I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. setelah Brazil, Kolombia, dan Vietnam (Anonim, 2007). Namun akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia.

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. organisme dapat disebut alamat suatu organisme. Relung (Ninche) adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakangMasalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Deforestasi hutan tropis dan konversi hutan menjadi sistem penggunaan

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. kadang-kadang tidak mencukupi (Ekstensia, 2003). Peran sektor pertanian di Indonesia terlebih di Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

RUANG LINGKUP EKOLOGI

I. PENDAHULUAN. jenis salak yang terdapat di Indonesia, yakni : salak Jawa Salacca zalacca

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008).

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

BIODIVERSITAS 3/31/2014. Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) "Ragam spesies yang berbeda (species diversity),

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention

Paket INFORMASI DAMPAK HUTAN TANAMAN TERHADAP LINGKUNGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

Kasus Desa Sebadak Raya: Dapatkah Budidaya Kopi Mendukung Keberhasilan Hutan Desa?

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah di ekspor

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional, yaitu sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara (Setyamidjaja, 1993). Beberapa komoditas perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian adalah karet, kelapa sawit, dan kakao. Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen kakao utama dunia apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi dapat diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola dengan baik. Indonesia memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao, yaitu lebih dari 6,2 juta ha. Dengan kondisi harga kakao dunia yang cukup tinggi dan relatif stabil, maka perluasan lahan perkebunan kakao di Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, 2005).

2 Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sebagai penghasil kakao. Luas lahan perkebunan kakao rakyat di Provinsi Lampung tahun 2009 mencapai 39.576 ha sedangkan milik swasta luas lahan perkebunan kakao 3.198 ha. Tahun 2009 volume ekspor kakao mencapai 96.979,65 ton atau 2,08 % dari total ekspor komoditas perkebunan nasional (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010). Dengan dicanangkannya program gerakan nasional peningkatan produksi, mutu dan produktivitas untuk tanaman kakao, diperkirakan luas lahan perkebunan kakao akan terus meningkat. Peningkatan luas lahan diharapkan mampu mempercepat peningkatan produksi kakao (Direktorat Jendral Perkebunan, 2012). Tidak jarang juga petani melakukan intensifikasi terhadap lahan perkebunannya untuk mencapai target peningkatan produksi. Kondisi demikian dikhawatirkan akan mempengaruhi atau mengganggu kehidupan hewan tanah termasuk semut, bahkan dapat menyebabkan menurunnya kelimpahan dan keragaman spesies semut. Menurut Tilman et al. (2002) aktivitas manusia dan kegiatan pertanian dapat menyebabkan kepunahan atau menurunnya keragaman hayati. Intensifikasi yang dilakukan pada perkebunan kopi dan kakao dapat mengakibatkan menurunnya keanekaragaman hayati. Pada sistem pertanian tradisonal, kopi dan kakao dibudidayakan dengan pohon penaung yang rapat, tetapi pada saat ini sistem pertanian ditandai dengan sistem intensifikasi dengan mengurangi kerapatan dan keragaman pohon penaung, serta penggunaan pestisida (Moguel & Toledo, 1999

3 dalam Philpott & Ambrecht, 2006). Kondisi yang demikian dapat menurunkan keragaman dan kelimpahan semut. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab perubahan keragaman dan komposisi spesies semut pada perkebunan kakao, diantaranya adalah adanya (i) perubahan arsitektur tanaman, (ii) perubahan kondisi habitat (berkurang atau hilangnya tanaman naungan), (iii) penggunaan insektisida yang semakin intensif, dan (iv) adanya perubahan iklim. Dari keseluruhan faktor tersebut, perubahan arsitektur tanaman, perubahan kondisi habitat, dan aplikasi insektisida diduga merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perubahan keragaman dan komposisi semut pada konteks mikro di perkebunan kakao. Sedangkan perubahan iklim yang terjadi diduga kuat merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan pada konteks makro yaitu perubahan kestabilan ekosistem pada perkebunan kakao, termasuk semut dan serangga lainnya yang ada di dalamnya (Buchori, 2010). Semut adalah salah satu serangga yang memiliki peranan penting dalam suatu ekosistem. Pada habitat pertanian semut merupakan serangga yang memiliki kelimpahan dan komunitas yang tinggi serta memiliki fungsi yang berbeda-beda, diantaranya sebagai herbivor, predator, dan pengurai (Holldobler and Wilson, 1990). Keragaman semut di dunia mencakup 14 ribu lebih spesies dari 300 genera dan 22 subfamili (Bolton, 2002-2011 dalam Susilo, 2011). Sebanyak 64 genera dari delapan subfamili dan beberapa kelompok fungsi diantaranya ditemukan berasosiasi dengan tanah dan seresah pada berbagai ekositem pertanian dan hutan

4 di Sumatera (Susilo, 2011). Belum banyak informasi mengenai keragaman semut di Indonesia, karena penelitian yang berkaitan dengan taksonomi semut masih sedikit. Diharapkan hasil penelitian ini akan dapat menambah informasi mengenai keragaman semut. Sampai saat ini masih banyak spesies semut yang belum diketahui dan teridentifikasi. Inventarisasi dan identifikasi semut penting dilakukan untuk mengetahui jenisjenis semut yang hidup pada ekosistem tertentu. Pengetahuan mengenai keragaman semut pada suatu ekosistem dapat memberikan informasi yang sangat berguna bagi perencanaan konservasi. Dengan inventarisasi akan diperoleh data yang berhubungan dengan distribusi spesies, sehingga akan diketahui apakah spesies tersebut jarang, terganggu, atau adanya spesies yang penting secara ekologi misalnya adanya spesies baru atau adanya spesies yang hanya dapat ditemukan pada suatu habitat. Selain itu, dengan diketahuinya identitas semut, maka peran dan fungsi semut pada suatu ekosistem tertentu juga dapat diketahui. Jumlah dan komposisi semut pada suatu ekosistem mengindikasikan kesehatan suatu ekosistem dan memberikan gambaran pada kehadiran organisme lain, karena banyaknya interaksi semut dengan berbagai tumbuhan maupun hewan lain (Alonso, 2000). Daerah tropis memiliki keragaman spesies semut yang tinggi, dan keragaman tersebut dapat menurun secara drastis pada peningkatan garis lintang (Alonso & Agosti, 2000). Keragaman semut juga dipengaruhi oleh keadaan ekosistem dan vegetasinya. Kebanyakan penelitian semut di negara-negara Asia Tenggara

5 (termasuk India dan tropikal Australia) dilakukan di daerah hutan (Bruhl et al., 1998) dan hanya sedikit sekali penelitian pada daerah yang telah dijamah manusia (Andersen et al., 2002) misalnya pada perkebunan. Hingga saat ini informasi mengenai keragaman semut pada perkebunan ini masih belum tereksplorasi. Keragaman semut pada perkebunan kakao menurun dengan meningkatnya intensifikasi dan sistem penanaman kakao yang monokultur. Beberapa tahun belakangan ini tanaman kakao menjadi salah satu pilihan petani untuk dikembangkan. Namun cara budidaya yang mereka lakukan bervariasi. Di Provinsi Lampung misalnya, ditemukan berbagai tipe perkebunan kakao, misalnya perkebunan kakao yang ditanam secara monokultur dengan sedikit pohon penaung, perkebunan kakao yang di dalamnya ditemukan banyak pohon penaung, dan ada pula kebun kakao yang ditumpangsarikan dengan tanaman perkebunan lain, misalnya tanaman karet. Kehadiran semut di suatu ekosistem erat kaitannya dengan faktor manajemen, variasi tanah, dan praktek penanaman (Peck et al., 1998). Semut adalah predator yang penting, dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa semut dapat melindungi tanaman dari hama (Philpott & Armbrecht, 2006). Di Indonesia, belum banyak ditemukan informasi mengenai keragaman semut pada ekosistem perkebunan kakao. Dengan demikian perlu dilakukan inventarisasi keragaman semut pada perkebunan kakao.

6 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui keragaman taksa semut pada berbagai tipe perkebunan kakao. 2. Mengetahui kelimpahan semut pada berbagai tipe perkebunan kakao. 3. Mengetahui korelasi antara kelimpahan semut dan beberapa faktor lingkungan di kebun kakao. 1.3 Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman hayati tinggi, hal ini dibuktikan dengan ditemukan banyaknya spesies organisme baik flora maupun fauna dengan karakter yang khas. Serangga merupakan salah satu kekayaan hayati Indonesia yang sampai saat ini belum terungkap atau tereksplorasi secara menyeluruh. Semut merupakan salah satu serangga yang ideal untuk mengukur dan memonitor keragaman hayati karena beberapa alasan, yaitu jumlahnya banyak dan dominan di dalam ekositem yang berperan sebagai predator maupun bersimbiosis dengan tumbuhan dan organisme lain. Selain itu, semut mudah dikoleksi dan cukup menyebar pada suatu lokasi serta memungkinkan untuk diidentifikasi (Holldobler & Wilson, 1990).

7 Semut merupakan salah satu kelompok serangga yang dapat dijadikan indikator keragaman hayati, sebagai alat monitoring perubahan kualitas lingkungan, penentuan kawasan konservasi dan pengelolaan kawasan. Hal tersebut karena didukung oleh sifat semut yang dapat hidup di berbagai habitat (Andersen et al., 2002; Alonso & Agosti, 2000). Komposisi jenis semut pada suatu habitat dapat dimanfaatkan menjadi salah satu indikator keragaman hayati dan memonitor perubahan yang ada lingkungan sekitarnya (Kaspari et al., 2000 dalam Philpott & Armbrecht, 2006). Semut juga memiliki interaksi yang dekat dengan organisme lain dalam peranan sebagai invertebrata predator yang menonjol peranannya dalam suatu ekosistem. Semut memiliki peran penting dalam ekosistem dalam tanah. Semut merupakan soil ecosystem engineers utama di tanah bersama rayap dan cacing tanah (Decaëns et al., 2002), semut juga merupakan penyusun biomassa paling dominan pada habitat tanah. Semut membantu merombak bahan organik tanah. Perombakan bahan organik dilakukan dengan pemotongan dan pencernaan bahan organik serta menyebarluaskan jasad renik perombak. Semut adalah kelompok serangga yang keberadaannya sangat umum dan menyebar luas. Semut merupakan serangga paling sukses dari semua kelompok serangga, keberadaannya sangat universal dan mudah ditemukan (Borror et al., 1996). Semut memiliki toleransi yang sempit terhadap perubahan lingkungan, biomassa semut melimpah dan mempunyai arti penting dalam ekosistem, mudah dikoleksi dan taksonomi relatif maju (Andersen et al., 2002; Alonso & Agosti, 2000).

8 Kehadiran spesies semut di suatu ekosistem erat kaitannya dengan faktor manajemen, variasi tanah dan praktek penanaman (Peck et al., 1998). Oleh karena itu, sangat dimungkinkan pada perkebunan kakao yang berbeda manajemen dan praktek penanaman terdapat perbedaan keragaman jenis semutnya. Untuk menggali informasi mengenai keragaman dan kelimpahan semut pada perkebunanan kakao dilakukan penelitian pada tiga kebun kakao yang berbeda cara penanaman yaitu (1) pada perkebunan kakao dengan jumlah pohon penaung sedikit (6,9% pohon penaung), (2) pada perkebunan kakao dengan jumlah pohon penaung sedang (13,6% pohon penaung), dan (3) pada perkebunan kakao dengan pohon penaung banyak (52,3% pohon penaung). Menurut Philpott dan Ambrecht (2006) semut adalah serangga yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh faktor fisik dan ekologis yang dapat mempengaruhi perubahan ekositem. Selain itu keberadaan semut juga dipengaruhi oleh ukuran dan komposisi pohon rindang yang diperlukan untuk bersarang dan mencari sumber makanan. Perbedaan kerapatan pohon penaung pada kebun kakao dapat mempengaruhi kondisi lingkungan abiotik di dalamnya, seperti intensitas cahaya, suhu, kelembaban tanah, ph tanah, tebal seresah, dan C/N rasio seresah. Kebun kakao dengan pohon penaung banyak, intesitas cahaya yang masuk ke dalam kebun akan semakin rendah bila dibandingkan dengan kebun kakao dengan pohon penaung yang sedikit. Kondisi inilah yang mempengaruhi suhu, kelembaban tanah, dan ph tanah. Semakin rendah intensitas cahaya yang masuk ke dalam kebun, maka suhu dalam kebun juga akan semakin rendah sehingga

9 kelembaban akan semakin tinggi. Kerapatan pohon penaung juga akan berpengaruh terhadap jumlah seresah yang dihasilkan. Pelapukan seresah atau bahan organik juga dipengaruhi suhu dan kelembaban. Perubahan kondisi lingkungan abiotik sebagai dampak dari cara bercocok tanam yaitu perbedaan kerapatan pohon penaung diduga akan berpengaruh terhadap keragaman dan kelimpahan semut. Dengan demikian, kebun kakao dengan pohon penaung yang lebih banyak akan memiliki keragaman semut dan kelimpahan yang lebih tinggi. 1.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Keragaman dan kelimpahan semut bervariasi menurut tipe kebun kakao. 2. Kelimpahan semut berkorelasi dengan faktor lingkungan di kebun kakao.