PENGUJIAN PENDAHULUAN GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA MIFTAHUR RIZQI AKBAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan.

PENGUJIAN DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI SAWAH (Oryza sativa) HASIL KULTUR ANTERA NIDA KHAFIYA

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

UJI DAYA HASIL LANJUT 30 GALUR HARAPAN PADI (Oryza sativa L.) TIPE BARU (PTB) DEDE TIARA A

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL

TINJAUAN PUSTAKA. subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae,

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

II. Tinjauan Pustaka. dikonsumsi oleh setengah dari penduduk yang ada di bumi ini. Menurut Chevalier

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

STUDI TINGGI PEMOTONGAN PANEN TANAMAN UTAMA TERHADAP PRODUKSI RATUN. The Study of Cutting Height on Main Crop to Rice Ratoon Production

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

UJI DAYA HASIL GALUR DIHAPLOID PADI SAWAH (Oryza sativa L.) MELA WAHYUNI A

UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI BERAS MERAH DAN HITAM HASIL KULTUR ANTERA

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Morfologi Tanaman Padi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

UJI DAYA HASIL 10 GALUR PADI (Oryza sativa L.) TIPE BARU DENGAN 2 VARIETAS PEMBANDING DI CIANJUR RENDRA PRATAMA YUSUF

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Batang padi berbentuk bulat, berongga, dan beruas-ruas. Antar ruas

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Padi. tunggang yaitu akar lembaga yang tumbuh terus menjadi akar pokok yang

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Sumber : Nurman S.P. (

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

TINJUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. MATERI DAN METODE. Genetika) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan

III. BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Uji Daya Hasil Lanjutan Galur-Galur Dihaploid Padi Sawah Hasil Kultur Antera

IDENTIFIKASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL PADI GOGO DI ACEH BESAR. The Identification Some Upland Rice Superior Varieties in Aceh Besar

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

POTENSI PRODUKSI GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU IPB PADA SISTEM BUDI DAYA LEGOWO OLEH YUSUP KUSUMAWARDANA A

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

Transkripsi:

PENGUJIAN PENDAHULUAN GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA MIFTAHUR RIZQI AKBAR DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Pendahuluan Galur-galur Dihaploid Padi Gogo Hasil Kultur Antera adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2015 Miftahur Rizqi Akbar NIM A24110026 * Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada kerja sama yang terkait.

ABSTRAK MIFTAHUR RIZQI AKBAR. Pengujian Pendahuluan Galur-galur Dihaploid Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Dibimbing oleh BAMBANG S PURWOKO Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan karakter agronomis dan potensi hasil galur harapan padi gogo kultur antera dan mendapatkan galur padi gogo berdaya hasil tinggi. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru, Babakan, Dramaga, Bogor pada bulan Desember 2014 - April 2015. Penelitian ini menggunakan 18 galur dihaploid dan tiga varietas pembanding yaitu Limboto, Inpari 13, dan Situ Bagendit. Penelitian menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 3 ulangan. Terdapat 63 unit percobaan dengan ukuran masing-masing 0.6 x 3 m. Produktivitas tertinggi dimiliki oleh galur HR-1-12-1-1 yaitu sebesar 3.0 ton/ha lebih tinggi dari pembanding Inpari 13 (1.9 ton/ha) dan Situ Bagendit (2.0 ton/ha). Galur HR-1-12-1-1, HR-1-32-1-1, HR-2-21-2-1, HR-2-27-2-7, HR-2-34-1-3, HR- 5-9-1-1, dan HR-5-13-2-2 merupakan galur yang terseleksi karena memiliki potensi hasil yang sama dengan pembanding Limboto. Galur-galur tersebut memiliki keragaan karakter agronomi sebagai berikut yaitu, tinggi tanaman generatif berkisar antara 76.4-102.8 cm, jumlah anakan produktif berkisar antara 12.8-22.4 batang, umur panen berkisar antara 110.0-119.0 HST, jumlah gabah per malai berkisar antara 123.5-193.0 butir, bobot 1 000 butir berkisar antara 19.9-26.5 g, dan produktivitas berkisar antara 2.4-3.0 ton/ha. Kata kunci: dihaploid, kultur antera, padi gogo, potensi hasil tinggi ABSTRACT MIFTAHUR RIZQI AKBAR. Preliminary Trial of Dihaploid Lines Upland Rice Obtained from Anther Culture. Under supervised of BAMBANG S PURWOKO. The objectives of this research were to obtain information the agronomy characters and yield potential of upland rice lines obtained from anther culture. An experiment was conducted at Sawah Baru Experiment Station, Babakan, Dramaga, Bogor in December 2014 - April 2015. Eighteen dihaploid lines and three check varieties namely Limboto, Inpari 13, and Situ Bagendit were evaluated. The research was arranged in completely randomized block design (RCBD) with three replications. There were 63 experiment of units with the size of each unit 0.6 x 3 m. The highest productivity was achieved by HR-1-12-1-1 (3.0 ton/ha) higher than Inpari 13 (1.9 ton/ha) dan Situ Bagendit (2.0 ton/ha). HR- 1-12-1-1, HR-1-32-1-1, HR-2-21-2-1, HR-2-27-2-7, HR-2-34-1-3, HR-5-9-1-1, and HR-5-13-2-2 had the same potential productivity with Limboto. This lines had the agronomy characters : height of plant (76.4-102.8 cm), the number of productive tiller (12.8-22.4), age of harvest ( 110-119 DAP), the number of grains/panicle (123.5 195.0 grains), weight of 1 000 grains (19.9-26.5 g), and productivity (2.4-3.0 ton/ha). Key words: dihaploid, anther culture, upland rice, high yield potential

PENGUJIAN PENDAHULUAN GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA MIFTAHUR RIZQI AKBAR Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Judul Skripsi : Pengujian Pendahuluan Galur-galur Dihaploid Padi Gogo Hasil Kultur Antera Nama : Miftahur Rizqi Akbar NIM : A24110026 Disetujui oleh Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr Ketua Departemen Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan pada bulan Desember 2014 hingga April 2015 ini adalah Pengujian Pendahuluan Galur-galur Dihaploid Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan penelitian, yaitu: 1. Prof Dr Ir Bambang S Purwoko MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan dukungan selama penelitian dan penulisan skripsi. 2. Bapak Adang dan para teknisi lapangan yang banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. 3. Bapak Sunarto dan Ibu Sufiyah, orang tua penulis yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan serta kasih sayang. 4. Staf pengajar dan staf Komisi Pendidikan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 5. Teman-teman yang telah membantu dalam penelitian yaitu Iqbal, Rizki Amalia, Anjal, Widya, Faisal, Anggi, Nida, Fadhila, Evans, Ari, Fahmi, Addin, Hazzi, Momo, Jarah, dan teman AGH 48 yang memberikan dukungannya. Semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat terhadap kemajuan pertanian Indonesia Bogor, Juli 2015 Miftahur Rizqi Akbar

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Botani dan Morfologi Padi 2 Varietas Padi 4 Pemanfaatan Teknologi Kultur Antera 4 Uji Daya Hasil 5 METODE PENELITIAN 6 Lokasi dan Waktu Penelitian 6 Bahan dan Alat Penelitian 6 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 6 Prosedur Percobaan 7 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Kondisi Umum Penelitian 8 Keragaan Karakter Agronomi Galur Dihaploid 9 SIMPULAN DAN SARAN 20 Simpulan 20 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 23 RIWAYAT HIDUP 27

DAFTAR TABEL 1 Hasil analisis ragam pengaruh genotipe terhadap karakter galur-galur dihaploid 10 2 Rataan tinggi tanaman pada fase vegetatif dan generatif galur dihaploid dengan varietas pembanding 10 3 Rataan jumlah anakan pada fase vegetatif dan produktif galur dihaploid dengan varietas pembanding 12 4 Rataan umur berbunga dan umur panen galur dihaploid dengan varietas pembanding 13 5 Rataan panjang daun bendera dan sudut daun bendera galur dihaploid dengan varietas pembanding 14 6 Rataan panjang malai dan kepadatan malai galur dihaploid dengan varietas pembanding 15 7 Rataan jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total per malai, persentase gabah bernas, dan persentase galur dihaploid dengan varietas pembanding 16 8 Rataan bobot 1 000 butir, bobot per rumpun, dan produktivitas per ha galur dihaploid dengan varietas pembanding 18 9 Rekapitulasi galur-galur berkarakter unggul dengan varietas pembanding 19 DAFTAR LAMPIRAN 1 Daftar galur-galur dihaploid yang digunakan dalam penelitian 23 2 Deskripsi varietas Limboto 24 3 Deskripsi varietas Inpari 13 25 4 Deskripsi varietas Situ Bagendit 26

PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oryza sativa) memiliki peranan yang sangat penting untuk menunjang ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini terlihat dari kebutuhan beras yang terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang terus bertambah. Penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 237.6 juta jiwa dengan laju penambahan penduduk sekitar 1.49 % setiap tahunnya (BPS 2010). Konsumsi beras masyarakat Indonesia 137 kg/kapita/tahun dengan kebutuhan beras total nasional per tahun sebesar 31.31 juta ton (Puslitbangtan 2007). Kebutuhan beras yang tinggi menuntut adanya usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Padi gogo adalah tanaman yang dapat dibudidayakan di lahan kering. Budidaya padi gogo yang dilakukan saat ini belum optimal. Produktivitas padi gogo yang ada saat ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas padi sawah. Produktivitas padi gogo tahun 2012 adalah 3.32 ton/ha dan tahun 2013 sebesar 3.34 ton/ha, sedangkan produktivitas padi sawah pada tahun 2012 sebesar 5.30 ton/ha dan 5.32 ton/ha pada tahun 2013. Produksi padi gogo pada tahun 2012 sebesar 3.87 juta ton dan 3.88 juta ton pada tahun 2013, sedangkan produksi padi nasional pada tahun 2012 sebesar 69.06 juta ton dan 71.29 juta ton. Padi gogo hanya memberikan kontribusi sebesar 5.2% terhadap produksi padi nasional (Kementan 2014). Pengembangan padi gogo merupakan upaya yang dapat dijadikan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan beras nasional. Penggunaan varietas unggul berperan penting dalam peningkatan produksi padi. Varietas yang telah dihasilkan, ialah : Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Inpago 7, Inpago 8, Inpago 9, Inpago 10, dan Inpago Lipigo 4 (BB Padi 2014). Pegembangan varietas baru tetap diperlukan untuk menjawab tantangan yang selalu berubah. Perakitan padi gogo sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dapat dilakukan dengan membentuk varietas padi gogo tipe baru. Karakteristiknya antara lain tinggi tanaman 100-120 cm, jumlah anakan produktif 8-15 batang, jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir, pengisian gabah baik (>75 %), tanaman tegak tidak rebah, daun berwarna hijau tua, dan perakaran dalam (Safitri 2010). Pemuliaan konvensional memerlukan waktu 7-10 tahun untuk menghasilkan suatu varietas unggul karena harus melakukan prosedur penelitian secara sistematik. Penggunaan teknik kultur antera dapat mempercepat perolehan tanaman homozigos. Keuntungan dalam penggunaan kultur antera adalah meningkatkan efisiensi proses seleksi, menghemat biaya, waktu, dan tenaga kerja (Dewi dan Purwoko 2001). Penelitian tentang kultur antera telah dilakukan antara beberapa persilangan padi lokal Pulau Buru dengan galur padi tipe baru sebagai tetuanya. Kombinasi dari delapan persilangan dan empat tetua yang dikulturkan diperoleh 161 tanaman dihaploid. Galur galur dihaploid yang dihasilkan perlu dievaluasi lebih lanjut baik karakter agronomi maupun ketahanannya terhadap hama dan penyakit (Safitri et al. 2010). Pengujian daya hasil dari sepuluh galur harapan padi gogo turunan padi

2 lokal Pulau Buru hasil kultur antera menghasilkan empat galur dengan potensi hasil terbaik yaitu Fat-4-1-1-1 (4.77 ton/ha), FM1R-1-3-1 (4.54 ton/ha), FG1R- 36-1-1 (3.90 ton/ha), dan FG1-6-1-2 (3.46 ton/ha). Galur Fat-4-1-1-1, FM1R-1-3- 1, dan FG1R-36-1-1 secara umum memiliki karakter padi gogo tipe baru yang diharapkan. Ketiga galur ini mempunyai jumlah anakan sedang-banyak (> 13 batang/rumpun), panjang malai ± 25 cm, jumlah isi 114-139 butir/malai, tinggi tanaman tergolong sedang (87-91 cm), dan rata-rata bobot gabah 1 000 butir mencapai 27-28 g (Diptaningsari 2013). Penelitian yang dilakukan Sulaeman et al. (2013) menunjukkan bahwa pengujian terhadap 10 galur dihaploid padi gogo hasil kultur antera mendapatkan hasil yang tinggi yaitu pada galur IW-67 (4.4 ton/ha) dan WI-44 (4.7 ton/ha). Penelitian Putri (2013) melalui teknik kultur antera telah menghasilkan 73 tanaman dihaploid generasi pertama bersifat homozigos hasil seleksi di rumah kaca, yang terdiri atas 15 tanaman dihaploid hasil persilangan IR85640-114-2-1-3 x I5-10-1-1, 11 tanaman dihaploid hasil persilangan Bio-R81 x I5-10-1-1, 21 tanaman dihaploid hasil persilangan Bio-R81 x O18b-1 dan 26 tanaman dihaploid hasil persilangan Bio-R82-2 x O18b-1. Tetua galur-galur tersebut ialah padi gogo dengan padi sawah. Galur-galur yang dihasilkan perlu pengujian pendahuluan untuk mendapatkan galur dengan karakter unggul. Galur-galur padi gogo hasil kultur antera memiliki keragaman yang besar. Dari keragaman tersebut dapat diseleksi galur yang memiliki daya hasil tinggi. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan karakter agronomis dan potensi hasil galur harapan padi gogo hasil kultur antera dan mendapatkan galur padi gogo berdaya hasil tinggi. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomis di antara galur-galur dihaploid padi gogo hasil kultur antera 2. Terdapat galur dihaploid padi gogo yang berdaya hasil tinggi TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Tanaman padi termasuk ke dalam genus Oryza, famili Poaceae, ordo Poales, kelas Monocotyledonae, subdivisi Angiospermae, divisi Spermathophyta. Genus Oryza terdiri atas 23 spesies antara lain Oryza sativa, Oryza glaberrima, Oryza rufipogon, Oryza breviligulata, Oryza barthii, Oryza meyeriana, dan Oryza ridleyi. Spesies Oryza sativa dibudidayakan di daerah tropik, daerah sub tropik dan temperate; sedangkan Oryza glaberrima dibudidayakan di wilayah Afrika. Oryza sativa dibudidayakan secara luas di dunia, bila dibandingkan dengan spesies Oryza glaberrima. Spesies Oryza sativa sendiri terdiri atas 3 kelompok

3 subspesies yaitu Indica, Japonica (Temperate Japonica), dan Javanica (Tropical Japonica). Subspesies Indica dominan di Sri Lanka, Cina Selatan dan Tengah, India, Pakistan, Jawa, Filipina, Taiwan dan negara-negara tropis lainnya. Subspesies Japonica banyak ditanam di Cina Utara dan Timur, Jepang dan Korea. Subspesies Javanica terdapat di Indonesia yang merupakan padi bulu, sedangkan subspecies Indica di Indonesia disebut sebagai padi cere (Matsuo dan Hoshikawa 1993). Padi merupakan tanaman dengan sistem perakaran serabut. Akar seminal muncul dari benih diikuti oleh akar adventif. Akar seminal dan akar adventif disebut sebagai akar primer. Akar-akar primer akan digantikan dengan akar sekunder yang tumbuh dari buku terbawah batang. Akar ini akan menunjang pertumbuhan tanaman padi (Matsuo dan Hoshikawa 1993). Batang padi berbentuk lonjong, berongga, dan beruas-ruas. Antar ruas dibatasi oleh buku-buku. Daun dan tunas tumbuh pada buku. Ruas-ruas akan memanjang ketika memasuki fase reproduktif. Batang padi berfungsi sebagai penopang tanaman, penyalur senyawa-senyawa kimia dan air pada tanaman, dan sebagai tempat penyimpan cadangan makanan. Batang harus kokoh agar tanaman tidak mudah rebah yang berdampak pada penurunan daya hasil (Makarim dan Suhartatik 2009). Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselangseling, satu daun pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas helai daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga daun (auricle), dan lidah daun. Daun teratas disebut daun bendera yang posisi dan ukurannya tampak berbeda dari daun lain. Satu daun pada awal-awal fase tumbuh memerlukan waktu 4-5 hari untuk tumbuh secara penuh, sedangkan fase tumbuh selanjutnya memerlukan waktu 8-9 hari. Jumlah daun pada tiap tanaman bergantung pada varietas. Varietas-varietas baru di daerah tropika memiliki 14-18 daun pada batang utama (Makarim dan Suhartatik 2009). Bagian generatif tanaman padi terdiri atas malai dan bulir padi. Tiap unit bunga pada malai dinamakan spikelet yang pada hakikatnya adalah bunga yang terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik, dan benang sari serta beberapa organ lainnya yang bersifat inferior. Tiap unit bunga pada malai terletak pada cabang-cabang bulir yang terdiri atas cabang primer dan sekunder. Tiap unit bunga padi pada hakikatnya adalah floret yang hanya terdiri atas satu bunga. Satu floret berisi satu bunga yang terdiri atas satu organ betina (pistil) dan 6 organ jantan (stamens). Stamen memiliki dua kepala sari yang ditopang oleh tangkai sari berbentuk panjang, sedangkan pistil terdiri atas satu ovul yang menopang dua stigma melalui stile pendek. Lodikula terdapat pada pangkal bakal buah (ovary) yang berfungsi mengatur pembukaan lemma dan palea pada saat anthesis (Manurung dan Ismunadji 1988). Gabah terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam. Biji yang sehari-hari dikenal dengan nama beras pecah kulit adalah karyopsis yang terdiri atas janin (embrio) dan endosperma yang diselimuti oleh lapisan aleuron, kemudian tegmen dan lapisan terluar disebut perikarp. Bobot gabah beragam 12-44 mg pada kadar air 0%, sedangkan bobot sekam rata-rata adalah 20% bobot gabah. Benih disebut berkecambah apabila radikula telah tampak keluar menembus koleorhiza diikuti oleh munculnya koleoptil yang membungkus daun (Yoshida 1981; Makarim dan Suhartatik 2009).

4 Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase, yaitu vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordia), reproduktif (primordia sampai pembungaan), dan pematangan (pembungaan sampai gabah matang). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah, bobot, dan luas daun. Fase ini yang menyebabkan perbedaan umur. Fase reproduktif ditandai dengan : (a) memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman; (b) berkurangnya jumlah anakan; (c) munculnya daun bendera; (d) bunting; dan (e) pembungaan. Inisiasi primordia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas batang, yang terus berlanjut sampai berbunga. Lama fase reproduktif di daerah tropik umumnya 35 hari dan fase pematangan 30 hari (Makarim dan Suhartatik 2009). Varietas Padi Varietas padi yang saat ini telah dikembangkan antara lain padi inbrida unggul baru (VUB), inbrida tipe baru (PTB), dan padi hibrida. Varietas inbrida merupakan galur murni yang perbanyakan benihnya dilakukan melalui penyerbukan sendiri, dengan komposisi genetik homozigos homogen (Satoto et al. 2009). Varietas unggul baru (VUB) adalah kelompok tanaman padi yang memiliki karakteristik umur berkisar 100 135 hari setelah sebar (HSS), anakan banyak (> 20 tunas/rumpun), dan bermalai agak lebat (150 butir gabah/malai) (Satoto et al. 2008). Warda (2011) menyatakan bahwa varietas unggul baru padi gogo yang ditanam memiliki daya adaptasi baik dan memiliki produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan padi lokal yang ada di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Padi tipe baru (PTB) adalah kelompok tanaman padi yang memiliki karakteristik jumlah anakan yang lebih sedikit (8-10 anakan) namun semua produktif, malai lebat (200-250 gabah/malai) dan bernas, tinggi tanaman sedang (80-100 cm), daun tegak, tebal dan berwarna hijau tua, umur sedang (110-130 hari), perakaran dalam, serta tahan terhadap hama dan penyakit utama seperti wereng cokelat. Padi tipe baru yang dikembangkan oleh IRRI tahun 1998 merupakan gabungan sifat Indica dan Javanica. Pemanfaatan plasma nutfah dari kelompok javanica atau tropical japonica (padi bulu) dan temperate japonica serta beberapa kerabat liar (wild rice) diharapkan akan menghasilkan genotipe rekombinan turunan yang memiliki postur yang diinginkan (Abdullah et al. 2008; Syukur et al. 2012). Pemanfaatan Teknologi Kultur Antera Kultur antera merupakan salah satu teknik kultur jaringan yang dapat mempercepat perolehan tanaman homozigos dari heterozigos tanpa disukarkan oleh hubungan resesif. Mikrospora (butir sari atau pollen muda pada tahap awal perkembangan uninukleat sampai awal binukleat) yang terdapat di dalam antera dapat diinduksi secara in-vitro agar memproduksi tanaman atau planlet (Dewi dan Purwoko 2001).

5 Tanaman haploid merupakan tanaman yang mengandung jumlah kromosom sama dengan jumlah kromosom gametnya atau jumlah kromosom setengah dari jumlah kromosom somatiknya. Tanaman dihaploid memiliki dua set kromosom yang identik dengan haploidnya serta dapat membentuk sel kelamin jantan dan sel telur seperti tanaman diploid. Haploid dapat diperoleh secara alami dan diinduksi in vitro melalui proses androgenesis dengan kultur antera, kultur mikrospora, dan proses gynogenesis dengan kultur ovul. Induksi haploid melalui kultur antera merupakan metode yang paling sederhana dan mudah dilaksanakan dibandingkan dengan kultur mikrospora (Dewi dan Purwoko 2011). Tanaman dihaploid dapat diperoleh secara spontan dan diinduksi dengan pemberian kolkisin dan dipangkas atau ratooning pada tanaman haploid. Tanaman-tanaman dihaploid yang dihasilkan dari kultur antera ini bersifat homozigos penuh dan breed true karena kedua kopi genetik tanaman-tanaman tersebut identik (Dewi dan Purwoko 2001). Kultur antera dan mikrospora telah berhasil digunakan pada berbagai spesies tanaman, namun terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan induksi haploid androgenik yang menyebabkan penggunaan teknik tersebut belum merupakan hal yang rutin, khususnya ketika regenerasi tanaman diperoleh melalui lintasan embryogenesis tak langsung yaitu melalui tahap pembentukan kalus. Faktor tersebut, yaitu genotipe, status fisiologi tanaman donor, tahap perkembangan mikrospora, perlakuan sebelum eksplan dikulturkan, media kultur (media dasar, zat organik, sumber karbon, ZPT, dan pemadat), lingkungan fisik kultur, serta umur dan ukuran kalus yang dikulturkan (Dewi dan Purwoko 2011). Uji Daya Hasil Uji Daya Hasil terdiri atas Uji Daya Hasil Pendahuluan dan Uji Daya Hasil Lanjutan. Kedua bentuk pengujian tersebut bertujuan untuk menilai pengaruh faktor lingkungan yang tidak dapat dikendalikan pada respon tanaman. Pada Uji Daya Hasil Pendahuluan biasanya jumlah galur yang dimiliki masih banyak, tetapi dengan jumlah benih yang terbatas sehingga dilakukan pengujian pada satu lokasi dan satu musim. Penanaman di lapangan hanya berupa petak tunggal atau hanya beberapa baris (± 5) sepanjang 3-4 m dengan 1 biji/lubang (Syukur et al. 2012). Uji Daya Hasil Lanjutan biasanya jumlah galur sudah berkurang dengan jumlah benih yang lebih banyak dibandingkan dengan yang ada pada Uji Daya Hasil Pendahuluan, sehingga pengujian dapat dilakukan pada beberapa lokasi, satu musim atau beberapa musim, satu lokasi. Tahap selanjutnya yaitu Uji Multilokasi, di mana pelaksanaannya harus mengikuti prosedur pelepasan varietas tanaman yaitu jumlah lokasi pengujian, jumlah musim, jumlah ulangan, jumlah genotipe dan jumlah varietas pembanding (Syukur et al. 2012).

6 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru, Babakan, Dramaga, Bogor pada bulan Desember 2014 sampai dengan April 2015. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 209 m di atas permukaan laut. Curah hujan Desember 2014 berkisar 101-300 mm (BMKG 2014), bulan Januari-April 2015 berkisar 301-400 mm (BMKG 2015). Jenis tanah pada lahan penelitian adalah Latosol. Bahan dan Alat Penelitian Galur yang digunakan adalah 18 galur dihaploid generasi pertama padi gogo hasil kultur antera yang disajikan pada Lampiran 1 dan tiga varietas pembanding yaitu Limboto, Inpari 13, dan Situ Bagendit (Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4). Pupuk yang digunakan adalah Urea (200 kg/ha), SP-36 (100 kg/ha), dan KCl (100 kg/ha). Serangan hama diatasi dengan penggunaan insektisida bahan aktif fipronil 5% dengan konsentrasi aplikasi sebesar 0.2%. Serangan blas diatasi dengan aplikasi pestisida bahan aktif propikonazol 12.5% dan triziklazol 40%. Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah meteran, cangkul, kored, ember, timbangan digital, oven, dan alat tulis. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) satu faktor dengan 3 ulangan menggunakan 18 galur dihaploid padi gogo dan 3 varietas pembanding sebagai perlakuan sehingga terdapat 63 satuan percobaan. Model linier RKLT dengan banyaknya kelompok (ulangan) 3 dan banyaknya perlakuan 21 adalah: Yij = μ+ τi + βj + εij Dimana i = 1, 2,, 21 dan j = 1, 2, 3 dengan : Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j μ = nilai tengah τi = pengaruh perlakuan ke-i βj = pengaruh kelompok ke-j εij = pengaruh acak dari perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam dengan uji F pada taraf nyata 5%. Jika uji nilai F berpengaruh nyata maka nilai tengah diuji lanjut dengan uji t-dunnett pada taraf nyata 5%.

7 Prosedur Percobaan Persiapan Lahan Luas lahan yang digunakan seluas 113.4 m 2. Persiapan lahan meliputi pembersihan lahan, pengolahan tanah dan pembuatan petak percobaan. Pembersihan dimulai dengan pembabatan dan pembersihan rumput, kemudian dilakukan pengolahan tanah serta aplikasi pupuk kandang. Petak percobaan dibuat dengan ukuran 0.6 meter x 3 meter sebanyak 63 petakan. Penanaman Penanaman dilakukan satu minggu setelah pemberian pupuk kandang. Benih ditanam langsung secara tugal dengan kedalaman 3-5 cm, sebanyak 3 butir tiap lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan yaitu 30 cm 20 cm, sehingga pada petakan percobaan terdapat 2 baris dan pada tiap baris terdapat 15 lubang tanam. Jumlah keseluruhan 30 lubang untuk tiap petaknya. Pemupukan Pupuk sumber NPK yang digunakan yaitu Urea, SP-36 dan KCl, masingmasing sebanyak 200 kg/ha, 100 kg/ha, dan 100 kg/ha. Pemberian pupuk sumber NPK dilakukan tiga tahap, yaitu: (1) Pemupukan pertama diberikan pada satu minggu setelah tanam, berupa 40 kg/ha Urea, 100 kg/ha SP-36 dan 100 kg/ha KCl, dengan cara membuat larikan 5 cm dari tanaman; (2) Pemupukan kedua diberikan pada saat penyiangan 4 minggu setelah tanam (MST), berupa 80 kg/ha Urea, dengan membuat larikan 5 cm dari tanaman; (3) Pemupukan ketiga diberikan pada saat penyiangan 7 minggu setelah tanam (MST), berupa 80 kg/ha Urea, dengan membuat larikan 5 cm dari tanaman. Pemeliharaan Penyulaman dan penjarangan dilakukan pada umur satu minggu setelah tanam. Penyulaman dilakukan dengan sistem sulam pindah. Pengendalian terhadap gulma dengan cara penyiangan yang dilakukan pada saat tanaman berumur 2-7 minggu setelah tanam. Pengendalian hama dilakukan dengan aplikasi insektisida kimia berbahan aktif fipronil 5% secara teratur tiap dua minggu hingga menjelang panen. Panen Panen dilakukan apabila 80% malai sudah menguning. Pelaksanaan panen dilakukan dengan memotong batang kira-kira 20 cm di atas permukaan tanah menggunakan sabit. Pengamatan A. Pengamatan dilakukan pada 5 rumpun tanaman contoh pada tiap petak yang ditentukan secara acak. Adapun peubah-peubah yang diamati adalah sebagai berikut: 1. Tinggi tanaman (cm); diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi, pengukuran dilakukan dua kali yaitu pada fase vegetatif (50 HST) dan fase generatif (sebelum panen) tiap rumpun contoh.

8 2. Jumlah anakan vegetatif (batang/rumpun). Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan total pada tiap rumpun contoh, penghitungan dilakukan pada 50 hari setelah tanam. 3. Jumlah anakan produktif (batang/rumpun). Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang bermalai. Pengamatan dilakukan sebelum panen. 4. Panjang malai (cm). Pengamatan dilakukan dengan mengukur dari leher sampai ujung malai dengan mengambil 5 malai per rumpun contoh. 5. Jumlah gabah total/malai (butir). Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah total gabah dari tiap malai sebanyak 5 malai per rumpun contoh. Pengamatan dilakukan setelah panen. 6. Jumlah gabah bernas/malai (butir). Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah total gabah bernas dari tiap malai sebanyak 5 malai per rumpun contoh. Pengamatan dilakukan setelah panen. 7. Jumlah gabah hampa/malai (butir). Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah total gabah hampa dari tiap malai sebanyak 5 malai per rumpun contoh. Pengamatan dilakukan setelah panen. 8. Persentase gabah bernas/malai (%). Pengamatan dilakukan dengan membandingkan antara jumlah gabah isi per malai dengan jumlah gabah total per malai dikalikan seratus. 9. Persentase gabah hampa/malai (%). Pengamatan dilakukan dengan membandingkan antara jumlah gabah hampa per malai dengan jumlah gabah total per malai dikalikan seratus. Pengamatan dilakukan setelah panen. 10. Bobot 1 000 butir diperoleh dengan menimbang 1 000 butir gabah bernas dari masing-masing petak percobaan dalam setiap galur. Pengamatan dilakukan setelah gabah dikeringkan. 11. Hasil gabah per rumpun (g), berasal dari bobot gabah per rumpun 12. Hasil gabah per hektar (ton), dihitung menggunakan rumus : Hasil gabah per hektar = Bobot gabah (kg) 1 petak x 30 lubang tanam Jumlah rumpun panen x 10 000 m 2 /1 ha (3 x 0.6) m 2 /1 petak B. Pengamatan pada setiap unit percoban 1. Umur berbunga, yaitu pada saat 50% tanaman telah berbunga dalam satuan petak percobaan. 2. Umur panen, yaitu dihitung saat tanam sampai 80% malai telah menguning. x 1 ton 1000 kg HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru, Institut Pertanian Bogor. Pertumbuhan awal pada tanaman terdapat dua galur yang benihnya tidak tumbuh pada satu minggu pertama sehingga perlu dilakukan penyulaman. Daya

9 tumbuh yang rendah diduga karena kualitas benih yang kurang baik dan kondisi lahan yang mengalami kekeringan. Galur HR-2-27-1-6 dan HR-7-32-1-3 mengalami kekurangan benih akibat rendahnya daya tumbuh. Untuk menanggulangi hal ini digunakan bibit hasil semai di rumah kaca. Kondisi ini menyebabkan tanaman membutuhkan waktu untuk beradaptasi di lahan sehingga pertumbuhan tanaman mengalami keterlambatan. Pertumbuhan pada awal fase vegetatif mengalami gangguan karena kekurangan air akibat tidak adanya hujan selama satu minggu pada suatu waktu kondisi ini mengakibatkan terganggunya penambahan anakan. Kondisi tanaman mulai membaik ketika hujan turun, akan tetapi lahan banyak ditumbuhi oleh gulma sehingga pembersihan gulma dilakukan secara intensif. Adanya indikasi serangan blas daun (Pyricularia grisea pv. oryza) pada padi gogo akan tetapi belum mencapai pada tingkat yang berbahaya kemudian dilakukan aplikasi pestisida berbahan aktif propikonazol 12.5% dan triziklazol 40% sehingga serangan tidak menyebar. Belalang dan ulat menyerang tanaman pada fase vegetatif mengakibatkan daun berlubang hal ini ditanggulangi dengan melakukan aplikasi insektisida berbahan aktif fipronil 5%. Serangan walang sangit (Leptocorisa oratorius) terjadi pada saat munculnya bulir hingga bulir padi matang susu. Secara umum serangan terjadi pada masa ini tetapi serangan pertama terjadi pada galur HR-4-12-1-1, HR- 5-13-3-1, dan HR-8-28-1-2 karena galur-galur ini lebih dahulu keluar malai dibandingkan dengan galur-galur yang lain. Umur genjah yang dimiliki ketiga galur ini juga menyebabkan terjadinya serangan burung pada bulir padi yang telah terisi. Penanggulangan serangan burung ini dengan memasang jaring pada lahan penelitian. Keragaan Umum Keragaan Karakter Agronomi Galur Dihaploid Hasil analisis ragam keragaan karakter agronomi menunjukkan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap semua karakter yang diamati (Tabel 1). Kondisi ini menunjukkan bahwa antar genotipe-genotipe tersebut menunjukkan respon yang berbeda sesuai dengan sifat genetik yang dimilikinya. Karakterkarakter yang berbeda sangat nyata perlu untuk dilakukan uji lanjut dengan ketiga varietas pembanding untuk mendapatkan genotipe dengan karakter unggul. Koefisien keragaman (KK) dari semua karakter yang diamati berkisar antara 1.61% - 18.83%. Nilai KK terendah pada karakter umur panen sebesar 1.61% sedangkan nilai KK tertinggi pada karakter bobot gabah per rumpun sebesar 18.83% (Tabel 1). Karakter bobot gabah per rumpun dan bobot gabah per hektar dilakukan uji transformasi pada data hasil pengamatan karena nilai KK yang didapatkan lebih besar dari 20 %. Nilai KK yang rendah diinginkan karena akan menggambarkan ketepatan pada pengamatan sehingga akan mengurangi galat pada percobaan.

10 Tabel 1 Hasil analisis ragam pengaruh genotipe terhadap karakter galur-galur dihaploid F Hit KK Karakter KT Genotipe Genotipe (%) Tinggi tanaman fase vegetatif 258.97 12.14** 6.11 Tinggi tanaman fase generatif 544.92 50.39** 3.53 Jumlah anakan vegetatif 50.13 10.05** 12.68 Jumlah anakan produktif 28.43 8.60** 13.28 Umur berbunga 90.17 33.31** 1.95 Umur panen 90.25 26.68** 1.61 Panjang daun bendera 94.53 6.33** 11.38 Panjang malai 11.37 16.67** 3.61 Kepadatan malai 3.43 8.98** 9.30 Jumlah gabah bernas 1088.09 4.02** 15.63 Jumlah gabah hampa 1258.04 20.12** 15.31 Jumlah gabah per malai 2267.38 6.78** 11.63 Persentase gabah bernas per malai 282.21 12.25** 7.15 Persentase gabah hampa per malai 285.21 12.25** 18.83 Bobot 1 000 butir 18.03 22.12** 3.93 Bobot gabah per rumpun 73.86 2.25** 13.15 a Bobot gabah per hektar 0.98 4.24** 8.40 a **berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%; *berpengaruh nyata pada taraf 5%; tn tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%; a data menggunakan hasil transformasi x+0.5 Tinggi Tanaman Tabel 2 Rataan tinggi tanaman pada fase vegetatif dan generatif galur dihaploid dengan varietas pembanding Galur TTV TTG TTV TTG Galur (cm) (cm) (cm) (cm) HR-1-12-1-1 73.2 c 78.4 ab HR-2-33-1-1 80.6 bc 93.5 a HR-1-12-2-2 58.9 a 75.5 abc HR-2-34-1-3 81.3 bc 102.8 bc HR-1-32-1-1 69.9 78.7 ab HR-4-12-1-1 88.5 bc 95.3 ac HR-2-21-2-1 71.7 95.4 ac HR-5-9-1-1 75.2 c 85.9 a HR-2-22-1-3 84.2 bc 116.0 abc HR-5-9-4-1 74.6 c 87.0 a HR-2-22-2-1 94.3 abc 121.2 ab HR-5-13-2-2 66.2 a 76.4 abc HR-2-27-1-6 70.8 95.2 ac HR-5-13-3-1 90.4 bc 108.8 c HR-2-27-2-7 74.1 c 100.4 bc HR-7-32-1-3 67.9 a 75.6 abc HR-2-30-1-1 74.3 c 105.0 bc HR-8-28-1-2 81.2 bc 81.6 ab Limboto 81.0 bc 106.2 bc Inpari 13 66.1 a 89.7 a Situ Bagendit 61.5 a 86.2 a Keterangan : TTV: tinggi tanaman vegetatif; TTG: tinggi tanaman generatif; a Berbeda nyata pada uji t-dunnett 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t- Dunnett 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t- Dunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit.

11 Tinggi tanaman merupakan karakter yang sangat penting dalam progam pemuliaan tanaman. Tinggi tanaman akan mempengaruhi tingkat kerebahan pada suatu tanaman. Pemuliaan tanaman pada padi diarahkan untuk mendapatkan tanaman dengan tinggi yang ideal. Rata-rata tinggi tanaman padi gogo pada fase vegetatif berkisar antara 58.9 cm - 94.3 cm. Galur dengan rata-rata tertinggi yaitu HR-2-22-2-1 sebesar 94.3 cm. Galur HR-2-22-2-1 memiliki tinggi yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Limboto. Hasil analisis (Tabel 2) menunjukkan bahwa terdapat 7 galur yang memiliki tinggi berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Inpari 13, dan terdapat 12 galur yang memiliki tinggi berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Situ Bagendit. Rata-rata tinggi tanaman pada fase generatif berkisar antara 75.5 cm - 121.2 cm. Galur HR-2-22-2-1 memiliki tinggi tanaman tertinggi yaitu sebesar 121.2 cm. Galur HR-2-22-1-3 dan HR-2-22-2-1 memiliki tinggi tanaman berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Limboto. Hasil analisis (Tabel 2) menunjukkan bahwa terdapat 5 galur yang memiliki tinggi tanaman berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Inpari 13 dan terdapat 8 galur yang memiliki tinggi tanaman berbeda nyata lebih tinggi dengan Situ Bagendit. IRRI (2002) menetapkan kriteria tinggi pada tanaman padi gogo berdasar pada Rice Standard Evaluation System yaitu agak pendek (< 90 cm), sedang (90-125 cm), dan tinggi (> 125 cm). Berdasarkan kriteria ini terdapat 8 galur yang tergolong agak pendek dan terdapat 10 galur yang tergolong sedang yaitu HR-2-21-2-1, HR-2-22-1-3, HR-2-22-2-1, HR-2-27-1-6, HR-2-27-2-7, HR-2-30-1-1, HR-2-33-1-1, HR-2-34-1-3, HR-4-12-1-1, dan HR-5-13-3-1. Galur-galur yang memiliki tinggi sedang berpotensi untuk dikembangkan karena akan lebih tahan terhadap kerebahan. Galur-galur yang diuji tidak ada yang tergolong tanaman tinggi. Menurut Makarim dan Suhartatik (2009) dan Yoshida (1981) batang yang pendek dan kaku merupakan sifat yang diinginkan dalam pengembangan varietasvarietas unggul padi gogo karena tanaman akan tahan terhadap kerebahan. Padi yang memiliki sifat tersebut akan memiliki perbandingan antara gabah dan jerami yang seimbang dan responsif terhadap pemupukan nitrogen. Jumlah Anakan Vegetatif dan Produktif Rata-rata jumlah anakan vegetatif per rumpun padi gogo dihaploid disajikan pada Tabel 3. Jumlah anakan berkisar antara 7.2-23.6 anakan. Galur HR-1-12-1-1 dan HR-2-21-2-1 memiliki jumlah anakan vegetatif terbanyak berturut-turut sebesar 23.4 anakan dan 23.6 anakan. Hasil analisis (Tabel 3) menunjukkan bahwa galur HR-1-12-1-1, HR-2-21- 2-1, HR-2-33-1-1, dan HR-5-13-2-2 memiliki jumlah anakan vegetatif yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Limboto. Galur HR-7-32-1-3 memiliki jumlah anakan vegetatif yang berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan Inpari 13 dan lima galur berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan Situ Bagendit. Las et al. (2004) memberikan kriteria pengelompokan banyaknya anakan total per rumpun, yaitu sedikit (<10), sedang (11-15), banyak (16-20), dan sangat banyak (>20). Pengelompokan ini menunjukkan bahwa satu galur termasuk ke dalam jumlah anakan sedikit, enam galur termasuk jumlah anakan sedang, empat galur termasuk anakan banyak, dan tujuh galur sisanya termasuk jumlah anakan sangat banyak.

12 Tabel 3 Rataan jumlah anakan pada fase vegetatif dan produktif galur dihaploid dengan varietas pembanding Galur JAV JAP Galur JAV JAP HR-1-12-1-1 23.4 a 18.0 a HR-2-33-1-1 21.4 a 16.0 a HR-1-12-2-2 19.3 13.7 HR-2-34-1-3 20.1 16.0 a HR-1-32-1-1 17.0 12.8 HR-4-12-1-1 14.0 c 12.4 HR-2-21-2-1 23.6 a 17.8 a HR-5-9-1-1 18.4 14.4 HR-2-22-1-3 15.2 12.7 HR-5-9-4-1 14.2 c 11.8 HR-2-22-2-1 17.4 13.3 HR-5-13-2-2 22.4 a 19.9 ab HR-2-27-1-6 14.8 13.0 HR-5-13-3-1 13.0 c 11.1 HR-2-27-2-7 20.1 15.7 a HR-7-32-1-3 7.2 abc 6.6 bc HR-2-30-1-1 20.6 13.1 HR-8-28-1-2 13.2 c 9.3 c Limboto 14.3 c 9.9 c Inpari 13 18.4 13.5 Situ Bagendit 21.2 a 15.8 a Keterangan : JAV: jumlah anakan vegetatif; JAP: jumlah anakan produktif; a Berbeda nyata pada uji t-dunnett 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t- Dunnett 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t- Dunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit. Jumlah anakan akan mengindikasikan kesehatan suatu tanaman, meskipun secara genetik varietas tanaman akan menentukan jumlah anakan (Makarim dan Suhartatik 2009). Jumlah anakan yang banyak akan lebih baik jika diimbangi dengan jumlah anakan produktif yang banyak atau jumlah anakan tidak produktif yang sedikit (Dewi et al. 2009). Jumlah anakan produktif pada galur dihaploid padi gogo tipe baru hasil kultur antera sebanyak 8-15 anakan (Safritri 2010), 6-13 anakan (Purbokurniawan 2013), dan 6-17 anakan (Herawati et al. 2009). Anakan produktif merupakan anakan yang memproduksi malai yang akan mempengaruhi potensi hasil pada tanaman padi. Rata-rata jumlah anakan produktif per rumpun padi gogo dihaploid disajikan pada Tabel 3. Jumlah anakan produktif berkisar antara 6.6 sampai dengan 19.9 batang per rumpun (Tabel 3). Galur HR-5-13-2-2 memiliki jumlah anakan produktif per rumpun terbanyak. Galur HR-1-12-1-1, HR-2-21-2-1, HR-2-27-2-7, HR-2-33-1-1, HR-2-34-1-3, dan HR-5-13-2-2 menunjukkan jumlah anakan produktif yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Limboto. Galur HR-5-13-2-2 menunjukkan jumlah anakan produktif yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Inpari 13. Galur HR-7-32-1-3 dan HR-8-28-1-2 menunjukkan jumlah anakan produktif yang berbeda nyata lebih rendah dibandingkan Situ Bagendit. Tidak semua anakan dapat menghasilkan malai karena terdapat anakan yang baru terbentuk dan akan kalah dalam memperebutkan hara sehingga akan mati.

13 Umur Berbunga dan Umur Panen Rata-rata umur berbunga semua galur berkisar antara 70.6 hari setelah tanam (HST) hingga 96.0 hari setelah tanam (HST) (Tabel 4). Galur HR-4-12-1-1 dan HR-8-28-1-2 merupakan galur yang memiliki umur berbunga terpendek yaitu 70.6 HST dan 74.0 HST. Galur HR-2-30-1-1 memiliki umur berbunga terlama sebesar 96.0 HST. Diptaningsari (2013) menyatakan bahwa umur berbunga memiliki hubungan yang positif dengan umur panen. Umur berbunga yang semakin cepat maka akan menghasilkan umur panen yang cepat atau umur genjah. Umur panen yang pendek akan memberikan keuntungan karena tanaman padi akan lebih cepat dipanen. Rata-rata umur panen semua galur padi gogo berkisar antara 101.6 HST hingga 126.0 HST. Galur HR-4-12-1-1, HR-5-13-3-1, dan HR-8-28-1-2 memiliki umur panen yang berbeda nyata lebih cepat dibandingkan dengan Limboto. Galur HR-4-12-1-1, HR 5-13-2-2, HR-5-13-3-1, dan HR-8-28-1-2 memiliki umur panen yang berbeda nyata lebih cepat dibandingkan dengan Inpari 13. Galur HR-4-12-1-1, HR-5-13-3-1, dan HR-8-28-1-2 memiliki umur panen yang berbeda nyata lebih cepat dibandingkan dengan Situ Bagendit. Tabel 4 Rataan umur berbunga dan umur panen galur dihaploid dengan varietas pembanding Galur UB UP UB UP Galur (HST) (HST) (HST) (HST) HR-1-12-1-1 85.3 114.6 HR-2-33-1-1 87.0 c 116.0 HR-1-12-2-2 88.6 c 118.6 HR-2-34-1-3 92.0 abc 119.0 c HR-1-32-1-1 82.3 a 113.3 HR-4-12-1-1 70.6 abc 101.6 abc HR-2-21-2-1 85.6 119.0 c HR-5-9-1-1 81.3 ab 112.3 HR-2-22-1-3 89.6 c 121.3 ac HR-5-9-4-1 82.0 a 112.3 HR-2-22-2-1 84.0 118.6 HR-5-13-2-2 80.6 ab 110.0 b HR-2-27-1-6 84.3 115.0 HR-5-13-3-1 77.0 abc 107.0 abc HR-2-27-2-7 86.6 116.6 HR-7-32-1-3 81.0 ab 113.0 HR-2-30-1-1 96.0 abc 126.0 abc HR-8-28-1-2 74.0 abc 102.6 abc Limboto 87.3 c 114.3 Inpari 13 85.6 116.6 Situ Bagendit 82.6 a 114.0 Keterangan : UB: umur berbunga; UP: umur panen; a Berbeda nyata pada uji t-dunnett 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t-dunnett 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t-dunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit. Penelitian yang dilakukan Dewi et al. (2009) mengelompokkan umur panen (P) varietas padi menjadi empat yaitu sangat genjah (P 110 HST), genjah (110 < P 115 HST), sedang (115 < P 125 HST), dan berumur dalam (125 < P 150 HST). Berdasarkan pengelompokan di atas terdapat empat galur tergolong berumur sangat genjah, enam galur tergolong berumur genjah, tujuh galur tergolong berumur sedang, dan satu galur tergolong berumur dalam.

14 Panjang Daun dan Sudut Daun Bendera Daun bendera memiliki peranan penting dalam pengisian malai. Daun bendera yang rusak akan menyebabkan pengisian malai terganggu sehingga banyak bulir yang hampa. Rata-rata panjang daun bendera berkisar antara 23.2 cm hingga 43.8 cm. Galur HR-2-22-2-1 dan HR-5-13-3-1 memiliki panjang daun bendera terpanjang yaitu berturut-turut sebesar 41.5 cm dan 43.8 cm (Tabel 5). Hasil uji lanjut Dunnett menunjukkan bahwa galur HR-5-13-3-1 memiliki panjang daun bendera berbeda nyata lebih panjang dibandingkan dengan Limboto. Terdapat empat galur yang memiliki panjang daun bendera berbeda nyata lebih panjang dibandingkan dengan Inpari 13 dan tujuh belas galur yang memiliki panjang daun bendera berbeda nyata lebih panjang dibandingkan dengan Situ Bagendit. Tabel 5 Rataan panjang daun bendera dan sudut daun bendera galur dihaploid dengan varietas pembanding Galur PDB PDB SDB Galur (cm) (cm) SDB HR-1-12-1-1 36.6 c Tegak HR-2-33-1-1 32.8 c Tegak HR-1-12-2-2 23.2 Tegak HR-2-34-1-3 35.3 c Tegak HR-1-32-1-1 34.0 c Tegak HR-4-12-1-1 35.8 c Semi tegak HR-2-21-2-1 29.3 c Tegak HR-5-9-1-1 39.6 bc Tegak HR-2-22-1-3 39.0 bc Horizontal HR-5-9-4-1 35.4 c Tegak HR-2-22-2-1 41.5 bc Terkulai HR-5-13-2-2 35.6 c Tegak HR-2-27-1-6 33.5 c Tegak HR-5-13-3-1 43.8 abc Tegak HR-2-27-2-7 34.4 c Tegak HR-7-32-1-3 35.3 c Tegak HR-2-30-1-1 32.7 c Tegak HR-8-28-1-2 36.7 c Tegak Limboto 32.3 c Tegak Inpari 13 27.2 Tegak Situ Bagendit 17.8 a Tegak Keterangan : PDB: panjang daun bendera; SDB: sudut daun bendera; a Berbeda nyata pada uji t- Dunnett 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t-dunnett 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t-dunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit. Galur-galur yang diuji secara umum menunjukkan sudut daun bendera yang tegak yaitu sebanyak 15 galur dengan sudut daun bendera tegak (0º), satu galur dengan sudut daun bendera semi tegak (45º), satu galur dengan sudut daun bendera horizontal (90º), satu galur dengan sudut daun bendera terkulai (180º). Penelitian Dewi et al. (2009) menjelaskan bahwa sudut daun bendera yang tegak lebih diinginkan karena berperan dalam meningkatkan luas penerimaan cahaya, juga dapat segera melewatkan air yang jatuh ke daun sehingga mengurangi beban pada permukaan daun. Makarim dan Suhartatik (2009) menjelaskan bahwa sifatsifat daun yang dikehendaki adalah yang tegak, tebal, kecil, dan pendek. Kondisi ini yang akan meningkatkan kemampuan fotosintesis pada tanaman.

15 Panjang Malai, Gabah Bernas, dan Gabah Hampa Panjang malai akan berpengaruh terhadap jumlah gabah total per malai. Malai yang panjang secara teori akan meningkatkan jumlah hasil gabah yang akan berpengaruh pada hasil gabah yang didapat. Rata-rata panjang malai berkisar antara 19.4 cm - 26.1 cm. Galur HR-2-22-2-1 memiliki panjang malai terpanjang yaitu sebesar 26.1 cm. Galur HR-7-32-1-3, HR-8-28-1-2, dan HR-1-12-2-2 memiliki panjang malai terpendek berturut-turut sebesar 19.4 cm, 19.4 cm, dan 19.6 cm (Tabel 6). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa enam galur memiliki panjang malai yang berbeda nyata lebih pendek dibandingkan dengan Limboto, dua galur memiliki panjang malai yang berbeda nyata lebih panjang dibandingkan dengan Inpari 13, dan sebelas galur memiliki panjang malai yang berbeda nyata lebih panjang dibandingkan dengan Situ Bagendit. Tabel 6 Rataan panjang malai dan kepadatan malai galur dihaploid dengan varietas pembanding Galur PM KM PM KM Galur (cm) (bulir/cm) (cm) (bulir/cm) HR-1-12-1-1 21.6 a 7.0 ac HR-2-33-1-1 24.2 c 4.7 a HR-1-12-2-2 19.6 ab 7.6 c HR-2-34-1-3 24.5 c 7.8 c HR-1-32-1-1 22.6 a 7.3 c HR-4-12-1-1 23.9 c 5.3 a HR-2-21-2-1 23.2 5.5 a HR-5-9-1-1 24.9 c 6.8 ac HR-2-22-1-3 25.7 bc 7.1 c HR-5-9-4-1 23.8 c 6.3 a HR-2-22-2-1 26.1 bc 7.4 c HR-5-13-2-2 21.9 a 5.6 a HR-2-27-1-6 23.9 c 6.0 a HR-5-13-3-1 25.4 c 5.8 a HR-2-27-2-7 24.1 c 6.5 ac HR-7-32-1-3 19.4 abc 7.9 c HR-2-30-1-1 24.1 c 7.7 c HR-8-28-1-2 19.4 abc 8.2 bc Limboto 25.2 c 8.6 bc Inpari 13 23.4 6.3 a Situ Bagendit 21.6 a 4.8 a Keterangan : PM: panjang malai; KM: kepadatan malai; a Berbeda nyata pada uji t-dunnett 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t-dunnett 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t-dunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit. Panjang malai dapat dikelompokkan menjadi malai pendek (< 20 cm), malai sedang (20-30 cm), dan malai panjang (> 30 cm) (Juhriah et al. 2013). Berdasarkan pengelompokan tersebut, terdapat tiga galur dengan kategori panjang malai pendek dan lima belas malai dengan kategori panjang malai sedang. Kepadatan malai galur-galur yang diuji berkisar antara 4.7-8.2 bulir/cm. HR-8-28-1-2 memiliki kepadatan terbesar yaitu sebesar 8.2 bulir/cm. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sepuluh galur memiliki kepadatan malai yang berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan Limboto, satu galur memiliki kepadatan malai yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Inpari 13, dan sebelas galur memiliki kepadatan malai yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Situ Bagendit. Galur HR-1-12-2-2, HR-7-32-1-3, dan HR-8-28-1-2 merupakan galur yang terkategori memiliki panjang malai pendek tetapi

16 memiliki kepadatan yang cukup besar jika dibandingkan dengan panjang malai yang terkategori sedang. Kepadatan malai ini masing-masing yaitu sebesar 7.6 bulir/cm, 7.9 bulir/cm, dan 8.2 bulir/cm (Tabel 6). Kondisi ini menunjukkan pembentukan bulir-bulir pada panjang malai pendek lebih optimal jika dibandingkan pada panjang malai sedang. Gabah merupakan komponen yang penting dalam panen tanaman padi karena akan menentukan produktivitas per hektar. Gabah isi yang banyak akan meningkatkan bobot padi yang didapatkan. Rata-rata gabah bernas terbanyak pada galur HR-1-32-1-1 yaitu sebesar 121.8 bulir. Hasil analisis (Tabel 7) menunjukkan seluruh galur yang diuji memiliki jumlah gabah bernas yang berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan Limboto dan memiliki jumlah gabah bernas yang tidak berbeda nyata dengan pembanding Inpari 13 serta terdapat 4 dari 18 galur yang diuji memiliki jumlah gabah bernas yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Situ Bagendit. Tabel 7 Rataan jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total per malai, persentase gabah bernas, dan persentase galur dihaploid dengan varietas pembanding Galur GB GH JGT PGB (%) PGH (%) HR-1-12-1-1 119.1 ac 34.2 153.1 ac 77.0 b 23.0 b HR-1-12-2-2 118.3 ac 32.6 150.5 ac 78.3 b 21.6 b HR-1-32-1-1 121.8 ac 46.7 170.0 ac 73.3 26.6 HR-2-21-2-1 106.6 a 25.5 ab 130.0 a 79.3 b 20.6 b HR-2-22-1-3 97.4 a 87.5 abc 184.1 c 51.3 abc 48.6 abc HR-2-22-2-1 115.0 a 77.0 abc 195.4 bc 60.3 a 39.6 a HR-2-27-1-6 89.7 a 56.1 c 145.1 a 60.6 a 39.3 a HR-2-27-2-7 87.9 a 67.5 c 157.9 ac 57.3 ac 42.6 ac HR-2-30-1-1 91.0 a 97.3 abc 187.4 c 47.0 abc 53.0 abc HR-2-33-1-1 94.5 a 23.5 ab 116.7 a 80.0 b 20.0 b HR-2-34-1-3 111.7 a 80.0 abc 193.0 c 57.6 ac 42.3 ac HR-4-12-1-1 77.9 a 52.0 c 129.0 a 59.0 ac 41.0 c HR-5-9-1-1 113.4 a 56.7 c 171.8 ac 67.0 33.0 HR-5-9-4-1 97.1 a 57.1 c 152.5 ac 62.3 a 37.6 a HR-5-13-2-2 100.6 a 22.3 ab 123.5 a 81.3 b 18.6 b HR-5-13-3-1 112.1 a 38.0 150.0 ac 74.6 25.3 HR-7-32-1-3 116.7 ac 37.1 153.9 ac 75.0 25.0 a HR-8-28-1-2 102.6 a 63.3 c 163.1 ac 61.0 a 39.0 a Limboto 166.7 bc 48.4 218.9 bc 77.3 b 22.6 Inpari 13 94.9 a 51.6 c 148.4 a 65.0 a 35.0 a Situ Bagendit 73.5 a 29.5 b 103.1 a 72.0 28.0 Keterangan : GB: jumlah gabah bernas per malai; GH: jumlah gabah hampa per malai; JGT: jumlah gabah total per malai; PGB: persentase gabah bernas per malai; PGH: persentase gabah hampa per malai; a Berbeda nyata pada uji t-dunnet 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t-dunnet 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t-dunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit.

17 Rata-rata jumlah gabah hampa terbanyak dimiliki oleh galur HR-2-30-1-1 yaitu sebesar 97.3 bulir. Galur HR-2-21-2-1 dan HR-5-13-2-2 memiliki jumlah gabah hampa yang paling sedikit diantara semua galur yang diuji, besarnya yaitu 25.5 bulir dan 22.3 (Tabel 7). Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa galur HR-2-21-2-1, HR-2-33-1-1, HR-5-13-2-2 memiliki jumlah gabah hampa berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan Limboto dan pembanding Inpari 13 serta terdapat sepuluh galur yang memiliki jumlah gabah hampa berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Situ Bagendit. Rata-rata jumlah gabah total per malai terbanyak yaitu pada galur HR-2-22- 2-1 dan HR-2-34-1-3 yang besarnya berturut-turut 195.4 bulir dan 193.0. Hasil analisis (Tabel 7) menunjukkan bahwa terdapat empat belas galur yang memiliki jumlah gabah total per malai yang berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan Limboto, satu galur yang memiliki jumlah gabah total per malai yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Inpari 13, dan tiga belas galur yang memiliki jumlah gabah total per malai yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Situ Bagendit. Penelitian yang dilakukan pada padi gogo dihaploid tipe baru hasil kultur antera mendapatkan jumlah gabah total per malai 150-250 butir (Abdullah et al. 2008), >150 butir (Safitri 2010), 282-327 butir (Herawati et al. 2009), dan 137-212 butir (Purbokurniawan 2009). Persentase gabah bernas dan gabah hampa padi gogo dihaploid ditunjukkan pada Tabel 7. Persentase gabah bernas berkisar antara 51.3-81.3 %. Galur HR-2-33-1-1 dan HR-5-13-2-2 memiliki persentase jumlah gabah bernas terbanyak yaitu sebesar 80.0 % dan 81.3 % atau berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan pembanding Inpari 13 (65.0 %). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat sembilan galur yang memiliki persentase gabah bernas yang berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan Limboto, sebanyak lima galur yang memiliki persentase gabah bernas yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Inpari 13, dan sebanyak lima galur yang memiliki persentase gabah bernas berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan Situ Bagendit. Persentase gabah hampa dipengaruhi oleh lama penyinaran dan intensitas cahaya yang rendah, juga dipengaruhi oleh kemampuan tanaman dalam menyerap hara dan intensitas serangan hama dan penyakit (Rusdiyansyah et al. 2015). Rata-rata persentase gabah hampa tertinggi pada galur HR-2-30-1-1 sebesar 53.0 %. Galur HR-5-13-2-2 memiliki persentase gabah hampa terendah yaitu sebesar 18.6 %. Galur-galur yang diamati menunjukkan persentase gabah hampa yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Limboto sebanyak sembilan galur, terdapat empat galur yang memiliki persentase gabah hampa yang berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan Inpari 13, terdapat lima galur yang memiliki persentase gabah hampa yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Situ Bagendit. Kehampaan dapat disebabkan faktor genetik maupun non genetik. Salah satu penyebab kehampaan adalah tidak seimbangnya sink (limbung) yang besar dan source (sumber) yang sedikit. Jumlah anakan yang banyak tidak didukung oleh sumber daya hara yang memadai atau jumlah gabah per malai banyak, tetapi sumber kurang mendukung, seperti daun lebar, tipis, mendatar, dan cepat luruh, serta berumur genjah, sehingga asimilat yang dihasilkan rendah dan kurang mencukupi untuk pengisian gabah (Abdullah et al. 2008).