HASIL DAN PEMBAHASAN. Kerontokan Bunga dan Buah

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Belimbing ( Averrhoa carambola L.)

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pembentukan buah tanpa biji per tandan. 1. Persentase keberhasilan pembentukan buah tanpa biji

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan

Pengaruh Pemberian Hormon Giberellin Terhadap Perkecambahan Benih Tanaman

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan bahan pangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Sawah

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan komoditas buah-buahan

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

MANIPULASI TUMBUHAN MENGGUNAKAN HORMON PERTUMBUHAN TANAMAN

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelebihan dan Kekurangan Hormon. Pada Tumbuhan dan Hewan. A. Pada Tumbuhan 1. HORMON AUKSIN. Kelebihan :

I. PENDAHULUAN. Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini

PENGISIAN DAN PEMASAKAN BIJI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

PENGARUH GA₃ DALAM MENGURANGI KERONTOKAN BUAH JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) VARIETAS SUKUN MERAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang sesuai untuk perkecambahan pada biji Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.


GIBBERELLIN (GA) Bambang B. Santoso

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Syarat Tumbuh Bawang Merah Bawang merah adalah salah satu komoditas sayuran unggulan yang telah lama diusahakan oleh petani

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

TINJAUAN PUSTAKA. pada posisi 10 cm diatas mata okulasi dengan akar tunggang tunggal atau

III. INDUKSI PEMBUNGAAN PADA TANAMAN KAKAO. Abstrak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

PENGERTIAN. tanaman atau bagian tanaman akibat adanya

KALIN merangsang pembentukan organ. Rhizokalin Filokalin Kaulokalin Anthokalin

Kuliah VII HORMON TUMBUHAN (AUKSIN) OLEH: Dra. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc Riyanto Sinaga, S.Si, M.Si Dra. Elimasni, M.Si

I. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa

PEMBAHASAN UMUM Penetapan Status Kecukupan Hara N, P dan K pada Bibit Duku

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

2014/10/27 O OH. S2-Kimia Institut Pertanian Bogor HERBISIDA. Company LOGO HERBISIDA PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan (rumah kassa) Fakultas

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubikayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan salah satu

STRUKTUR & FUNGSI TUMBUHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman buah semangka Citrullus vulgaris Schard. yang termasuk tanaman

Hasil penelitian menunjukkan tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit, dan ekspresi seks

HASIL DAN PEMBAHASAN. jumlah bunga, saat berbunga, jumlah ruas, panjang ruas rata-rata, jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Jambu Biji. dalam jumlah yang meningkat drastis, serta terjadi proses pemasakan buah.

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Gerbera. Gerbera merupakan tanaman bunga hias yang berupa herba. Masyarakat

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

Auksin Auksin disintesis di meristem apical batang dan akar, primordial daun, daun mudaserta biji yang sedang tumbuh, ditransport melalui sumbu tubuh

Gambar 3 Peningkatan jumlah tunas aksiler pada perlakuan cekaman selama 7 hari ( ( ), dan 14 hari ( )

Transkripsi:

21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kerontokan Bunga dan Buah Kerontokan bunga dan buah sejak terbentuknya bunga sampai perkembangan buah sangat mengurangi produksi buah belimbing. Absisi atau kerontokan bunga dan buah merupakan proses lepasnya bunga dan buah dari pohon. Absisi terjadi pada zona absisi yang terletak pada tangkai bunga dan buah. Proses tersebut biasanya didahului oleh diferensiasi suatu lapisan absisi pada zona absisi (Taiz & Zeiger 22). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kerontokan bunga dan buah belimbing sangat tinggi pada tanaman kontrol. Menurut Samson (1992) tanaman belimbing berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Bunga belimbing sangat banyak, tetapi yang bisa berkembang menjadi buah yang optimum hanya sedikit. Rendahnya produkasi buah belimbing disebabkan tingginya kerontokan bunga dan buah. Gambar 2 Bunga belimbing yang sedang berkembang menjadi buah Kerontokan bunga dan buah dipengaruhi oleh berbagai rangsangan baik itu rangsangan dari luar dan dari dalam tumbuhan itu sendiri. Rangsangan dari luar bisa berupa defisiensi unsur hara, kekurangan air, kurangnya penyinaran, serangan hama dan penyakit (Samson 1986, Marschner 1986). Faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri antara lain pasokan asimilat yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan buah (Archbold 1999). Kerontokan bunga dan buah juga dipengaruhi oleh kandungan hormon endogen pada organ itu sendiri,

22 biasanya disebabkan karena tingginya konsentrasi etilen dan rendahnya konsentrasi IAA serta rendahnya GA. Auksin dan etilen merupakan hormon yang terkait langsung dengan proses kerontokan bunga dan buah (Bangerth 2). Auksin merupakan hormon yang berperan dalam mencegah absisi, etilen berperan menginduksi proses absisi. Untuk mengurangi kerontokan bunga dan buah dalam percobaan ini menggunakan 2,4-D dan GA3. 2,4-D pada konsentrasi yang sebanding dengan konsentrasi fisiologis IAA berperan sebagai auksin, pada konsentrasi tinggi berfungsi sebagai herbisida. Salah satu peran auksin adalah menghambat terjadinya proses absisi, aliran auksin ke zona absisi yang cukup akan mencegah kepekaan zona absisi terhadap etilen (Salisbury & Ross 1995). 2,4-D dengan konsentrasi rendah dapat mendorong pertumbuhan tanaman dan menghambat proses absisi. Giberelin bersama-sama auksin berperan dalam perkembangan bunga dan buah. Peran fisiologi GA antara lain mendorong pemanjangan sel dan organ, pembentukan buah partenokarpi mendorong perkecambahan biji dan tunas, menghambat pembentukan umbi, mengubah penampilan seks tanaman serta menunda pemasakan buah. Giberelin yang umumnya tersedia dipasaran dalam bentuk GA 3 dan jenis ini banyak digunakan dalam penelitian-penelitian fisiologi tumbuhan (Wattimena 1988). Perlakuan GA 3 dan 2,4-D terhadap kerontokan bunga dan buah menunjukkan bahwa GA 3 dan 2,4-D baik secara tunggal maupun kombinasi berpengaruh nyata terhadap persentase kerontokan bunga dan buah. Terdapat pengaruh interaksi yang nyata antara konsentrasi GA 3 dengan konsentrasi 2,4-D terhadap persentase kerontokan bunga dan buah belimbing (Tabel sidik ragam pada Lampiran 4). Pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap persentase kerontokan bunga dan buah dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Perlakuan GA 3 secara tunggal menyebabkan persentase kerontokan bunga dan buah menurun secara linier nyata pada setiap penambahan konsentrasi GA 3 dari sampai 6 ppm. Pemberian GA 3 dengan konsentrasi 6 ppm menghasilkan persentase kerontokan bunga terendah sebesar 35,6% dan persentase kerontokan buah terendah sebesar 44,6%, sedangkan pada konsentrasi ppm persentase kerontokan bunga (85.8%) dan persentase kerontokan buah (81.9%).

23 %Kerontokan Bunga 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 y = -.865x + 86.5 R 2 =.994 2 4 Konsentrasi GA3 (ppm) 6 Gambar 3 Pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap persentase kerontokan bunga %Kerontokan Buah 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 y = -.714x + 87.12 R 2 =.9893 2 4 Konsentrasi 2,4-D (ppm) 6 Gambar 4 Pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap persentase kerontokan buah Terdapat pengaruh kuadratik yang nyata antara persentase kerontokan bunga dan buah dengan konsentrasi 2,4-D, dengan minimum persentase kerontokan bunga (37.58%) pada konsentrasi 2,4-D 8.9 dan buah (48.4%) pada konsentrasi 2,4-D 9.2 ppm. Perlakuan 2,4-D tunggal pada konsentrasi lebih rendah dari titik optimum menyebabkan persentase kerontokan bunga dan buah tinggi. Peningkatan konsentrasi 2,4-D melebihi titik optimum menyebabkan persentase kerontokan bunga dan buah mengalami peningkatan kembali (Gambar 5 & 6 ). Konsentrasi 2,4-D efektif untuk mengurangi kerotokan bunga dan buah berkisar antara 8-1 ppm.

24 9 %Kerontokan Bunga 6 y =.621x 2-11.33x + 86.585 R 2 =.998 3 5 1 15 Konsentrasi 2,4-D (ppm) Gambar 5 Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap persentase kerontokan bunga 9 %Kerontokan Buah 6 y =.425x 2-7.3851x + 82.318 R 2 =.994 3 5 1 15 Konsentrasi 2,4-D Gambar 6 Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap persentase kerontokan buah Pemberian GA 3 dan 2,4-D secara kombinasi memberikan pengaruh nyata pada persentase kerontokan bunga dan buah. Persentase kerontokan bunga terendah sebesar 37.1% (Gambar 7) dan persentase kerontokan buah terendah sebesar 48% (Gambar 8) diperoleh dari kombinasi 2,4-D 5 ppm dan GA 3 6 ppm. Terjadi pengaruh interaksi yang nyata antara konsentrasi GA 3 dengan konsentrasi 2,4-D terhadap persentase kerontokan bunga. Pada perlakuan 2,4-D dan 5 ppm terjadi penurunan persentase kerontokan bunga setiap penambahan konsentrasi GA 3, sedangkan pada perlakuan 2,4-D 1 dan 15 ppm terjadi peningkatan persentase kerontokan bunga dan buah setiap penambahan konsentrasi GA 3.

25 %Kerontokan Buah 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 4 6 Konsentrasi GA3 (ppm) 2,4-D 2,4-D 5 2,4-D 1 2,4-D 15 Gambar 7 Interaksi antara pengaruh konsentrasi GA 3 dan 2,4-D terhadap persentase kerontokan bunga %Kerontokan Bunga 1 8 6 4 2 2 4 6 Konsentrasi GA3 (ppm) 2,4-D 2,4-D 5 2,4-D 1 2,4-D 15 Gambar 8 Interaksi antara pengaruh konsentrasi GA 3 dan 2,4-D terhadap persentase kerontokan buah Hasil di atas dapat diartikan bahwa perlakuan dengan 2,4-D atau GA 3 saja dapat mengurangi persentase kerontokan bunga dan buah belimbing. Menurut Hooley (1994) pemberian GA 3 eksogen akan merangsang peningkatan kandungan GA 3 endogen, dengan demikian akan meningkatkan aktivitas GA 3 endogen. Penurunan konsentrasi giberelin berkorelasi dengan adanya aborsi bunga, dan pemberian giberelin eksogen dapat mencegah gugur bunga akibat kondisi lingkungan yang kurang sesuai (Kinet et al. 1985). Taiz dan Zeiger (22) menyatakan bahwa auksin dan giberelin berperan penting dalam meningkatkan pembelahan dan pembesaran sel. Pembesaran dan pembelahan sel mengakibatkan

26 bunga dan buah mempunyai sink strength yang tinggi. Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah untuk memobilisasi asimilat ke buah tersebut. Dengan demikian buah akan tumbuh dan berkembang mencapai ukuran yang optimum dan tidak mudah mengalami kerontokan. Menurut Ben- Arie et al. (1996) giberelin berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan bunga dan buah, giberelin dapat menunda penuaan bunga dan buah. Pemberian asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) dengan konsentrasi rendah dapat mendorong pertumbuhan tanaman, tetapi sebaliknya dengan konsentrasi tinggi berfungsi sebagai herbisida. 2,4-D pada konsentrasi yang sebanding dengan konsentrasi fisiologi IAA, akan berperan sebagai auksin. 2,4-D lebih tahan terhadap sistem IAA-oksidase dibanding dengan IAA dan lebih tahan terhadap perubahan bentuk menjadi bentuk auksin terikat dengan senyawa lain (Salisbury & Ross 1995). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahawa aplikasi 2,4-D 5 ppm atau 1 ppm dapat mencegah kerontokan bunga dan buah, sedangkan aplikasi 2,4-D 15 ppm menyebabkan persentase kerontokan bunga dan buah mengalami peningkatan kembali. Menurut Campbell et al. (23) pada konsentrasi auksin yang berlebih dapat menghambat pertumbuhan sel, pembelahan dan perkembangan sel. Perlakuan GA 3 dan 2,4-D secara kombinasi juga dapat mengurangi persentase kerontokan bunga dan buah. Menurut Nakasone dan Paul (1998) perlakuan dengan GA 3 dan auksin sintetis dapat meningkatkan kuantitas buah, karena perlakuan tersebut dapat mengurangi kerontokan bunga dan buah. Untuk mengurangi tingkat kerontokan dan buah pada apel dapat dilakukan dengan aplikasi GA 3 dan auksin sintetis (Curry & Greene 1993). Aplikasi auksin sintetis dengan konsentrasi rendah bersama-sama giberelin dibutuhkan guna meningkatkan kandungan hormon tersebut di dalam ovari yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan buah. Auksin dan giberelin berperan penting dalam pembelahan dan pembesaran sel dan bekerja bersama-sama dalam mengontrol perkembangan buah (Campbell et al. 23). Pada konsentrasi yang berlebih auksin dapat menghambat pertumbuhan sel. Aktivitas auksin yang sudah berlebih pada tanaman akan meningkat dengan adanya giberelin. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingginya level auksin yang menginduksi sintesis

27 hormon etilen yang umumnya berperan sebagai inhibitor pemanjangan sel dan memacu proses kerontokan. Mc Keon et al. (1995) menyatakan bahwa auksin menginduksi etilen dengan memacu mrna untuk mensintesis ACC. Proses tersebut hanya terjadi pada saat konsentrasi auksin endogen melebihi konsentrasi optimum bagi tanaman. Hal tersebut dibuktikan dengan terjadinya penurunan persentase kerontokan bunga dan buah pada perlakuan 2,4-D konsentrasi ppm dan 5 ppm setiap penambahan konsentrasi GA 3, sedangkan pada perlakuan 2,4-D 1 ppm dan 15 ppm setiap penambahan konsentrasi GA 3 terjadinya peningkatan persentase kerontokan bunga dan buah. Pada perlakuan secara tunggal 2,4-D 8-1 ppm dan GA 3 6 ppm maupun secara kombinasi antara 2,4-D 5 ppm dengan GA 3 6 ppm menghasilkan persentase kerontokan bunga dan buah terendah yang tidak berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase kerontokan bunga dan buah dapat dicegah dengan perlakuan 2,4-D 8-1 ppm, GA 3 6 ppm secara tunggal atau kombinasi antara GA 3 6 ppm dengan 2,4-D 5 ppm. Perlakuan secara tunggal lebih efektif dibandingkan secara kombinasi. Ditinjau dari segi ekonomi harga 2,4-D jauh lebih murah dibandingkan dengan GA 3, sehingga dari 3 konsentrasi perlakuan tersebut yang lebih efektif untuk mengurangi persentase kerontokan bunga dan buah pada tanaman belimbing adalah 2,4-D 8-1 ppm. Jumlah Buah Retensi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase buah retensi dapat ditingkatkan dengan aplikasi 2,4-D dan GA 3 secara tunggal maupun kombinasi. Peningkatan persentase buah retensi yang disebabkan aplikasi GA 3 dan 2,4-D secara tunggal maupun kombinasi menyebabkan peningkatan jumlah buah per tandan yang dapat dipanen (Gambar 9, 1, 11). Peningkatan jumlah buah per tandan akan meningkatkan jumlah buah per pohon dan produksi total buah tersebut. Quintana et al. (1984) melaporkan pemberian auksin sintetis dan GA 3 dapat meningkatkan produksi mangga Carabao, karena perlakuan tersebut dapat meningkatkan retensi buah. Peningkatan kandungan IAA endogen menyebabkan peningkatan retensi buah dan meningkatkan jumlah buah yang dapat dipanen.

28 Menurut Rajput dan Singh (1983) pemberian GA 3 pada tanaman mangga dapat meningkatkan jumlah bunga per malai, jumlah buah yang terbentuk per malai, retensi buah per malai. Pergerakan asimilat semakin cepat apabila kandungan hormon tumbuh seperti auksin pada buah semakin tinggi. Kandungan auksin yang tinggi meningkatkan sink strength buah. Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah tersebut untuk memobilisasi asimilat ke buah tersebut (Brenner & Cheikh 1995). Dalam pertumbuhan dan perkembangan buah memerlukan asimilat dalam jumlah yang cukup. Peningkatan suplai asimilat yang menuju ke buah menyebabkan buah akan tumbuh dan berkembang dengan baik (Bangerth 2). Secara fisiologis gugur buah berkorelasi dengan terbatasnya suplai fotosintat, rendahnya asimilat yang diterima buah dapat menginduksi terjadinya proses kerontokan buah (Marschner 1986, Stopar et al. 21). Pada perlakuan GA 3 dan 2,4-D secara tunggal berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per tandan (Tabel pada Lampiran 5). Perlakuan GA 3 secara tunggal memberikan pengaruh linier positif yang sangat nyata terhadap jumlah buah per tandan. Hal ini terkait dengan persentae kerontokan bunga dan buah yang cenderung menurun dengan pemberian GA 3. Jika dilihat dari jumlah buah yang dapat dipanen per tandan maka pemberian GA 3 6 ppm memberikan hasil yang tertinggi sebesar 2.99, mengalami peningkatan 179.94% dibandingkan kontrol (Gambar 9). Gambar tersebut menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi GA 3 masih dapat meningkatkan jumlah buah yang dapat dipanen per tandan Jumlah buah per tandan 3.5 3. 2.5 2. 1.5 1..5. Y =.687 X +.295 R 2 =.9591 2 4 6 Konsentrasi GA3 (ppm) Gambar 9 Pengaruh perlakuan GA 3 secara tunggal terhadap rata-rata jumlah buah dipanen per tandan

29 Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap jumlah buah yang dapat dipanen per tandan dapat dilihat pada Gambar 1. Terdapat korelasi yang bersifat kuadratik antara konsentrasi 2,4-D dengan jumlah buah yang dapat dipanen per tandan. Maksimum jumlah buah per tandan (2.97) diperoleh pada konsentrasi 2,4-D 9.2 ppm, mengalami peningkatan 177.6% dibandingkan kontrol (1.7). Jumlah buah per tandan 3.5 3. 2.5 2. 1.5 1..5. y = -.225x 2 +.4137x + 1.635 R 2 =.9996 2,4-D 2,4-D 5 2,4-D 1 2,4-D 15 Konsentrasi 2,4-D (ppm) Gambar 1 Pengaruh perlakuan 2,4-D secara tunggal terhadap rata-rata jumlah buah dipanen per tandan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian GA 3 dan 2,4-D secara kombinasi berpengaruh nyata pada jumlah buah yang dapat dipanen per tandan (Tabel pada Lampiran 5). Perlakuan kombinasi GA 3 dan 2,4-D menyebabkan peningkatan jumlah buah dipanen per tandan dibandingkan dengan jumlah buah dipanen per tandan yang diperoleh pada perlakuan ppm. Terjadi pengaruh interaksi yang nyata antara GA 3 dan 2,4-D terhadap jumlah buah per tandan. Perlakuan 2,4-D pada konsentrasi dan 5 ppm meningkatkan rata-rata jumlah buah per tandan setiap penambahan konsentrasi GA 3. Sedangkan perlakuan 2,4-D 1 dan 15 ppm menyebabkan penurunan rata-rata jumlah buah per tandan setiap penambahan konsentrasi GA 3 (Gambar 11). Perlakuan kombinasi GA 3 6 ppm dengan 2,4-D 5 ppm memberikan pengaruh terbaik. Rata-rata jumlah buah per tandan yang dapat dipanen per tandan pada perlakuan tersebut sebesar 2.87 (mengalami peningkatan 168%).

3 Jumlah Buah Per-tandan 3.5 3. 2.5 2. 1.5 1..5. 2 4 6 Konsentrasi GA3 (ppm) 2,4-D 2,4-D 5 2,4-D 1 2,4-D 15 Gambar 11 Pengaruh perlakuan GA 3 dan 2,4-D secara kombinasi terhadap ratarata jumlah buah dipanen per tandan Kandungan IAA pada Buah Belimbing Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa GA 3 maupun 2,4-D berpengaruh nyata pada peningkatan kandungan IAA buah belimbing (Tabel pada Lampiran 6). Pemberian GA 3 konsentrasi sampai 6 ppm menunjukkan pengaruh linier positif nyata terhadap kandungan IAA buah. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian GA 3 6 ppm menyebabkan peningkatan kandungan IAA buah sebesar 158.16 ppm, mengalami peningkatan 84.85% dibandingkan dengan kontrol (Gambar 12). Kandungan Auksin (ppm) 18 16 14 12 1 8 6 4 2 y = 24.467 X + 62.16 R 2 =.9961 2 4 6 Konsentrasi GA3 (ppm) Gambar 12 Pengaruh perlakuan GA 3 secara tunggal terhadap rata-rata kandungan auksin pada buah Kandungan IAA buah dapat juga ditingkatkan dengan pemberian 2,4-D secara tunggal. Setiap penambahan konsentrasi 2,4-D dari sampai 15 ppm menyebabkan peningkatan kandungan IAA buah. Pemberian konsentrasi 2,4-D 15 ppm menyebabkan peningkatan kandungan IAA buah tertinggi sebesar

31 188.26 ppm, mengalami peniingkatan 12.3% dibandingkan pada konsentrasi ppm Gambar 13). Kandungan Auksin (ppm) 3 25 2 15 1 5 y = 36.32 X + 43.51 R 2 =.9673 2,4-D 2,4-D 5 2,4-D 1 2,4-D 15 Konsentrasi 2,4-D (ppm) Gambar 13 Pengaruh perlakuan 2,4-D secara tunggal terhadap rata-rata kandungan auksin pada buah Aplikasi GA 3 dan 2,4-D secara kombinasi berpengaruh nyata terhadap peningkatan kandungan IAA buah. Perlakuan kombinasi GA 3-6 ppm dengan 2,4-D -15 ppm menyebabkan peningkatan kandungan IAA buah setiap penambahan konsentrasi. Rata-rata kandungan IAA tertinggi dihasilkan oleh perlakuan kombinasi 2,4-D 15 ppm dengan GA 3 6 ppm sebesar 263.86 ppm, mengalami peningkatan 28.4% dibandingkan kandungan IAA buah pada konsentrasi ppm (Gambar 14). Terjadi peningkatan rata-rata kandungan IAA pada buah sebesar 3.1-28.4% karena pengaruh aplikasi GA 3 dan 2,4-D baik secara tunggal maupun kombinasi. Kandungan Auksin (ppm) 25 2 15 1 5 2 4 6 Konsentrasi GA3 2,4-D 2,4-D 5 2,4-D 1 2,4-D 15 Gambar 14 Pengaruh perlakuan GA 3 dan 2,4-D secara kombinasi terhadap ratarata kandungan IAA pada buah

32 Peningkatan kandungan IAA endogen dapat dilakukan dengan aplikasi 2,4-D dan GA 3 baik secara tunggal maupun kombinasi. Peningkatan kandungan IAA endogen akan meningkatkan aktivitas auksin di dalam jaringan. Salah satu peranan auksin dalam perkembangan buah adalah menghambat gugur bunga dan buah (Bangerth 2). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kandungan IAA dapat ditingkatkan dengan dengan pemberian 2,4-D maupun GA 3. Pemberian GA 3 eksogen pada berbagai konsentrasi menyebabkan peningkatan kandungan IAA buah, dimungkinkan akan merangsang peningkatan aktivitas GA 3 endogen. Gardner et al. (1991) menyatakan giberelin berperan menstimulasi sintesis enzim hidrolitik seperti amilase dan protease yang mampu mencerna zat tepung dan protein dengan demikian meningkatkan kandungan gula dan asam amino untuk pertumbuhan sel. Asam amino yang tersedia akibat aktivitas enzim protease merupakan prekursor terbentuknya jenis hormon tumbuhan yang lain, seperti triptopan yang merupakan bentuk awal dari auksin. Untuk perkembangan bunga dan buah memerlukan suplai asimilat. Proses mendapatkan asimilat dalam jumlah yang cukup merupakan proses persaingan baik dengan buah lain maupun dengan organ-organ vegetatif. Kemampuan buah untuk mendapatkan asimilat ditentukan oleh sink strength buah tersebut. Buah yang akan rontok mempunyai sink strength yang lebih rendah dibandingkan buah retensi. Kandungan auksin yang lebih tinggi pada biji buah retensi menyebabkan buah retensi mempunyai sink strength yang lebih kuat dibandingkan buah akan rontok (Taiz & Zeiger 22). Pergerakan asimilat semakin cepat apabila kandungan hormon tumbuh seperti auksin pada buah semakin tinggi. Kandungan auksin yang tinggi meningkatkan sink strength buah. Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah tersebut untuk memobilisasi asimilat ke buah tersebut (Brenner & Cheikh 1995). Rendahnya kandungan auksin pada buah akan menyebabkan zona absisi peka terhadap etilen sehingga buah mengalami kerontokan. Peningkatan kandungan etilen yang distimulasi penurunan auksin menyebabkan metabolisme tidak berjalan dengan baik dan perkembangan buah tidak optimum (Sexton 1995).

33 Kandungan Gula Total Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi 2,4-D dan GA 3 secra tunggal maupun kombinasi berpengaruh nyata pada kandungan gula total daun (Tabel pada Lampiran 7). Pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap kandungan gula total daun dapat dilihat pada Gambar 15. Perlakuan GA 3 secara tunggal dari sampai 6 ppm menyebabkan kandungan gula total daun meningkat secara nyata. Pemberian GA 3 dengan konsentrasi 6 ppm menghasilkan kandungan gula total daun tertinggi (15.8 mg/g bobot kering sampel), sedangkan kandungan gula total daun pada konsentrasi ppm (7.78 mg/g bobot kering sampel). Kandungan Gula Tota l (mg)/g bobot kering sam pel 2 15 1 5 y = 2.794x + 4.2848 R 2 =.9435 2 4 6 Konsentras GA3 (ppm) Gambar 15 Pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap rerata kandungan gula total daun Perlakuan GA 3 eksogen menyebabkan peningkatan kandungan gula total daun. Giberelin berperan menstimulasi sintesis sejumlah enzim hidrolitik seperti amilase. Enzim tersebut berperan untuk merombak amilum (molekul komplek) menjadi glukosa dan fruktosa (molekul sederhana), sehingga meningkatkan kandungan gula total dalam jaringan yang digunakan oleh sel untuk tumbuh dan berkembang (Sandovald et al. 1995). Kandungan Gula Total (mg)/g bobot kering sampel 2 15 1 5 y = -.769x 2 + 1.3741x + 7.3855 R 2 =.956 5 1 15 Konsentrasi 2,4-D (ppm) Gambar 16 Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap rerata kandungan gula total daun

34 Gambar 16 menunjukkan bahwa korelasi antara kandungan gula total daun dengan persentase kerontokan bunga dan buah bersifat kuadratik, dengan maksimum kandungan gula total daun (13.5 mg/g bobot kering sampel) pada konsentrasi 2,4-D 8.9 ppm,sedangkan kandungan gula total daun pada kontrol (7.78 mg/g bobot kering sampel). Kandungan Guala Total (mg) 16 14 12 1 8 6 4 2 2 4 6 Konsentrasi GA3 2,4-D 2,4-D 5 2,4-D 1 2,4-D 15 Gambar 17 Pengaruh perlakuan GA 3 dan 2,4-D secara kombinasi terhadap ratarata kandungan gula total daun setelah aplikasi I Kandungan Gula Total (mg) 18 16 14 12 1 8 6 4 2 2 4 6 Konsentrasi GA3 2,4-D 2,4-D 5 2,4-D 1 2,4-D 15 Gambar 18 Pengaruh perlakuan GA 3 dan 2,4-D secara kombinasi terhadap ratarata kandungan gula total daun setelah aplikasi II Perlakuan kombinsi GA 3 dan 2,4-D berpengaruh nyata terhadap kandungan gula total daun. Perlakuan 2,4-D dan 5 ppm terjadi peningkatan kandungan gula total daun setiap penambahan konsentrasi GA 3-6 ppm. Sedangkan perlakuan 2,4-D 1 dan 15 ppm menyebabkan penurunan kandungan

35 gula total daun setiap penambahan konsentrasi GA 3-6 ppm. Kandungan gula total tertinggi diperoleh dari aplikasi kombinasi antara GA 3 6 ppm dengan 2,4-D 5 ppm. Terjadi pengaruh interaksi nyata antara konsentrasi 2,4-D dengan GA 3 terhadap kandungan gula total daun. Rata-rata terjadi peningkatan kandungan gula total daun sebesar 15.9-17.8% (Gambar 17 dan 18). Hasil di atas menunjukkan bahwa perlakuan GA3 dan 2,4-D secara tunggal maupun kombinasi berpengaruh pada kandungan gula total daun. Giberelin bekerja secara sinergis dengan auksin untuk mempengaruhi peningkatan fruitset, mencegah terjadinya absisi, pembebasan α-amilase untuk menghidrolisis tepung menjadi gula yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan buah (Gardner et al. 1991). Perlakuan GA 3 eksogen menyebabkan peningkatan kandungan gula total daun. Giberelin berperan menstimulasi sintesis sejumlah enzim hidrolitik seperti amilase. Enzim tersebut berperan untuk merombak amilum (molekul komplek) menjadi glukosa dan fruktosa (molekul sederhana), sehingga meningkatkan kandungan gula total dalam jaringan yang digunakan oleh sel untuk tumbuh dan berkembang (Sandovald et al. 1995). Buah memerlukan asimilat yang cukup selama perkembangannya. Suplai asimilat dipengaruhi oleh tingkat kematangan daun sebagai source. Pada umumnya daun yang sudah 3-6% membuka merupakan source. Luas dan jumlah daun berpengaruh terhadap jumlah asimilat yang dapat ditransportasikan ke buah (Marschner 1995). Peningkatan kandungan gula total dapat menyebabkan buah tumbuh dan berkembang mencapai ukuran optimum dan tidak mudah gugur. Stopar et al. (21) menyatakan bahwa buah apel yang akan rontok mempunyai kandungan pati yang lebih tinggi (.33 mg/gr sampel kering) dan kandungan glukosa yang lebih rendah (33.2 mg/gr sampel kering) dibandingkan dengan buah retensi yang mempunyai kandungan pati sebesar.15 mg/gr sampel kering dan kandungan glukosa sebesar 36.4 mg/gr sampel kering. Buah yang akan rontok mempunyai aktivitas metabolisme yang rendah, sehingga kandungan gulanya juga rendah (Yuan & Greene 2).

36 Kandungan gula total daun pendukung bunga dan buah yang tinggi menunjukkan kemampuan daun tersebut untuk menyokong perkembangan bunga dan buah sehingga menyebabkan bunga dan buah tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga tidak mudah gugur. Bangerth (2) melaporkan bahwa ketidak cukupan suplai asimilat menyebabkan buah gugur, hal itu disebabkan terbatasnya produksi asimilat dan/atau alokasi asimilat ke buah rendah. Buah mendapatkan asimilat dari daun yang terletak paling dekat dengan buah tersebut. Yuan dan Greene (2) menyatakan agar satu buah apel dapat berkembang normal sampai matang diperlukan minimal dua daun. Pengurangan jumlah daun mengurangi pertumbuhan buah apel. Daun mangga yang berumur 2-3 bulan merupakan daun matang dan sudah mencapai ukuran penuh. Luas daun atau jumlah daun berpengaruh terhadap jumlah asimilat yang ditransportasikan ke buah (Maschner 1995). Peningkatan kandungan IAA buah menyebabkan buah mempunyai sink strength yang tinggi. Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah tersebut untuk memobilisasi asimilat. Peningkatan kandungan auksin diduga dapat merangsang fotosintesis sehingga meningkatkan kandungan asimilat daun. Peningkatan sink strength yang disertai peningkatan kandungan gula total daun menyebabkan buah tumbuh dan berkembang secara optimum. Bobot Buah Dipanen Bobot Per Buah Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan GA 3 dan 2,4-D berpengaruh nyata terhadap bobot per buah (Tabel pada lampiran 8). Perbedaan konsentrasi GA 3 tidak nyata pengaruhnya terhadap bobot per buah. Terdapat hubungan linier positif yang tidak nyata antara konsentrasi GA 3 dengan bobot per buah. Perlakuan GA 3-6 ppm menyebabkan peningkatan bobot buah, peningkatan bobot buah yang tertinggi diperoleh dari perlakuan GA 3 6 ppm sebesar 223.67 meningkat 4.57% dari kontrol (Gambar 19).

37 Rata-rata bobot per buah (g) 226 224 222 22 218 216 214 212 21 28 26 y = 2.85x + 212.42 R 2 =.9868 2 4 6 Konsentrasi GA3 (ppm) Gambar 19 Pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap rata-rata bobot buah per buah Perlakuan 2,4-D secara tunggal berpengaruh nyata terhadap bobot buah. Pemberian 2,4-D dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot buah. Terdapat pengaruh kuadratik antara bobot buah dengan konsentrasi 2,4-D (Gambar 2). Bobot buah maksimum (237.98 g) diperoleh pada konsentrasi 2,4-D 9.1 ppm, mengalami peningkatan 17.1% dari kontrol. Rata-rata bobot per buah (g) 245 24 235 23 225 22 215 21 25 2 195 y = -.286x 2 +5.134x + 214.5 R 2 =.9868 5 1 15 Konsentrasi 2,4-D (ppm) Gambar 2 Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap rata-rata bobot buah per buah Perlakuan kombinasi 2,4-D dan GA 3 menyebabkan peningkatan bobot per buah yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Rata-rata peningkatan bobot per buah tertinggi (159.8%) diperoleh dari perlakuan kombinasi 2,4-D 1 ppm dengan GA 3 6 ppm (Gambar 21). Tidak terjadi pengaruh interaksi antara konsentrasi GA 3 dengan konsentrasi 2,4-D terhadap bobot per buah. Pengaruh 2,4-D dalam meningkatkan bobot buah tidak tergantung pada GA 3, GA 3 tidak tergantung pada 2,4-D dalam mempengarui bobot buah. begitu juga

38 Rataan Bobot Buah Per Buah (gr) 26 25 24 23 22 21 2 19 2 4 6 Konsentrasi GA3 2,4-D 2,4-D 5 2,4-D1 2,4-D 15 Gambar 21 Pengaruh konsentrasi GA 3 dan 2,4-D terhadap rata-rata bobot buah per buah Bobot Buah Per Tandan Pemberian konsentrasi GA 3 dan 2,4-D baik secara tunggal maupun kombinasi berpengaruh nyata terhadap bobot buah per tandan (Tabel pada lampiran 8). Perbedaan konsentrasi GA 3 berpengaruh nyata terhadap peningkatan bobot buah pertandan. Perlakuan GA 3-6 ppm menyebabkan peningkatan bobot buah per tandan. Hal ini terkait dengan peningkatan jumlah buah per tanda yang dipanen karena pengaruh konsentrasi GA 3. Peningkatan konsentrasi GA 3 menyebabkan jumlah buah dan bobot buah mengalami peningkatan. Pemberian GA 3 6 ppm menghasilkan jumlah buah tertinggi sehingga meningkatkan bobot buah per tandan (192.9%) dibandingkan pada konsentrasi ppm (Gambar 22). Bobot buah per tandan (g) 8 7 6 5 4 3 2 1 y = 157.13x + 5.86 R 2 =.9629 2 4 6 Konsentrasi GA3 Gambar 22 Pengaruh perlakuan GA 3 secara tunggal terhadap rata-rata bobot buah per tandan

39 Bobot buah per tandan (g) 8 7 6 5 4 3 2 1 y = -5.7449x 2 + 14.77x + 224.36 R 2 =.9972 5 1 15 Konsentrasi 2,4-D Gambar 23 Pengaruh perlakuan 2,4-D secara tunggal terhadap rata-rata bobot buah per tandan Pemberian 2,4-D dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot buah per tandan. Terdapat pengaruh kuadratik antara bobot buah dengan konsentrasi 2,4-D (Gambar 23). Bobot buah dipanen tertinggi sebesar 72.1 g diperoleh pada konsentrasi 2,4-D 9.1 ppm (meningkat 27.16% dibandingkan kontrol). Pada konsentrasi 2,4-D di bawah titik optimum menunjukkan bobot buah lebih rendah, peningkatan konsentrasi menjadi lebih tinggi dari titik optimum menyebabkan bobot buah mengalami penurunan kembali. Kombinasi 2,4-D dan GA 3 menyebabkan peningkatan bobot buah per tandan yang berbeda nyata antar perlakuan. Perlakuan 2,4-D ppm dan 5 ppm terjadi peningkatan bobot buah per tandan setiap penambahan konsentrasi GA 3. Perlakuan 2,4-D 1 ppm dan 15 ppm terjadi penurunan bobot buah per tandan setiap penambahan konsentrasi GA 3 (Gambar 24). Kombinasi antara GA 3 6 ppm dengan 2,4-D 5 ppm menghasilkan bobot buah per tandan tertinggi sebesar 69.81 g (meningkat 22.23%). Terjadi pengaruh interaksi yang nyata antara konsentrasi 2,-D dengan GA 3 terhadap perubahan bobot buah per tandan. Hal ini berkaitan dengan persentase kerontokan buah dan persentase buah retensi. Peningkatan jumlah buah per tadan akan menyebabkan peningkatan bobot buah yang dapat dipanen per tandan dan juga menyebabkan meningkatnya bobot buah yang dapat dipanen secara keseluruhan.

4 Bobot Buah PerTandan (gr) 8 7 6 5 4 3 2 1 2 4 6 Konsentrasi GA3 (ppm) 2,4-D 2,4 -D 5 2,4-D 1 2,4-D 15 Gambar 24 Pengaruh konsentrasi GA 3 dan 2,4-D terhadap rata-rata bobot buah per tandan Menurut Sing dan Sing (1995) peningkatan jumlah buah karena aplikasi zat pengatur tumbuh tanpa mengurangi bobot buah disebabkan karena asimilat yang digunakan untuk perkembangan buah tidak hanya berasal dari hasil fotosintesis yang sedang berlangsung tetapi juga berasal dari cadangan asimilat yang tersimpan. Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian ini bahwa peningkatan jumlah buah yang dapat dipanen karena perlakuan GA 3 dan 2,4-D tidak disertai penurunan bobot buah. Suatu hasil yang menggembirakan ditinjau dari segi produksi, karena usaha peningkatan jumlah buah tidak disertai penurunan bobot buah. Brenner dan Cheikh (1995) menyatakan bahwa aplikasi GA dan auksin sintetis dapat meningkatkan fotosintesis. Auksin merangsang aktivitas fotosintesis melalui peningkatan pembukaan stomata, fosforilasi dan fiksasi CO 2. Dengan meningkatnya aktivitas fotosintesis akan meningkatkan suplai asimilat, sehingga buah akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Bangerth 2). Auksin dan giberelin berperan penting dalam meningkatkan pembelahan dan pembesaran sel. Pembelahan dan pembesaran sel mengakibatkan buah aktif tumbuh dan membesar, akibatnya buah mempunyai sink strength yang tinggi. Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah untuk memobilisasi asimilat ke buah tersebut sehingga buah akan tumbuh dan berkembang dengan baik (Kumar et al. 1997).

41 Peningkatan kandungan IAA buah dan gula total pada daun belimbing sebagai respon terhadap perlakuan GA 3 dan 2,4-D menyebabkan pertumbuhhan serta perkembangan bunga dan buah menjadi lebih optimum. Hal ini terbukti dengan peningkatan kandungan gula total dan kandungan IAA buah sampai titik optimum pada tanaman yang mendapat perlakuan dapat mengurangi kerotokan bunga dan buah, meningkatkan bobot dan jumlah buah. Sedangkan pada tanaman kontrol persentase kerontokan bunga dan buah sangat tinggi, pertumbuhan dan perkembangannya kurang optimum. Gambar 25 Buah belimbing pada tanaman kontrol Gambar 26 Buah belimbing yang mendapat perlakuan G4-D5 Gambar 25 & 26 menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan buah pada tanaman yang mendapat perlakuan lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan dan perkembangan buah pada tanaman kontrol. Hal ini disebabkan adanya peningkatan kandungan IAA buah dan gula total daun pada tanaman yang mendapatkan perlakuan GA 3 dan 2,4-D, sehingga meningkatkan sink strength buah dan suplai asimilat. Kekuatan sink strength yang tinggi pada buah serta meningkatnya suplai asimilat menyebabkan buah tumbuh dan berkembang mencapai optimum dan tidak mudah rontok.

42 Pola Kerontokan Bunga dan Buah Pola Kerontokan Bunga Hasil penelitian kerontokan bunga belimbing menunjukkan adanya pola kerontokan bunga pada tanaman belimbing. Pola kerontokan bunga menunjukkan bahwa tingkat kerontokan bunga tinggi terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-8 setelah bunga mekar kemudian mengalami penurunan kerontokan sampai terbentuk buah (Gambar 27). Tingkat kerontokan bunga belimbing pada tanaman kontrol sangat tinggi mencapai 85.8%. Menurut (Stern et al. 1995) kerontokan bunga leci mencapai 9-95% dari bunga betina..3 Kerontokan bunga.25.2.15.1.5. 2 4 6 8 1 12 14 16 18 Hari pengamatan Gambar 27 Persentase kerontokan bunga belimbing Dewi Pola Kerontokan Buah Pengetahuan mengenai pola kerontokan buah diperlukan dalam usaha mengurangi kerontokan buah melalui pemberian zat pengatur tumbuh. Pola kerontokan buah berhuungan dengan perubahan kandungan hormon endogen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata persentase kerontokan buah pada tanaman kontrol sebesar 82%. Persentase kerontokan buah belimbing pada semua perlakuan, yang diamati setiap 4 hari sekali sejak awal terbentuk buah sampai buah siap dipanen dapat menunjukkan pola kerontokan buah tanaman belimbing Dewi (Gambar 28).

43 Kerontokan Buah.45.4.35.3.25.2.15.1.5. 2 4 8 12 16 2 24 28 32 36 4 44 48 52 56 Hari Pengamatan Gambar 28 Persentase kerontokan buah belimbing Dewi Pola kerontokan buah belimbing menunjukkan bahwa puncak kerontokan buah maksimum terjadi pada hari ke-4 setelah buah terbentuk. Setelah itu persentase kerontokan menurun. Penurunan terus berlanjut sampai hari ke-24, kerontokan mencapai nol pada hari ke-28 dan hal ini terus berlangsung sampai buah siap dipanen. Tingginya tingkat kerontokan buah pada minggu pertama setelah fruitset dimungkinkan karena buah belum cukup mensintesis auksin yang dibutuhkan oleh buah itu sendiri untuk menjaga agar zona absisi tidak peka terhadap etilen. Kepekaan zona absisi terhadap etilen menginduksi gen yang mengkode enzim hidrolitik yang menyebabkan kerusakan pada dinding sel zona absisi. Proses tersebut akan menyebabkan kerontokan (Taiz & Zeiger 22). Hal ini terbukti dengan pemberian GA 3 dan 2,4-D eksogen pada awal buah terbentuk dapat mengurangi kerontokan buah. Auksin berperan mendukung pertumbuhan dan perkembangan buah, sumber auksin pada tahap awal perkembangan buah adalah endosperm dan pada tahap selanjutnya sumber auksin buah adalah embrio. Kerontokan bunga dan buah biasanya disebabkan karena tingginya konsentrasi etilen dan rendahnya konsentrasi IAA dan GA pada bunga dan buah itu sendiri (Aneja & Gianfagna 1999). Tingkat kerontokan buah yang tinggi merupakan salah satu kendala peningkatan produksi yang umum terjadi pada tanaman buah-buahan. Quintana et al. (1984) menyatakan bahwa tingkat kerontokan buah mangga yang tinggi terjadi pada minggu pertama setelah fruitset. Kerontokan terus berlangsung sampai

44 minggu ke tujuh, walaupun tingkat kerontokannya rendah. Jumlah buah yang rontok mencapai 9% dari jumlah buah terbentuk. Tingkat kerontokan buah lecy mencapai 9-95% dari bunga betina yang berkembang menjadi buah muda (Stern et al. 1995). Informasi mengenai pola kerontokan buah diperlukan untuk menentukan saat paling tepat untuk memberikan perlakuan tertentu, sehingga jumlah buah yang rontok dapat dikurangi. Pola kerontokan buah dikaitkan dengan perubahan kandungan hormon endogen diperlukan dalam usaha mengurangi kerontokan buah melalui pemberian zat pengatur tumbuh. Peningkatan produksi buah-buahan dengan cara mengurangi kerontokan bunga dan buah dengan aplikasi zat pengatur tumbuh perlu memperhatikan jenis ZPT, konsentrasi dan waktu penyemprotan. Jenis zat pengatur tumbuh, konsentrasi dan waktu pemberiannya menentukan efektifitas dalam mengurangi kerontokan buah. Penyemprotan auksin sintetis pada bunga mangga Carabao saat bunga mekar dan diulangi setelah tiga minggu dan enam minggu dapat mencegah kerontokan buah (Quintana et al. 1984). Korelasi antara Kandungan Gula Total Daun dan IAA Buah dengan Kerontokan Bunga dan Buah Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kerontokan bunga dan buah pada tanaman kontrol sangat tinggi (85.8% dan 81.9%). Tingginya tingkat kerontokan pada kontrol kemungkinan disebabkan rendahnya kandungan IAA dan GA pada tanaman. Hal ini terbukti dengan pemberian 2,4-D dan GA 3 secara tunggal maupun kombinasi dapat mengurangi kerontokan bunga dan buah (Gambar 3, 4, 5, dan 6). Kerontokan bunga dan buah dipengaruhi oleh perubahan kandungan hormon endogen. Sexton (1995) menyatakan bahwa kandungan auksin yang rendah dan etilen yang tinggi meningkatkan kepekaan zona absisi pada etilen. Proses kerontokan bunga dan buah disebabkan oleh rendahnya auksin dan tingginya etilen pada bunga dan buah itu sendiri. Namun pada penelitian ini hormon etilen yang terkait langsung dalam proses kerontokan tidak diamati. Perlakuan secara kombinasi GA 3 dan 2,4-D menyebabkan adanya respon fisiologi pada tumbuhan. Pada penelitian ini respon fisiologi yang diamati adalah kandungan gula total daun dan IAA buah. Perubahan kandungan gula total daun

45 sebagai respon terhadap aplikasi GA 3 dan 2,4-D berpengaruh nyata terhadap persentase kerontokan bunga dan buah (Tabel Lampiran 9). Hasil analisis korelasi menunjukkan adanya korelasi negatif nyata antara kandungan gula total daun dengan persentase kerontokan bunga (r = -.957) dan persentase kerontokan buah (r = -.952). Peningkatan kandungan gula total pada daun menyebabkan penurunan persentase kerontokan bunga dan buah (Gambar 29 dan 3). Akibatnya terjadi peningkatan jumlah dan bobot buah seiring dengan peningkatan kandungan gula total daun. %Kerontokan Bunga 9 85 8 75 7 65 6 55 5 45 4 y = -9.5114x + 156.7 R 2 =.9852 7 8 9 1 11 12 Kandungan gula total daun (mg/g sampel kering) Gambar 29 Hubungan antara kandungan gula total daun dengan persentase kerontokan bunga %Kerontokan buah 9 85 8 75 7 65 6 55 5 45 4 y = -5.761x + 125.31 R 2 =.951 7 8 9 1 11 12 13 Kandungan gula total daun (mg/g sampel kering) Gambar 3 Hubungan antara kandungan gula total daun dengan persentase kerontokan buah

46 Selain kandungan gula total daun, kandungan IAA buah juga memiliki korelasi dengan kerontokan bunga dan buah. Yang membedakan kedua korelasi tersebut adalah bentuk korelasinya. Hubungan kandungan IAA buah dengan persentase kerontokan buah bersifat kuadratik dengan minimum persentase kerontokan buah (52%) pada kandungan IAA buah 17 ppm (Gambar 31). %Kerontokan Buah 85 8 75 7 65 6 55 5 45 4 y =.42x 2-1.4319x + 174.9 R 2 =.9728 8 1 12 14 16 18 2 22 24 Kandungan IAA Buah (ppm) Gambar 31 Hubungan antara kandungan IAA buah dengan persentase kerontokan buah Kandungan IAA buah yang rendah menyebabkan persentase kerontokan buah meningkat. Hal ini disebabkan rendahnya auksin yang menyebabkan zona absisi peka terhadap etilen dan akibatnya akan menimbulkan kerontokan buah. Pada konsentrasi auksin yang lebih tinggi dari titik optimum juga menyebabkan meningkatnya persentase kerontokan buah. Hal ini diduga konsentrasi auksin yang berlebih menginduksi sintesis etilen. Etilen merupakan hormon yang merangsang proses kerontokan (Mc Keon et al. 1995).