BAB V PENUTUP. Indonesia dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Mekkah mempunyai pas jalan haji, harus menunjukkan dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III Pemisahan Agama dan Politik dalam Islam di Indonesia oleh Pemerintah Hindia Belanda

BAB V PENUTUP. penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1. Sejarah dan perkembangan Islam mula memasuki Sadong Jaya pada

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Nusantara. Dalam Islam, ibadah haji adalah rukun Islam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya membentuk manusia Indonesia seutuhkan tidak hanya dapat

BAB III HAJI PADA MASA KOLONIAL BELANDA DI INDONESIA. A. Sejarah Pelaksanaan Haji Pada Masa Kolonial Belanda Di Indonesia

BAB II POLITIK ISLAM PEMERINTAH HINDIA-BELANDA. Sikap pemerintah Hindia-Belanda terhadap bangsa Indonesia pada dua

BAB I PENDAHULUAN. setiap muslim yang mampu, dan apabila ia melaksanakan haji kembali itu sifatnya

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1960 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POLITIK HAJI BELANDA DI INDONESIA PADA MASA KOLONIAL BELANDA TAHUN SKRIPSI. Prodi Pendidikan Sejarah

BUPATI MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG FASILITASI PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI JEMAAH HAJI

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JAMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia. Sila pertama dari Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yang kedua ke Indonesia, tahun 1598, dengan tujuan Banten dan Maluku.

I. PENDAHULUAN. Margakaya pada tahun 1738 Masehi, yang dihuni masyarakat asli suku Lampung-

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. realitas sosial. Unsur-unsur peristiwa yang terdapat dalam karya sastra berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. jawab pemerintah di bawah koordinasi Menteri Agama, dalam hal teknis

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN JEMAAH HAJI

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG BIAYA TRANSPORTASI JEMAAH HAJI KABUPATEN SERANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Perjalanan Haji Indonesia di Masa Kolonial

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERANGKATAN DAN PEMULANGAN JEMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ISLAMISASI NUSANTARA Materi Ke 2. HIKMATULLOH, M.PdI

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

Menimbang : a. bahwa ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang

BAB I PENDAHULUAN. Haji merupakan ibadah yang ada di dalam agama Islam dan dilaksanakan

Bulan Penuh Rahmat itu Telah Meninggalkan Kita. Written by Mudjia Rahardjo Friday, 15 November :41 -

BAB I PENDAHULUAN. produk bank ataupun jasa bank sehingga keberadaan bank sudah menyebar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG BIAYA TRANSPORTASI JAMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG,

Tentang Islam Yang Direstui Oleh Negara di Indonesia

SANKSI EDUKASI: UU Nomor 13 Tahun 2008 Pepres Nomor 3 Tahun Pilgrim Ordonasi 1922 UU 34 Tahun Kepres Nomor 122 Tahun 1964

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu kewajiban dalam Rukun Islam adalah menunaikan ibadah haji bagi

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI BENGKALIS SAMBUTAN BUPATI BENGKALIS PADA PELEPASAN JAMAAH CALON HAJI KLOTER IV ASAL KAB.BENGKALIS &KOTA PEKANBARU TAHUN 2016 M/1437 H

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. Awal penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Xavier di Jepang tidak

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG TRANSPORTASI JEMAAH HAJI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BAB V KESIMPULAN. Perkembangan pendidikan rendah di Yogyakarta pada kurun. waktu dipengaruhi oleh berbagai kebijakan, terutama

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 1429 H/2008 M

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

STRATEGI REKRUTMEN CALON JAMAAH HAJI DI KELOMPOK BIMBINGAN IBADAH HAJI (KBIH) AL MULTAZAM SIDOARJO SKRIPSI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 1428 H/2007 M

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1981 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1981 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI LUWU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN IBADAH HAJI

BAB IV ANALISIS PROBLEMATIKA PENGAJIAN TAFSIR AL-QUR AN DAN UPAYA PEMECAHANNYA DI DESA JATIMULYA KEC. SURADADI KAB. TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JAMAAH HAJI DAERAH

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1950 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2006 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 1427 H/2006 M

BAB I PENDAHULUAN. Ibadah haji merupakan ritual tahunan umat muslim yang dilaksanakan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERANAN KANTOR IMIGRASI KELAS I JAMBI DALAM PEMBUATAN PASPOR HAJI (STUDY KASUS JEMAAH HAJI KERINCI) H. Abdul Hariss, S.H.,M.H.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Modul ke: ETOS KERJA. Fakultas FEB. H. JAZULI SURYADHI, MS.i (HJS) Program Studi MANAJEMEN.

BAB V KESIMPULAN, SARAN-SARAN DAN PENUTUP. 1. Pendapat Para Mufassir tentang Q.S. Al-Mu minun Ayat 1-9

WALI KOTA BLITAR SAMBUTAN WALI KOTA BLITAR PADA ACARA PELEPASAN CALON JAMA AH HAJI KOTA BLITAR TAHUN 2012 JUM,AT, 21 SEPTEMBER 2012

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Masalah

3. Shefer Sejarah adalah peristiwa yang telah lepas dan benar-benar berlaku pada masa itu.

Salinan NO : 9/LD/2013 NOMOR : 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG BIAYA TRANSPORTASI JEMAAH HAJI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAERAH DAN PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JAMAAH HAJI WALIKOTA SERANG,

PELAKSANAAN IBADAH HAJI ABAD KE 19 DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLAWANAN RAKYAT KEPADA KOLONIALISME BELANDA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik, mereka dapat mengenyam pendidikan sistem Barat.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 4

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasawarsa ini perkembangan organisasi, semakin pesat, baik

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JEMAAH HAJI KABUPATEN KENDAL

BAB V PEMBAHASAN. 1. Perencanaan pembelajaran PAI dalam meningkatkan kesadaran. meningkatkan kesadaran beribadah siswa di ke dua SMP tersebut yaitu

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, Kota Sibolga juga memiliki kapalkapal

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 12 TAHUN 2009 TENTANG BIAYA DOMESTIK HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

LAPORAN DAUROH RAMADHAN RAMADHAN 1435 H

Komunisme dan Pan-Islamisme

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan jamaah ibadah umrah dan haji dalam beberapa tahun

Indikator. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Materi Pokok dan Uraian Materi. Bentuk-bentukInteraksi Indonesia-Jepang.

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan, maka dapat diambil. kesimpulan yang merupakan akhir dari penulisan skripsi ini tentang

Transkripsi:

97 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pengkajian berbagai dokumen dan literatur yang telah penulis peroleh, tentang kebijakan haji di masa pemerintah kolonial Belanda di Indonesia dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan haji pada masa kolonial Belanda di Indonesia penuh dengan perjuangan. Ini dikarenakan umat Islam Indonesia yang ingin pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah, harus memenuhi berbagai peraturan dan persyaratan yang telah dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda, seperti diwajibkannya umat Islam yang akan pergi ke Mekkah mempunyai pas jalan haji, harus menunjukkan dan menyimpan uang sebesar 500 gulden kepada pemerintah setempat (bupati), harus menggunakan tiket pergi-pulang, harus melalui pelabuhan embarkasi haji dan setelah kembali ke Tanah Air harus melaporkan kepulangannya serta mengikuti ujian haji. Selain itu, sarana transportasi yang digunakan oleh umat Islam Indonesia untuk menunaikan ibadah haji pada umumnya menggunakan kapal barang, setelah adanya kapal uap barulah mulai memakai kapal penumpang yang dioperasikan oleh kongsi tiga milik maskapai Belanda (Nederland, Rotterdamsche Lloyd dan Oceaan Maatschapaij). Namun, masalah kesejahteraan calon haji tidak diperhatikan. Di atas kapal,

98 calon jamaah haji Indonesia harus berdesak-desakan, berjubel dan tidak sedikit yang meninggal dunia selama perjalanan pergi maupun pulang ke Tanah Air. 2. Politik haji yang digunakan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam menghadapi umat Islam di Indonesia terbagi menjadi dua fase. Fase pertama (1800-1889), pemerintah kolonial Belanda berusaha membatasi bahkan cenderung mempersulit umat Islam Indonesia untuk pergi menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Ini bisa dilihat dengan berbagai kebijakan ordonansi haji yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Selain itu, para haji juga sering dicurigai, dianggap fanatik dan tukang memberontak. Oleh sebab itu, pemerintah kolonial Belanda selalu mengawasi dengan ketat segala gerak-gerik para haji. Fase kedua (1889-1932), kebijakan politik haji pada masa itu lebih mengarah pada pengawasan terhadap pengaruh gerakan Pan Islamisme dan nasionalisme. Kebijakan ini tidak terlepas dari pengaruh C. Snouck Hurgronje sebagai arsitek politik Islam Hindia Belanda. Menurut Snouck, pemerintah Belanda tidak sepatutnya mencurigai umat Islam Indonesia yang pergi menunaikan ibadah haji. Namun, yang perlu diperhatikan justru dari kalangan umat Islam yang terlibat dalam politik dan berkeinginan untuk melakukan ibadah haji, karena mereka berpotensi menyebarluaskan gerakan Pan Islamisme dan faham nasionalisme di kalangan masyarakat pribumi, sehingga dapat mengancam kedudukan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.

99 3. Latar belakang pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan kebijakan ordonansi haji disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, jumlah umat Islam Indonesia yang pergi ke Mekkah semakin bertambah banyak, sehingga berakibat pada jumlah uang yang mengalir dari Indonesia ke negeri Arab meningkat dan dalam jumlah yang cukup besar. Ini artinya mengurangi keuntungan negara Belanda karena uang di negeri jajahannya mengalir ke tempat lain. Kedua, pemerintah Belanda ingin membatasi jumlah umat Islam Indonesia yang ingin pergi menunaikan ibadah haji karena menurut pemerintah kolonial Belanda, para haji yang kembali ke Tanah Air pasca menunaikan ibadah haji akan menanamkan benih fanatisme dan kefanatikan, sehingga dapat menggoyahkan sendi-sendi kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Ketiga, pemerintah kolonial Belanda merasa kawatir bahwa jamaah haji Indonesia dapat bertemu dengan sesama Muslim dari seluruh dunia Islam dan tidak mustahil akan menumbuhkan kesadaran untuk melawan pemerintah Belanda. Keempat, agar dapat menekan jumlah para jamaah haji pribumi yang bermukim di Mekkah. Kelima, disebabkan ribuan jamaah haji yang kembali dari Mekkah membawa penyakit menular dan dikawatirkan akan menyebar di Tanah Air. Keenam, adanya reaksi dari umat Islam Indonesia untuk memperbaiki sarana dan fasilitas pengangkutan haji.

100 B. Saran Ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima, yang wajib hukumnya bagi yang mampu secara materi maupun fisik. Dalam penulisan skripsi terkait kebijakan haji pada masa kolonial Belanda ini, terbatas pada pembahasan pelaksanaan haji di masa kolonial Belanda, kebijakan politik haji dan ordonansi haji. Untuk itu pada bagian akhir ini, sebagai saran akan bermanfaat bagi perkembangan selanjutnya, yaitu: 1. Diharapkan kepada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora agar lebih memperbanyak literatur sejarah, khususnya sejarah umat Islam pada masa kolonial Belanda di Indonesia. 2. Diharapkan kepada perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya untuk memperbanyak dan melengkapi berbagai literatur sejarah, terutama sejarah yang berkaitan dengan sejarah haji di Indonesia dan kebijakan politik haji di Indonesia. 3. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar lebih memperdalam lagi penelitiannya mengenai kebijakan ordonansi haji pada masa kolonial Belanda di Indonesia untuk menyempurnakan lagi hasil penelitian ini. Dengan mengucap syukur alhamdulillahi rabilalamin penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya, tulisan ini belum bisa dikatakan sempurna. Walaupun secara maksimal telah diupayakan kesempurnaannya, namun masih banyak kekurangan,

101 kelemahan, dan banyak celah yang masih perlu disempurnakan. Oleh karena itu, penulis tidak menutup mata dan telinga untuk mendengar dan menerima tegur sapa atau kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan hasil penelitian ini. Tiada seorang pun yang sukses tanpa bantuan orang lain dan tiada seorang pun sukses tanpa membutuhkan orang lain. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bersedia membantu dan memberikan semangat demi terselesaikannya penulisan penelitian ini. Mudah-mudahan amal baik semuanya memperoleh balasan dari Allah SWT. Akhirnya hanya kepada Allahlah penulis mengharap dan memohon ridho-nya, dan penulis berdo a mudah-mudahan tulisan ini mempunyai manfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya. Amin.,