PERBAIKAN TEKNIK PEMBEKUAN SPERMA: PENGARUH SUHU GLISEROLISASI DAN PENGGUNAAN KASET STRAW

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

Pengaruh metode gliserolisasi terhadap kualitas semen domba postthawing... Labib abdillah

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

KUALITAS SPERMA HASIL PEMISAHAN YANG DIBEKUKAN MENGGUNAKAN RAK DINAMIS DAN STATIS

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

Pengaruh Level Gliserol dalam Pengencer Sitrat... Ayunda Melisa

PENGARUH MEDIA PENGENCER TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA BEKU SAPI PO

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

ANALISIS KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL MENGGUNAKAN PENGENCER ANDROMED DENGAN VARIASI WAKTU PRE FREEZING

PENGARUH PENGGUNAAN RAK STRAW SELAMA EQUILIBRASI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI PERANAKAN ONGOLE

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

Pengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi Simmental

KUALITAS SPERMA SAPI BEKU DALAM MEDIA TRIS KUNING TELUR DENGAN KONSENTRASI RAFFINOSA YANG BERBEDA

INTEGRITAS SPERMATOZOA KERBAU LUMPUR (BUBALUS BUBALIS) PADA BERBAGAI METODE PEMBEKUAN SEMEN

Penambahan Bovine Serum Albumin Mempertahankan Motilitas Progresif Spermatozoa Kalkun pada Penyimpanan Suhu 4 C

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

Korelasi Motilitas Progresif dan Keutuhan Membran Sperma dalam Semen Beku Sapi Ongole. Terhadap Keberhasilan Inseminasi

PENGARUH JUMLAH SPERMATOZOA PER INSEMINASI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU KAMBING PERANAKAN ETAWAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

Semen beku Bagian 1: Sapi

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

OBSERVASI KUALITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SIMMENTAL DAN PO DALAM STRAW DINGIN SETELAH PENYIMPANAN 7 HARI PADA SUHU 5 C

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer

Penambahan krioprotektan dalam bahan pengencer untuk pembuatan semen beku melalui teknologi sederhana dalam menunjang pelaksanaan IB di daerah

Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C

Semen beku Bagian 1: Sapi

Sayed Umar* dan Magdalena Maharani** *)Staf Pengajar Departemen Peternakan FP USU, **)Alumni Departemen Peternakan FP USU

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

AGRINAK. Vol. 01 No.1 September 2011:43-47 ISSN:

PEMBEKUAN VITRIFIKASI SEMEN KAMBING BOER DENGAN TINGKAT GLISEROL BERBEDA

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

Pengaruh Level Gliserol dalam Pengencer Tris-Sitrat... Muthia Utami Islamiati

KUALITAS SEMEN SAPI BALI SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEKUAN MENGGUNAKAN PENGENCER SARI WORTEL

PEPENGARUH KRIOPROTEKTAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA ENTOG DAN PENURUNAN KUALITASNYA SELAMA PROSES PEMBEKUAN

Pengaruh Laju Penurunan Suhu dan Jenis Pengencer terhadap Kualitas Semen Beku Domba Priangan

Proporsi dan Karakteristik Spermatozoa X dan Y Hasil Separasi Kolom Albumin

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

Kualitas Semen Cair Domba Garut pada Penambahan Sukrosa dalam Pengencer Tris Kuning Telur

KUALITAS SEMEN SEGAR SAPI PEJANTAN PADA PENYIMPANAN DAN LAMA SIMPAN YANG BERBEDA

SKRIPSI OLEH SARI WAHDINI

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengaruh Pengencer Kombinasi Sari Kedelai dan Tris terhadap Kualitas Mikroskopis Spermatozoa Pejantan Sapi PO Kebumen

TEHNIK PENGENCERAN PADA PEMBUATAN CHILLING SEMEN SAPI

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT

Kualitas Semen Beku Domba Garut dalam Berbagai Konsentrasi Gliserol

SKRIPSI. Oleh FINNY PURWO NEGORO. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik. Volume (ml) 1,54 ± 0,16. ph 7,04±0,8

Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C

Lampiran 1. Bagan Alur Pelaksanaan Penelitian

PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI

J. Ternak Tropika Vol. 15, No.1:

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016

Semen beku Bagian 2: Kerbau

PENGELOLAAN SEMEN DAN INSEMINASI BUATAN

KEBERHASILAN IB MENGGUNAKAN SEMEN SEXING SETELAH DIBEKUKAN

OBSERVASI KUALITAS SEMEN CAIR SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERBEDAAN WAKTU INKUBASI PADA PROSES PEMISAHAN SPERMATOZOA

PENGARUH GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU KAMBING PERANAKAN ETAWAH

PENGARUH KRIOPROTEKTAN DMA, DMF DAN GLYCEROL PADA PROSES PEMBEKUAN SEMEN AYAM KAMPUNG

VIABILITAS SEMEN SAPI SIMENTAL YANG DIBEKUKAN MENGGUNAKAN KRIOPROTEKTAN GLISEROL

PENGARUH SUHU DAN LAMA SIMPAN SEMEN SEGAR TERHADAP MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE)

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

PERAN MALTOSA SEBAGAI KRIOPROTEKTAN EKSTRASELULER DALAM MEMPERTAHANKAN KUALITAS SEMEN BEKU DOMBA GARUT

Addition on Sperm Quality in Goat Semen Diluted with Various Solutions)

Motility of Spermatozoa Brahman Bull in CEP-D Diluent with Egg Yolk Suplementation of Gallus sp. of Hisex Brown Strain during Refrigerator Storage

PENGARUH KOMBINASI KUNING TELUR DENGAN AIR KELAPA TERHADAP DAYA TAHAN HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA DOMBA PRIANGAN PADA PENYIMPANAN 5 0 C

Jurnal Nukleus Peternakan (Juni 2014), Volume 1, No. 1: ISSN :

STUDI TERHADAP KUALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA CAUDA EPIDIDIMIDIS DOMBA GARUT MENGGUNAKAN BERBAGAI JENIS PENGENCER

PENGARUH PLASMA SEMEN SAPI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis)

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran forensik sering digunakan untuk penentuan kematian seseorang

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING DI DATARAN RENDAH TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL. Simmental Semen s Quality

UJI KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER HASIL PEMBEKUAN MENGGUNAKAN MR. FROSTY PADA TINGKAT PENGENCERAN ANDROMED BERBEDA

Transkripsi:

PERBAIKAN TEKNIK PEMBEKUAN SPERMA: PENGARUH SUHU GLISEROLISASI DAN PENGGUNAAN KASET STRAW (The Effect of Temperature of Glycerol and Straw Cassette on Sperm Cryopreservation) F. AFIATI, E.M. KAIIN, M. GUNAWAN, S. SAID dan B. TAPPA Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong 16911 ABSTRACT The goal of this research was to see the effect of temperature of added glycerol and the uses of straw cassette on sperm cryopreservation. Motility and abnormaality percentages of glycerolitation on cold temperature (43% and 12%) was significantly (P<0.05) higher than glycerolitation on room temperature (37% and 14%), but not percentage of live spermatozoa. Although, the use of straw cassette had higher motility and lower mortiliy, but statistically no significant effects to sperm quality. Sperm quality of frozen semen where glycerol was added on cold temperature and with or without using the straw cassette can be used at AI application. Key words: Sperm, glycerolitation, straw cassette, Ongole grade cattle ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh suhu penambahan gliserol dan penggunaan kaset straw pada proses pembekuan sperma. Persentase motilitas dan abnormalitas pada gliserolisasi di suhu dingin (43% dan 12%) berbeda nyata (P<0,05) dengan gliserolisasi pada suhu ruang (37% dan 14%), tetapi keduanya tidak berpengaruh pada persentase hidup spermatozoa. Walaupun penggunaan kaset straw memberikan nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang tidak menggunakan kaset, tetapi secara statistik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kualitas sperma. Kelayakan kualitas sperma layak IB masih dapat diperoleh dengan melakukan penambahan gliserol di suhu dingin (5 C) dengan atau tanpa kaset. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gliserolisasi di suhu dingin (5 C) memberikan hasil yang lebih baik. Kata kunci: Sperma, gliserolisasi, kaset straw, sapi PO PENDAHULUAN Pada proses pembekuan semen, masalah yang sering timbul pada umumnya disebabkan oleh pengaruh kejutan dingin terhadap sel yang dibekukan dan perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang berhubungan dengan pembentukan kristal-kristal es. Pembekuan akan menginduksi kerusakan spermatozoa yang bersifat permanen, namun kerusakan tersebut dapat dikurangi dengan menambahkan suatu bahan pelindung yang disebut krioprotektan. Krioprotektan merupakan agen protektif yang ditambah ke dalam pengencer pada proses pembekuan, yang terbagi menjadi intraselular dan ekstraselular. Gliserol, etilen glikol dan DMSO (dimethylsulfoxide) termasuk ke dalam intraselular, yaitu agen yang dapat langsung masuk dalam sel karena larut dalam lemak, sedangkan yang termasuk dalam ekstraseluler yaitu lipoprotein sukrosa, rafinosa dan lain-lain (SUPRIATNA dan PASARIBU, 1992). Krioprotektan akan mereduksi pengaruh letal proses pemaparan kriopreservasi sel sehingga dapat menjaga viabilitas sel setelah kriopreservasi, selain itu berfungsi untuk mencegah terbentuknya kristal-kristal es akibat dehidrasi sel yang berlebihan dari dalam sel dan menstabilkan membran plasma sel sehingga dapat melindungi kerusakan fisik dan 67

fungsional spermatozoa selama proses pembekuan (LEIBO, 1992). Cara kerja gliserol menurut SALISBURY dan VANDEMARK (1985) adalah merubah bentuk dan pembentukan kristal es pada waktu pembekuan dengan menurunkan titik beku campuran tersebut, kemudian gliserol bersama bahan pengencer lainnya menembus dinding sel sperma untuk menggantikan air dan elektrolit-elektrolit dalam sel sampai terjadi keseimbangan. Didukung oleh SEVERIN (1965) dalam HIDAYAT (2001) yang menyatakan bahwa terjadi kerjasama sinergis di dalam sel spermatozoa antara kuning telur sebagai pelindung terhadap cold shock dan gliserol sebagai pelindung terhadap hipertonic shock. Gliserol mencegah pengumpulan molekulmolekul air dan kristalisasi es pada titik beku larutan. Selain itu gliserol akan memodifikasi kristal es yang terbentuk di dalam medium pembekuan sehingga menghambat kerusakan sel secara mekanis (SUPRIATNA dan PASARIBU, 1992). Walaupun penggunaan gliserol sebagai krioprotektan sangat penting bagi hidup sperma sebelum proses pembekuan, namun penggunaan agen ini bila berlebihan bersifat toksik bagi sel sperma. Gliserol memungkinkan sperma dapat dibekukan dan disimpan pada suhu -196ºC. Gliserol dapat menekan terjadinya kerusakan enzim-enzim yang terdapat dalam spermatozoa yang sangat penting dalam proses fertilisasi (SINGH, et al. 1996). Penurunan suhu, pembekuan dan penyimpanan pada suhu di bawah 0 C merupakan cara untuk pengawetan sperma dan memperpanjang daya hidup spermatozoa (SALAMON dan MAXWELL, 1993). Menurut MAXWELL dan WATSON (1987) selama proses pembuatan dan penyimpanan semen beku dapat mengurangi motilitas dan merusak integritas membran plasma spermatozoa, sehingga dapat menurunkan tingkat fertilitas. Setelah pengenceran, semen mengalami masa keseimbangan (ekuilibrasi), yaitu periode yang diperlukan spermatozoa untuk menyesuaikan diri dengan bahan pengencer, sehingga pada waktu pembekuan kematian spermatozoa yang berlebihan dapat dihindari dan kualitasnya dapat dipertahankan semaksimal mungkin (TOELIHERE, 1993). Adaptasi terhadap bahan pengencer dimaksudkan agar sperma terhindar dari cold shock saat pembekuan. Menurut HAFEZ (2000), ekuilibrasi dapat mencegah pengaruh negatif gliserol terhadap antibiotika yang ditambahkan ke dalam pengencer dan lama waktu yang disarankan berkisar 4 6 jam. Selama proses gliserolisasi suhu akan berperan penting namun suhu yang tepat untuk proses ini belum diketahui pasti, oleh karena itu dalam paper ini akan dibahas cara memperbaiki teknik pembekuan sperma dengan melihat pengaruh suhu penambahan gliserol dan penggunaan kaset straw dalam proses pembekuan sperma. MATERI DAN METODE Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian adalah semen sapi Peranakan Ongole (PO), medium BO, penstrep, kuning telur, gliserol, medium Tris, sentrifus, hemasitometer, mikroskop, straw 0,25 ml dan lain-lain. Gliserolisasi dan penggunaan kaset pada pembekuan semen Semen segar yang telah dikoleksi dan dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis dicuci dengan sentrifugasi pada kecepatan 1800 rpm selama 10 menit dalam suhu 26-27 C. Pencucian diharapkan mampu membersihkan sperma dari sperma-sperma yang mati dan kotoran-kotoran pada saat proses penampungan. Endapan yang terkoleksi kemudian dievaluasi kembali dan dibekukan dengan pengencer Tris yang mengandung 20%(v/v) kuning telur dan 8%(v/v) gliserol. Pengenceran dilakukan dengan metode dua tahap, sedangkan pencampuran larutan semen dengan larutan gliserol (gliserolisasi) dilakukan pada suhu ruang (27 C) dan suhu dingin (5 C). Semen yang telah mendapat perlakuan gliserol disiapkan ke dalam straw dengan konsentrasi 30 x 10 6 /0,25 ml, kemudian dibagi ke dalam dua kelompok (dengan kaset dan tanpa kaset straw). Masa keseimbangan (equilibrasi) dilakukan pada suhu 5 C selama ± 2 jam. Pembekuan dilakukan dengan metode KAIIN et al. (2004) dengan modifikasi penggunaan kaset straw, sedangkan pencairan kembali (thawing) dilakukan menurut metode SAID et al. (2004). Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan (suhu ruang dan suhu dingin) dan (dengan kaset dan tanpa kaset). 68

Masing-masing perlakuan mendapat 5 kali pengulangan. Kualitas spermatozoa yang diamati meliputi motilitas spermatozoa, spermatozoa hidup dan abnormalitas spermatozoa menurut metode TOELIHERE (1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh suhu gliserolisasi terhadap persentase motilitas, persentase hidup dan persentase abnormal sapi PO seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh suhu gliserolisasi terhadap kualitas semen beku sapi PO Gliserolisasi Motilitas Hidup Abnormal Suhu 5 C 43 a 39 a 12 a Suhu ruang (27ºC) 37 b 34 a 14 b Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf UJBD 0,05 Perbedaan suhu gliserolisasi ternyata berpengaruh terhadap kualitas semen beku sapi PO, karena menurut MOCÉ et al. (2003) spermatozoa sangat cepat terpengaruh oleh perubahan suhu yang berbeda baik selama proses pendinginan ataupun pembekuan. Gliserolisasi pada suhu 5 C memberikan persentase motilitas dan persentase abnormal yang berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dengan gliserolisasi pada suhu 27 C, tetapi keduanya tidak berbeda nyata terhadap persentase hidup. Walaupun menurut TAMBING (1999) penambahan gliserol ke dalam pengencer tris tidak mempengaruhi persentase motilitas sperma sebelum pembekuan (pengenceran dan equilibrasi), tetapi pada suhu rendah laju metabolisme suatu sel hidup akan turun secara dramatis, sehingga dapat mempertahankan daya tahan sperma dan setiap penurunan suhu sebesar 10 C laju sel akan mengalami penurunan sebesar 50%. Perbedaan kualitas sperma diduga berhubungan dengan sifat toksik dari gliserol dan lamanya kontak antara gliserol dengan sperma, karena gliserol dapat memberikan perlindungan tetapi dapat menyebabkan kerusakan pada struktur sperma selama proses pembekuan, tetapi perlindungan efektif diperoleh setelah kontak yang singkat dengan sperma (SALAMON dan MAXWELL, 1995). Perbedaan yang terjadi pada perlakuan gliserolisasi dapat disebabkan oleh sperma yang disimpan pada suhu dingin (5 C) tidak menghasilkan produk-produk buangan sebanyak apabila sperma disimpan pada suhu yang lebih tinggi (PARKS dan GRAHAM, 1992). Selain gliserol, kuning telur dalam pengencer menjadi salah satu penyebab penurunan kualitas sperma, karena menurut SITUMORANG (1994) dalam HIDAYAT (2001) walaupun kuning telur dapat memberikan perlindungan terhadap sel spermatozoa tetapi kuning telur juga dapat merupakan racun terutama pada suhu ruang. Reaksi gliserol dan sperma pada suhu ruang dimungkinkan menjadi penyebab adanya perbedaan kualitas sperma, karena temperatur merupakan salah satu penyebab terjadinya peningkatan laju metabolisme dan daya tahan sperma menurun bila terjadi peningkatan pada temperatur semen, selain cahaya lampu yang dapat menimbulkan reaksi photokimia pada semen yang akan menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat menghambat laju metabolisme (BEARDEN dan FUQUAY, 2000). Tingkat pendinginan (cooling rate) mempengaruhi kerusakan pada membran sel spermatozoa selama proses kriopreservasi semen. Prinsip utama cooling rate adalah kecepatan optimal yang dapat memberi kesempatan air keluar dari sel secara kontinyu bertahap sebagai respon sel terhadap kenaikan konsentrasi larutan ekstraseluler yang semakin tinggi diantara kristal-kristal es yang terbentuk (SUPRIATNA dan PASARIBU, 1992). Menurut DHAMI dan SAHNI (1993) dalam AMALIA (2002) cooling rate yang sangat lambat maupun cepat akan mengakibatkan penurunan motilitas sperma, penurunan viabilitas sperma dan peningkatan pengeluaran enzim-enzim intraseluler ke ekstraseluler. Pengaruh penggunaan kaset straw pada proses pembekuan dengan gliserolisasi suhu 5 C terhadap persentase motilitas, persentase hidup dan persentase abnormal sapi PO setelah thawing seperti terlihat pada Tabel 2. Kualitas sperma setelah thawing tidak hanya ditentukan oleh pejantan dan kualitas sperma sebelum pembekuan, tetapi parameter lain seperti jenis krioprotektan dan konsentrasinya, proses pembekuan dan thawing 69

serta tipe pengemasan dan lain-lain (MOCE et al., 2003). Tipe pengemasan kaset straw yang digunakan selama proses pembekuan semen tidak memberikan pengaruh terhadap persentase motilitas, persentase hidup dan persentase abnormal. Tetapi keduanya memberikan nilai yang baik, dimana nilai-nilai tersebut masih dapat memenuhi syarat dalam katagori program IB, yaitu masih memenuhi kriteria standar minimum quality control dengan nilai post thawing motility (PTM) minimal 40% (ANONIMUS, 2000). Biasanya pada proses pembekuan semen akan terjadi kematian sperma sampai 30% dari jumlah sperma segar atau setelah diencerkan dan kerusakan akibat pengaruh cold shock (GOLDMAN et al., 1991). Nilai persentase hidup yang dihasilkan dalam penelitian masih di bawah HIDAYAT (2001) 51,25%; BALKIS (2002) 79,69% dan 50,69%, masing-masing untuk straw produksi Singosari dan Lembang, tetapi masih lebih tinggi bila dibanding hasil penelitian DJONI (2003) yaitu hanya sebesar 9,4%. Tabel 2. Pengaruh penggunaan kaset pada proses pembekuan terhadap kualitas semen beku sapi PO Perlakuan straw Motilitas Hidup Abnormal Dengan kaset 43 a 39 a 12 a Tanpa kaset 41 a 31 a 11 a Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf UJBD 0,05 KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suhu pada saat gliserolisasi berpengaruh pada kualitas sperma beku, dimana suhu dingin (5 C) nyata lebih tinggi dibandingkan suhu ruang (27 C). Selanjutnya penggunaan kaset pada pembekuan sperma tidak berbeda nyata dengan yang tanpa kaset, namun penggunaan kaset sangat memudahkan dalam proses pembekuan dan sebelum evaluasi (thawing). DAFTAR PUSTAKA AMALIA, Y. 2002. Motilitas dan Membran Plasma Utuh Spermatozoa pada Semen Cair Kemasan Straw Minitub dan Semen Beku Kambing Saanen dalam Pengencer Tris dan Laktosa Kuning Telur. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. ANONIMUS. 2000. Petunjuk teknis pengawasan mutu bibit ternak. Direktorat Pembibitan. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. BALKIS, R.A.F. 2002. Kajian Kualitas Semen Beku pada Beberapa Bangsa Sapi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. BEARDEN, H.J. dan J.W. FUQUAY. 2000. Applied Animal Reproduction. 4th ed. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. pp: 158 171. DJONI, A. 2003. Pengaruh Metode dan Lama Tahwing Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi Bali. Skripsi. Fakultas Pertanian UNHALU. GOLDMAN, E.E., J.E. ELLINGTON, F.B. FARREL dan R.H. FOOTE. 1991. Use of fresh and frozen thawed bull sperm in vitro. Theriogenology 35: 204 209. HAFEZ, E.S.E. 2000. Reproduction in Farm Animals. 6 th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. HIDAYAT, C.R. 2001. Kualitas Spermatozoa Setelah Pembekuan pada Konsentrasi Kuning Telur Tinggi dan Fraksinya. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. KAIIN, E.M., S. SAID, F. AFIATI, M. GUNAWAN dan B. TAPPA. 2004. Daya tahan hidup sperma beku sapi PO setelah thawing. Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI (in press). LEIBO, T. 1992. A one-step methode for direct non surgical transfer on frozen thawed bovine embryos. Theriogenology 21: 767 787. MAXWELL, W.M.C. dan P.F. WATSON. 1987. Recent progress in the preservation of ram and semen. Anim. Reprod. Sci. 42: 55 65. MOCE, E., J.S. VICENTE dan R. LAVARA. 2003. Effects of freezing-thawing protocols on the performance of semen from three rabbit lines after artifiacial insemination. Theriogenology 60: 115 123. PARKS, J.E. dan J.K. GRAHAM. 1992. Effect of cryopreservation procedures on sperm membrane. Theriogenology 38: 209 222. SAID, S., E.M. KAIIN, F AFIATI, M. GUNAWAN dan B. TAPPA. 2004. Pengaruh metode dan lama thawing terahadap kualitas semen beku sapi PO. Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI (in press). 70

SALAMON, S. dan W.M.C. MAXWELL. 1995. Frozen storage of ram semen. Processing, freezing, thawing and fertility after cervical insemination. Anim. Reprod. Sci. 37: 85 99. SALISBURY, G.W. dan N.L. VAN DEMARK. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Terjemahan. J. DJANUAR. Gadjah Mada University Press. SINGH, M.P., A.K. SINHA, B.K. SINGH and R.L. PRASAD. 1996. Effects of cryopreservation procedures on sperm membrane. Theriogenology 38: 209 222. SUPRIATNA, I., dan F. PASARIBU. 1992. Invitrofertilization, transfer embrio dan pembekuan embrio. PAU-IPB, Bogor. TAMBING, S.N. 1999. Efektivitas Berbagai Dosis Gliserol di dalam Pengencer Tris dan Waktu Equilibrasi Terhadap Kualitas Semen Beku Kambing PE. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor TOELIHERE, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa Bandung. 71