g) UUJN.