BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB IV PENUTUP. penonton Tuli (DAC Jogja) dan komunitas penonton non-tuli (MM Kine

BAB V. Refleksi Hasil Penelitian

POLIGAMI DALAM FILM (Analisis Resepsi Audience Terhadap Alasan Poligami Dalam Film Indonesia Tahun )

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

POLIGAMI DALAM FILM (ANALISIS RESEPSI AUDIENS TERHADAP ALASAN POLIGAMI DALAM FILM INDONESIA TAHUN )

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV PENUTUP. Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H.

42, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 arah dan tujuan lembaga tersebut. Konsep bersistem ini biasa disebut dengan ideologi. Salah satu ideologi yang ser

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS RESEPSI TOKOH ANGEL DI SITKOM TETANGGA MASA GITU? Oleh: Rani Oktavia Putri ( ) AB

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV INTERPRETASI HASIL PENELITIAN TENTANG APLIKASI TRANSPORTASI ONLINE DI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Tengok saja majalah, koran, radio, acara televisi, sampai media online

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

stand up comedy, perlu diketahui terlebih dahulu definisi stand up comedy. Secara definisonal oleh Greg Dean, stand up comedy adalah

BAB V PENUTUP. kebangkitan gerakan perempuan yang mewujud dalam bentuk jaringan. Meski

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Rosyadi (2006) menjelaskan bahwa kebudayaan Cina banyak memberikan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

RESEPSI KHALAYAK PEREMPUAN YANG SUDAH MENIKAH TERHADAP POLIGAMI DALAM FILM KEHORMATAN DI BALIK KERUDUNG NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

ABSTRAK. Nama : Anike Puspita Yunita NIM : D2C Judul : Persepsi Khalayak tentang Aksi Demonstrasi FPI di Surat Kabar Suara Merdeka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

ANALISIS RESEPSI PEMBACA RAMALAN ZODIAK DI ASK FM LIGHTGIVERS

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Hal tersebut dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

BAB I. Pendahuluan. terlihat. Seperti yang dikutip dalam buku Feminisme : Sebuah Kata Hati bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Kehadiran dan kepiawaian Zulkaidah Harahap dalam. memainkan instrumen musik tradisional Batak Toba, secara tidak

BAB I PENDAHULUAN. struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat adalah novel. Menurut Esten (1993:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

DARI AGENDA MEDIA HINGGA AGENDA KEBIJAKAN (Catatan atas Kemampuan Media) Oleh Yoseph Andreas Gual

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

PEMAKNAAN KHALAYAK TERHADAP INFORMASI KASUS PENODAAN AGAMA OLEH BASUKI TJAHAJA PURNAMA DI MEDIA SOSIAL YOUTUBE

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. seorang pengarang akan mencoba menggambarkan realitas yang ada ke dalam

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Di negara-negara yang banyak mengalami pergulatan politik, novel menjadi salah satu media penyampai kritik. Di Indonesia, istilah jurnalisme dibungkam sastra melawan yang dilontarkan penulis Seno Gumira Ajidarma menguatkan sastra (novel) sebagai media alternatif yang memuat dokumentasi mengenai hal-hal yang tidak diberitakan oleh Pers pada zaman Orde Baru. Penulis perempuan juga melakukan hal yang sama. Ayu Utami adalah salah satu penulis perempuan yang konsisten tentang isu-isu perempuan, politik, dan sosial-kultural. Dengan berlindung pada sastra, ia menggugat nilai-nilai dalam masyarakat yang tidak adil pada perempuan dan menuliskan hal-hal yang selama ini dianggap tabu. Pada titik inilah, sastra (novel) menjadi media yang menjembatani antara penulis, pembaca, dan semesta teks yang mempengaruhi mereka. Ada tiga aspek yang saling berkaitan dalam proses pemaknaan teks novel. Teks adalah karya dari penulis novel yang mengandung pesan-pesan yang bermakna. Makna-makna itu tersimpan rapi dalam kode-kode bahasa yang termuat dalam novel. Pembuat teks adalah penulis novel yang membuat novel dengan tema dan makna tertentu. Audiens adalah mereka yang membaca dan mengapresiasi teks tersebut dengan membangun makna yang beragam sesuai kemampuan dan pengalaman mereka masing-masing. Tiga aspek ini membentuk sirkulasi. Pada titik tertentu, suatu teks dapat mengubah posisi audiens menjadi pembuat teks, dan pembuat teks menjadi audiens. Studi resepsi dalam penelitian ini menekankan pada pengetahuan audiens dalam memaknai teks. Salah satu konsep penting dalam analisis resepsi adalah encoding dan decoding yang digagas oleh Stuart Hall. Pembuat pesan menciptakan pesan dengan makna tertentu yang diharapkan dapat diterima audiens. Namun, audiens dapat memaknai teks tersebut sesuai dengan 185

interpretasinya yang bisa saja tidak sejalan dengan apa yang dimaksudkan oleh pembuat pesan. Konsep Hall ini digabung dengan konsep audience- workuniverse (audiens teks semesta teks) dalam pendekatan pragmatik yang digagas M.H. Abrams. Dalam memaknai suatu karya, audiens tidak dapat dipisahkan dari semesta teks atau segala sesuatu yang mempengaruhi pemaknaannya terhadap karya itu. Latar belakang budaya, agama, politik, sejarah, pribadi individu, relasi keluarga, kebiasaan bermedia, tipe media, dan sebagainya akan membentuk kerangka pemikiran audiens dalam memaknai sebuah karya. Tidak hanya itu, relasi ini membentuk sirkulasi yang memungkinkan audiens membuat teks baru berdasarkan pemaknaannya. Teks baru itu dapat berupa pemikiran baru dalam bentuk diskusi atau tulisan yang disebarkan melalui media massa. Model relasi teks Abrams dan model encoding/decoding Hall memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan relasi teks Abrams adalah membantu menjelaskan hubungan sebab-akibat antara audiens, teks, dan semesta teks. Abrams memasukkan unsur semesta teks (nature/universe) sebagai bagian penting dari proses penerimaan audiens karena membantu menelusuri faktorfaktor internal (diri sendiri) dan eksternal (lingkungan) audiens yang mempengaruhi interpretasi dan tindakannya terhadap suatu karya. Semesta teks dapat mempengaruhi audiens dalam melakukan tindakan memproduksi teks baru atau sekedar menyimpannya sebagai sebuah diskusi. Kekurangan model relasi teks Abrams adalah belum ada pemosisian pembacaan audiens. Model Relasi teks Abrams secara umum digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat dari suatu tiruan realita (mimesis) dalam masyarakat. Kelebihan model encoding/decoding Hall adalah pemosisian pembacaan audiens yang jelas. Namun, kelebihan ini sekaligus menjadi kekurangan model ini karena penempatan audiens dalam tiga posisi tersebut sangat ketat. Hall tidak memberikan alternatif posisi yang kemungkinan muncul dalam proses resepsi audiens. Gabungan antara model relasi teks Abram dan model encoding/decoding Hall yang digunakan dalam penelitian ini mampu bersinergi dalam menjawab permasalahan penelitian yang diteliti. 186

Peneliti melakukan penelitian studi resepsi dengan menganalisis decoding audiens terhadap isu pernikahan dan keperawanan dalam novel otobiografi Pengakuan karya Ayu Utami. Masing-masing audiens memiliki pandangan, penangkapan, dan penafsiran sendiri yang mempengaruhi cara mereka memaknai isu yang mereka baca dari novel. Meski sebagian informan penelitian mengaku menyukai karya-karya Ayu Utami, hal itu tidak menjamin bahwa mereka menerima teks yang diajukan Ayu Utami. Keenam informan dalam posisi pembacaan baik dominan atau posisi tetap memiliki kekuatan untuk memilah mana teks yang diterima dan mana teks yang ditolak. Informan dalam penelitian ini adalah Astri, Dicky, Esti, Imran, Rina, dan Tiyar. Kesamaan di antara mereka berenam adalah masuk dalam kategori pembaca dewasa, yaitu antara usia 23-31 tahun dan belum menikah, meski ada sebagian yang saat ini sudah memiliki pacar. Namun, di balik kesamaan tersebut, masing-masing informan memiliki perbedaan-perbedaan yang juga mempengaruhi cara mereka memaknai isu pernikahan dan isu keperawanan dalam novel Pengakuan. Secara umum, pemaknaan audiens dalam konsep encoding dan decoding yang dikemukakan Stuart Hall menempatkan audiens ke dalam tiga posisi yaitu dominant-hegemonic position (posisi dominan), negotiated position (posisi negosiasi), dan oppositional position (posisi oposisional). Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa audiens terbagi dalam dua posisi pembacaan, yaitu posisi dominan dan posisi negosiasi. Ketiadaan posisi oposisional disebabkan limitasi penelitian melalui kualifikasi informan yang menyempit pada pembaca karyakarya Ayu Utami. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hilangnya posisi oposisional, antara lain tradisi membaca informan yang hampir semuanya adalah pembaca berat (heavy reader) sehingga memiliki wawasan yang luas; mereka merupakan penggemar Ayu Utami yang dapat mengenali ciri khas dan posisi karya-karya Ayu Utami dibandingkan penulis lain, dan pengalaman pribadi yang menyebabkan mereka mau membaca karya-karya Ayu Utami. Dalam mengumpulkan data, peneliti memperoleh hasil pemaknaan isu pernikahan dan keperawanan berdasarkan pandangan informan sendiri. Masing- 187

masing posisi yang dihasilkan oleh informan tersebut merupakan kombinasi pengenalan dasar atau pemahaman menyeluruh terhadap teks serta interpretasi dan evaluasi terhadap makna berkenaan dengan kode teks yang relevan. Peneliti juga menilik bagaimana informan melihat makna yang tersirat di balik teks dan penerimaan atau penolakan audiens terhadap teks. Peneliti juga memperhatikan informan yang membuat teks baru dan menyebarkannya melalui media online sebagai tindakan mereka dalam menegosiasikan teks yang diterima. Setelah itu, peneliti menelusuri perbedaan antara pembaca yang membuat teks baru dan pembaca yang mendiskusikan teks tanpa membuat teks baru. Informan yang berada pada posisi dominan berarti sejalan, paham, dan menyetujui apa yang disampaikan oleh Ayu Utami mengenai isu pernikahan dan isu keperawanan dalam novel Pengakuan. Itu berarti informan memiliki sikap kritis dan cara pandang yang sama dengan Ayu Utami dalam menyikapi persoalan gender dalam situasi sosial saat ini. Informan yang berada pada posisi dominan juga umumnya menyukai atau menikmati hampir semua novel-novel karya Ayu Utami. Misalnya Astri dan Dicky yang mengaku sangat menyukai novel-novel Ayu Utami ternyata secara konsisten berada di posisi dominan dalam menerima isu pernikahan dan keperawanan. Informan yang berada di posisi negosiasi dapat menerima apa yang disampaikan Ayu Utami pada hal-hal tertentu saja yang sesuai pandangannya. Mereka menolak teks yang tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi dalam kehidupan sosial-kulturalnya. Misalnya, pemaknaan informan pada isu keperawanan di mana informan menerima bahwa keperawanan perempuan tidak dinilai dari selaput dara saja tetapi di sisi lain mereka tetap menganggap bahwa keperawanan perlu dijaga untuk memasuki pernikahan. Tidak semua informan bertindak dengan cara yang sama meskipun mereka mengaku menyukai karya-karya Ayu Utami. Tidak semua informan mengoleksi secara lengkap atau membaca novel-novelnya. Tidak semua informan pernah bertemu dengan Ayu Utami atau mendatangi acara bedah buku dan seminarnya. Tidak semua juga dari mereka yang membuat teks baru sebagai tindakan terhadap teks yang mereka maknai dari novel-novel karya Ayu Utami. Beberapa informan 188

bahkan masih menyimpan rasa skeptis terhadap sepak terjang Ayu Utami dalam kancah kesusastraan Indonesia. Di lain sisi, kesukaan informan pada novel-novel dan pribadi Ayu Utami juga tidak lantas membuat mereka senantiasa menerima atau menyetujui sepenuhnya pesan-pesan dalam novel Pengakuan. Perbedaan dinamika pada masing-masing audiens dipengaruhi semesta teks yang di dalamnya antara lain kebiasaan bermedia audiens, pengaruh konten fiksi, dan pengalaman kultural. Namun, ketiga hal tersebut tidak cukup kuat menggerakkan audiens untuk membuat teks baru. Audiens harus memiliki motivasi reproduksi pengetahuan (reproduction of knowledge) untuk dapat menggerakkan mereka dalam membuat teks baru. Motivasi reproduksi pengetahuan ini yang menjadikan pembaca sebagai prosumer atau konsumer yang menjadi produser dalam sirkulasi penggunaan media. Dalam penelitian ini, informan yang menggebu-gebu dalam menyukai Ayu Utami berada dalam posisi dominan seperti Astri dan Dicky. Namun, ada juga informan yang mengaku menyukai Ayu Utami justru berada dalam posisi negosiasi, seperti Imran. Sementara informan yang tidak terlalu menyukai Ayu Utami, seperti Rina berada dalam posisi negosiasi. Adapun informan yang merupakan pembaca pemula seperti Esti dan pembaca yang menyukai sekaligus skeptis pada Ayu Utami seperti Tiyar yang berganti-ganti posisi pembacaan. Dalam isu pernikahan, Esti berada di posisi negosiasi, sementara Tiyar berada dalam posisi dominan. Namun, pada isu keperawanan, Esti justru berada di posisi dominan dan Tiyar berada di posisi negosiasi. Audiens juga memiliki pandangan yang beragam terkait karakter-karakter dalam novel. Karakter-karakter utama tersebut dikategorikan sebagai perempuan yang melawan nilai-nilai tradisional dan perempuan yang menganut nilai-nilai tradisional. Selain itu, adapun karakter laki-laki yang menjadi simbol patriarki dan laki-laki baru dalam relasi kesetaraan. Dari hasil penjabaran audiens, perbedaan gender tidak memberikan pengaruh terhadap pemaknaan mereka karena informan perempuan tidak selalu mendukung karakter perempuan, bahkan ada yang mengkritik, sebaliknya demikian dengan informan laki-laki. Adapun faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi pembaca untuk 189

bersimpati dengan karakter-karakter tersebut, antara lain: (1) Kedekatan atau proksimitas antara audiens dengan karakter tersebut; (2) Karakter menjadi representasi fantasi audiens; dan (3) Pembaca dapat menunjukkan sikap tidak bersimpati terhadap karakter-karakter apabila memiliki sikap skeptis, sikap defensif, dan karakter-karakter tersebut tidak memenuhi harapan audiens. Secara umum, posisi laki-laki dan perempuan yang ditampilkan dalam teks tidak dapat dikategorikan dalam bentuk hierarki. Pembaca yang berada dalam dikotomi lakilaki dan perempun juga memberikan pandangan yang lebih bersifat negosiasi daripada justifikasi. Dalam memaknai isu pernikahan dan keperawanan, informan menggunakan pengalaman pribadi, referensi media massa, interaksi dengan keluarga, dan berkaca pada keadaan budaya dan agama masing-masing. Faktorfaktor tersebut tentunya berbeda-beda pada tiap informan sehingga mereka memiliki pemaknaan yang beragam pula. Sebagian pemaknaan informan juga berasal dari bidang studi yang dipelajari selama menempuh pendidikan tinggi. Posisi pembacaan dari keseluruhan informan berimbang. Perbedaan gender memperlihatkan bahwa dalam isu pernikahan yang berada lebih banyak dalam posisi dominan adalah laki-laki (2:1), sementara yang berada dalam posisi negosiasi adalah perempuan (2:1). Artinya, informan laki-laki menyepakati altenatif nilai yang diajukan Ayu Utami dalam pernikahan sementara perempuan justru memperlihatkan sikap negosiasi. Dalam hal ini, budaya patriarki telah membebani laki-laki sebagai pemimpin dalam keluarga yang menyebabkan mereka harus berjuang dalam mencari nafkah. Di masa seperti sekarang, persaingan dunia kerja dan kerasnya hidup membuat laki-laki tertekan untuk menjadi yang utama dalam keluarga dan masyarakat. Pembagian peran dalam rumah tangga yang fleksibel membuat mereka melepaskan beban itu. Di lain sisi, budaya patriarki telah membentuk perempuan dalam ambiguitas: di satu sisi ingin mandiri, namun di sisi lain masih terlena dengan kenyamanan dan ketergantungan yang ditawarkan suami sebagai pemimpin keluarga. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi posisi dominan pembaca antara lain: (1) Loyalitas terhadap penulis, (2) Tradisi membaca, (3) Relasi dalam 190

keluarga, dan (4) Ideologi tentang humanisme yang menghubungkan dengan feminisme. Hal ini menunjukkan terjadi pergeseran pandangan terhadap jenis pernikahan tradisional yang hierarki (alliance marriage) menuju pernikahan yang setara dengan pembagian peran yang fleksibel (seesaw marriage). Di sisi lain, faktor-faktor yang mempengaruhi posisi negosiasi pembaca, antara lain: (1) Kurangnya loyalitas terhadap penulis; (2) Terbatasnya tema-tema novel yang dibaca, (3) Kurangnya kedekatan latar belakang (budaya, agama, ideologi, pengalaman hidup, jenis kelamin, dll) dengan penulis yang membuat audiens tidak dapat memaknai konteks yang diajukan penulis; dan (4) Adanya negosiasi antara pembaca dengan teks; (5) ideologi pembaca. Hal ini menunjukkan bahwa audiens memadukan jenis pernikahan tradisional dengan pernikahan yang setara. Dalam isu keperawanan, posisi pembacaan berkebalikan dari posisi pembacaan terhadap isu pernikahan. Perbedaan gender memperlihatkan bahwa dalam isu keperawanan yang berada lebih banyak dalam posisi dominan adalah perempuan (2:1), sementara yang berada dalam posisi negosiasi adalah laki-laki (2:1). Hal ini menunjukkan bahwa perempuan masih merasakan tekanan masyarakat terhadap idealisasi keperawanan perempuan. Di lain sisi, laki-laki meskipun menganggap bahwa selaput dara tidak penting mereka tetap menganggap keperawanan perempuan dan laki-laki harus dijaga demi kebaikan bersama. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi posisi dominan pembaca antara lain: (1) Pengaruh novel-novel tentang perempuan, khususnya yang membahas seksualitas telah membuka pandangan pembaca tentang kesadaran tubuh perempuan; (2) Tipe novel otobiografi yang membuat pembaca kurang kuat mengkritisi teks yang diajukan Ayu Utami; (3) Pengaruh budaya dan lingkungan yang memberikan pengalaman-pengalaman yang menggugah rasa keadilan audiens; dan (4) Ideologi. Hal ini menunjukkan audiens telah memisahkan konsep selaput dara dalam idealisasi keperawanan dan tidak mempersoalkan tentang keperawanan seseorang. Pembaca di posisi dominan memiliki pandangan bahwa kontrol tubuh terletak pada individu bukan pada masyarakat yang bertolak belakang dengan konsep pertukaran perempuan (exchange of women) yang selama 191

ini mengidealkan keperawanan perempuan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi posisi negosiasi pembaca, antara lain: (1) Novel-novel tentang isu perempuan tidak selalu dimaknai positif; (2) Pembaca lebih kuat mengkritisi teks yang diajukan Ayu Utami meskipun Pengakuan merupakan tipe novel otobiografi. Hasilnya adalah sikap negosiasi dengan mengaitkan hal-hal yang bersifat teknis dengan yang esensial; dan (3) Pengaruh budaya dan lingkungan audiens yang memberikan pertimbanganpertimbangan dalam mengambil keputusan terkait isu keperawanan. Hal ini menunjukkan bahwa pembaca tetap memegang konsep keperawanan sebagai nilai sekalipun mereka tidak lagi menganggap keperawanan sebagai tolak ukur untuk menilai seseorang. Pembaca di posisi negosiasi tetap memegang konsep pertukaran perempuan (exchange of women) namun bukan dalam pandangan untuk merendahkan perempuan atau laki-laki namun untuk menjaga posisi sosial seseorang dalam pernikahan maupun masyarakat. Novel tidak akan dianggap berpengaruh terhadap audiens tanpa adanya tindakan memaknai sebagai suatu negosiasi terhadap teks yang dimaknainya. Teks baru dapat berupa pemikiran baru dalam bentuk diskusi dan membuat teks baru dengan menggunakan media lain. Penelitian ini mengambil konsep teks baru yang kedua untuk secara spesifik ditelusuri. Dari enam informan, terdapat tiga audiens yaitu Esti, Rina, dan Imran yang membuat teks baru yaitu refleksi, resensi, dan cerpen dengan menggunakan new media yaitu blog dan cerpen. Tiga audiens yang berada dalam level diskusi dengan orang lain adalah Astri, Dicky, dan Tiyar. Berdasarkan penjabaran di atas, ada tiga faktor yang menyebabkan audiens membuat teks baru sebagai sikap negosiasinya, antara lain: (1) Audiens terpengaruh dengan teks dan pengalamannya; (2) Keinginan audiens untuk melatih diri dalam mengembangkan wawasannya; dan (3) Ada hal-hal yang menarik dalam novel yang mengundang kontroversial baik dari audiens sendiri maupun yang umumnya sudah ada dalam masyarakat. Pembuatan teks baru membuktikan keterlibatan audiens yang tidak hanya mencakup antara dirinya dengan teks tetapi dirinya dengan orang lain. Penelitian ini setidaknya menunjukkan bahwa novel yang ditulis oleh 192

penulis perempuan dan mengandung kritik sosial ternyata diterima dan dinegosiasikan oleh audiens. Setiap penulis perempuan yang menyampaikan pesan kritik sosial dalam karya-karyanya tentu berharap pesan tersebut tersampaikan dan diterima oleh masyarakat luas. Lebih jauh lagi, mereka juga berharap pesan kritik sosial dalam novel tersebut dapat membawa perubahan. Dalam hal ini, Ayu Utami berusaha memberikan alternatif-alternatif baru yang mengubah pandangan dalam melihat relasi antara laki-laki dan perempuan. Penelitian ini berada dalam area critical research dalam ilmu komunikasi yaitu penelitian yang bertujuan melakukan kritik terhadap kekuasaan, mengubah pandangan masyarakat, dan emansipatoris. Manfaat penelitian ini secara pragmatis, antara lain: (1) Menunjukkan perubahan wawasan generasi muda Indonesia dalam memandang isu pernikahan dan keperawanan; serta (2) Membantu memberdayakan dan membebaskan pandangan perempuan dan lakilaki yang terkungkung dengan nilai sosial terkait pernikahan dan keperawanan yang membelenggu. Hasil penelitian ini telah menunjukkan pandangan generasi muda yang pelan-pelan bergeser dari model pernikahan tradisional yang menempatkan peran suami lebih tinggi dari peran istri menuju model pernikahan modern yang menempatkan peran suami dan istri yang setara dan fleksibel dalam menjalankan peran-perannya. Pandangan mengenai idealisasi keperawanan perempuan yang selama ini diagung-agungkan masyarakat juga perlahan-lahan memudar. Generasi muda mulai melihat bahwa konsep idealisasi keperawanan bukan menjadi ukuran untuk menilai seseorang. Pernikahan dilihat sebagai jenjang yang dimasuki dengan penuh kesadaran bukan karena tuntutan untuk menyenangkan masyarakat sementara keperawanan berada dalam kontrol yang secara sadar dimiliki individu. Nilai idealisasi keperawanan seharusnya tidak lagi menghakimi seseorang karena pilihan-pilihan menyangkut seksualitas mereka. Isu pernikahan dan isu keperawanan dipilih karena kenyataannya kedua hal inilah yang paling banyak menimbulkan permasalahan dalam masyarakat. Ayu Utami mengatakan bahwa sastra adalah usaha mencari bentuk estetik bagi kejujuran. Keberaniannya dalam menulis sebuah novel otobiografi dengan mengangkat persoalan seksualitas dan spiritualitas telah diapresiasi oleh 193

audiensnya. Ada dari mereka yang berubah pandanganya dalam memandang pernikahan dan keperawanan, ada yang mendapatkan penguatan atau afirmasi atas pemikiran mereka yang ternyata sama dengan tokoh A dalam Pengakuan, dan ada juga yang mengaku sepakat tetapi masih bernegosiasi dengan realita yang ada. Penelitian ini menunjukkan dua hal utama: (1) Isu pernikahan dan keperawanan dalah novel Pengakuan telah mengubah wawasan, menguatkan pemikiran, dan memberikan alternatif nilai bagi audiens dalam memandang pernikahan dan keperawanan; (2) Adanya sikap dominan audiens dalam memaknai novel yaitu audiens senantiasa mencari titik temu atau mendamaikan antara teks yang mereka maknai, diri mereka sendiri, dan apa yang terjadi di sekitarnya. Pada akhirnya, studi-studi tentang makna menunjukkan bahwa manusia tidak mudah untuk disederhanakan. B. Saran Setelah melakukan penelitian ini, peneliti memiliki beberapa saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya maupun untuk keperluan keilmuan lainnya, antara lain: 1. Metode pengumpulan data tidak hanya dengan in-depth interview tetapi juga menggunakan metode etnografi untuk mendapatkan hasil yang lebih luas dan menyeluruh dari relasi antara novel dan audiens. Hal ini dilakukan untuk menelusuri seberapa jauh novel sebagai media mempengaruhi pemikiran dan perilaku audiens. 2. Penelitian sejenis dengan menggunakan isu-isu lain yang berhubungan dengan keadaan sosial-kultural dalam masyarakat seperti penerimaan terhadap homoseksualitas atau toleransi dalam beragama dengan tujuan mengetahui arah perubahan wawasan masyarakat terhadap isu tersebut. 3. Keterlibatan informan yang lebih beragam dalam penelitian yang mengangkat isu pernikahan. Informan tidak saja dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan gender tetapi juga orientasi seksual. Isu pernikahan berada dalam lingkup heteronormatif sehingga perlu ada penelitian yang membuka ruang bagi konsepsi hubungan pasangan homoseksual. 194