BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen keuangan dalam sebuah perusahaan bertujuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adanya penelitian yang telah dilakukan sebelum penelitian ini dibahas,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membutuhkan beberapa teori yang mendasarinya, antara lain:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemberian wewenang oleh pemegang saham kepada manajer untuk bekerja demi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan, antara Lain : Rizka Putri Indahningrum dan Ratih Handayani, (2009)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerja atau investasi pada aset. Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Free cash flow adalah bentuk lain ukuran arus kas. Pengertian free cash

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang penting pada sebagian besar perusahaan besar yakni potensi UKDW

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. panjang yang digunakan oleh perusahaan (Keown, et al, 1993dalam Wahyuni,

BAB I PENDAHULUAN. melimpahkan kepada pihak lain yaitu manajer sehingga menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Shella Febri Priatama ABSTRAKSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. oleh Wibowo dan Rossieta, (2009:31), yang mengacu pada pemenuhan tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Lebih dari 40% di BEI adalah industri manufaktur.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemegang saham dengan cara menaikkan nilai perusahaan. Awalnya suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Hubungan agensi terjadi karena adanya suatu perjanjian atau kontrak yang

BAB I PENDAHULUAN. proses produksi (Suhayati dan Anggadini, 2013). Bagi sebuah perusahaan

BAB II LANDASAN TEORI. lalu dan harus dibayar dengan kas, barang dan jasa di waktu yang akan datang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. maka para investor atau pemilik perusahaan menyerahkan pengelolaan

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan untuk mendanai kegiatan perusahaan. Menurut Munawir (2004)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup suatu perusahaan di era globalisasi sekarang ini.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berpendapat bahwa terdapat kesenjangan antara pemilik (pemegang. saham) dan pengelola perusahaan (manajer) yang timbul dari

yang diangkat oleh pemegang saham bertindak atas kepentingan pemegang saham.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian dari struktur keuangan dimana struktur keuangan mencerminkan kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan pemilik seperti melakukan ekspansi untuk meningkatkan suatu gaji.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hutang. Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap entitas bisnis (perusahaan) dalam operasinya tentu memiliki tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder (Brigham. karena pemilik modal memiliki banyak keterbatasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keagenan antara principal dengan agent. Menurut Jensen dan Meckling

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. struktur modal yang optimal sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori mengenai kebijakan hutang dan pendanaan perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kepentingan masing-masing. Pada teori agensi ( agency theory ) yang

BAB I PENDAHULUAN. karena bagi para investor dividen merupakan return (tingkat pengembalian) atas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan menjadi pusat perhatian stakeholders. Keputusan finansial

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi dua kegiatan utama, yaitu kegiatan dalam mencari sumber dana dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Selama setengah abad terakhir, sektor Consumer Goods telah. mencapai pertumbuhan yang signifikan dari segi pendapatan dan imbal

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari setiap perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaannya

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Myes dan Majluf Disebut sebagai pecking order theory karena teori ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Struktur pendanaan merupakan indikasi bagaimana perusahaan membiayai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel pengembalian yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan

BABI PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan. apa yang dilakukan oleh manajemen atas sumber daya yang dipercayakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam mendanai aktivanya (Sawir, 2004:2).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Pengklasifikasian Utang. Utang Menurut Djarwanto (2004) merupakan kewajiban perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. mengantisipasi persaingan yang semakin tajam. Akan tetapi, dalam praktiknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendanaan eksternal perusahaan.utang juga sangat rentan terhadap konflik

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang telah go public adalah meningkatkan kemakmuran pemilik atau

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kondisi perusahaan dicerminkan dari Laporan Keuangan yang telah

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Modal (Munawir, 2001) adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh sumber dana dan bagaimana mengalokasikan dana tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyerahkan barang atau jasa pada tanggal tertentu. Hutang juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hutang dengan modal sendiri dalam perusahaan. Menurut Neil Seitz (1999)

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebijakan dividen menjadi perhatian banyak pihak seperti pemegang saham,

BAB II LANDASAN TEORI

Nurlaila

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki tujuan jangka panjang yaitu meningkatkan nilai

akibatnya dapat menghambat tingkat pertumbuhan perusahaan (rate of growth)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Struktur kepemilikan adalah perbandingan antara jumlah saham yang dimiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar struktur modal berkaitan dengan sumber dana, baik itu sumber internal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian sebelumnya. Berikut ini uraian beberapa penelitian terdahulu beserta

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mampu menghasilkan keuntungan untuk meningkatkan value of the. firm dan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham.

BAB I PENDAHULUAN. modal sangatlah penting didapatkan dari sumber-sumber keuangan, baik dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi dan Pengklasifikasian Hutang

BAB I PENDAHULUAN. dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk. agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan yang didirikan mempunyai tujuan utama. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. orientation) maupun organisasi yang tidak berorentasi pada laba (non-profit

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan mempunyai tujuan utama yaitu untuk meningkatkan. kemakmuran pemiliknya. Perkembangan perusahaan untuk menuju lebih besar

BAB 1 PENDAHULUAN. antara manajer ( agent) sebagai pengelola dengan pemegang saham ( principal)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat di era globalisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan permasalahan yang ada pada penelitian ini. Berikut adalah

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era industri yang semakin kompetitif sekarang ini, setiap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan kegiatan operasionalnya Astuti (2014). sendiri. Banyak perusahaan yang sukses dan berkembang akibat dapat

Transkripsi:

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Struktur Modal a. Agency Theory Pearce dan Robinson (2009), mendefinisikan bahwa teori keagenan merupakan sekelompok gagasan mengenai pengendalian organisasi yang didasarkan pada keyakinan bahwa pemisahan kepemilikan dengan manajemen menimbulkan potensi bahwa keinginan pemilik diabaikan. Teori keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih principal (pemilik) menyewa orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka dengan mendelegasikan beberapa wewenang untuk membuat keputusan agen. Dalam teori agensi, principal (pemilik) dan agen (manajer) mempunyai kepentingan yang berbeda. Pada teori agensi ini yang dimaksud dengan prinsipal adalah pemegang saham dan yang dimaksud dengan agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Problem keagenan (agency problem) antara pemegang saham (pemilik perusahaan) dengan manajer potensial terjadi bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas perusahaan. Konflik keagenan akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasarkan maksimalisasi nilai perusahaan

11 melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham (Jensen dan Meckling 1976). Penyebab lain konflik keagenan timbul karena manajemen perusahaan memiliki kecenderungan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait. b. The Pecking Order Theory Dalam pengambilan keputusan pembiayaan, perusahaan dituntut untuk mengikuti suatu hirarki, yaitu pecking order. Menurut teori ini struktur pendanaan suatu perusahaan mengikuti suatu hirarki dimulai dari sumber dana termurah, dana internal hingga saham sebagai sumber terakhir. Pecking Order Theory menyatakan bahwa bila perusahaan membutuhkan dana, maka prioritas utama adalah menggunakan dana internal, yaitu laba ditahan. Namun apabila dibutuhkan dana pendanaan eksternal maka hutang akan menjadi prioritas perusahaan. Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah. Dalam pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Jika dilihat dari sudut pandang pecking order theory, seorang manajer keuangan dihadapkan pada kenyataan bahwa perusahaan membutuhkan modal baru

12 untuk membiayai investasinya. Jika struktur modal perusahaan dapat mempengaruhi biaya modalnya maka manajemen struktur modal merupakan hal penting dalam manajemen keuangan (Halomoan dan Djakman 2004). c. Trade Off Theory Dalam Myers (1984) balancing theory atau trade off theory (teori keseimbangan) yaitu menyeimbangkan manfaat perlindungan pajak dan pengorbanan (bunga) yang timbul sebagai akibat penggunaan utang oleh perusahaan. Dalam Brealy et.al (2007), teori trade off menyatakan bahwa manajer keuangan seharusnya meningkatkan hutang sampai pada satu titik dimana nilai perlindungan pajak bunga tambahan hanya terimbangi oleh tambahan biaya masalah keuangan yang mungkin timbul. Konsep trade off dalam balancing theory adalah menyeimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan utang dalam struktur modal sehingga disebut pula sebagai trade off theory (Brigham et al, 1999 dalam Kaaro, 2003). Trade off theory merupakan gabungan dari pemikiran-pemikiran sebelumnya, dimana perusahaan menyeimbangkan antara manfaat pendanaan dengan hutang (perlakuan pajak yang menguntungkan) dengan biaya kebangkrutan dan suku bunga yang lebih tinggi. Model trade off merupakan Struktur modal yang optimal yang dapat ditemukan dengan menyeimbangkan antara keuntungan

13 penggunaan utang dengan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan (Myers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004). Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaanperusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak. d. Teori Arus Kas Bebas (Free Cash Flow) Damodaran (1997) menjelaskan bahwa Teori Free Cash Flow menggambarkan bahwa arus kas berasal dari operasi dan penggunaannya berada dibawah kontrol manajemen perusahaan, manajer menggunakan kas bebas untuk membiayai proyek, membayar dividen kepada pemegang saham, atau menahannya sebagai saldo kas. Teori Free Cash Flow menyatakan bahwa manajer yang memiliki arus kas bebas terlalu banyak, akan cenderung melakukan investasi secara tidak optimal. Pada dasarnya, free cash flow seharusnya dibayarkan kepada pemegang saham, karena perusahaan tidak dapat menginvestasikannya yang memiliki NPV positif, akan tetapi membayarkan kelebihan kas (free cash flow) kepada pemegang saham yang berarti mengurangi dana dibawah kontrol manajemen. Membatasi kemampuan manajer untuk mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kemungkinan harus menggunakan dana eksternal untuk membiayai

14 investasi proyek yang akan datang. Hal inilah yang menyebabkan manajemen berusaha menahan kelebihan arus kas dan mendorong penggunaannya untuk memaksimumkan kepentingan manajemen. Penambahan hutang memiliki komitmen pembayaran kembali bunga dan pokok pinjaman yang mengurangi free cash flow dan mengurangi kemampuan manajer untuk melakukan pemborosan, yang membuat manajer menjadi lebih disiplin sehingga penggunaan sumber daya menjadi lebih produktif. Namun demikian hubungan leverage dengan disiplin manajer berpengaruh menguntungkan hanya sampai titik tertentu. Pandangan teori free cash flow menyatakan bahwa pada saat perusahaan membutuhkan dana, pemegang saham lama lebih suka untuk menerbitkan hutang baru daripada menerbitkan ekuitas baru, sebab persyaratan pembayaran bunga akan memaksa manajer untuk bertindak sejalan dengan kepentingan pemegang saham. Pada pembayaran hutang yang tetap, penyalahgunaan uang investor beresiko terhadap kegagalan pembayaran hutang yang menyebabkan kepailitan perusahaan. 2. Kebijakan Hutang Pada dasarnya kebijakan hutang perusahaan merupakan tindakan manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan dengan menggunakan modal yang berasal dari hutang. Kebijakan hutang juga merupakan salah satu penentu arah pertimbangan dari struktur modal, karena struktur modal perusahaan merupakan pertimbangan dari jumlah

15 hutang jangka pendek (permanen), hutang jangka panjang, saham preferen, dan juga saham biasa. Kebijakan ini memiliki dampak pada konflik dan biaya keagenan antara manajer dan pemegang saham yang disebabkan oleh keputusan pendanaan. Keputusan pendanaan secara sederhana dapat diartikan sebagai keputusan manajemen dalam menentukan sumber-sumber pendanaan dari modal internal, yakni: modal ditahan atau dari modal eksternal, modal sendiri, atau melalui hutang (Waluyo et al. 2002 dalam Murni dan Andriana 2007). Murni dan Andriana (2007) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pendanaan, pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai dengan hutang karena dengan penggunaan hutang, hak mereka terhadap perusahaan tidak akan berkurang. Tetapi manajer tidak menyukai pendaan tersebut dengan alasan bahwa hutang mengandung risiko yang tinggi. Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Jensen dan Meckling (1976) dalam Indahningrum dan Handayani (2009) berpendapat bahwa dengan hutang maka perusahaan harus melakukan pembayaran periodik atas bunga dan pokok pinjaman. Kebijakan hutang akan memberikan dampak pada pendisplinan bagi manajer untuk mengoptimalkan penggunaan dana yang ada. Karena hutang yang cukup besar akan menimbulkan kesulitan keuangan atau risiko kebangkrutan. Dengan kata lain, perusahaan yang mempergunakan hutang dalam pendanaannya dan tidak mampu melunasi kembali hutang tersebut maka

16 akan terancam likuiditasnya sehingga pada gilirannya akan mengancam posisi manajemen. Besar kecilnya presentase hutang yang digunakan oleh perusahaan, dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya kepemilikan manajerial (insiders ownership), kepemilikan institusional (institutional ownership), kebijakan dividen, dan profitabilitas. 3. Kepemilikan Manajerial Pengertian kepemilikan manajerial menurut Wahidahwati (2002), Kepemilikan manajerial merupakan pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Direktur dan Komisaris). Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen Sujono dan Soebiantoro (2007) dalam Sabrina (2010). Kepemilikan manajerial adalah presentase kepemilikan saham oleh pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Kepemilikan manajerial dalam kaitannya dengan kebijakan hutang mempunyai peranan penting yaitu mengendalikan kebijakan keuangan perusahaan agar sesuai dengan keinginan pemegang saham (Megginson, 2007). Keinginan pemegang saham berusaha menyamakan kepentingan dari pemegang saham dengan kepentingan dari manajemen melalui programprogram yang mengikat kekayaan pribadi manajemen ke dalam kekayaan perusahaan.

17 Kepemilikan manajerial diukur dari jumlah prosentase saham yang dimiliki manajer. Dengan adanya kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham, sehingga manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan merasakan kerugian apabila keputusan yang diambil salah terutama keputusan mengenai hutang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemilikan saham oleh pihak manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga meminimumkan biaya keagenan. 4. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah persentase saham yang dimiliki oleh institusi dari keseluruhan saham perusahaan yang beredar. Kepemilikan Institusional adalah kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian dan institusi lainnya pada akhir tahun (Shien, et. al 2006) dalam Winanda (2009). Menurut Brigham (2005), kepemilikan institusional merupakan kepemilikan investasi saham yang dimiliki oleh institusi lain seperti: perusahaan dana pensiun, reksadana dll dalam jumlah yang besar. Menurut Madura (2006), kepemilikan institusional merupakan kepemilkan yang dimiliki oleh lembaga atau institusi lain yang biasanya memiliki nilai substansial, sehingga dapat meminta pertanggungjawaban dan kontrol dari manajer

18 perusahaan agar dapat melakukan keputusan dengan tepat sehingga dapat menyenangkan bagi pemegang saham. Dengan adanya kepemilikan institusional dalam suatu perusahaan maka dapat memberikan kontribusi berupa kontrol dalam manajemen dan akan mendorong peningkatan pengawasan agar lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen. Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung pada besarnya investasi yang dilakukan. Mekanisme pengawasan ini akan meningkatkan kemakmuran pemegang saham. 5. Kebijakan Dividen Kebijakan dividen adalah kebijakan yang dibuat perusahaan dalam menentukan berapa banyak dari keuntungan harus dibayarkan kepada pemegang saham dan berapa banyak yang harus ditahan kembali dalam perusahaan (Weston dan Brigham, 1981 dalam Juwanik, 2007). Bagi investor atau pemegang saham, dividen merupakan salah satu keuntungan yang akan diperolehnya selain keuntungan lain yang berupa capital gain. Secara umum dividen dapat diartikan sebagai bagian yang dibagikan oleh emiten kepada masing-masing pemegang saham baik dalam bentuk tunai ataupun kas. Keputusan tentang berapa banyak bagian keuntungan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan berapa banyak yang akan ditahan atau diinvestasikan kembali, disebut sebagai kebijakan dividen.

19 Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang menyangkut masalah pembagian laba yang menjadi hak pemegang saham yang dibagikan sebagai dividen. Kebijakan deviden ini memiliki pengaruh terhadap tingkat penggunaan hutang suatu perusahaan. Kebijakan deviden yang stabil menyebabkan adanya keharusan bagi perusahaan untuk menyediakan sejumlah dana untuk membayar jumlah dividen yang tetap tersebut sehingga kebutuhan pendanaan perusahaan akan meningkat. 6. Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan persahaan dalam memperoleh laba dengan keahliannya mengelola semua sumber daya yang dimiliki. Profitablitas atau kemampuan memperoleh laba adalah suatu ukuran dalam persentase yang digunakan untuk menilai sejauh mana perusahaan mampu menghasilkan laba pada tingkat yang dapat diterima. Kegunaan dari profitabilitas adalah untuk mengatur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Rasio ini merupakan sebuah proksi dari keuntungan perusahaan yaitu kemampuan perusahaan dalam menciptakan laba, Hanafi dan Ismiyanti (2003). Profitabilitas menggambarkan pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi. Angka profitabilitas dinyatakan antara lain dalam angka laba sebelum atau sesudah pajak, laba investasi, pendapatan per saham, dan laba penjualan. Nilai profitabilitas menjadi norma ukuran bagi kesehatan perusahaan. Profitabilitas menunjukkan

20 kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Profitabilitas merefleksikan earnings untuk pendanaan investasi. Berdasarkan pecking order theory, pilihan pertama dalam keputusan pendanaan adalah dengan menggunakan retained earning, baru kemudian menggunakan hutang dan ekuitas. B. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian Narita (2012) dengan judul Analisis Kebijakan Hutang menemukan bahwa variabel ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, dan free cash flow tidak mempengaruhi kebijakan hutang sedangkan variabel likuiditas dan profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Penelitian Murtiningtyas (2012) dengan judul Kebijakan Deviden, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Profitabilitas, Resiko Bisnis Terhadap Kebijakan Hutang menemukan bahwa variabel kebijakan deviden, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang, sedangkan variabel profitabilitas dan resiko bisnis berpengaruh negatif dengan kebijakan hutang. Penelitian Larasati (2011) dengan judul Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Kebijakan Dividen terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan menemukan bahwa variabel kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan, kepemilikan institusional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan, kebijakan dividen memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.

21 Penelitian Nabela (2012) dengan judul Pengaruh Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang menemukan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kebijakan hutang, kebijakan dividen memiliki pengaruh positif tidak signifikan terhadap kebijakan hutang dan profitabilitas memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang Penelitian Tjeleni (2013) dengan judul Kepemilikan Manajerial dan Institusional Pengaruhnya terhadap Kebijakan Hutang menemukan bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang. C. Hipotesa a. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dengan Kebijakan Hutang Menurut Wahidahwati (2002), Managerial ownership adalah pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Direktur dan Komisaris). Meningkatnya kepemilikan manajemen dapat mensejajarkan kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang saham dan mengurangi peranan hutang sebagai salah satu alat untuk mengurangi konflik keagenan. Dengan adanya kepemilikan saham, menyebabkan manajemen akan semakin berhati-hati dalam mengambil keputusan karena manajemen akan merasakan langsung keuntungan dari keputusan yang diambil dengan tepat. Sebaliknya, jika keputusan yang diambil tidak tepat maka manajer juga akan merasakan kerugian terutama keputusan mengenai hutang dan menghindari

22 perilaku opportunistic. Dengan demikian, meningkatnya kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajer dengan pemegang saham. Manajer akan meningkatkan kinerjanya demi pemegang saham termasuk dirinya sendiri sehingga mengurangi penggunaan hutang. Menurut penelitian Susanto (2011), hasil penelitian kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang yang berarti bahwa semakin meningkatnya kepemilikan manajerial, maka akan semakin rendah penggunaan hutang. Meningkatnya kepemilikan oleh insider, akan menyebabkan insider semakin berhati-hati dalam menggunakan hutang dan menghindari perilaku opportunistic, karena mereka ikut merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil jika benar dan merasakan kerugian apabila keputusan yang diambil salah terutama mengenai hutang. Penelitian Sheisarvian et. all (2013), hasil penelitian kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh negatif terhadap kebijakan utang. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan teori agency yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa peningkatan kepemilikan saham manajerial dapat menurunkan agency cost karena dapat mensejajarkan kepentingan dari pemilik dengan kepentingan para manajer. Peningkatan dari kepemilikan saham oleh pihak manajerial akan membuat manajer lebih berhati-hati dalam menggunakan utang dan meminimalisir risiko yang akan ditimbulkan karena pihak manajer merasa memiliki perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena manajer akan merasakan manfaat langsung dari setiap keputusan yang diambil dan kerugian jika keputusan

23 yang diambil salah. Dengan demikian menurut teori agensi semakin tinggi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak manajer maka utang yang akan digunakan suatu perusahaan akan semakin rendah. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti membuat hipotesis: H 1 Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan b. Pengaruh Kepemilikan Institusional dengan Kebijakan Hutang Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh pihakpihak yang berbentuk institusi seperti bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi dan institusi lainnya. Sheiler dan Vishny (1986) dalam Rizka dan Ratih (2009), menyatakan bahwa adanya pemegang saham besar seperti kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen dengan pengawasan yang lebih optimal. Menurut Abdullah (2009), variabel kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka diharapkan semakin kuat kontrol internal terhadap perusahaan dimana akan dapat mengurangi biaya keagenan pada perusahaan, serta penggunaan hutang oleh manajer. Penelitian Bhakti (2012) menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang yang berarti peningkatan kepemilikan institusional akan mengakibatkan penurunan hutang perusahaan. Kepemilikan institusional yang tinggi maka diharapkan semakin kuat kontrol internalnya terhadap perusahaan sehingga

24 akan mengakibatkan pihak manajemen berhati-hati dalam menggunakan dan mengambil keputusan kebijakan hutang. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti membuat hipotesis: H 2 Kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan c. Pengaruh Kebijakan Dividen dengan Kebijakan Hutang Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang menyangkut masalah pembagian laba yang menjadi hak pemegang saham. Pemegang saham mempunyai hak untuk menjual saham setiap saat, sehingga perputaran jualbeli saham sangat cepat dan berubah-ubah. Bagi investor atau pemegang saham, dividen merupakan salah satu keuntungan yang akan diperolehnya selain keuntungan lain yang berupa capital gain. Kebijakan dividen akan memiliki pengaruh pada tingkat penggunaan hutang suatu perusahaan, kebijakan dividen yang stabil akan menyebabkan adanya keharusan bagi perusahaan untuk menyediakan sejumlah dana guna membayar jumlah dividen yang tetap tersebut. Adanya pembayaran dividen yang tetap menyebabkan timbulnya suatu kebutuhan dana yang tetap setiap tahunnya sehingga kebutuhan dana perusahaan akan meningkat. Penelitian Handayani dan Indahningrum (2009), hasil penelitian kebijakan dividen mempunyai pengaruh positif terhadap kebijakan hutang. Semakin tinggi dividen, maka akan semakin tinggi kebijakan hutang perusahaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa jika perusahaan

25 meningkatkan pembayaran dividennya maka dana yang tersedia untuk pendanaan (laba ditahan) akan semakin kecil. Untuk memenuhi kebutuhan dana perusahaan, manajer lebih cenderung untuk menggunakan hutang lebih banyak. Penelitian Sheisarvian et. all (2013), hasil penelitian kebijakan deviden mempunyai pengaruh negatif terhadap kebijakan utang. Hubungan negatif yang terjadi ini menunjukkan bahwa semakin besar kebijakan dividen maka utang yang digunakan perusahaan semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Penggunaan dividen ini diharapkan dapat mengurangi agency cost. Penggunaan kebijakan dividen untuk mengurangi biaya keagenan dapat dilakukan guna mengatasi masalah kelebihan aliran kas internal (free cash flow), sehingga dapat mengurangi perilaku manajer untuk menggunakan kelebihan itu untuk kepentingan pribadi. Penggunaan dividen dalam mengurangi agency cost dapat dilakukan guna mengatasi masalah kelebihan aliran kas internal pada perusahaan yang low growth dan profitable. Dengan demikian perusahaan masih mampu membayar dividen yang tinggi untuk membiayai kesempatan investasi yang ada tanpa harus mencari tambahan dana dari utang. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti membuat hipotesis: H 3 Kebijakan Dividen berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan

26 d. Pengaruh Profitabilitas dengan Kebijakan Hutang Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasionalnya. Profitabilitas perusahaan adalah salah satu cara untuk menilai secara tepat sejauh mana tingkat pengembalian yang akan didapat dari aktivitas investasinya. Profitabilitas menggambarkan pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi. Profitabilitas menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatife kecil karena tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk mambiayai sebagian besar pendanaan internal. Profitabilitas merefleksikan laba untuk pendanaan investasi. Myers (1984) menyarankan manajer untuk menggunakan pecking order untuk keputusan pendanaan. Pecking order merupakan urutan penggunaan dana untuk investasi yaitu laba ditahan sebagai pilihan pertama, kemudian diikuti oleh hutang dan ekuitas. Jika ini benar, maka implikasinya adalah ada hubungan negatif antara profitabilitas perusahaan dengan debt ratio. Pihak insider tidak mau berbagi keuntungan dengan kreditur sehingga ada kecenderungan debt ratio perusahaan lebih kecil. Menurut penelitian Steven dan Lina (2011), hasil penelitian profitabilitas mempunyai pengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berkaitan dengan pecking order theory,

27 semakin tinggi profitabilitas perusahaan, maka akan semakin banyak dana yang tersedia untuk digunakan bagi perushaan, sehingga perusahaan akan cenderung memanfaatkan dana internalnya yang bersumber dari profit dibanding hutang. Perusahaan dengan profitabilitas tinggi akan cenderung menggunakan dana internal dari retained earnings sehingga perusahaan tidak akan terlalu membutuhkan dana yang bersumber dari hutang. Akan tetapi sebaliknya, perusahaan yang memiliki profitabilitas rendah, akan mengalami kesulitan dan membutuhkan dana eksternal seperti hutang, sebab biaya-biaya tetap yang terjadi dalam perusahaan akan terus berjalan, sehingga perusahaan tersebut akan membutuhkan tambahan dana eksternal untuk membiayai biaya-biaya tersebut. Menurut penelitian Sheisarvian et all (2013), hasil penelitian profitabilitas mempunyai pengaruh negatif terhadap kebijakan utang. Hasil penelitian ini sudah sesuai dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa bila perusahaan membutuhkan dana maka prioritas utama adalah dengan cara menggunakan dana internal yaitu dari laba ditahan namun jika harus mencari pendanaan dari luar (eksternal) maka utang akan menjadi prioritas utama. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti membuat hipotesis: H 4 Profitabilitas perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan

28 D. Model Penelitian Model penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen: 1. Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen, baik yang pengaruhnya positif maupun pengaruhnya negative. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel independen adalah Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen, dan Profitabilitas. 2. Variabel dependen adalah variabel yang menjadi pusat perhatian penelitian. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel dependen adalah Kebijakan Hutang. Kepemilikan Manajerial H 1 (-) Kepemilikan Institusional Kebijakan Deviden H 2 (-) H 3 (+) Kebijakan Hutang Profitabilitas H 4 (-) Gambar 2.1 Model Penelitian