4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air Sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

KAJIAN KONDISI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU KERINCI BERDASARKAN PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DAN KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo)

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

TINJAUAN PUSTAKA. hilir. Sandy (1996) dalam Kusumawardani (2009) mendefinisikan DAS sebagai

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (XXXX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat

ANALISIS FLUKTUASI DEBIT AIR AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh: Aninda Nurry M.F ( ) Dosen Pembimbing : Ira Mutiara Anjasmara ST., M.Phil-Ph.D

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

DINAMIKA KEBERADAAN SAWAH di KECAMATAN TEMBALANG SEMARANG TAHUN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN...1

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

kebutuhannya, masyarakat merambah hutan untuk dikonversi menjadi lahan pertanian. Konversi hutan dan lahan juga dilakukan oleh kegiatan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan lahan untuk pembangunan berbagai sektor berbasis lahan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Interpretasi dan Klasifikasi Citra. Tabel 4.1 Titik kontrol GCP dan nilai RMS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Hulu DAS Kaligarang (Gunung Ungaran)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

BAB I PENDAHULUAN I-1

Transkripsi:

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan tanaman keras (tahunan). Kecuali fungsi produksi (ekonomi) dan sosial, vegetasi tersebut juga memiliki fungsi perlindungan (ekologi) wilayah DAS. Penggunaan lahan dan perubahannya dapat dijadikan indikator tingkat dan dinamika kegiatan manusia (antropogenik) pada suatu wilayah. Sandy (1982) menyatakan bahwa peningkatan kegiatan antropogenik tersebut menimbulkan peningkatan kebutuhan akan lahan dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan tataguna lahan dan hutan (landuse change and forestry). Pada umumnya, lahan yang diperuntukan untuk menampung aktivitas manusia tidak mencukupi sehingga menggunakan areal peruntukan lain (melalui konversi) seperti halnya lahan hutan. Perubahan penggunaan lahan tersebut telah menyebabkan perubahan terhadap penutup lahan (land cover) baik dalam bentuk kuantitas maupun kualitasnya. Peranan penutup lahan dalam suatu ekosistem DAS sangat penting khususnya untuk perlindungan sumberdaya air dan habitat bagi keanekaragaman hayati. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ditujukan untuk mengetahui perubahan penutup lahan DAS Citarum khususnya wilayah hulu pada periode 1992-2002. 4.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian perubahan penutup lahan dilaksanakan terhadap Peta Tataguna Lahan dan Citra Satelit Multi Temporal DAS Citarum 1992 dan 2002 yang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Sub DAS Saguling, Sub DAS Cirata dan Sub DAS Jatiluhur. Ketiga Sub DAS tersebut berada dalam administrasi pemerintahan Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung dan Kota

89 Cimahi. Secara geografis, wilayah penelitian terletak pada 6º 30 LS - 7º 12 LS serta 107º 00 BT - 107º 55 BT. Pengolahan data dan interpretasi citra tersebut dilaksanakan di Laboratorium Penginderaan Jauh, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan dan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor. Penelitian berlangsung mulai Februari 2006 sampai dengan Mei 2006. 4.3. Bahan dan Metode Analisis Perubahan Penutup Lahan Untuk mengetahui perubahan penutup lahan yang terjadi khususnya di DAS Citarum Wilayah Hulu periode 1992-2002, maka dilakukan analisis penutup lahan. Bahan yang diperlukan adalah : 1. Peta tataguna lahan dan citra satelit multi temporal 1992 dan 2002. 2. Peta rupa bumi Indonesia (RBI) atau Peta Topografi 1992. 3. Satu unit komputer dan software ER-Mapper. Analisis penutup lahan tersebut dilakukan dengan menginterpretasi peta tataguna lahan dan citra satelit 1992 dan 2002. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui jenis penutup lahan, komposisi dan distribusi spasialnya. Diagram alir, tahapan analisis penutup lahan dan interpretasinya disajikan pada Gambar 14. Menurut Balsem and Buurman (1989) dalam Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (1998), klasifikasi penutup lahan menggunakan sistem klasifikasi yang disusun oleh terdapat 12 kelas utama yaitu tegalan, persawahan, perladangan, padang rumput, perkebunan, semak, wanatani, reboisasi, hutan, air, tanah tandus, dan pemukiman. Dalam penelitian ini, dilakukan penggolongan penutup lahan sesuai dengan kebutuhan penelitian yaitu hutan, rawa, sawah tadah hujan, sawah irigasi, permukiman, perkebunan, tegalan dan waduk. Sebelum menganalisis data mentah (raw data) citra satelit dan pembatasan wilayah kerja (image cropping) dilakukan koreksi terhadap kesalahan (distorsion) radiometri dan geometri, sehingga diperoleh gambaran (image) yang lebih kontras sesuai dengan obyek, bentuk dan ukuran atau skalanya.

90 - Data landsat Tahun 1992 - Peta Topografi (RBI) Tahun 1990-an - Peta Landuse Citra DAS Citarum Terkoreksi Tahun 1992 - Koreksi geometri - Penajaman - Kroping - Data landsat Tahun 2002 - Peta Topografi (RBI) Tahun 2002 Citra DAS Citarum Terkoreksi Tahun 2002 Digital Analysis (Supervised Classification) Peta Interpretasi Tataguna Lahan Tahun 1992 Peta Interpretasi Tataguna Lahan Tahun 2002 Konfirmasi dan Validasi lapangan Peta Tataguna Lahan Tahun 1992 Peta Tataguna Lahan Tahun 2002 Overlay Perubahan Tataguna Lahan Tahun 1992-2002 Gambar 14. Diagram alir analis perubahan penutup lahan (tataguna lahan). Teknik analisis digital (analysis supervised classification) digunakan untuk menganalisis data citra satelit melalui aplikasi software ER Mapper, dengan hasil akhir disajikan dalam bentuk data spasial (peta), data tabular dan naskah (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2001). Dalam penelitian ini, analisis lebih lanjut tentang perubahan penutup lahan dengan menggunakan aplikasi sistem informasi geografis (overlaying), difokuskan pada penutup lahan yang diduga signifikan pengaruhnya terhadap karakteristik hidrologis DAS yaitu dari penggunaan lahan untuk hutan dan pemukiman.

91 4.4. Hasil dan Pembahasan Analisis Perubahan Penutup Lahan Interpretasi terhadap Peta Landuse dan Citra Satelit TM7 1992 dan 2002 menghasilkan data jenis penutup lahan, kuantifikasi dan perubahannya baik pada masing-masing Sub DAS maupun secara keseluruhan DAS Citarum. Untuk memudahkan analisa, penutup lahan dikelompokkan ke dalam delapan jenis, yaitu hutan, rawa, sawah tadah hujan, sawah irigasi, permukiman (pemukiman, perkantoran, industri, infrastruktur, lapangan udara, lapangan golf dan lahan terbuka), perkebunan (karet, kakao, kina, teh, kebun bunga dan kebun campuran), tegalan (sayuran dan palawija) dan waduk. Peta penutup lahan DAS Citarum disajikan pada Gambar 15 dan Gambar 16, dengan komposisi sebagaimana disajikan pada Tabel 11 dan Tabel 12. Gambar 15. Peta penutup lahan DAS Citarum 1992.

92 Gambar 16. Peta penutup lahan DAS Citarum 2002. Berdasarkan hasil analisis digital peta tahun 1992 dan 2002 didapatkan total luas DAS Citarum adalah 704.569 ha yang dapat dibagi dalam dua bagian wilayah, yaitu DAS Citarum Wilayah Hulu dan DAS Citarum Wilayah Hilir. DAS Citarum Wilayah Hulu seluas 486.237 ha yang terdiri dari Sub DAS Saguling seluas 256.758 ha (52,81%), Sub DAS Cirata seluas 157.118 ha (32,31%) dan Sub DAS Jatiluhur seluas 72.361 ha (14,88%) dan DAS Citarum Wilayah Hilir seluas 218.332 ha. Pembagian kedua wilayah tersebut didasarkan pada Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) Bagian Utara dan Bagian Selatan. Batasan luas Sub DAS tersebut berpedoman pada batas-batas topografi (igir-igir, perbukitan dan pegunungan) dan bendungan (dam) di wilayah hilir masingmasing Sub DAS. Akan tetapi dalam kaitannya dengan daerah tangkapan air (DTA) atau catchment area, batas Sub DAS berpedoman pada tingkat pengaruh hidrologis Sub DAS yang berada di hulu terhadap Sub DAS wilayah hilir.

93 Tabel 11. Komposisi penutup lahan masing-masing Sub DAS dan DAS Citarum Wilayah Hulu 1992 dan 2002. Jenis Penutup Lahan Komposisi Luas / Sub DAS / DAS Citarum Wilayah Saguling Cirata Jatiluhur Hulu (total) (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%) Tahun 1992 Hutan 65.752 25,61 43.373 27,61 8.551 11,82 117.676 24,20 Rawa 344 0,13 0 0,00 0 0,00 344 0,00 Sawah Tadah Hujan 5.354 2,09 1.802 1,15 2.346 3,24 9.502 1,95 Sawah Irigasi 58.096 22,63 36.217 23,05 25.68 34,92 119.581 24,59 Permukiman 18.580 7,24 2.544 1,62 3.394 4,69 24.518 5,04 Kebun / Perkebunan 16.295 6,35 24.821 15,80 13.627 18,83 54.743 11,26 Tegalan 88.321 34,40 40.011 25,47 11.987 16,57 140.319 28,86 Waduk 4.016 1,56 8.350 5,31 7.188 9,93 19.554 4,02 J u m l a h 256.758 100,00 157.118 100,00 72.61 100,00 486.237 100,00 Tahun 2002 Hutan 45.668 17,79 27.980 17,81 5.986 8,27 79.634 16,38 Rawa 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Sawah Tadah Hujan 5.507 2,14 590 0,38 6.554 9,06 12.651 2,60 Sawah Irigasi 42.114 16,40 39.385 25,07 10.868 15,02 92.367 19,00 Permukiman 36.598 14,25 6.756 4,30 5.209 7,20 48.563 9,99 Kebun / Perkebunan 43.308 16,87 22.445 14,29 20.627 28,51 86.380 17,76 Tegalan 77.653 30,24 49.648 31,60 15.137 20,92 142.438 29,29 Waduk 5.910 2,30 10.314 6,56 7.980 11,03 24.204 4,98 J u m l a h 256.758 100,00 157.118 100,00 72.361 100,00 486.237 100,00 Sumber : Hasil interpretasi peta tata guna lahan dan citra satelit TM7 1992 dan 2002. Penggunaan lahan (land use) merupakan wujud dan perpaduan dari aktivitas manusia di wilayah tertentu untuk memenuhi kebutuhan. Penggunaan lahan dapat diketahui dengan menghitung intensitas dan laju penggunaan sumber daya lahan. Perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi tingkat produktivitas sumber daya lahan dan kondisi ekosistem secara keseluruhan baik di wilayah hulu DAS maupun wilayah hilir. Perubahan penutup lahan (land cover) berupa vegetasi hutan merupakan faktor yang sangat penting dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap sifat dan karakteristik DAS terutama fisik, kimia, biologi, sedimentasi dan debit.

94 Tabel 12. Laju perubahan penutup lahan per tahun masing-masing Sub DAS dan DAS Citarum Wilayah Hulu1992-2002. Jenis Penutup Lahan Laju perubahan penutup lahan per tahun Citarum Wilayah Saguling Cirata Jatiluhur Hulu (total) (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%) Hutan -2.008,4-3,05-1.539,3-3,55-256,5-3,00-3.804,2-3,23 Rawa -34,4-10,00 0,0 0,00 0,0 0,00-34,4-10,00 Sawah Tadah Hujan 15,3 0,29-121,2-6,73 420,8 17,94 314,9 3,31 Sawah Irigasi -1.598,2-2,75 316,8 0,87-1440,0-5,70-2.721,4-2,28 Permukiman 1.801,8 9,70 421,2 16,56 181,5 5,35 2.404,5 9,81 Kebun / Perkebunan 2.701,3 16,58-237,6-0,96 700,0 5,14 3.163,7 5,78 Tegalan -1.066,8-1,21 963,7 2,41 315,0 2,63 211,9 0,15 Waduk 189,4 4,72 196,4 2,35 79,2 1,10 465,0 2,38 Sumber : Hasil interpretasi peta tata guna lahan dan citra satelit TM7 1992 dan 2002. Dari Tabel 12 didapatkan informasi secara umum bahwa kelompok permukiman dan perkebunan mengalami pertumbuhan luas positif (penambahan), sedangkan hutan dan sawah irigasi mengalami pertumbuhan luas negatif (penurunan) diseluruh wilayah DAS. Laju pertumbuhan per tahun pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan permukiman dan sarana sosial lainnya di wilayah Sub DAS Saguling sebesar 9,7% (1.801,8 ha), Sub DAS Cirata sebesar 16,56% (421,2 ha), Sub DAS Jatiluhur sebesar 5,35% (181,5 ha) dan DAS Citarum 9,81% (2.404,5 ha). Laju pertumbuhan per tahun pembukaan lahan untuk kebutuhan perkebunan di wilayah Sub DAS Saguling sebesar 16,58% (2.701,3 ha), Sub DAS Jatiluhur sebesar 5,14% (700,0 ha) dan DAS Citarum sebesar 5,78% (3.165,7 ha). Laju pertumbuhan negatif (penurunan) luas penutup lahan di seluruh wilayah DAS Citarum dialami oleh tipe penggunaan lahan untuk hutan dan sawah irigasi. Laju penurunan luas hutan per tahun di wilayah Sub DAS Saguling sebesar 3,05% (2.008,4 ha), Sub DAS Cirata 3,55% (1.539,3 ha), Sub DAS Jatiluhur 3,0% (256,5 ha) dan DAS Citarum 3,23% (3.804,2 ha). Luas sawah irigasi mengalami laju penurunan per tahun di wilayah Sub DAS Saguling sebesar 2,75% (1.598,2 ha), Sub DAS Jatiluhur 5,70% (1.440,0 ha) dan DAS Citarum 2,28 % (2.721.4 ha).

95 Sub DAS Saguling Sub DAS Cirata Luas (ha) 100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0 H R STH SI Perm KP Tutupan Lahan T W 1992 2002 Luas (ha) 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 H R STH SI Perm KP Tutupan Lahan T W 1992 2002 Sub DAS Jatiluhur DAS Citarum Wilayah Hulu 30000 160,000 Luas (ha) 25000 20000 15000 10000 5000 0 H R STH SI Perm KP Tutupan Lahan T W 1992 2002 Luas (ha) 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0 H R STH SI Perm KP Tutupan Lahan T W 1992 2002 Gambar 17. Grafik perubahan penutup lahan DAS Citarum Wilayah Hulu Tahun 1992 dan 2002. (Keterangan : H = Hutan, R = Rawa, STH = Sawah Tadah Hujan, SI = Sawah Irigasi, Perm = Permukiman, KP = Kebun/ Perkebunan, T = Tegalan, W = Waduk) Pada Tabel 13 disajikan matrik perubahan penutup lahan DAS Citarum Wilayah Hulu tahun 1992 2002. Dari Tabel tersebut diketahui bahwa konversi hutan untuk penggunaan lain yang terbesar adalah untuk memenuhi kebutuhan kebun / perkebunan (16.205 ha), berturut-turut tegalan (10.167 ha), permukiman (5.575 ha) dan sawah tadah hujan (3.011 ha). Hal ini sesuai dengan penelitian Wahyunto et.al (2003) yang menyatakan bahwa di DAS Citarum konversi lahan hutan terbesar adalah untuk memenuhi kebutuhan perkebunan teh, karet dan kakao. Dari sisi lain, untuk memenuhi kebutuhan permukiman konversi lahan terbesar adalah lahan hutan (5.575 ha), tegalan (7.3814 ha), sawah irigasi (5.583 ha) dan rawa termasuk situ (344 ha). Sebagian besar konversi lahan hutan menjadi peruntukan lain secara umum berlangsung secara gradual, yaitu lahan hutan

96 dikonversi untuk kebutuhan perkebunan dan tegalan. Selanjutnya lahan perkebunan dan tegalan dikonversi menjadi lahan permukiman. Tabel 13. Matrik perubahan penutup lahan DAS Citarum Wilayah Hulu dari tahun 1992 2002. Penutup Penutup Lahan (ha) Lahan 1992-2002 H R STH SI Perm KP T W Total H 79.634 0 0 3.011 5.575 16.205 10.167 0 114.592 R 0 0 0 0 344 0 0 0 344 STH 0 0 12.651 1.672 90 1.388 179 0 15.980 SI -3.011 0-1.672 92.367 5.583 5.014 3.269 0 101.550 Perm -5.575-344 -90-5.583 48.563 0 7.814 0 44.785 KP -16.205 0-1.388-5.014 0 86.380 11.946 0 75.719 T -10.167 0-179 -3.269-7.814-11.946 142.438 4.650 113.713 W 0 0 0 0 0 0-4.650 24.204 19.554 Jumlah 44.676-344 9.322 83.184 52.341 97.041 171.163 28.854 486.237 Keterangan : H = Hutan, R = Rawa, STH = Sawah Tadah Hujan, SI = Sawah Irigasi, Perm = Permukiman, KP = Kebun/ Perkebunan, T = Tegalan, W = Waduk Boer et.al (2004), menyatakan bahwa perubahan tata guna lahan dan penutup lahan sangat besar pengaruhnya terhadap keseimbangan air di dalam suatu DAS. Banyak studi menunjukkan bahwa deforestasi akan meningkatkan debit aliran puncak dan frekuensi terjadinya banjir. Deforestasi cenderung menurunkan aliran dasar karena deforestasi dan pembukaan lahan akan menurunkan kapasitas infiltrasi sehingga aliran permukaan akan berlangsung cepat yang menimbulkan banjir pada musim hujan, sebaliknya jumlah air yang masuk ke dalam tanah berkurang sehingga menurunkan air yang mengalir ke sungai utama atau waduk. Selanjutnya Pawitan (2004) menyatakan bahwa dampak perubahan penutup lahan dalam skala luas akan mengakibatkan perubahan fungsi hidrologis DAS yang berawal dari penurunan curah hujan wilayah dan diikuti hasil air DAS. Dari hasil pengamatan Pawitan (2004), perubahan jangka panjang untuk DAS Citarum untuk masa 1896 1994 yang mengalami trend penurunan curah hujan dengan laju 10 mm per tahun dan diikuti oleh penurunan debit limpasan sebesar 3 mm per tahun. Perubahan luas penutup lahan vegetasi (hutan) dan peningkatan luas area terbangun (pemukiman) merupakan dua komponen utama yang sangat mempengaruhi karakteristik hidrologis baik pada masing-masing Sub DAS

97 maupun keseluruhan DAS Citarum Wilayah Hulu. Kondisi perubahan penggunaan lahan berupa sawah tadah hujan di wilayah DAS Citarum mengalami pertumbuhan dengan laju per tahun sebesar 3,31% (314,9 ha) dan tegalan 0,15% (211,9 ha). Penambahan luas waduk terjadi diakibatkan oleh peningkatan luas genangan air (peningkatan volume air waduk) saat pengambilan foto citra satelit pada bulan November 2002. 4.5. Simpulan Dari hasil analisis perubahan penutup lahan dan penggunaannya di DAS Citarum Wilayah Hulu dapat disimpulkan bahwa selama periode 1992 2002 terjadi penurunan luas hutan dengan laju rata-rata per tahun sebesar 3,23% (3.804,2 ha), hilangnya rawa seluas 34,4 ha dan sawah irigasi 2,28% (2.721,4 ha). Sedangkan pertambahan luas terjadi pada permukiman 9,1% (2.404,5 ha), kebunperkebunan 5,78% (3.163,7 ha), sawah tadah hujan 3,31% (314,9 ha), dan tegalan 0,15% (211,9 ha) per tahun. Penurunan penutup lahan tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan kebun/perkebunan, permukiman dan sarana sosial lainnya.