KegiatanBelajar 1 KONSEP DASAR PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN

dokumen-dokumen yang mirip
Mahasiswa mampu. Tes DASAR. Modul: 1 6 PENILAIAN. menjelaskan hakikat. Suryanto, DALAM. penilaian, asesmen, Adi. (2009).

Kegiatan Belajar. Mengembangkan tes. A. TES OBJEKTIF 1. Benar-salah 2. Menjodohkan 3. Pilihan ganda

Inisiasi II ASESMEN PEMBELJARAN SD

BAB III PROSEDUR PENGEMBANGAN INSTRUMEN DALAM PEMBELAJARAN

Kegiatan Belajar 4: Menelaah Tes Hasil Belajar

BAB III METODE PENELITIAN. data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian terdiri dari dua kata,

Gagne (1974): (A) kemampuan merencanakan materi dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Kemampuan afektif yang dianalisis dalam penelitian ini adalah perilaku siswa

(Luhut Panggabean, 1996: 31)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. metode penelitian dan pengembangan (research and development). Borg and

BAB III METODE PENELITIAN

PERKULIAHAN 4: EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA ALAT EVALUASI (LANJUTAN)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen (experimental

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Beberapa definisi operasional dalam menghindari berbagai penafsiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

LISAN TULISAN OBSERVASI SKALA PENILAIAN SOSIOMETRI STUDI KASUS CHECKLIST

BAHAN AJAR Kompetensi Dasar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) TOPIK-4: Evaluasi HAsil Belajar dalam PJJ

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat tiga

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2008:3). Dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah research and development

TUGAS TUTORIAL. Pelatihan Tutor TTM 2015

Konsep Dasar Penilaian dalam Pembelajaran

PEMBUATAN TES TERTULIS

BAB III METODE PENELITIAN

Kelas Eksperimen : O X O

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, sedangkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dilaksanakan adalah randomized control group pretest-posttest design. Dimana

BAB III METODE PENELITIAN. pengembangan atau Research and Development (R&D). Menurut Sugiyono

BAHAN AJAR EVALUASI PEMBELAJARAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. eksperimen. Pada penelitian ini peneliti melakukan satu macam perlakuan yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN. A. Kompetensi Guru Mata Pelajaran Qur an Hadits dalam Perencanaan. Evaluasi Hasil Belajar Siswa di MTs Negeri Ngantru

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

TEKNIK PENGEMBANGAN SOAL OBJEKTIF Vinta A. Tiarani

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Efektivitas dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengumpulkan bukti-bukti atau karya-karya hasil belajar siswa meliputi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1994:132), dengan desain static group pretes-postes design (Fraenkel & Wallen,

VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Suatu metode penelitian memiliki rancangan penelitian (research design)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 6 Bandung yang beralamat di Jl. Soekarno-Hatta (Riung Bandung), Jawa Barat.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mempermudah pembahasan, terlebih dahulu akan diuraikan definisi

BAB III METODE PENELITIAN

Keterangan: O : Pretes, Postes X : Perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing

BAB III METODE PENELITIAN

Kegiatan Belajar 3: Menulis Tes Hasil Belajar

BAB III METODE PENELITIAN. Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda maka beberapa istilah yang

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan peneliti adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Learning berbasis Moodle sebagai media pembelajaran. : Tes akhir (posttest) dilakukan setelah digunakannya E-Learning

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara atau teknik ilmiah untuk memperoleh data dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pre- experiment.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen atau

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dirancang untuk melihat hubungan sebab-akibat antara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

O X O Pretest Perlakuan Posttest

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akurat mengenai sifat-sifat, serta hubungan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Sugiyono (2010: 60) dalam bukunya menyimpulkan bahwa variabel penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. modul IPA ini menggunakan metode Research and Development. (R&D). Penelitian R&D menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2012:

Transkripsi:

KegiatanBelajar 1 KONSEP DASAR PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN Dalam bidang pendidikan terdapat dua pengertian penilaian hasil belajar. Yang pertama,pengertian penilaian dalam arti asesmen, dan yang kedua pengertian penilaian dalam arti evaluasi. A. PENGERTIAN PENILAIAN Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan informasi hasil belajar siswa yang diperoleh melalui pengukuran untuk mejelaskan atau menganalisis unjuk kerja siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan Guru. Contoh pada ulangan harian, Intan dapat menjawab tiga dari lima pertanyaan tes uraian tetapi pada ulangan harian sebelumnya Intan hanya dapat mengerjakan dua dari lima butir soal yang disediakan. Dari contoh tersebut, sebenarnya Kita sebagai Guru telah melakukan tes, pengukuran,asesmen, dan evaluasi. a. Tes : yaitu alat ukur untuk memperoleh informasi hasil belajar siswa yang memerlukan jawaban benar atau salah. - Yang termasuk tes : tes objektif dan tes uraian. - Yang termasuk bukan tes : pedoman pengamatan, skala rating, skala sikap, dan pedoman wawancara. b. Pengukuran : kegiatan penentuan angka dari suatu objek yang diukur. c. Asesmen : kegiatan mengumpulkan informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari berbagai jenis tagihan dan mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil beajar dan perkembangan belajar siswa. d. Evaluasi : penilaian keseluruhan program pendidikan mulai perencanaan suatu program substansi pendidikan termasuk kurikulum dan penilaian (asesmen) serta pelaksanaannya, pengadaan dan peningkatan kemampuan guru, manajemen pendidikan, dan reformasi pendidikan secara keseluruhan. Kesimpulan : Penilaian : kegiatan untuk memperoleh informasi pencapaian hasil belajar dan kemajua belajar siswa serta mengefektifkan penggunaan informasi tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan B. KEDUDUKAN TES, PENGUKURAN, ASESMEN DAN EVALUASI

Tes merupakan salah satu jenis alat ukur yang digunakan untuk menagih hasil belajar siswa. Alat ukur yang digunakan untuk memperoleh informasi hasil belajar dapat berupa tes dan no tes. Untuk mengumpulkan data dari hasil tes yang kita berikan kepada siswa maka kita akan dapat menarik kesimpulan tentang perkembangan belajar siswa. Kegiatan inilah yang disebut asesmen. C. PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN 1. Berorientasi pada pencapaian kompetensi 2. Valid 3. Adil 4. Objektif 5. Berkesinambungan 6. Menyeluruh 7. Terbuka 8. Bermakna D. PERGESERAN PARADIGMA PENILAIAN HASIL BELAJAR Selama ini penilaian hasil belajar siswa kebanyakan hanya dilakukan dengan menggunakan alat ukur tes saja. Dengan cara ini maka kita tidak dapat mengukur keseluruhan hasil belajar yang telah dicapai siswa. Karena itu, ahli pendidikan mengusulkan penilaian hasil belajar siswa menggunakan asesmen, dengan begitu kita dapat mengukur tidak hanya dari hasil belajar saja tapi juga dari proses belajar siswa secara menyeluruh. Kita masih sering melihat disekolah-sekolah, guru hanya menggunakan tes sebagai satu-satunya alat ukur keberhasilan belajar siswa. Padahal sebagai salah satu alat ukur hasil belajar siswa, tes mempunyai beberapa kelemahan antara lain; a. Hampr semua jenis tes hanya mengukur hasil belajar dalam ranah kognitif dan keterampilan sederhana. b. Hasil tes sering dijadikan sebagai satu-satunya indikator keberhasilan belajar siswa. c. Dalam pelaksanaannya, tes selalu menimbulkan kecemasan pada diri peserta tes. d. Tes sering kali justru mengukum siswa yang kreatif. Uraian di atas merupakan model penilaian hasil belajar yang tradisional. Dalam model penilaian ini hasil belajar siswa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan proses pembelajaran. Inilah yang dikenal dengan penilaian dalam arti asesmen. Dengan demikian terjadi pergeseran paradigma dari penilaian yang berorientasi pada hasil akhir saja dan penilaian yang berorientasi pada proses pembelajaran dan hasil belajar.

Kegiatan Belajar 2 JENIS DAN FUNGSI PENILAIAN DALAM PEMBELARAN A. TES SELEKSI DAN FUNGSINYA Tes seleksi adalah tes yang dimaksudkan untuk menyeleksi atau memilih calon yang dapat diterima untuk mengikuti suatu program. Dengan demikian tes seleksi berguna untuk menghasilkan calon-calon terpilih yang dapat diterima untuk mengikuti suatu program. Tes seleksi biasanya diadakan jika jumlah peminat yang akan mengikuti suatu program melebihi dari yang dibutuhkan. Tes ini dapat dilaksanakan secara tertulis,wawancara atau keduanya. B. TES PENEMPATAN DAN FUNGSINYA Tes penempatan adalah tes yang dimaksudkan untuk menempatkan siswa ssesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian tes ini berguna untuk mengelompokkan siswa dalam satu kelompok yang relative homogen kemampuan dan keterampilannya. Manfaat yang dapat dipetik dengan dilaksakannya tes penempatan adalah kita dapat memperoleh kelompok pesrta program dengan kemampuan yang relative homogeny sehingga program dapat dilaksanakan dengan lebih efektif. C. PRE TEST-POST TEST DAN FUNGSINYA Pre test adalah tes yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memahami materi pelajaran yang akan disampaikan, sedang post test adalah tes yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan program setelah mereka mengikuti program tersebut. D. TES DIAGNOSTIK DAN FUNGSINYA Tes diagnostic adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kesulitan yang dialami siswa dalam memahami materi pelajaran. Dengan demikian tes ini memliki fungsi sebagai langkah awal untuk menentukan dan memperbaiki atau menghilangkan penyebab kesulitan siswa dalam memahami materi pelajaran.

E. TES FORMATIF DAN FUNGSINYA Tes formatif adalah tes yang digunakan untuk mengtahui sejauh mana siswa dapat menguasai tujuan pembelajaran yang sudah diajarkan. Dengan demikian tes ini dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dilakukan. Tes ini juga dapat digunakan sebagai monitor apakah proses pembelajaran yang baru saja dilakukan telah dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam rencana pembelajaran atau belum. Dan yang menjadi fokus dalam pelaksanaan tes formatif adalah ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam proses pembelajaran bukan mencari penyebab kesulitan belajar siswa. F. TES SUMATIF DAN FUNGSINYA Tes sumatif adalah tes yang dimaksudkan untuk menilai keberhasilan siwa setelah mengikuti seluruh rangkaian proses pembelajaran, dengan demikian fungsi dari tes ini adalah untuk menilai hasil belajar siswa.

PENGEMBANGAN TES HASIL BELAJAR 1. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN TES A. Tes Objektif Keunggulan : 1) Tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir rendah sampai dengan sedang (ingatan, pemahaman, penerapan). 2) Semua / sebagian besar materi yang telah diajarkan dapat ditanyakan saat ujian sehingga semua/ sebagian besar tujuan pembelajaran yang ditetapkan dalam RPP dapat diukur ketercapaiannya. 3) Pemberian skor pada setiap siswa dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan konsisten karena jawaban yang benar untuk setiap butir soal sudah jelas dan pasti. 4) Memungkinkan untuk dilakukan analisis butir soal. 5) Tingkat kesukaran soal dapat dikendalikan. 6) Informasi yang diperoleh lebih kaya. Kelemahan : 1) Butir soal yang ditulis cenderung mengukur proses berpikir rendah. 2) Membuat pertanyaan tes objektif yang lebih baik lebih sukar sehingga membutuhkan waktu lebih lama. 3) Kemampuan anak dapat terganggu oleh kemampuannya dalam membaca dan menerka. 4) Anak tidak dapat mengorganisasian, menghubungkan, dan menyatakan idenya sendiri karena semua alternatif jawaban untuk setiap pertanyaan sudah diberikan oleh penulis soal. Upaya untuk meminimalkan kelemahan : 1) Agar soal yang ditulis dapat mengukur tujuan pembelajaran yang ditetapkan penulis harus berorientasi pada kisi-kisi soal. 2) Penulis soal harus menguasai materi dan berlatih menulis soal terus menerus, untuk menanggulangi lamanya menulis soal penulis soal harus memiliki bank soal. 3) Menuliskan butir soal dengan baik sesuai kaidah penulisan butir soal objektif yang telah ditentukan. 4) Tes objektif sebaiknya digunakan untuk tes sumatif, sedangkan untuk ulangan harian usahakan dengan tes uraian.

B. Tes Uraian Keunggulan : 1) Tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir tinggi. 2) Tepat digunakan untuk mengukur hasil belajar yang kompleks yang tidak dapat diukur dengan tes objektif. 3) Waktu yang digunakan untuk menulis satu set tes uraian lebih cepat dari pada waktu yang digunakan untuk menulis satu set tes objektif 4) Menulis tes uraian yang baik relative lebih mudah dari pada menulis tes objektif. Kelemahan : 1) Terbatasnya sampel materi yang ditanyakan. 2) Sukar memeriksa jawaban siswa. Karena sukar memeriksa jawaban siswa, sehingga pemberian skor kurang objektif dan kurang konsisten. Hal ini disebabkan beberapa hal, diantaranya: Adanya Hallo Effect Memberi skor hanya dengan anggapan bahwa siswa pandai pada satu mata pelajaran (misal: MATEMATIKA), sehingga pelajaran yang lain pun dianggap pandai. Adanya Efek Bawaan (Carry Over Effect) - Efek bawaan yang terjadi pada saat memeriksa butir soal nomor 1 ke butir soal. - Efek bawaan yang terjadi pada saat memeriksa jawaban satu siswa ke siswa lainnya cenderung tinggi setelah memeriksa jawaban siswa yang jelek. Efek urutan pemeriksaan (Order Effect Hasil siswa yang diperiksa lebih awal cenderung tinggi daripada hasil siswa yang diperiksa mendekati akhir. Pengaruh penggunaan bahasa Kualitas jawaban siswa tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas isi jawaban tetapi juga dipengaruhi oleh penggunaan bahasa, ejaan, kalimat, tanda baca, dan struktur kalimat. Pengaruh tulisan tangan Kualitas tulisan siswa cenderung mempengaruhi skor siswa. Kualitas tulisan yang baik diberi skor tinggi daripada kualitas tulisan yang jelek. Upaya untuk meminimalkan kelemahan :

1) Agar validitas isi tes uraian tinggi, maka berbentuk tes uraian terbatas. 2) Unsur subyektivitas harus ditekan seminimal mungkin dengan memeriksa hasil tes siswa tanpa nama. 3) Agar pemeriksaan tes uraian lebih objektif dan konsisten, maka cara yang harus dilakukan pemeriksa adalah sebagai berikut : a. Gunakan tes uraian terbatas b. Gunakan dua pemeriksa c. Ada kesepakatan dalam memberi skor antara kedua pemeriksa d. Lakukan uji coba terlebih dahulu terhadap skor yang telah disepakati setidak-tidaknya dari 4 orang siswa dengan perbedaan skor kedua pemeriksa kurang dari 5. 4) Upaya untuk mengurangi Hallo Effect adalah dengan menutup nama peserta tes. 5) Untuk menghindari Carry Over Effect adalah dengan memeriksa jawaban per nomor untuk seluruh siswa. 6) Untuk menghindari Order Effect adalah bila anda lelah, berhentilah memeriksa dan lanjutkan kembali setelah anda fresh kembali. 2. MENGEMBANGKAN TES A. Tes Objektif 1) Tes benar salah / true false item Fungsi - Mengukur kemampuan siswa untuk mengidentifikasi kebenaran suatu pernyataan mengenai fakta, definisi, prinsip, teori, hukum, dan sebagainya. - Mengukur kemampuan siswa unuk membedakan antara fakta dengan pendapat atau opini. - Mengukur hasil belajar yang lebih tinggi dari sekedar ingatan. Keunggulan - Mudah dikonstruksikan - Dapat mennanyakan banyak sampel materi - Mudah penskoran - Tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir sederhana Kelemahan - Probabilitas siswa dalam menebak jawaban sangat tinggi yaitu 50%. - Sebagian besar soal benar salah hanya digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa yang sederhana yaitu aspek ingatan.

2) Tes menjodohkan / matching exercise Yaitu tes objektif yang ditulis dalam dua kolom. Kolom pertama adalah pokok soal/premis dan kolom kedua adalah jawaban / respon. Keunggulan - Mudah dibuat - Mudah penskorannya - Dapat menguji banyak materi yang telah diajarkan pada siswa Kelemahan - Butir soal yang dibuat cenderung mengukur hasil belajar yang sederhana 3) Tes pilihan ganda / multiple choice Ragam tes pilihan ganda : a. Melengkapi pilihan ( ragam A) Tersusun atas pokok soal dengan empat / lima alternatif jawaban. b. Hubungan antarhal (ragam B) Tersusun atas pokok soal terdiri dari dua pernyataan yang independen dipisahkan dengan kata sebab. c. Analisi kasus (ragam C) Pertanyaan yang dirumuskan dikembangkan dari kasus yang disajikan sebelumnya dengan perintah jawaban siswa sama dengan ragam A. d. Ganda kompleks (ragam D) Tersusun atas pokok soal yang berupa pertanyaan disertai dengan 3 atau 4 buah alternatif jawaban. Dengan perintah jawaban menggunakan angka 1,2,3. e. Membaca diagram, tabel, atau grafik ( ragam E ) Soal disampaikan dalam bentuk tabel, grafik, atau diagram. Dengan perintah jawaban yang berhubungan dengan tabel, grafik, atau diagram. Mengkonstruksi tes objektif yang baik : a. Saran dalam mengkonstruksi tes B-S Kalimat / pernyataan harus dapat ditentukan dijawab benar/ salah. Hindari pernyataan yang membingungkan/ bermakna ganda. Hindari penulisan butir soal yang hanya mengukur hasil belajar yang tidak mengukur kompetensi. Upayakan butir soal tersebut menguji hasil belajar yang lebih tinggi dari sekedar ingatan. Hindari penggunaan pernyataan negatif apalagi pernyataan negatif ganda. Hindari penggunaan kalimat yang terlalu kompleks.

Pernyataan benar dan salah harus dibuat seimbang dalam hal penulisan kalimat. Jumlah jawaban untuk pernyataan benar/ salah harusnya seimbang. b. Saran dalam mengkonstruksi tes menjodohkan Pernyataan-pernyataan dibawah kolom pertama atau kedua harus terdiri dari pernyataan yang homogen. Jumlah pernyataan kolom kedua dibuat lebih banyak dari kolom kedua. Penulisan kalimat pada respon hendaknya lebih pendek dari premis. Jika jawaban pada respon berbentuk angka penulisan harus diurutkan. Letakkan keseluruhan pernyataan premis dan respon pada halaman yang sama. c. Saran dalam mengkonstruksi tes pilihan ganda Inti permasalahan yang ditanyakan harus dirumuskan dengan jelas. Hindari pengulangan kata yang sama pada alternatif jawaban. Hindari penggunaan kalimat berlebihan pada pokok soal. Alternatif jawaban hendaknya logis, homogen dari segi materi / panjang pendek kalimat dan pengecoh menarik untuk dipilih. Dalam merumuskan soal hindari adanya petunjuk ke jawaban yang benar. Setiap soal hanya ada satu jawaban yang benar. Hindari penggunaan ungkapan negatif dalam penulisan soal. Hindari alternatif jawaban yang berbunyi semua jawaban benar / semua jawaban salah. Jika alternatif jawaban berupa angka, susunlah angka tersebut berurutan. Dalam perumusan soal hindari penggunaan istilah teknis. Upayakan agar jawaban soal tidak tergantung jawaban soal yang lain. B. Tes Uraian Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkonstruksi tes uraian yaitu : 1) Tulis tes uraian berdasarkan perencanaan tes yang dibuat. 2) Gunakan tes uraian untuk mengukur hasil belajar yang sukar. 3) Kembangkan butir soal dari suatu kasus. 4) Gunakan tes uraian terbatas. 5) Usahakan pertanyaan mengungkap pendapat siswa bukan hanya fakta. 6) Rumuskan pertanyaan dengan jelas dan tegas. 7) Rancanglah pertanyaan sesuai waktu yang disediakan dalam ujian. 8) Hindari penggunaan pernyataan pilihan.

9) Tuliskan skor maksimal yang dapat diperoleh siswa apabila ia mengerjakan soal dengan benar. Pedoman penskoran : 1) Apa jawaban terbaik dari pertanyaan tersebut? Jika ada jawaban lain maka jawaban tersebut harus ditulis. 2) Tandai butir, kata kunci / konsep penting yang harus muncul pada jawaban tersebut. 3) Adakah butir, kata kunci / konsep yang lebih penting dari yang lain. 4) Beri skor pada setiap butir, kata kunci / konsep yang harus muncul pada jawaban tersebut. 5) Butir, kata kunci, atau konsep yang lebih penting dapat diberi skor lebih dari yang lain. 3. PERENCANAAN TES Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat kisi-kisi antara lain : 1) Pemilihan sampel materi yang akan diujikan. Pemilihan sampel materi harus diupayakan serepresentatif mungkin. 2) Penentuan jenis tes yang akan digunakan. Penentuan jenis tes yang akan digunakan apakah akan menggunakan tes pilihan ganda, tes uraian, atau gabungan antara keduanya harus diperhitungkan terutama terkait dengan materi, jumlah butir soal dan waktu tes yang disediakan. 3) Jenjang kemampuan berpikir yang diujikan harus sesuai dengan kemampuan berpikir yang dilatihkan selama proses pembelajaran. 4) Sebaran tingkat kesukaran. 5) Waktu ujian yang disediakan. 6) Jumlah butir soal yang akan ditanyakan tergantung waktu ujian yang disediakan

MODUL 3 KEGIATAN BELAJAR 1 PENGEMBANGAN ASISMEN ALTERNATIF Penggunaan Asismen Alternatif dalam penilaian hasil belajar siswa merupakan jawaban atas adanya kelemahan pada asismen tradisional yang mampu mengukur hasil belajar siswa yang kompleks. Pada umumnya tes tertulis hanya mampu mengukur hasil belajar siswa dalam ranah lognitif dan keterampilan sederhana. KONSEP DASAR ASISMEN ALTERNATIF 1. Latar Belakang Pada umumnya tes yang dilakukan untuk mengukur tujuan pembelajaran dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut : a. Kompetensi dasar b. Indikator c. Proses belajar mengajar d. Tes 2. Konsep Dasar Asismen Alternatif Yang dibagi arti penilaian, yaitu penilaian dalam arti asesmen, dan penilaian dalam arti evaluasi. Penilaian dalam arti asesmen adalah kegiatan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian dan kemajuan belajar siswa.penilaian dalam arti evaluasi merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengukur keefektifan sistem pendidikan secara keseluruhan. 3. Landasan Psikologis Asesmen alternatif tidak hanya menilai hasil belajar, tetapi dapat memberi informasi secara lengkap tentang proses pembelajaran. Asesmen alternatif dilaksanakan berdasarkan teori belajar khususnya, yaitu : a. Teori Fleksihilitas kogsitif dari R. Spiro ( 1990 ). Teori ini mengungkapkan, bahwa belajar akan menghasilkan kemampuan secara spontan dalam membentuk restrukturisasi pengetahuan. b. Teori belajar Bruner ( 1966 ). Belajar merupakan proses aktif yang dilakukan siswa dengan cara mengkonstruksi sendiri gagasan baru/ konsep baru c. Generatif Liarning Madel dari Osborne ( 1983 ). Bahwa otak t idak hanya pasti menerima informasi tetapi aktif membentuk dan menginterprestasikan informasi serta menarik kesimpulan dan informasi tersebut, d. Expenential Learning Theory dari C. Reqess ( 1969 ) membentuk dua jenis belajar dari pengetahuan dan belajar dari pengalaman. e. Multiple Inteligent, Theory dari Howard Gardner ( 1983 ). Suatu kemampuan seseorang yang digunakan untuk memecahkan masalah atau kemampuan untuk menunjukkan suatu produk yang dihargai oleh satu atau lebih budaya. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN ASESMEN ALTERNATIF

1. Keunggulan Asesmen Alternatif a. Dapat menilai hasil belajar yang kompleks. b. Menyajikan hasil penilaian yang lebih hakiki c. Meningkatkan motifasi siswa d. Membantu guru untuk menilai efektif 2. Kelemahan Asesmen Alternatif a. Membutuhkan banyak waktu b. Ketetapan Penskoran rendah c. Tidak tepak untuk kelas besar KEGIATAN BELAJAR 2 BENTUK ASESMEN KINERJA Bila diperhatikan dari strukturnya, bentuk utama dari asesmen kinerja terdiri dari dua komponen utama, yaitu : 1. Tugas ( Task ) Asesmen jenis ini meminta anak untuk melakukan sesuatu atau menunjukkan kinerjanya sesuai dengan tugas yang diberikan oleh guru. Informasi tentang keberhasilan siswa dalam unjuk kerja dapat diperoleh dari berbagai jenis tagihan, misalnya : a. Computer adaptive testing, yaitu merupakan tes berbantuan komputer yang dapat digunakan untuk menilai hasil belajar siswa sesuai dengan kemampuannya. b. Tes pilihan ganda yang diperluas, yang dimaksud adalah tes pilihan ganda di dalam pengerjaannya, siswa tidak hanya diminta untuk memilih salah satu jawaban jawaban yang tepat, dan alasan mengapa memilih jawaban tersebut. c. Tes uraian terbuka ( Open ended quetions ), tes ini digunakan untuk pemberian tugas dalam kinerja karena dengan tes uraian terbuka kita dapat menilai kinerja /kemampuan siswa dalam penalaran, logika, serta kemampuan dalan menuangkan ide. d. Tugas individu. yaitu tugas individual yang harus dikerjakan secara mandiri. e. Tugas Kelompok, yaitu tugas yang harus dikerjakan secara berkelompok f. Proyek, yaitu tugas individu/ kelompok untuk menyelesaikan tugas tugas yang kompleks dalam jangka watu tertentu. g. Interview, yaitu tugas individu/ kelompok untuk melakukan wawancara dengan orang lain.

h. Pengamatan, yaitu tugas individu/ kelompok untuk melakukan pengamatan terhadap sesuatu yang ditugaskan oleh guru. B.KRITERIA PENILAIAN ( RUBRIC ) Secara umum dikatakan bahwa rubrik adalah pedoman pemberian skor yang digunakan untuk menilai mutu kinerja atau hasil kinerja siswa. Rubrik terdiri dari daftar kriteria yang diwujudkan dengan dimensi dimensi kinerja, aspek atau konsep yang akan dinilai disertai dengan gradasi mutu, untuk setiap kriteria, mulai dari tingkar sempurna sampai tingkat yang paling buruk. Menurut Donna Szpyrka dan Ellyn B Smith seperti dikutip oleh Zainul, A. ( 2001 ) ada beberapa langkah yang diperhatikan dalam mengembangkan rubruk : 1. Menentukan konsep, keterampilan, dan kinerja yang akan dinilai. 2. Merumuskan serta menentukan urutan konsep 3. Menentukan tugas yang akan dinilai 4. Menentukan skala yang akan digunakan 5. Mendeskripsikan kinerja mulai dari yang diharapkan sampai dengan kinerja yang tidak diharapkan. 6. Melakukan uji coba 7. Melakukan revisi berdasarkan hasil uji coba Secara lebih rinci Chicago Public School ( CPS ) menjelaskan beberapa langkah dalam pengembangan rubrik, yaitu : 1. Guru bersama teman sejawat menentukan dimensi kinerja yang akan dinilai 2. Cocokkanlah dimensi kinerja tersebut dengan kinerja siswa secara riil dilapangan untuk melihat kesesuaiannya 3. Revisilah dimensi dimensi kinerja tersebut sehingga menjadi lebih tepat 4. Setelah itu definisikanlah setiap dimensi kinerja tersebut 5. Menentukan skala dari dimensi kinerja yang akan dinilai 6. Sebelum rubrik digunakan, lakukan penilaian terhadap rubrik tersebut 7. Lakukan uji coba untuk mengetahui apakah rubrik tersebut dapat digunakan atau tidak 8. Jika rubrik sudah dianggap baik, lakukan sosialisasi dengan melibatkan pihak yang terkait. Berdasarkan kegunaanya, rubrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Holistic Rubric, yaitu rubric yang deskripsi dimensi kinerjanya dibuat secara umum,dan dapat digunakan untuk melihat berbagai jenis kinerja b. Analytic rubric, yaitu rubric yang dimensi atau aspek kinerjnya dibuat lebih rinci demikian pula deskripsi setiap aspek kinerjanya.

KEGIATAN BELAJAR 3 A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PORTOFOLIO Portofolio adalah kumpulan hasil karya siswa yang disusun secara sistematis yang menunjukkan upaya, proses, serta hasil, dan kemauan belajar yang dilakukan siswa dari waktu kewaktu. Menurut Jon Mueller tujuan penggunaan portofolio adalah untuk mencapai salah satu dari tujuan berikut : 1. Menunjukkan perkembangan hasil belajar siswa 2. Menunjukkan kemampuan siswa secara langsung 3. Menilai secara keseluruhan pencapaian belajar siswa B. PERENCANAAN PORTOFOLIO Shaklee et.al ( 1977 ) memberikan delapan pedoman yang harus diperhatikan saat merencanakan portofolio, yaitu : 1. Menentukan kriteria atau standar yang akan digunakan sebagai dasar asesmen portofolio. 2. Menerjemahkan kriteria atau standar tersebut ke standar rumusan- rumusan hasil belajar yang dapat diamati. 3. Menggunakan kriteria, memeriksa ruang lingkup dan urutan materi dalam kurikulum untuk menentukan perkiraan waktu yang diperlukanuntuk mengumpulkan bukti bukti folio. 4. Menentukan orang orang yang berkepentingan secara langsung dengan portofolio siswa. 5. Menentukan jenis jenis bukti yang harus ditentukan. 6. Menentukan cara yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan berdasar bukti yang dikumpulkan. 7. Menentukan sistem yang akan digunakan untuk membahas hasil portofolio. 8. Mengatur bukti bukti portofolio berdasar umur, kelas atau isi agar kita dapat membandingkan. C. PELAKSANAAN PORTOFOLIO Dalam pelaksanaan asesmen portofolio, tugas guru adalah : 1. Mendorong dan memotivasi siswa 2. Memonitor pelaksanaan tugas 3. Memberikan umpan balik 4. Memamerkan hasil portofolio siswa D. PENGUMPULAN BUKTI PORTOFOLIO

Semua hasil karya seni setiap siswa yang dihasilkan satu semester atau satu tahun dikumpulkan dalam satu folder E. TAHAP PENILAIAN 1. Penilaian dimulai dengan menetapkan dengan kriteria penilaian yang disepakati bersama antara guru dengan siswa pada awal pembelajaran. 2. Kriteria penilaian yang telah disepakati diterapkan secara konsisten, bila ada perubahan atau ada persepsi yang berbeda dalam menerjemahkan kriteria tersebut maka masalah tersebut harus dibicarakan bersama sama antara guru dengan murid pada pertemuan berkala yang telah dirancang 3. Hasil penilaian selanjutnya digunakan sebagai penentuan tujuan pembelajaran berikutnya. 4. Penilaian dalam asesmen portofolio pada dasarnyadilakukan secaraterus menerus atau berkesinambungan. Disetiap pertemuan guru dapat melakukan penilaian Penilaian di setiap pertemuan merupakan rangkaian penilaian yang saling berhubungan. KEGIATAN BELAJAR 4 PENILAIAN RANAH EFEKTIF A. KONSEP DASAR Kemampuan efektif merupakan bagian dari hasil belajar siswa yang sangat penting. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor sangat ditentukan oleh kondisi efektif siswa. Siswa yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tersebut sehingga mereka akan dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Menurut Krathwohl ( dalam Gronlund and Linn, 1990 ), ranah efektif terdiri atas lima level, yaitu : 1. Receiving, 2. Responding, 3. Valuing, 4. Organization, dan 5. Characterization. Level yang paling rendah adalah receiving dan paling tinggi characterization. Karakteristik yang penting dalam ranah efektif adalah sikap, minat, konsep diri, dan nilai. 1. Sikap Menurut Fishbein dan Ajzen seperti dikutip oleh Mardapi ( 2004 ), sikap didefinisikan sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. 2. Minat Menerut getzel ( dalam Mardapi, 2004 ), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. 3. Konsep diri

Konsep diri adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahandiri sendiri. 4. Nilai Menurut ( Rokeach dalam Mardapi, 2004 ) Nilai merupakan suatu keyakinan yang dalam tentang pembuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap tidak baik. B. BEBERAPA CARA PENILAIAN RANAH EFEKTIF 1. Pengamatan lamgsung, yaitu dengan memperhatikan dan mencatat sikap dan perilaku siswa terhadap sesuatu, benda, orang, gambar atau kejadian. 2. Wawancara, dilakukan dengan memberikan pertanyaan terbuka atau tertutup. 3. Angket atau kuisioner, merupakan suatu perangkat pertanyaan atau isian yang sudah disediakan pilihan jawaban baik berupa pertanyaan ataupun bentuk angka. 4. Teknik proyektil, merupakan tugas atau pekerjaan atau objek yang belum pernah dikenal siswa. 5. Pengukuran terselubung, merupakan pengamatan tentang sikap dan tingkah laku seseorang dimana yang diamati tidak tahu bahwa ia sedang diamati. C. LANGKAH LANGKAH PENGEMBANGAN INSTRUMEN EFEKTIF Sama seperti dengan cara pengembangan alat ukur pada umumnya pengembangan alat ukur efektif dimulai dengan : 1. Merumuskan Tujuan Pengukuran Efektif 2. Mencari definisi konseptual dari efektif yang akan diukur 3. Menentukan definisi operasional dari setiap efektif yang akan diukur 4. Menjabarkan definisi operasional menjadi sejumlah indikator 5. Menggunakan indikator sebagai acuan menulis pertanyaan pertanyaan dalam instrumen 6. Meneliti kembali setiap butir pertanyaan 7. Melakukan uji coba 8. Menyempurnakan instrumen 9. Mengadministrasikan instrumen

Mengumpulkan dan Mengolah Informasi Hasil Belajar Tujuan utama dari kegiatan penilaian adalah untuk mengetahui apakah kompetensi dasar yang telah ditetapkan sudah dapat dicapai oleh siswa atau belum.. Dan guru perlu menyusun prosedur penilaian dalam bentuk kisi-kisi pengukuran yang berisi a) Aspek yang diukur = kognitif, afektif, atau psikomotor b) Jenis alat ukur yang digunakan = tes atau non tes c) Teknik pengukuran = tertulis, lisan atau perbuatan d) Cara penskoran serta pengolahanya Pengumpulan dan Pengolahan Informasi Hasil belajar dari Tes Tertulis Informasi hasil belajar siswa diperoleh dari tes tertulis yang dikerjakan siswa baik yang berasal dari ulangan harian, tes tengah semester, ataupun tes akhir semester. A. MEMERIKSA DAN MENGOLAH HASIL TES 1. Memeriksa Hasil Tes Objektif - Pertama : Cara pemeriksaan yang paling banyak dilakukan praktisi pendidikan di lapangan yaitu dengan pemeriksaan secara manual. Cara ini tepat dilakukan jika jumlah peserta tesnya tidak terlalu banyak dan cara yang paling umum dilakukan adalah dengan membuat master kunci jawaban pada lembar jawaban kosong dan lembaran jawaban yang akan digunakan sebagai master kunci jawaban harus sama persis dengan lembar jawaban yang digunakan siswa. - Kedua : Cara pemeriksaan kedua yang dilakukan jika peserta tes sangat besar maka dapat dilakukan dengan fasilitas computer untuk menskor dan mengolahnya dan pembacaan jawaban dapat dilakukan dengan bantuan mesin pembaca ( scanner machine ) tentunya dengan persyaratan yang harus dipenuhi. Lembar jawaban yang digunakan siswa harus dapat dibaca oleh scanner ( scannable form ) dan alat tulis yang digunakan untuk mengisi lembar jawaban harus menggunakan pensil yang cukup mengandung graphit biasanya digunakan pinsil 2B. 2. Memeriksa Hasil Tes Uraian Ada berbagai permasalahan pada saat anda memerika hasil tes uraian yaitu ketidaktetapan pemeriksa dalam member skor, adanya hallo effect, carry over effect, order offect, dan adannya efek penggunaan bahasa serta tulisan siswa, maka dari itu untuk meminimalkan permasalahan permasalahan tersebut ada baiknya memeriksa hasil tes uraian sebagai berikut : 1. Untuk menjaga ketetapan hasil pemeriksaan sebaiknya setiap lembar jawaban siswa minimal diperiksa oleh dua orang pemeriksa, pemeriksa 1 dan pemeriksa 2 2. Sebelum memeriksa jawaban siswa, kedua pemeriksa harus duduk bersama menyamakan persepsi untuk mencari kesepakatan kesepakatan tentang bagaimana cara memeriksa jawaban siswa langkah yang harus dilakukan adalah melihat kesesuaian antara pertanyaan dengan jawaban yang ada pada pedoman penskoran,

jika ada sesuatu yang belum sesuai maka kedcua pemeriksa tersebut dapat mengubahnya. 3. Setelah kedua pemeriksa sepakat dengan butir soal dan pedoman penskorannya maka pedoman penskoran tersebut perlu diuji cobakan pada 5 10 lembar jawaban siswa. Selama uji coba tersebut kedua pemeriksa harus bekerja sendiri sendiri tidak boleh saling berdiskusi. Setelah selesai memeriksa lembar jawaban siswa dalam ujicoba tersebut maka skor yang diberikan oleh kedua pemeriksa perlu dicocokkan untuk melihat apakah kedua pemeriksa sudah mempunyai persepsi yang sama dalam memberikan skor atau belum, jika belum maka kedua pemeriksa tersebut harus duduk kembali bersama mendiskusikan masalah tersebut. 3. Mengolah Data Hasil Tes Dari 50 butir soal siswa menjawab 40 butir soal dengan benar, jadi skor mentah siswa 40 jika skor tersebut ditujukkan kepada orang tua maka ada kemungkinan orang tu menemui kesulitan untuk memahami arti skor tersebut, maka dari itu skor mentah tersebut harus diolah agar mudah dipahami baik siswa atau orang tua siswa, dan yang paling mudah mengubah skor mentah tersebut dalam bentuk persentase sebagai berikut : 1. Untuk tes Objektif ( tanpa formula tebakan ) Jumlah jawaban benar Persentase penugasan =. x 100 % 2. Untuk tes uraian Jumlah butir soal Jumah skor yang diperoleh siswa Persentase penugasan =. X 100% Jumlah skor maksimal B. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN INFORMASI HASIL BELAJAR DARI UNJUK KERJA SISWA Informasi hasil belajar yang diperoleh dari unjuk kerja siswa dikumpulkan dari tugas-tugas yang telah dikerjakan siswa baik yang berupa unjuk kerja yang langsung diamati guru, pembuatan laporan, pengumpulan hasil karya, pengumpulan fortofolio dan lain sebagainya. Yang tidak kalah penting yaitu informasi yang berkenaan dengan proses selama menghasilkan karya tersebut. Untuk memperoleh informasi tersebut guru harus mempersiapkan pedoman pengamatan yang dilengkapi dengan criteria penskoran yang dikenal dengan rubrik. Pendekatan dalam Pemberian Nilai A. PENGORGANISASIAN INFORMASI HASIL BELAJAR SISWA Informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari tes, pada awalnya masih berupa skor mentah ( raw score ) yang berupa data terserah ( belum tertata ). Data tersebut perlu diatur sedemikian rupa agar mudah dipahami, misalnya diurutkan dari data terbesar sampai dengan data terkecil. Siswa yang memperoleh hasil tes tertinggi menempati ranking tertinggi dan siswa yang memperoleh hasil tes terendah menempati rangking terendah

B. PENDEKATAN DALAM PENILAIAN Ada dua buah pendekatan yang sering digunakan untuk menginterpretasikan data hasil pengukuran yaitu Penilaian Acuan Norma ( PAN ) dan Penilaian Acuan Kriteria ( PAK ). 1. Pendekatan Penilaian Acuan Norma ( PAN ) Yaitu suatu pendekatan untuk menginterpretasikan hasil belajar siswa, dimana hasil belajar yang diperoleh seorang siswa dibandingkan dengan hasil belajar yang diperoleh kelompoknya, artinya pemberian nilai mengacu pada perolehan nilai di kelompok itu PAN tidak menceminkan pencapaian setiap siswa terhadap tujuan pembelajaran tetapi lebih mencerminkan pencapaian kelompok siswa terhadap tujuan pembelajaran. Jika jumlah siswa pengolahan data dengan pendekatan PAN akan lebih mudah dilakukan dengan bantuan statiska sederhana yaitu : a. Harga rata rata ( mean ) Mean merupakan pengukuran gejala pusat yang paling sering digunakan. Mean atau harga rata rata dapat dihitung dihitung dengan menggunakan rumus : M = Jumlah seluruh data Jumlah data b. Simpangan baku ( SB ) Simpangan baku sangat bermanfaat dalam pengukuran variasi skor. Simpangan baku pada dasarnya mengukur seberapa jauh setiap skor menyebar dari mean. Semakin besar harga simpangan baku menunjukkan bahwa sebaran skor dari mean semakin besar. Sebaliknya semakin kecil harga simpangan baku, sebaran skor dari meannya semakin kecil. Zainul, A dan Nasoetion, N ( 1997 ) memberikan pendekatan penghitungan harga simpangan baku yang sangat sederhana. Rumus pendekatan tersebut adalah: SB = Jml skor 1/6 peserta klp atas - Jml skor 1/6 peserta klp bawah ½ Jumlah Peserta c. Penggunaan kurva normal Jika jumlah siswa banyak maka penerapan Penilaian Acuan Norma ( PAN ) dapat juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan sebaran data berdasar data normal. 2. Pendekatan Penilaian Acuan Kriteria ( PAK ) Dalam PAK keberhasilan setiap anak tidak dibandingkan dengan hasil yang diperoleh kelompoknya tetapi keberhasilan setiap anak akan dibandingkan dengan criteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya siswa dinyatakan berhasil jika siswa telah mampu mencapai tingkat penguasaan lebih besar atau sama dengan 75%. Artinya siswa yang tingkat penguasaannya kurang dari 75 % ( < 75 % ) akan dinyatakan belum berhasil dan siswa tersebut harus mengikuti program remidiasi sampai mereka mampu mencapai standart tersebut. 3. Penilaian

Agar penilaian tepat sasaran maka pada saat melakukan penilaian, perlu memperhatikan prinsip prinsip penilaian. Penilaian yang dilakukan harus : 1. Berorientasi pada pencapaian kompetensi 2. Valid 3. Mendidik 4. Terbuka 5. Adil dan objektif 6. Berkesinambungan 7. Menyeluruh 8. Bermakna 4. Penyajian Hasil Penilaian Dalam penilaian berbasis kompetensi terdapat empat bentuk penilaian yang dapat dipergunakan untuk menilai hasil belajar siswa yaitu : a. Penilaian dengan menggunakan angka b. Penilaian dengan menggunakan kategori c. Penilaian dengan uraian atau narasi d. Penilaian kombinasi 5. Proses Pemberian Nilai Sesuai dengan prinsip penilaian yaitu menyeluruh maka pelaksanaan penilaian harus dilakukan pada semua aspek hasil belajar ( kognitif, afektif dan psikomotor ) sesuai dengan tuntunan kompetensi yang terdapat dalam kurikulum. Satu hal yang harus dipahami bahwa penguasaan kompetensi hasil belajar untuk setiap mata pelajaran tidak sama. Sesuai dengan prinsip berkesinambungan maka skor skor yang diperlukan untuk memberikan nilai kepada siswa harus diambil dari berbagai kegiatan mulai awal semester sampai dengan akhir semester yang menunjang ketercapaian kompetensi siswa. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai dasar penentuan tingkat keberhasilan siswa dalam pencapaian kompetensi diperlukan tagihan tagihan. Beberapa jenis alat ukur dan jenis tagihan yang dapat digunakan antara lain : a. Kuis b. Pertanyaan lisan di kelas c. Ulangan harian d. Tugas individu atau kelompok e. Ulangan semesteran f. Laporan tugas atau laporan kerja g. Ujian praktek Pengambilan keputusan tentang hasil belajar siswa dilakukan dengan menggabung keseluruhan komponen informasi hasil belajar siswa. Misalnya nilai akhir semester suatu mata pelajaran diambil dari skor keaktifan siswa dalam pembelajaran, skor ulangan harian, skor penyelesaian tugas, skor ulangan tengah semester dan skor ulangan akhir semester dengan bobot tertentu.

KUALITAS ALAT UKUR INSTRUMEN A. Validitas dan Reliabilitas Hasil Pengukuran Untuk mengukur sesuatu kita harus dapat memilih alat ukur yang sesuai agar kita dapat memperoleh hasil pengukuran yang tepat. Sebagai contoh, seorang pemanah akan dinyatakan sebagai pemenang jika hasil bidikannya dapat dengan tepat mengenai sasaran yaitu daerah lingkaran yang paling dalam atau yang paling mendekati lingkaran yang paling dalam. Jika hasil bidikan peserta didik dapat mengenai daerah di lingkaran paling dalam maka ia akan memperoleh skor tertinggi dan perolehan skor tersebut semakin berkurang jika hasil bidikannya jauh dari sasaran. Karena anak panah yang harus dilepaskan tidak hanya satu maka pemanah dituntut untuk tetap dapat melepaskan anak panahnya tepat mengenai sasaran. Hasil bidikan dari peserta bisa tepat mengenai sasaran atau juga melesat dari sasaran. Hasil yang sama dapat terjadi pada saat anda mengukur hasil belajar siswa. Jika alat ukur yang anda gunakan tidak anda persiapkan dengan cermat maka skor yang anda peroleh tidak dapat menggambarkan dengan tepat tingkat kemampuan siswa. Dari penjelasan tersebut terdapat dua masalah pokok yang harus diperhatikan dalam menyusun alat ukur hasil belajar yang baik yaitu masalah yang berhubungan dengan ketepatan hasil pengukuran dan ketetapan hasil pengukuran. Masalah yang berhubungan dengan ketepatan hasil pengukuran inilah yang dikenal dengan istilah validitas sedangkan maslah masalah yang berhubungan dengan ketetapan hasil pengukuran dikenal dengan istilah reliabilitas. 1. Validitas Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang dapat dengan tepat mengukur apa yang ingin diukur. Jika kita ingin mengukur panjang sebuah meja maka kita harus dapat memilih alat ukur yang tepat untuk mengukur panjang meja tersebut. Untuk menghitung waktu tempuh pelari cepat dalam perlombaan lari cepat 100 meter maka kita juga harus dapat memilih alat ukur yang tepat untuk digunakan. Demikian juga jika kita ingin mengukur hasil belajar siswa maka kita juga dituntut untuk menggunakan alat ukur ( dalam hal ini tes ) yang dapat dengan tepat mengukur hasil belajar yang kita harapkan. Pengertian validitas mengacu pada ketepatan interpretasi yang dibuat dari hasil pengukuran atau evaluasi ( Gronlund dan Linn, 1990). Secra umum validitas ada tiga jenis : a. Validitas isi ( concent validity ). b. Validitas konstrak ( construct validity ). c. Validitas yang dikaitkan dengan kriteria tertentu ( criterion related validity ).

Validitas isi diperlukan untuk menjawab pertanyaan sejauh mana item item yang ada dalam tes dapat mengukur keseluruhan materi yang telah diajarkan. Tinggi rendahnya validitas isi dapat ditetapkan berdasarkan analisis rasional atau pertimbangan ahli terhadap isi tes tersebut. Hal ini merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh tes hasil belajar. Tinggi rendahnya validitas isi suatu tes dapat dilihat pada perencanaan atau kisi kisi tes. Semakin representatif materi yang dapat ditanyakan dalam tes tersebut menunjukkan semakin tinggi validitas isinya. Validitas konstrak mengacu pada sejauh mana alat ukur tersebut dapat mengungkap keseluruhan konstrak yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan tes tersebut. Yang dimaksud dengan konstrak disini adalah konsep hipotesis (hipotetical concept) yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan alat ukur. Validitas konstrak ini banyak digunakan terutama dalam pengukuran pengukuran psikologi seperti pengukuran sikap, minat, tingkah laku dan sebagainya. Campbell dan Fiske (Demari Mardapi, 2004) mengembangkan satu pendekatan untuk menentukan validitas konstrak dengan menggunakan teknik multi trait-multi method. Validasi dengan multi trait multi method dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu metode untuk mengukur lebih dari satu acam trait ( sifat ). Dengan menggunakan matrik korelasi sehingga interkorelasi antara trait dan metode dapat dilihat dengan jelas. Jika suatu tes dimaksudkan untuk memprediksi keberhasilan seseorang di masa yang akan datang atau dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian anatar pengetahuan dengan keterampilan yang dimiliki maka alat ukur yang digunakan harus mempunyai criterion related validity yang tinggi. 2. Reliabilitas Hasil hasil pengukuran yang berhubungan dengan aspek aspek fisik seperti mengukur panjang meja, tinggi almari, berat badan dan tinggi badan biasanya menghasilkan reliabilitas yang sangat tinggi. Artinya walaupun pengukuran dilakukan lebih dari sekali tetapi tetap memberikan hasil yang ridak jauh berbeda. Hasil pengukuran yenag berbeda akan sering kita temukan jika kita melakukan pengukuran terhadap hal hal yang berhubungan dengan aspek aspek psikologi dan sosial seperti dalam pengukuran mewakili intelegensi, sikap, dan konsep diri. Aspek aspek sosial-psikologi seperti itu tidak dapat diukur dengan ketepatan dan konsistensi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena hasil pengukuran yang diperoleh tidak dapat lepas dari pengaruh hal - hal diluar maksud pengukuran tersebut misalnya alat ukur itu sendiri bukan merupakan alat ukur yang tepat untuk mengukur aspek

yang diinginkan. Disamping itu karena subjek pengukurannya adalah manusia maka cara cara penyajian tes, emosi, motivasi. Kondisi fisik dan keadaan ruangan tes akan mempengaruhi hasil pengukuran walaupun sebenarnya aspek aspek yang ingin kita ukur tersebut tidak berubah. Dengan demikian hasil pengukuran yang diperoleh menjadi kurang reliabel. Pengertian reliabilitas mengacu pada ketetapan hasil yang diperoleh dari suatu Pengukuran ( Grondlund dan Linn, 1990 ). Salah satu cara untuk mengetahui ketetapan atau reliabilitas suatu pengukuran, dapat diperoleh dengan cara melakukan pengukuran dua kali. Hasil pengukuran dikatakan mempunyai reliabilitas yang tinggi jika hasil pengukuran pertama hampir sama dengan hasil pengukuran kedua. Dan sebaliknya hasil pengukuran dikatakan mempunyai reliabilitas yang rendah jika hasil pengukuran pertama jauh berbeda dengan hasil pengukuran kedua. Hubungan antar skor yang diperoleh pada pengukuran pertama dengan kedua akan menghasilkan angka korelasi bergerak antara -1 sampai dengan +1. Semakin tinggi angka koefisien reliabilitas (mendekati 1) maka semakin tinggi reliabilitas tersebut. Suatu perangkat tes dinyatakan cukup reliabel jika mempunyai reliabilitas lebih besar 0,5 (Fernandes, 1984). Konsep reliabilitas dalam arti equivalent tes dimaksudkan untuk mengetahui apakah dua set tes yang digunakan paralel atau tidak. Keparalelan dua set tes ini diperoleh dengan cara mengembangkan dua set tes yang paralel dari kisi - kisi tes yang sama kemudian masing - masing tes tersebut diujikan pada dua kelas yang mempunyai tingkat kemampuan yang sama. Hasil kedua tes tersebut dikorelasikan, jika hasil korelasinya tinggi, hal ini menunjukan kedua tes paralel. koefisien korelasinya dapat dihitung dengan menggunakan formula product-moment. konsep reliabilitas dalam arti konsistensi internal dimaksudkan untuk mengetahui apakah kumpulan butir soal yang ada dalam satu set tes tersebut mengukur dimensi hasil belajar yang sama atau tidak. Konsep reliabilitas dalam asrti konsistensi dapat dihitung menggunakan formula Kuder-Richardson (KR-20 atau KR-21). Jika hasil korelasinya tinggi, hal ni menunjukan bahwa antara butir soal dalam satu set tes tersebut adalah konsisten dengan yang lain. 3. Hubungan antara validitas dan reliabilitas Ketepatan hasil pengukuran ( validitas ) sangat diperlukan untuk memperoleh alat ukur yang dapat memberikan hasil pengukuran yang tepat ( valid ). Walaupun demikian alat

ukur yang mempunyai reliabilitas tinggi belum tentu secara otomatis mempunyai validitas yang tinggi. Karena tingginya reliabilitas yang dihasilkan oleh suatu alat ukur jika tidak dibarengi dengan tingginya validitas dapat memberikan informasi yang salah tentang apa yang ingin kita ukur. Reliabilitas suatu tes dapat ditingkatkan dengan menambah jumlah butir kedalam tes tersebut. Penambahan butir soal pada tes akan meningkatkan reliabilitas jika butir soal yang ditambahkan adalah butir soal yang homogen dengan butir soal soal yang ada. B. Analisis dan Perbaikan Instrumen Menurut Nitko (1983), analisis butir soal menggambarkan suatu proses pengambilan data dan penggunaan informasi tentang tiap - tiap butir soal terutama tentang respon siswa terhadap setiap butir soal. Lebih Lnjut dikatakan bahwa arti penting penggunaan analisis butir soal adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apakah butir soal butir soal yang disusun sudah berfungsi sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh penyusun soal. Untuk menentukan apakah soal soal yang kita susun telah berfungsi sebagaimana seharusnya maka kita harus memperhatikan hal hal sebagai berikut : a. Apakah soal soal yang disusun sudah sesuai untuk mengukur perubahan tingkah laku seperti telah dirumuskan dalam tujuan instruksional khusus? b. Apakah tingkat kesukaran sudah kita perhatikan? c. Apakah soal tersebut sudah mampu membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai? d. Apakah kunci soal yang kita buat sudah benar sesuai dengan maksud soa? e. Jika menggunakan tes pilihan berganda, apakah pengecoh yang kita pilih sudah berfungsi dengan baik? f. Apakah soal tersebut dapat ditafsirkan ganda atau tidak? 2. Sebagai umpan balik bagi siswa untuk mengetahui kemampuan mereka dalam menguasai suatu materi. 3. Sebagai umpan balik bagi guru untuk mengetahui kesulitan kesulitan yang dialami siswa dalam memahami suatu materi. 4. Sebagai acuan untuk merevisi soal. 5. Untuk memperbaiki kemapuan kita dalam menulis soal.

Pada saat kita engujikan suatu set soal untuk mengambil keputusan penting tentang hasil belajar siswa maka idealnya kita harus yakin bahwa set soal tersebut adalah valid dan reliabel. Validitas set soal dapat diketahui dari kisi kisi soal sedangkan reliabelitas soala baru dapat diketahui setelah uji coba. Dalam rangka memperoleh reliabilitas set soal inilah analisis butir soal dilakukan. Dalam menganalisis butir soal paling tidak ada dua karakteristik butir soal yang perlu diperhatikan yaitu tingkat kesukaran dan daya beda butir butir soal. a) Tingkat kesukaran butir soal Besarnya tingkat kesukaran butir soal, dapat dihitung dengan memperhatikan proporsi peserta tes yang menjawab benar terhadap setiap butir soal. Secara matematis tingkat kesukaran butir soal dapat dihitung dengan rumus : P= Keterangan : P adalah indeks kesukaran butir soal B adalah jumlah peserta tes yang menjawab benar N adalah jumlah peserta tes Menurut Fernandes (1984), kategori kesukaran butir soal adalah sebagai berikut : P > 0,75 : mudah 0,25 P 0,75 : sedang P < 0,24 : sukar Butir soal yang baik adalah butir soal yang memiliki tingkat kesukaran dalam kategori sedang. b) Daya beda Daya beda butir soal memiliki pengertian seberapa jauh butir soal tersebut dapat membedakan kemampuan individu peserta tes. Daya beda butir soal dapat dihitung dengan menggunakan rumus : D=PA PB dimana, D = indeks daya beda butir soal PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab salah

Secara teoritis indeks beda soal (D) = 1 akan tercapai apabila semua siswa dalam kelompok atas menjawab benar dan semua siswa dalam kelompok bawah menjawab salah. Indeks daya beda soal (D) = -1 jika semua sisa dalam kelompok atas menjawab salah dan semua siswa dalam kelopok bawah justru menjawab benar. Sedangkan indeks daya beda soal (D) = 0 apabila proporsi siswa yang menjawab benar dalam kelompok atas dan kelompok bawah adalah sama. Menurut Fernandes (1984) kategori indeks daya beda butir soal adalah : D 0,40 = sangat baik 0,30 D 0,40 = baik 0,20 D < 0,30 = sedang D < 0,20 = tidak baik Butir soal yang perlu diperbaiki adalah butir soal yang terlalu sukar atau terlalu mudah dan butir soal yang pengecohnya mempunyai daya beda positif atau kuncinya mempunyai daya beda negatif. Perbaikan butir soal dapat dilakukan pada pokok soal atau pada alternatif jawaban. Menganalisis Tes Uraian Cara menganalisis tes uraian menurut Whitney dan Sabers (Mehrens dan Lehmann, 1984) adalah : (1) tentukan jumlah siswa yang termasuk kelompok atas (25%) dan kelompok bawah (25%), (2) hitung jumlah skor kelompok atas dan jumlah skor kelompok bawah, dan (3) hitung tingkat kesukaran dan daya beda setiap butir soal dengan rumus berikut : = + (2 ) 2 ( ) = + ( ) Dimana, A B N : jumlah skor kelompok atas : jumlah skor kelompok bawah : 25% peserta didik Skor maks : skor maksimal tiap buti tes Skor min : skor minimal tiap butir tes Memperbaiki Butir Soal Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memperbaiki butir soal antara lain : a) perhatikan tingkat kesukaran soal. Butir soal dianggap baik jika mempunyai tingkat kesukaran (P) antara 0,25 sampai dengan 0,75 atau mendekati angka tersebut, b) perhatikan

daya beda butir soal. Butir soal dianggap baik jika kunci atau jawabannya dianggap benar mempunyai beda positif tinggi dan pengecohnya mempunyai daya beda negatif. Memperbaiki Non-Tes Prosedur memperbaiki instrument non-tes sama dengan prosedur memperbaiki tes. Penyempurnaan butir yang lemah dapat dilaksanakan dengan memperbaiki butir yang kurang baik atau mengganti butir yang lama dengan butir yang baru. Penyebab butir soal kurang baik, antara lain: a) penggunaan bahasa kurang komunikatif, b) kalimat dapat ditafsirkan ambiguous (dapat ditafsirkan ganda), c) pertanyaan / pernyataan yang dibuat menyimpang dari indikator, dan d) pertanyaan / pernyataan tidak mengukur tarif (sifat) yang akan diukur.