BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori Dasar (Grand Theory) atas Kinerja Perusahaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. panjang diantara berbagai alternatif lainnya bagi perusahaan, termasuk di dalamnya

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan dan struktur permodalan yang lemah dan sebagainya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaat diantaranya dividen dan capital gain. Dividend merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki perekonomian Indonesia. Tingginya laju inflasi yang terus

BAB 2. Tinjauan Teoritis dan Perumusan Hipotesis

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi. Pengukuran ini perlu diketahui pihak yang berkepentingan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara bahkan dunia. dana tersebut ke masyarakat serta memberi jasa-jasa bank lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan kegiatan operasionalnya akan membutuhkan struktur. modal yang kuat untuk meningkatkan laba agar tetap mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. saham akan bereaksi negatif bila terjadi kemelut dalam negeri seperti kerusuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang ekonomi secara global ini, menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara dikarenakan pasar modal menjalankan fungsi ekonomi sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. memiliki banyak kebutuhan, terutama yang berkaitan dengan dana. Dana

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dan menawarkan sahamnya di masyarakat/publik (go public). Perusahan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha di Indonesia yang semakin ketat saat ini mendorong banyak

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan berfungsi sebagai perantara (financial intermediary) antara

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana. Fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan perekonomian negara Indonesia tidak lepas dari. pengaruh peran perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan yang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Rahim dan Irpa, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkembangnya suatu perusahaan tergantung pada kinerja keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun belakangan ini, pelaku bisnis di Indonesia seakan

I. PENDAHULUAN. Investasi di pasar modal merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh oleh

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pasar modal adalah salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saham juga berarti sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sebuah lembaga yang mampu menjalankan fungsi pelantara (financial

ANALIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL FUNDAMENTAL YANG MEMPENGARUHI HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi perekonomian yang semakin terbuka. Sejalan dengan itu, maka perusahaan

KEMAMPUAN RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT : INFLASI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari perusahaan go public semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pergerakan harga saham industri farmasi di Bursa Efek Indonesia mulai

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Pesatnya perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. alternatif bagi perusahaan (Lubis, 2006). Dari sudut pandang ekonomi, pasar modal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Suatu perusahaan diharapkan dapat terus berkembang. Sementara pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. satunya dengan berinvestasi pada pasar modal. Kegiatan investasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100)


BAB I PENDAHULUAN. (subprime mortgage crisis) telah menimbulkan dampak yang signifikan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investor untuk menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. kali perusahaan tidak bisa memenuhi kebutuhan bisnisnya hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. biasanya ditandai dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan masyarakat. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan tempat dimana para investor melakukan transaksi

BAB I PENDAHULUAN. baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyaknya sektor yang tergantung

BAB 1 PENDAHULUAN. pengambilan keputusan investasi di pasar modal juga semakin kuat.

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan dana. Agar para investor mau menanamkan dananya maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Sharpe et al (dalam, Setiyono 2016) pengumuman informasi

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan sektor properti dan real estate juga mengalami kenaikan sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersama-sama guna mengetahui hubungan diantara pos-pos tertentu baik dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. yang melakukan ekspansi usaha. Untuk tujuan tersebut, maka perusahaan. merger, atau menerbitkan saham di pasar modal.

BAB I PENDAHULUAN. indonesia. Kondisi pertumbuhan ekonomi yang melambat, diproyeksikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggraini Pudji Lestari (2010) dengan topik Pengaruh rasio Likuiditas, Kualitas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan suatu negara memerlukan dana investasi dalam jumlah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan funding (Kasmir, 2008:

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. permintaan dan penawaran atas instrumen keuangan jangka panjang yang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kalah baik dari pelaku usaha pendahulunya. Hal ini mendorong para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis

I. PENDAHULUAN. keuntungan di masa yang akan datang. Hal ini juga di dukung dengan jenis

BAB I PENDAHULUAN. dan berarti perusahaan telah melakukan financial leverage. Semakin besar utang

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kinerja (performance) dapat

BAB I PENDAHULUAN. modal dan industri-industri sekuritas yang ada pada suatu negara tersebut. Peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular.

BAB I PENDAHULUAN. investor/pemilik modal. Media yang digunakan perusahaan dalam menjual

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh investor untuk

BAB I PENDAHULUAN. dapat mereka peroleh dengan melakukan penerbitan saham kepada masyarakat luas yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tercatat sahamnya oleh BEI yaitu, industri real estate and property. Investasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengukur likuiditas atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Bagi pihak emiten, pasar modal merupakan salah satu sarana

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1989 menjadi 288 emiten pada tahun 1999 (Susilo dalam. di Bursa Efek Indonesia mencapai 442 emiten (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama investor dalam menanamkan modalnya di sebuah perusahaan yaitu

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi tahun 1997 yang kemudian berkembang menjadi krisis multi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat (investor) yang kemudian disalurkan kepada sektor-sektor yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pembiayaan atau dana dengan cara penjualan saham. Pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi perekonomian yang sedang recovery ini masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpengaruh pada seluruh aspek di dalamnya. Dapat dikatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, baik sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Horne dan Wachowicz (1997:135), rasio likuiditas membandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peranan lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber

Transkripsi:

34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Dasar (Grand Theory) atas Kinerja Perusahaan Setiap pihak yang memiliki hubungan dengan perusahaan sangat berkepentingan dengan kinerja perusahaan. Pentingnya pengukuran kinerja perusahaan dapat dijelaskan dengan dua teori yaitu teori keagenan (agency theory) dan teori pensignalan (signalling theory). Pada teori keagenan dijelaskan bahwa pada sebuah perusahaan terdapat dua pihak yang saling berinteraksi. Pihak-pihak tersebut adalah pemilik perusahaan (pemegang saham) dan manajemen perusahaan. Pemegang saham disebut sebagai prinsipal, sedangkan manajemen orang yang diberi kewenangan oleh pemegang saham untuk menjalankan perusahaan yang disebut agen. Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan (agency conflict) yang disebabkan karena masing-masing pihak mempunyai kepentingan yang saling bertentangan, yaitu berusaha mencapai kemakmurannya sendiri (Jensen dan Meckling, 1976). Untuk meminimalkan konflik antara mereka, maka pemilik dan manajemen melakukan kesepakatan kontrak kerja dengan cara mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing guna mencapai utilitas yang diharapkan. Lambert (2001) 14

35 menyatakan bahwa dalam kesepakatan tersebut diharapkan dapat memaksimumkan utilitas pemilik, dan dapat memuaskan serta menjamin manajemen untuk menerima reward atas hasil pengelolaan perusahaan. Adapun manfaat yang diterima oleh kedua belah pihak didasarkan atas kinerja perusahaan. Hubungan antara pemilik dan manajemen sangat tergantung pada penilaian pemilik tentang kinerja manajemen. Untuk itu, pemilik menuntut pengembalian atas investasi yang dipercayakan untuk dikelola oleh manajemen. Oleh karenanya, manajemen harus memberikan pengembalian yang memuaskan kepada pemilik perusahaan, karena kinerja yang baik akan berpengaruh positif pada kompensasi yang diterima, dan sebaliknya kinerja yang buruk akan berpengaruh negatif. Teori kedua yang menjelaskan pentingnya pengukuran kinerja adalah teori pensignalan (signalling theory). Teori signal membahas bagaimana seharusnya signal-signal keberhasilan atau kegagalan manajemen (agen) disampaikan kepada pemilik (principal). Teori signal menjelaskan bahwa pemberian signal dilakukan oleh manajemen untuk mengurangi informasi asimetris. Menurut Sari dan Zuhrotun (2006), teori signal (signalling theory) menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan kepada pihak eksternal. Dorongan tersebut timbul karena adanya informasi asimetris antara perusahaan (manajemen) dengan pihak luar, dimana manajemen mengetahui informasi internal perusahaan yang relatif lebih banyak dan lebih cepat dibandingkan pihak luar seperti investor dan kreditor.

36 Kurangnya informasi yang diperoleh pihak luar tentang perusahaan menyebabkan pihak luar melindungi diri dengan memberikan nilai rendah untuk perusahaan tersebut. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi informasi asimetris, salah satu caranya adalah dengan memberikan signal kepada pihak luar berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya sehingga dapat mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan pada masa yang akan datang. Laporan tentang kinerja perusahaan yang baik akan meningkatkan nilai perusahaan. Pada signalling theory, adapun motivasi manajemen menyajikan informasi keuangan diharapkan dapat memberikan signal kemakmuran kepada pemilik ataupun pemegang saham. Publikasi laporan keuangan tahunan yang disajikan oleh perusahaan akan dapat memberikan signal pertumbuhan deviden maupun perkembangan harga saham perusahaan (Kusuma, 2006). Laporan keuangan yang mencerminkan kinerja baik merupakan signal atau tanda bahwa perusahaan telah beroperasi dengan baik. Signal baik akan direspon dengan baik pula oleh pihak luar, karena respon pasar sangat tergantung pada signal fundamental yang dikeluarkan perusahaan. Investor hanya akan menginvestasikan modalnya jika menilai perusahaan mampu memberikan nilai tambah atas modal yang diinvestasikan lebih besar dibandingkan jika menginvestasikan di tempat lain. Untuk itu, perhatian investor diarahkan pada kemampulabaan perusahaan yang tercermin dari laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan.

37 Hubungan baik akan terus berlanjut jika pemilik ataupun investor puas dengan kinerja manajemen, dan penerima signal juga menafsirkan signal perusahaan sebagai signal yang positif. Hal ini jelas bahwa pengukuran kinerja keuangan perusahaan merupakan hal yang krusial dalam hubungan antara manajemen dengan pemilik ataupun investor. 2.1.2. Kinerja Keuangan Perusahaan Pengukuran kinerja merupakan analisis yang digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan atas kegiatan operasional agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Penilaian kinerja keuangan merupakan suatu kegiatan penting karena berdasarkan penilaian tersebut dapat dijadikan ukuran keberhasilan suatu perusahaan selama suatu periode tertentu. Disamping itu, juga dapat dijadikan pedoman bagi perbaikan atau peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Menurut Hanafi (2003) kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas operasional perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu. Bagi investor informasi mengenai kinerja perusahaan berguna dalam pengambilan keputusan investasi. Selain itu pengukuran kinerja juga dilakukan untuk memperlihatkan kepada penanam modal atau masyarakat bahwa perusahaan memiliki kredibilitas yang baik (Munawir, 2000). Berdasarkan kinerja perusahaan, investor akan membuat keputusan untuk membeli, menahan atau menjual kembali sahamnya. Investor percaya bahwa kinerja keuangan perusahaan (emiten) berhubungan positif dengan harga dan return saham. Berinvestasi pada perusahaan dengan kinerja baik, lebih memberikan keyakinan

38 bahwa resiko investasi yang mungkin timbul menjadi semakin kecil. Semakin kecil tingkat resiko berarti tingkat kepastian akan memperoleh return saham semakin besar pula (Payamta & Hanung, 1998). Kinerja keuangan bank dapat dilihat dari laporan keuangan bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan tersebut, maka dilakukan analisis rasio keuangan untuk menilai tingkat kesehatan bank yang mencakup penilaian terhadap faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, profitabilitas, dan likuiditas, yang dikenal dengan rasio CAMEL. Kriteria untuk membentuk bank-bank sehat senantiasa diatur, diawasi, dan dinilai oleh Bank Indonesia berdasarkan rasio CAMEL (Capital, Assets, Management, Earnings, Liquidity). Penggunaan rasio Camel sebagai indikator penilaian tingkat kesehatan bank diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/ 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum di Indonesia. 2.1.2.1. Capital adequacy ratio (CAR) Peranan modal sangat penting karena selain digunakan untuk kepentingan ekspansi, modal juga digunakan sebagai buffer untuk menyerap kerugian kegiatan usaha. Dalam hal ini bank wajib memenuhi ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang berlaku untuk peningkatan modal (SE.Intern BI, 2004). Secara teknis, analisis tentang permodalan disebut juga sebagai analisis solvabilitas yang juga disebut capital adequacy analysis, yang bertujuan untuk mengetahui apakah permodalan bank yang ada telah mencukupi untuk mendukung kegiatan bank yang dilakukan secara efisien, apakah permodalan bank tersebut akan mampu untuk

39 menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan, dan apakah kekayaan bank (kekayaan pemegang saham) akan semakin besar atau semakin kecil (Muljono,1999). CAR merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam pengembangan usaha dan menampung kemungkinan resiko kerugian yang timbul dari kegiatan operasional bank. Penilaian aspek ini lebih dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana atau berapa modal bank tersebut lebih memadai untuk menunjang kebutuhannya. Menurut Muljono (1999), CAR adalah suatu rasio yang menunjukkan sampai sejauh mana kemampuan permodalan suatu bank untuk mampu menyerap resiko kegagalan kredit yang mungkin terjadi sehingga semakin tinggi angka rasio ini, maka menunjukkan bank tersebut semakin sehat begitu juga sebaliknya. Kemudian Widjanarto (2003), menyatakan bahwa posisi CAR suatu bank sangat tergantung pada: (1) Jenis aktiva serta besarnya resiko yang melekat padanya; (2) Kualitas aktiva atau tingkat kolektibilitasnya; (3) Total aktiva suatu bank, semakin besar aktiva semakin bertambah pula resikonya; (4) Kemampuan bank untuk meningkatkan pendapatan dan laba. Menurut Peraturan Bank Indonesia, CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank. Adapun rumus CAR menurut Bank Indonesia dalam Surat Edaran Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 adalah:

40 CAR = Modal AktivaTertimbangMenurut Re siko Kemudian Kasmir (2004) menyatakan bahwa CAR merupakan perbandingan antara Equity Capital dengan Total Loans dan Securities. Modal bank terdiri atas modal inti dan modal pelengkap, atau: CAR= EquityCapital TotalLoans Securities Modal inti, terdiri atas modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak dan laba yang diperoleh setelah diperhitungkan pajak. Secara rinci modal inti dapat berupa: (1) Modal disetor; (2) Agio Saham; (3) Modal sumbangan; (4) Cadangan umum; (5) Cadangan tujuan; (6) Laba ditahan; (7) Laba tahun lalu; (8) Laba tahun berjalan. Modal pelengkap, yaitu modal yang terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk tidak berasal dari laba, modal pinjaman serta pinjaman subordinasi. Yang termasuk modal pelengkap adalah: (1) Cadangan revaluasi aktiva tetap; (2) Cadangan penghapusan aktiva produktif; (3) Modal pinjaman; (4) Pinjaman Subordinasi. Total Loans merupakan jumlah kredit yang diberikan bank kepada pihak ketiga dan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa setelah dikurangi penyisihan penghapusan (Kasmir, 2004). Angka rasio CAR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah minimal 8%, jika rasio CAR sebuah bank berada dibawah 8% berarti bank tersebut tidak mampu menyerap kerugian yang mungkin timbul dari kegiatan usaha bank, kemudian jika

41 rasio CAR diatas 8% menunjukkan bahwa bank tersebut semakin solvabel. Dengan semakin meningkatnya tingkat solvabilitas bank maka secara tidak langsung akan berpengaruh pada meningkatnya kinerja bank, karena kerugian-kerugian yang ditanggung bank dapat diserap oleh modal yang dimiliki bank tersebut. Apabila CAR perusahaan perbankan cukup tinggi, menunjukkan bahwa perbankan tersebut memiliki kecukupan modal untuk pengembangan skala usaha dan peluang pembagian deviden kepada pemegang saham, sehingga berdampak pada peningkatan penilaian kinerja bank. Dan jika perusahaan perbankan telah go public, peningkatan kinerja bank tercermin melalui meningkatnya permintaan saham sehingga dapat memicu kenaikan harga saham dan pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan dan return saham,(muljono,1999). 2.1.2.2. Biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) Rasio biaya operasi terhadap pendapatan operasi (BOPO) atau yang sering disebut rasio efisiensi digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasi terhadap pendapatan operasionalnya (Siamat, 2002). Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya (seperti biaya bunga, biaya gaji, biaya pemasaran, dan biaya operasi lainnya). Pendapatan operasional merupakan pendapatan utama bank, yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan pendapatan operasional lainnya. Menurut Berger, et al (Kuncoro dan Suhardjono, 2002), bank yang dalam kegiatan usahanya tidak efisien akan mengakibatkan ketidakmampuan bersaing

42 dalam mengerahkan dana masyarakat maupun dalam menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan. Rasio BOPO termasuk dalam rasio rentabilitas bank. Rasio ini bertujuan untuk mengukur kemampuan pendapatan operasional bank dalam menutup biaya operasional bank. Rasio yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya (SE. Intern BI, 2004). Rumus BOPO menurut Bank Indonesia dalam Surat Edaran Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 adalah: TotalBebanOperasi BOPO= TotalPendapa tan Operasi Semakin kecil rasio BOPO menunjukkan semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank dalam menjalankan aktivitas usahanya sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil, dan sebaliknya semakin tinggi rasio BOPO maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Bank yang sehat rasio BOPO nya kurang dari 1, sebaliknya bank yang kurang sehat rasio BOPO nya lebih dari 1. Dengan adanya efisiensi biaya pada lembaga perbankan maka akan diperoleh tingkat keuntungan optimal. Dengan kata lain BOPO berhubungan negatif dengan kinerja bank sehingga diprediksikan juga berpengaruh negatif terhadap return saham perusahaan perbankan. 2.1.2.3. Return on equity (ROE)

43 Rasio ROE merupakan salah satu rasio rentabilitas bank, yang merupakan indikator penting bagi pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba bersih (laba setelah pajak), yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Semakin besar rasio ini maka semakin besar kenaikan laba bersih bank yang bersangkutan, yang selanjutnya akan menaikkan harga saham bank dan semakin besar pula deviden yang diterima investor (Dendawijaya, 2003). Menurut Slamet (2003), ROE sering juga disebut sebagai rentabilitas modal saham, yang dianggap sebagai ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham. ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri (modal inti). Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank (baik pemegang saham pendiri maupun pemegang saham baru) serta para investor di pasar modal yang ingin membeli saham bank yang bersangkutan (jika bank tersebut telah go public). Rumus ROE menurut Bank Indonesia dalam Surat Edaran Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 adalah: ROE = LabaSetelahPajak Rata ratamodalinti Kenaikan dalam rasio ROE berarti terjadi kenaikan dalam laba bersih bank yang bersangkutan sehingga akan menyebabkan kenaikan harga dan return saham bank, begitu pula jika terjadi sebaliknya. 2.1.2.4. Loan to deposit ratio (LDR)

44 Rasio LDR mengambarkan kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan nasabah dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Ketersediaan dana serta sumber dana bank saat ini dan masa yang akan datang merupakan pemahaman konsep likuiditas dalam indikator ini. Menurut Bank Indonesia, penilaian aspek likuiditas mencerminkan kemampuan bank untuk mengelola tingkat likuiditas yang memadai guna memenuhi kewajibannya secara tepat waktu dan untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Di samping itu bank juga harus dapat menjamin kegiatan dikelola secara efisien dalam arti bahwa bank dapat menekan biaya pengelolaan likuiditas yang tinggi serta setiap saat bank dapat melikuidasi assetnya secara cepat dengan kerugian yang minimal (SE.Intern BI, 2004). Peraturan Bank Indonesia menyatakan bahwa kemampuan likuiditas bank dapat diproksikan dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu perbandingan antara kredit dengan dana pihak ketiga (DPK). Kemudian Kasmir (2004), mengemukakan bahwa rasio LDR merupakan rasio perbandingan antara jumlah dana yang disalurkan ke masyarakat (kredit) dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. LDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini. Adapun rumus LDR menurut Bank Indonesia dalam Surat Edaran Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 sebagai berikut:

45 LDR = Kredit DanaPihakKetiga Semakin tinggi rasio LDR memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Sebaliknya, semakin rendah rasio ini semakin tinggi kemampuan likuiditas dan semakin rendah profitabilitas yang dihasilkan oleh bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar, begitu pula sebaliknya, (Siamat, 2002). Semakin besar penyaluran dana dalam bentuk kredit relatif dibandingkan dengan deposito atau simpanan masyarakat pada suatu bank, maka semakin besar resiko yang ditanggung oleh bank yang bersangkutan. Apabila kredit yang disalurkan mengalami kegagalan atau bermasalah, maka bank akan mengalami kesulitan untuk mengembalikan dana yang dititipkan oleh masyarakat, sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar pula. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain, sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito. Standar yang digunakan Bank Indonesia untuk rasio LDR adalah 80% hingga 100%. Jika rasio LDR bank berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka laba yang diperoleh bank tersebut akan meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya secara efektif). Meningkatnya rasio LDR berarti meningkat pula pendapatan bunga yang diperoleh oleh bank, yang berpengaruh pada peningkatan profitabilitas bank. Hal ini mengindikasikan terjadinya

46 pertumbuhan laba yang semakin besar, yang pada akhirnya berpengaruh pada kenaikan harga dan return saham. Begitu pula jika terjadi sebaliknya, maka akan berdampak pada penurunan harga dan return saham. 2.1.3. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan menunjukkan indikator besar kecilnya perusahaan. Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dengan total aktiva, total penjualan, dan kapitalisasi pasar. Total aktiva merupakan faktor penting dalam pembentukan laba yang dimiliki perusahaan. Ukuran perusahaan yang tercermin dari total aktiva cenderung berpengaruh negatif terhadap return saham. Hal tersebut berkaitan dengan faktor resiko dari total aktiva yang besar dari rasio hutang yang tinggi. Selain itu, ada kecendrungan perusahaan kecil memperoleh tingkat keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan besar, (Suad, 1998). Perusahaan besar yang dianggap telah mencapai tahap kedewasaan merupakan suatu gambaran bahwa perusahaan tersebut relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibandingkan perusahaan kecil. Bagi perusahaan yang stabil biasanya dapat memprediksi jumlah keuntungan di tahun-tahun mendatang karena tingkat kepastian laba sangat tinggi. Sebaliknya bagi perusahaan yang belum mapan, besar kemungkinan laba yang diperoleh juga belum stabil karena kepastian laba lebih rendah, (Indriani, 2005 dalam Naimah dan Utama, 2006). Ukuran perusahaan turut menentukan tingkat kepercayaan investor. Perusahaan yang besar akan lebih dikenal masyarakat sehingga akan lebih mudah mendapatkan informasi mengenai perusahaan tersebut. Kemudahan memperoleh

47 informasi akan meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi faktor ketidakpastian yang berarti resiko lebih kecil dan return ekspektasi lebih rendah. 2.1.4. Ekonomi Makro Saham sebagai bukti kepemilikan dari suatu badan usaha, menjadi salah satu alternatif investasi bagi para investor di samping tabungan dan investasi dalam sektor riil. Dalam melakukan investasi di pasar modal, seorang investor memerlukan informasi yang dapat dipergunakan untuk mengetahui saham perusahaan mana yang cocok untuk dimiliki agar dapat memperoleh tingkat hasil (return) yang maksimal. Investor dituntut untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi return saham. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi return saham di bursa efek adalah faktor-faktor dari dalam perusahaan (mikro) dan faktor-faktor dari luar perusahaan (makro ekonomi). Faktor- faktor dari dalam perusahaan berupa laba bersih per saham (EPS), deviden, struktur keuangan, tingkat likuiditas, dan tingkat profitabilitas. Faktor- faktor diluar perusahaan (makro) terdiri atas tingkat inflasi, tingkat suku bunga, kurs valuta asing, kebijakan pemerintah di bidang ekonomi, dan GDP. Menurut Jones (1999), apabila resesi terjadi harga saham akan terpengaruh dengan kuat selama terjadi kontraksi. Sebaliknya jika terjadi ekspansi ekonomi, harga saham juga akan terpengaruh dengan kuat selama berlangsungnya ekspansi tersebut. Jadi kondisi aktivitas perekonomian berdampak besar pada keseluruhan harga saham. Sehingga sangat penting bagi investor untuk menilai kondisi perekonomian makro dan implikasinya terhadap harga saham. Seorang analis investasi harus memahami

48 kondisi perekonomian secara makro karena hal tersebut menentukan lingkungan suatu perusahaan beroperasi. Kemampuan untuk memprediksi kondisi perekonomian secara makro niscaya dapat menghasilkan kinerja investasi yang luar biasa. Hal ini disebabkan karena perusahaan bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, melainkan berada dalam dan menjadi bagian dari sistem yang lebih luas lagi yaitu suatu negara. Oleh karena itu perusahaan tidak akan pernah lepas dari pengaruh kondisi perekonomian di tempat perusahaan itu berada, terlebih lagi bagi perusahaan yang go public yang harga sahamnya sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian suatu negara. Saat kondisi perekonomian dalam keadaan yang baik dan berkembang, maka harga saham juga akan ikut terangkat, sebaliknya apabila kondisi perekonomian suatu negara dalam keadaan krisis maka harga saham akan terkena imbas kondisi yang tidak menguntungkan ini sekalipun kinerja keuangan secara internal baik. Lebih lanjut akan dibahas pengaruh masing-masing variabel makro yang merupakan variabel bebas dalam penelitian ini terhadap return saham, yaitu inflasi, suku bunga SBI, dan kurs. 2.1.4.1. Inflasi Pada saat inflasi suatu negara tinggi, menandakan bahwa kondisi perekonomian dalam keadaan kurang baik karena akan melemahkan daya beli masyarakat. Inflasi sebagai suatu faktor yang mempengaruhi kondisi perekonomian suatu negara memiliki definisi tersendiri yang telah banyak diungkapkan oleh banyak

49 pakar ekonomi. Namun demikian secara singkat inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan harga barang secara umum dan terus-menerus. Menurut Samuelson (2001), Inflasi merupakan suatu indikator ekonomi makro yang menggambarkan kenaikan harga barang-barang dan jasa dalam suatu periode tertentu. Kemudian pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Case (1999) yang menyatakan bahwa: Inflation is an increase in the overall price level yang mengandung arti bahwa inflasi adalah kenaikan pada semua tingkat harga. Jadi kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan pada barang lainnya, sehingga dapat mempengaruhi individu, dunia usaha, dan pemerintah. Inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang suatu negara secara terus-menerus. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga, artinya tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus menerus dan saling mempengaruhi. Faktor terjadinya inflasi dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negaranegara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang ditetapkan pemerintah, dan terganggunya distribusi. Inflasi banyak terjadi di negara berkembang karena struktur ekonomi negara berkembang masih rentan terhadap goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri maupun yang berkaitan dengan hubungan luar negeri, misalnya memburuknya hutang luar negeri, dan kurs valuta asing, sehingga menimbulkan fluktuasi harga di

50 pasar domestik. Tingkat inflasi yang meningkat menunjukkan bahwa resiko investasi yang dilakukan pada semua sektor usaha cukup besar, begitu pula sebaliknya. Hal ini karena inflasi yang tinggi akan mengurangi tingkat pengembalian (rate of return) investor, begitu pula inflasi yang rendah akan menambah tingkat pengembalian investor. Wahyudi (2003), menyatakan bahwa ketika tingkat inflasi tinggi, kepercayaan masyarakat terhadap mata uang dalam negeri berkurang sehingga banyak dana dilarikan ke luar negeri yang perekonomiannya lebih stabil. Ini berarti para investor melepaskan sahamnya di dalam negeri sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan harga saham. Jika harga saham mengalami penurunan terus-menerus, maka return yang akan diperoleh investor jika berinvestasi pada saham tersebut juga akan mengalami penurunan, dan sebaliknya kian rendah tingkat inflasi maka return saham akan semakin tinggi. Selain itu apabila pada kondisi inflasi tinggi, maka harga barang-barang atau bahan baku mempunyai kecenderungan untuk meningkat. Peningkatan harga barangbarang atau bahan baku akan membuat biaya produksi menjadi tinggi, sehingga akan berpengaruh pada penurunan jumlah permintaan secara individual maupun menyeluruh. Akibatnya tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan mengalami penurunan, yang akhirnya berpengaruh pada jumlah deviden yang diberikan kepada investor akan menurun pula. Menurunnya deviden menyebabkan investor melepaskan saham tersebut karena memiliki expected return yang buruk. Hal ini akan berdampak

51 buruk terhadap kinerja perusahaan yang tercermin dengan turunnya harga saham perusahaan bersangkutan. 2.1.4.2. Suku bunga sertifikat bank Indonesia (SBI) Tingkat suku bunga yang tinggi akan mengurangi minat seseorang untuk berinvestasi di pasar modal karena hasil yang diharapkan dari investasi tersebut akan berkurang nilainya. Menurut Samuelson (2001) suku bunga adalah biaya untuk meminjam uang, yang diukur dalam Dollar pertahun untuk setiap dollar yang dipinjam. Dalam melakukan investasi di pasar modal, investor sangat memperhatikan informasi yang ada termasuk pengumuman suku bunga. Informasi mengenai suku bunga yang pertama kali diketahui investor adalah pengumuman suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, baru kemudian menyusul pengumuman suku bunga yang lain seperti suku bunga deposito, kredit, dan lain-lain. Perubahan suku bunga jangka pendek atau suku bunga SBI akan mempengaruhi keinginan investor untuk mengadakan investasi pada instrumeninstrumen seperti saham dan obligasi. SBI adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek (1-3) bulan dengan sistem diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Dengan menjual SBI maka Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar

52 berdasarkan sistem lelang. Besar kecilnya suku bunga sangat tergantung pada kondisi makro yang berkembang di Indonesia. Dalam kaitannya dengan kinerja saham tampaknya hubungan antara interest rate dengan harga saham berkebalikan, hal ini dapat dipahami karena pada saat tingkat suku bunga SBI dan deposito mengalami kenaikan, maka kebanyakan orang akan enggan untuk berinvestasi pada saham dan lebih memilih untuk menanamkan dananya pada deposito, karena selain hasilnya tinggi juga resiko yang ditanggung relatif lebih kecil. Selanjutnya Wahyudi (2003), menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga, maka investor akan cenderung menginvestasikan dananya di pasar uang dibandingkan di pasar modal, karena keuntungan yang akan diperolehnya lebih tinggi jika ia berinvestasi di pasar uang. Akibatnya harga saham di pasar modal akan turun dan hal ini akan berpengaruh pada return saham yang akan diperoleh investor juga menurun. Sebaliknya, jika tingkat suku bunga rendah maka return saham yang akan diperoleh oleh investor juga akan meningkat. Jadi perubahan suku bunga SBI bisa mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Jika suku bunga SBI meningkat maka harga saham akan turun, begitu pula sebaliknya, hal ini karena tingkat pengembalian yang diperoleh investor terkait dengan suku bunga (misal deposito) akan meningkat. Akibatnya minat investor akan berpindah dari saham ke sertifikat Bank Indonesia atau ke deposito. 2.1.4.3. Kurs (nilai tukar mata uang asing)

53 Nilai tukar mata uang atau kurs menyatakan hubungan nilai diantara satu kesatuan mata uang asing dan kesatuan mata uang dalam negeri. Kurs dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil (Samuelson, 2001). Menurut Sukirno (2004), kurs adalah perbandingan nilai mata uang suatu negara dengan mata uang negara lainnya. Selanjutnya Nopirin (2001) menjelaskan bahwa nilai tukar merupakan semacam harga dalam pertukaran tersebut. Demikian pula pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan terjadi perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan inilah yang sering disebut nilai tukar atau kurs (exchange rate). Nilai tukar berarti nilai pada tingkat dimana dua mata uang yang berbeda diperdagangkan satu sama lain. Kurs mata uang asing mengalami perubahan nilai yang terus menerus dan relatif tidak stabil. Perubahan nilai ini dapat terjadi karena adanya perubahan permintaan dan penawaran atas suatu nilai mata uang pada masingmasing pasar pertukaran valuta dari waktu ke waktu. Hal ini juga berlaku untuk kurs rupiah, jika demand akan rupiah lebih banyak daripada supply maka kurs rupiah akan terapresiasi, demikian pula sebaliknya. Apresiasi atau depresiasi akan terjadi apabila negara menganut kebijakan nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) sehingga nilai tukar akan ditentukan oleh mekanisme pasar (Yusuf, 2007). Kestabilan nilai rupiah dapat diukur dari nilai rupiah terhadap barang-barang dalam negeri dan luar negeri. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang-barang dalam negeri

54 tercermin dari tingkat inflasi, sementara kestabilan nilai rupiah luar negeri tercermin dari nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang negara lain, (Tauhid, 2002). Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing sangat mempengaruhi iklim investasi dalam negeri, terutama pasar modal. Jika terjadi depresiasi rupiah terhadap dollar akan berdampak pada perusahaan yang go public, terutama perusahaan yang menggantungkan faktor produksi terhadap bahan-bahan impor, sehingga biaya produksi meningkat. Kenaikan biaya produksi akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Bagi investor, proyeksi penurunan tingkat laba tersebut akan dipandang negatif. Hal ini akan mendorong investor untuk melakukan aksi jual terhadap sahamsaham yang dimilikinya. Apabila banyak investor yang melakukan hal tersebut, tentu akan mendorong penurunan harga dan return saham. Kondisi sosial, politik, dan keamanan juga sangat berpengaruh terhadap penguatan nilai tukar. Walaupun tingkat bunga dipertahankan tinggi, tetapi kondisi sosial, politik, dan keamanan belum stabil, maka nilai tukar masih terdepresiasi karena para investor asing tidak berani berinvestasi karena tidak adanya jaminan keamanan. Selanjutnya Junaidi (2007), menyatakan bahwa kurs dollar Amerika berpengaruh negatif terhadap return saham karena secara teoritis ketidakstabilan kurs mata uang akan mempengaruhi biaya-biaya operasi. Apabila kurs Dollar menguat dari rupiah maka biaya produksi juga akan semakin meningkat dikarenakan impor bahan baku dan peralatan. Peningkatan biaya produksi menyebabkan laba yang diperoleh oleh perusahaan semakin kecil, sehingga akan mempengaruhi pergerakan

55 harga saham, dimana harga saham juga akan ikut menurun yang diikuti dengan penurunan return saham. 2.1.5. Return Saham Investor yang melakukan investasi akan mengharapkan suatu pengembalian atas investasi yang dilakukannya, yang disebut dengan return. Pada dasarnya return yang diterima dari investasi saham terdiri atas dua jenis, yaitu keuntungan atau kerugian yang terjadi karena kenaikan atau penurunan harga saham yang dimiliki, serta pendapatan yang berasal dari komponen yang dinamakan deviden. Return merupakan tingkat pengembalian atas investasi yang diserahkan oleh investor. Menurut Wahyudi (2003), return saham adalah keuntungan yang dinikmati investor atas investasi saham yang dilakukannya. Return tersebut memiliki dua komponen yaitu current income dan capital gain. Bentuk dari current income berupa keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang bersifat periodik berupa dividen berupa beli saham. sebagai hasil kinerja fundamental perusahaan. Sedangkan capital gain keuntungan yang diterima karena selisih antara harga jual dan harga Besarnya capital gain suatu saham akan positif, bilamana harga jual dari saham yang dimiliki lebih tinggi dari harga belinya. Sedangkan return saham yang berupa deviden bukanlah hal yang mudah untuk diprediksi karena kebijakan deviden merupakan kebijakan yang sulit bagi manajemen perusahaan. Return merupakan indikator untuk meningkatkan wealth para investor, termasuk di dalamnya para pemegang saham. Ekspektasi para investor atas investasi yang dilakukannya adalah memperoleh return (tingkat pengembalian) sebesar-

56 besarnya dengan resiko serendah mungkin. Return tersebut dapat berupa capital gain ataupun deviden untuk investasi pada saham dan pendapatan bunga untuk investasi pada surat hutang (Lubis, 2008). Seterusnya menurut Jogiyanto (2000), return dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Return realisasi merupakan return yang telah terjadi yang berupa capital gain. 2. Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa yang akan datang yang berupa deviden. Pengertian return saham dalam penelitian ini sama dengan return realisasi atau capital gain, yaitu keuntungan yang diperoleh dari kenaikan harga saham. Return saham inilah yang digunakan sebagai variabel dependen dalam penelitian ini, yang diperoleh dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan deviden. Return saham yang diterima investor dinyatakan sebagai berikut (Jogiyanto, 2000): Ri = Pt Pt 1 Pt 1 Dimana: Ri = Return Saham Pt = Harga saham periode t Pt-1 = Harga saham periode t-1 Untuk menghadapi pergerakan harga di bursa saham ada dua macam pendekatan yang bisa dilakukan oleh investor, yaitu: 1. Analisis Fundamental

57 Dalam analisis fundamental, yang dijadikan dasar perkiraan harga (intrinsic value) adalah faktor-faktor fundamental seperti laporan keuangan, informasi penting lain yang sewaktu-waktu harus diumumkan perusahaan publik dan perkembangan ekonomi makro, maupun berita dalam bidang-bidang lain seperti politik, sosial, cuaca, dsb. Pihak yang dianggap menggunakan pendekatan fundamental adalah investor jangka panjang yang adakalanya perlu melaksanakan penyesuaian portfolio, yang selalu berusaha untuk memilih saham dengan kinerja terbaik. 2. Analisis Teknikal Analisis ini merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham dengan mengamati perubahan harga saham tersebut diwaktu lampau. Pemikiran yang mendasari analisis ini adalah: a. Bahwa harga saham mencerminkan informasi yang relevan. b. Bahwa informasi tersebut ditunjukkan oleh perubahan harga di waktu yang lalu yang mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan berulang. 2.1.6 Konsep Intervalling Interval merupakan suatu jarak dua nilai baik menurut satuan nilai maupun menurut waktu. Dengan menggolongkan data ke dalam interval menurut waktu maka akan dapat diamati perilaku data menurut periode atau kelompok waktu. Oleh karena itu selanjutnya dapat dilakukan suatu kajian dan penarikan kesimpulan tentang

58 bagaimana dampak dari adanya perilaku perubahan data yang terjadi menurut kelompok interval waktunya. Beberapa peneliti telah melakukan kajian dengan membagi periode pengamatan dalam interval selang waktu yang dikenal dengan metode intervalling, diantaranya adalah Di Lorio dan Fatt (2001) serta Hernendiastoro (2005). Permasalahan yang dihadapi investor adalah menentukan interval atau periode saham untuk dikuasai apakah periode 1, 3, 6 atau 12 bulan. Dari kajian penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa penelitian berdasarkan pendekatan serial waktu dengan membagi dalam interval selang waktu merupakan penelitian yang dibutuhkan bagi investor. Metode intervalling dipandang mampu mengamati beberapa kejadian atau event yang terjadi dalam satu periode pengamatan. Intervalling dapat membedakan pengamatan dalam interval yang rinci berdasarkan perubahan-perubahan menurut interval harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan. Digunakan metode intervalling karena perkembangan return saham tidak stabil dalam periode pengamatan. Untuk mengetahui bagaimana konsistensi perubahan return saham maka pada penelitian ini digunakan metode intervalling dengan jangka waktu 3 bulanan (triwulanan), 6 bulanan (semesteran), dan 12 bulanan (tahunan). Penggunaan selang waktu tersebut didasarkan pada periode publikasi laporan keuangan perusahaan. Penelitian ini difokuskan untuk melihat sejauhmana pengaruh rasio-rasio keuangan tersebut terhadap return saham, dan juga ditujukan untuk melihat bagaimana pengaruh rasio-rasio keuangan tersebut terhadap return saham yang akan

59 diperoleh di masa yang akan datang. Pengamatan menggunakan metode intervalling dengan jangka waktu 3 bulanan (triwulanan), 6 bulanan (semesteran), dan 12 bulanan (tahunan) untuk melihat pengaruh variabel bebas (CAR, BOPO, ROE, LDR, Total Aktiva, Inflasi, SBI, dan Kurs) terhadap return saham perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Digunakan metode intervalling karena perkembangan return saham tidak stabil selama periode pengamatan. 2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Hasil dari beberapa peneliti sebelumnya akan digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan dalam penelitian ini yang berkaitan dengan return saham. Berikut ini penelitian terdahulu yang dikemukakan sebagai berikut: Suardana (2005), melakukan penelitian tentang Pengaruh Rasio Camel terhadap Return Saham. Variabel yang digunakan adalah return saham, return on assets (ROA), capital adequacy ratio (CAR), return on risked assets (RORA), biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), earning per share (EPS), dan loan to deposit ratio (LDR). Periode penelitian dilakukan tahun 2003 s/d 2005, sampel yang digunakan sebanyak 13 bank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio-rasio keuangan CAMEL secara simultan berpengaruh positif terhadap return saham. Sedangkan secara parsial hanya rasio capital adequacy ratio (CAR) yang berpengaruh positif terhadap return saham. Di Lorio dan Fatt (2001) melakukan penelitian mengenai pengaruh kurs (US$ terhadap AUS$, Yen terhadap AUS$) terhadap return saham dengan menggunakan

60 periode pengamatan berdasarkan periode harian (1, 2, 5, 20, dan 50 hari) dan periode bulanan (1, 2, 6, 12, 24, 36, dan 48 bulan). Adapun hasil penelitian disimpulkan bahwa perubahan kurs pada pasar modal Australia hanya berpengaruh pada return dengan interval jangka panjang. Hernendiastoro (2005), melakukan penelitian tentang Pengaruh Kinerja Perusahaan dan Kondisi Ekonomi Terhadap Return Saham dengan Metode Intervalling (Studi Kasus Pada Saham LQ 45). Variabel yang digunakan adalah Return Saham, current ratio (CR), debt to equity ratio (DER), return on assets (ROA), price earning ratio (PER), inflasi, suku bunga dan kurs. Penelitian dilakukan tahun 2001 s/d 2003 dengan menggunakan sampel penelitian sebanyak 20 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada interval 3 dan 6 bulanan variabel return on assets (ROA), dan suku bunga berpengaruh terhadap return saham, tetapi pada interval 12 bulanan hanya suku bunga yang berpengaruh terhadap return saham. Sedangkan untuk interval 3, 6, dan 12 bulanan variabel current ratio (CR), debt to equity ratio (DER), price earning ratio (PER), inflasi, dan kurs tidak berpengaruh terhadap return saham. Triayuningsih (2003), melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan dan Faktor Ekonomi Makro terhadap Return Saham Perusahaan Industri Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Adapun penelitian ini dilakukan untuk tahun 1999 s/d 2001, dengan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 19 perusahaan. Variabel penelitian yang digunakan adalah return saham, earning per share (EPS), price to book value (PBV), debt to equity ratio (DER), total aktiva,

61 inflasi, suku bunga, dan kurs. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel earning per share (EPS), price to book value (PBV), total aktiva, suku bunga, dan kurs berpengaruh simultan secara signifikan terhadap return saham. Sedangkan variabel debt to equity ratio (DER), dan inflasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap return saham. Prihantini (2009) melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, ROA, DER dan CR terhadap Return Saham (Studi Kasus Saham Industri Real Estate and Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2003 s/d 2006. Variabel yang digunakan adalah Inflasi, Nilai tukar, ROA, DER dan CR. Penelitian dilakukan tahun 2003 s/d 2006 dengan menggunakan sampel penelitian sebanyak 23 perusahaan Real Estate and Property. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel inflasi, nilai tukar, dan DER berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. Sedangkan variabel ROA dan CR berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham pada industri Real Estate and Property. Berikut ringkasan hasil dari beberapa penelitian terdahulu yang disajikan pada Tabel 2.1:

62 Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu Nama peneliti 1.Ketut Ali Suardana (2005) 2.Di Lorio dan Fatt (2001) 3.Andre Hernendia storo (2005) 4. Retno Triayunings ih (2003) 5.Ratna Prihantini (2009) Topik Pengaruh Rasio Camel Terhadap Return Saham The Effect of Intervalling On The Foreign Exchange Exposure of Australian Stock Return Pengaruh Kinerja Perusahaan dan Kondisi Ekonomi Terhadap Return Saham dengan Metode Intervalling (Studi Kasus Pada Saham LQ 45) Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan dan Faktor Ekonomi Makro terhadap Return Saham Perusahaan Industri Manufaktur di BEJ Periode 1999-2001 Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, ROA, DER, dan CR terhadap Return Saham (Studi Kasus pada Industri Real Estate and Property yang Terdaftar di BEI Periode 2003-2006) Variabel digunakan 1. Return saham 2. ROA 3. CAR 4. RORA 5. BOPO 6. EPS 7. LDR 1. Return Saham 2. US$ terhadap AU$ 3. Yen terhadap AU$ 1. Return Saham 2. CR 3. DER 4. ROA 5. PER 6. Inflasi 7. Suku bunga 8. Kurs 1. Return Saham 2. EPS 3. PBV 4. DER 5. Total Aktiva 6. Inflasi 7. Suku Bunga 8. Kurs 1. Return Saham 2. Inflasi 3. Nilai Tukar 4. ROA 5. DER 6. CR Hasil Penelitian 1. Rasio-rasio keuangan Camel secara simultan berpengaruh positif terhadap return saham. 2. Secara parsial hanya rasio CAR yang berpengaruh positif terhadap return saham.. Kurs berpengaruh terhadap return saham pada interval jangka panjang 1. Variabel CR, DER, PER, Inflasi, dan Kurs tidak berpengaruh terhadap return saham untuk interval 3 dan 6 bulanan. 2. Variabel CR, DER, ROA, PER, Inflasi, dan Kurs tidak berpengaruh terhadap return saham untuk interval 12 bulanan. Variabel ROA dan suku bunga berpengaruh terhadap return saham utk interval 3 dan 6 bulanan 1. Variabel EPS, PBV, Total aktiva, Suku bunga, dan Kurs berpengaruh simultan secara signifikan terhadap return saham. 2. Variabel DER dan Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. 1. Variabel inflasi, nilai tukar dan DER berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. 2. Variabel ROA dan CR berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.