BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosional orang lain, perasaan yang sama dengan apa yang dirasakan orang lain.

dokumen-dokumen yang mirip
SITUASI PSIKOLOGIS KELUARGA DALAM MEMBANGUN EMPATI PADA REMAJA (KONTEKS BUDAYA JAWA DAN PENGARUH ISLAM)

STUDI FENOMENOLOGI KONTEKS BUDAYA JAWA DAN PENGARUH ISLAM: SITUASI PSIKOLOGIS KELUARGA DALAM MEMBANGUN EMPATI PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap pasangan suami istri yang telah menikah pasti mengharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya keteraturan, kedamaian, keamanan dan kesejahteraan dalam

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbukaan diri atau sering disebut Self disclosure adalah pemberian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kompetisi yang ketat. Pengaruh budaya asing juga sangat membentuk kepribadian

SITUASI PSIKOLOGIS KELUARGA DALAM MEMBANGUN EMPATI PADA REMAJA (KONTEKS BUDAYA JAWA DAN PENGARUH ISLAM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan,

IMPLEMENTASI NILAI PERSATUAN DALAM BERGOTONG ROYONG DI MASYARAKAT DESA

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. ternyata membawa pengaruh dan perubahan perubahan yang begitu besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk berdampingan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perbedaan harus diwujudkan sejak dini. Dengan kata lain, seorang anak harus belajar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong sangat

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua yang dimaksud disini adalah

I. PENDAHULUAN. berbeda-beda baik itu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk. dasarnya ia memiliki ketergantungan. Inilah yang kemudian menjadikan

Tri Windha Isnandar F

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila tidak terbentuk begitu saja dan bukan hanya diciptakan oleh

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tris Yuniar, 2015 Peranan panti sosial asuhan anak dalam mengembangkan karakter kepedulian sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. motivasi pokok penanaman pendidikan karakter negara ini. Pendidikan karakter perlu

BAB I PENDAHULUAN. Menolong merupakan salah satu tindakan yang diharapkan muncul dalam

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dan saling

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang akan selalu memerlukan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan karya imajinasi yang inspirasinya berasal dari

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pramuka merupakan sebutan bagi anggota gerakan Pramuka yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong,

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar sekolah. Salah satu acuannya adalah pendidikan harus berprinsip

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Delapan Fungsi Keluarga dalam Membentuk Generasi Penerus Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

PENDAHULUAN. dengan apa yang ia alami dan diterima pada masa kanak-kanak, juga. perkembangan yang berkesinambungan, memungkinkan individu

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pertolongan yang justru sangat dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ini berpengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

Bayu Setiyo Pamungkas Universitas Sebelas Maret

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. dan batasan yang akan digunakan dalam melakukan penelitian ini.

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia kurang lebih anam tahun (0-6) tahun, dimana biasanya anak tetap tinggal

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Efektivitas Bimbingan Konseling Islam di (BP -4) Kementrian Agama

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengenai desa, masyarakat, atau komunitas desa, serta solidaritasnya.

LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN. a. Tempat (lingkungan fisik): keadaan iklim. Keadaan tanah dan keadaan alam

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. No. 20/2003 tentang Sistem pendidikan Nasional Pasal I Ayat I,

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa,

IMPLEMENTASI SILA PERSATUAN INDONESIA PENERAPAN PERILAKU GOTONG ROYONG DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT PEDESAAN DI SRUNI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

25. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD

BAB I PENDAHULUAN. perangkat yang mengikat masyarakat secara bersama-sama(adler, 1927: 72

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang hidup dalam situasi lingkungan

BAB V PENUTUP. yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Kesimpulan tersebut meliputi

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu dengan yang lain. Realitanya di zaman sekarang banyak terlihat konflikkonflik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN-SARAN. 1. Pembinaan pencak silat yang berorientasi olahraga kompetitif dan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi

NILAI ANAK BAGI ORANG TUA DAN DAMPAK TERHADAP PENGASUHAN

PETUNJUK PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN POS PEMBERDAYAAN KELUARCA (POSOAYA)

BAB I PENDAHULUAN. animasi 3 dimensi tentang suasana desa Lomaer, Kecamatan Blega, Bangkalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Empati merupakan respon afektif yang berasal dari pemahaman kondisi emosional orang lain, perasaan yang sama dengan apa yang dirasakan orang lain. Empati adalah alat integral untuk mengetahui dan berhubungan dengan orang lain dan menambah kualitas hidup dan kekayaan interaksi sosial. Empati memiliki peran penting pada perkembangan pemahaman sosial dan perilaku social positif dan berfungsi sebagai fondasi hubungan dan menjadi dasar koping dengan stress dan penyelesaian konflik (Barr dan Higgins, 2009). Kepekaan sosial atau empati pada setiap orang bisa berbeda-beda. Empati biasanya tumbuh dari masa anakanak, mengikuti orang tua. Menurut Arsenio dan Lemerise (dalam Constantinos, 2011). Empati merupakan kemampuan untuk menghargai konsekuensi dari perilaku manusia terhadap perasaan orang lain dan berbagi serta berempati dengan perasaan orang lain. Orang yang enggan berbagi akan tumbuh menjadi pribadi yang individualistis dan egosentris. Sementara mereka yang sejak kecil sering dilibatkan untuk memahami kesulitan orang lain, biasanya akan lebih peka dan mudah tergerak hatinya untuk menolong sesama. Pendidikan empati sebagai inti dari pendidikan moral atau budi pekerti akan mampu menyentuh perkembangan perilaku remaja secara mendasar, apabila pendidikan empati tersebut ditanamkan pada anak sejak usia dini. Jika pendidikan empati tersebut diberikan pada anak setelah menginjak dewasa maka tidak akan begitu berpengaruh secara mendasar 1

2 terhadap karakter dan pembentukan pribadi anak. Dasar kemampuan untuk berempati pada orang lain adalah adanya sikap hati terbuka, terbuka artinya mau mengerti perasaan orang lain dan mau dimengerti oleh orang lain. Goleman (1997) menjelaskan bahwa dalam sikap empati yang terusmenerus diasah akan berpengaruh pada perkembangan moral. Seorang remaja yang memiliki empati tinggi akan lebih mudah untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dan tanggap terhadap lingkungan sosial sehingga mampu mengendalikan perilakunya (Jalaluddin Rakhmat, 2001). Seseorang mengasah rasa empati dalam kehidupan yang dijalaninya sehingga dapat berbelas kasihan kepada orang lain yang membutuhkan bantuan. Misalkan saat menemui anak-anak yang kelaparan, seorang remaja yang memiliki empati tinggi akan memberi bantuan kepada anak tersebutdengan ikhlas. Dengan begitu, maka rasa empati akan semakin bertambah dan seorang remaja akan semakin peka apabila menemui contoh seperti yang dijumpainya. Sedangkan apabila seorang remaja memiliki rasa empati yang rendah maka hubungannya dengan orang lain akan gagal, artinya tidak mampu memahami perasaan orang lain dan tidak mampu merasakan posisi dan kondisi yang sedang dialami orang lain. Akibatnya akan sering terjadi salah persepsi dan konflik dengan orang lain. Contohnya seorang remaja tidak mempunyai rasa belas kasihan bahkan terkesan tidak peduli ketika menyaksikan sesamanya mengalami kesusahan. Seorang remaja tidak akan merasa terpanggil untuk memberikan bantuan kepada sesama. Kebudayaan hidup orang Jawa tak luput dari kehidupan sosial dan budaya Jawa yang dilatarbelakangi oleh kebiasaan di masa lampau. Kebiasaan di masa

3 lampau mengajarkan masyarakat untuk saling menghargai dan mengutamakan tata krama. Setiap anggota kelompok hendaknya dapat mengembangkan keutamaankeutamaan seperti rasa belas kasihan, kebaikan hati, kemurahan hati, kemampuan ikut merasakan kegelisahan orang lain, rasa tanggung jawab sosial, keprihatinan terhadap sesama, belajar berkorban demi orang lain dan menghayati pengorbanan itu sebagai nilai yang tinggi, tolong-menolong dan saling membantu satu sama lain (Asep, 2010). Wujud empati pada masyarakat Jawa adalah dengan gotongroyong dan ewuh-pekewuh. Gotong-royong maksudnya adalah saling membantu dan melakukan pekerjaan demi kepentingan bersama tanpa adanya imbalan apapun. Salah satunya dengan rewang atau nyinom dalam acara hajatan tetangga atau saudara. Tradisi rewang atau membantu tetangga tentunya suatu kegiatan yang sangat positif terutama untuk masyarakat Indonesia khususnya di Jawa sendiri yang memang kental dengan budaya gotong royongnya karena dengan rewang bisa saling bergotong-royong antara warga yang satu dengan yang lainnya tanpa membeda-bedakan sehingga menimbulkan rasa saling membutuhkan dan membentuk persatuan yang kuat. Tradisi rewang ini terbentuk karena adanya kesadaran untuk membantu dan menolong antar tetangga tanpa pamrih. Sehingga ketika ada tetangga yang punya hajatan maka tetangga yang lain juga akan membantu. Hal ini akan terjadi sebaliknya, ketika di suatu kampung ada yang enggan menolong tetangga maka dirinya akan dijauhi tetangga ketika sedang membutuhkan. Selain itu Wijayanti & Nurwiyanti (2010) menyatakan bentuk empati lainnya terkandung dalam peribahasa jawa yakni ojo rumongso iso, tapi iso rumongso yang memiliki arti kepedulian untuk merasakan dan membantu

4 sebisanya orang yang menderita serta dapat mengendalikan dan menghadirkan rasa dalam komunikasi dengan orang lain. Di dalam lingkup keluarga, para orang tua mengajarkan kepada anaknya untuk menghargai dan menghormati orang lain. Anak dibiasakan untuk saling tolong menolong tanpa pamrih dan tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya seperti dalam ajaran Islam yang mengajarkan tolong menolong setulus dan seikhlasnya agar bisa menjadi berkah. Misalnya seorang remaja diajarkan untuk berbagi dengan orang lain yang sedang membutuhkan bantuan. Hal tersebut hendaknya didukung dengan suasana yang membuat anak merasa nyaman dengan perbuatan yang dilakukannya sebagai bentuk keberhasilan orangtua dalam menanamkan nilai moral yang berbasis islami. Dilihat dari perkembangan jaman saat ini nilai empati pada remaja sudah mulai berkurang. Lingkungan tempat tinggal dan tempat bergaul sangat mempengaruhi merosotnya nilai empati. Lunturnya nilai empati pada remaja menyebabkan menurunnya nilai kepedulian dan tolong-menolong dalam kehidupan bermasyarakat. Remaja mulai meninggalkan kebudayaan seperti tidak menghargai orang yang lebih tua sampai yang paling terlihat adalah untuk membantu antar sesama misalnya di Jawa yaitu tradisi nyinom atau rewang. Menurunnya nilai-nilai empati tidak terlepas dari semakin canggih teknologi pada jaman sekarang yang membuat remaja lebih memilih melakukan hal-hal yang berhubungan dengan teknologi yang mudah dan cepat untuk memperoleh sesuatu sesuatu yang diinginkan. Seseorang ketika mempunyai acara hajatan akan lebih memilih untuk menyewa jasa catering dan menyewa gedung daripada harus

5 membuat acara hajatan dirumah sendiri dan tidak mau menyusahkan tetangga atau orang-orang terdekatnya dalam memasak (Saptono, 2013). Para orang tua mengajarkan kepada anaknya untuk menghargai dan menghormati orang lain. Anak dibiasakan untuk saling tolong menolong tanpa pamrih dan tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya seperti dalam ajaran Islam yang mengajarkan tolong menolong setulus dan seikhlasnya agar bisa menjadi berkah. Misalnya anak diajarkan untuk berbagi dengan teman bermainnya, menolong teman yang sedang mengalami kesusahan atau membutuhkan bantuan. Hal tersebut hendaknya didukung dengan suasana yang membuat anak merasa nyaman dengan perbuatan yang dilakukannya sebagai bentuk keberhasilan orangtua dalam menanamkan nilai moral yang berbasis islami. Dalam membentuk situasi psikologis yang diharapkan adanya peran dari keluarga. Meskipun tidak secara khusus berfokus pada struktur keluarga tetapi mampu menyoroti pentingnya iklim emosional keluarga dalam menciptakan kesejahteraan psikologis pada remaja dengan dukungan interaksi yang diberikan keluarga. Situasi psikologis yang kondusif di lingkungan tidak selamanya dapat terjadi sesuai dengan yang diharapkan. Dalam situasi psikologis yang kondusif, anggota keluarga mempersepsikan lingkungannya dengan keadaan yang dinamis, tenang, nyaman, damai, saling percaya, penuh kehangatan, dan terjadi interaksi yang aktif dalam relasi sosial antaranggota keluarga (Moordiningsih, Prastiti, dan Hertinjung, 2010). Hal tersebut sesuai dengan pengertian sakinah dalam konsep Islam. Sakinah menurut bahasa arab berarti kedamaian, ketenteraman,

6 ketenangan, dan kebahagiaan. Dalam sebuah pernikahan, pengertian sakinah dapat dikatakan membina atau membangun sebuah rumah tangga yang penuh dengan kedamaian, ketentraman, ketenangan dan selalu berbahagia (Al-Qur an, 30:21). Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Situasi Psikologis Keluarga dalam Membangun Empati pada Remaja (Konteks Budaya Jawa dan Pengaruh Islam). Peneliti ingin mengetahui bagaimana situasi psikologis keluarga dalam membangun empati pada remaja. B. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk memahami dan mendeskripsikan situasi psikologis keluarga dalam membangun empati pada remaja (konteks budaya Jawa dan pengaruh Islam). 2. Untuk mengetahui dan memahami bentuk-bentuk empati remaja dalam konteks budaya Jawa dan pengaruh Islam. 3. Untuk mengetahui dan memahami prinsip budaya Jawa dan prinsip budaya Islam tentang empati yang diterapkan dalam keluarga. C. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaatnya yaitu : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperluas ilmu pengetahuan dalam psikologi serta mampu memberikan manfaat teoritis untuk psikologi

7 kepribadian dan psikologi sosial tentang situasi psikologis keluarga dalam membangun empati pada remaja. 2. Manfaat Praktis a. Bagi remaja agar mendapat informasi tentang empati dan membangun empati yang ada pada dirinya. b. Bagi pembaca yang memiliki akses terhadap penelitian ini, agar mendapat pengetahuan dan menambah wawasan tentang empati. c. Bagi Orangtua Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pembelajaran orangtua dalam membangun empati pada remaja